Fungsi Sensorik
Deskripsi
Fungsi saraf sensorik adalah menerima rangsangan dari luar tubuh untuk disampaikan ke otak (Jones, 2011).
Rangsangan tersebut berupa sensasi kompleks termasuk empat indra khusus, Penglihatan, Pendengaran, Penciuman
dan Perasa, dan Somatosensori termasuk sentuhan - sentuhan ringan dan tekanan, proprioception, suhu dan nyeri.
Sensasi tersebut memainkan peran besar dalam cara kita memandang lingkungan kita, berdampak pada kontrol
gerakan kita, mempertahankan kesadaran dan memberikan peringatan tentang potensi bahaya.
Fungsi sensorik merupakan aspek penting dari kesehatan, terutama seiring bertambahnya usia (Schumm, 2009).
Penurunan fungsi sensorik mungkin terjadi akibat gejala penyakit yang mendasari dan dapat mempengaruhi
keselamatan pribadi , kualitas kehidupan, dan kesehatan yang dirasakan. Sebagai tambahan, penurunan fungsi sensorik
dapat membatasi partisipasi dalam hubungan intrapersonal dan jenis kegiatan sosial lainnya, yang pada gilirannya mungkin
memiliki konsekuensi negatif tambahan untuk kesehatan.
Oleh karena itu, evaluasi fungsi sensorik pasien sangat penting dilakukan untuk mengetahui kapasitas fisik pasien
sebelum mendesain manajemen AFR pasien. Beberapa materi ke depan akan membahas komponen-komponen fungsi
sensorik yang terlibat dalam AFR.
Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk (Walgito,
2004). Stimulus yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada individu yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh setiap individu tidak
sama. Dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan
individu lain.
c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu
persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.
Sehingga, jika terjadi gangguan pada komponen-komponen di atas. Proses persepsi stimulus juga akan terganggu. Proses
Persepsi digambarkan pada Gambar di bawah ini:
Tahap 1: Stimulus atau Rangsangan
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari
lingkungannya.
⇓
Tahap 2: Registrasi
Dalam proses registrasi, terjadi mekanisme fisik dimana seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi
yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar
semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.
⇓
Tahap 3: Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada
stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan
kepribadian seseorang.
⇓
Tahap 4: Output
Sebagai hasil dari proses persepsi, keluaran yang diperoleh individu yaitu perubahan sikap, pendapat, keyakinan,
perasaan, dll.
⇓
Tahap 5: Perilaku/Reaksi
Perilaku dibentuk oleh keluaran yang dirasakan yaitu, perubahan dalam sikap, pendapat, keyakinan, dll. Perilaku
penginderaan menghasilkan tanggapan tergantung pada situasi dan tanggapan ini selanjutnya menimbulkan
serangkaian masukan baru.
Contoh Kasus akibat Gangguan Persepsi terhadap kapasitas fisik:
Seorang pasien berusia 80 tahun dengan inisial RS datang ke klinik fisioterapi dengan riwayat stroke hemiparese dextra sejak 3 bulan yang
lalu. Pasien telah menerima fisioterapi selama tiga minggu dan menunjukkan perkembangan. Akan tetapi, tiga hari yang lalu pasien jatuh di
kamar mandi. Setelah jatuh, pasien takut untuk berjalan mandiri tanpa dibantu anaknya. Begitu juga saat terapi, pasien takut untuk
melakukan latihan jalan karena persepsi pasien yang berubah setelah jatuh di kamar mandi
Hal ini dijelaskan oleh berbagai evidens bahwa:
Selain akibat fisik dari jatuh, pasien dapat mengalami tekanan emosional, kehilangan kepercayaan diri, dan efikasi diri yang rendah (Turner
et al. 2017). Takut jatuh merupakan konsekuensi psikologis yang biasanya terjadi setelah jatuh dan dapat mengakibatkan dalam
pembatasan aktivitas dan imobilitas yang lebih rendah/tidak sesuai dari kemampuan fisiknya yang sebenarnya. Pola rasa takut terkait
penghindaran aktivitas dan penurunan kemampuan fungsional selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan risiko jatuh, khususnya dalam
kasus jatuh berulang.
Turner et al. (2017) juga menemukan bahwa perubahan pada mobilitas pasien sangat erat kaitannya dengan perasaan kurang percaya diri,
efikasi diri rendah, dan sikap kurang positif terhadap rehabilitasi mereka. Pasien dilaporkan tidak berjalan sesering atau sejauh dibandingkan
dengan mobilitas mereka sebelum jatuh. Perubahan persepsi ketakutan jatuh biasanya dilaporkan sebagai faktor signifikan untuk
perubahan untuk perilaku peserta.
https://youtu.be/DOmrm0Hy-2Y
B. Body Image
Body Image adalah representasi kognitif dan subyektif dari penampilan fisik dan sensasi-sensasi yang dialami oleh tubuh (Maria, da
Rocha, dan Terra, 2013). Konsep body image diartikan sebagai pengalaman psikologis yang dimiliki seseorang tentang penampilan dan
fungsi tubuhnya.
Dalam konsep orang dewasa tua, body image adalah konsep yang dinamis pada: pencitraan tubuh akan terus berubah sepanjang hidup
terhadap pengaruh eksternal dan internal. Menurut Mosquera (1976), jika tidak terdapat adaptasi terhadap perubahan ini, akan ada
ketidakpuasan yang intens tidak hanya dengan citra tubuh tetapi juga dengan kehidupan itu sendiri.
Aspek-Aspek Body Image
Menurut Cash dan Pruzinsky (2002), terdapat lima aspek dari body image, diantaranya yaitu :
a Evaluasi penampilan (appearance evaluation)
Penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik atau tidak menarik, kenyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.
b Orientasi penampilan (appearance orientation)
Mengukur perhatian individu terhadap penampilannya dan usaha individu untuk memperbaikinya.
c Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)
Kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian tubuh tertentu seperti wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut,
tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan.
d Kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation)
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam
aktivitas sehari-hari, seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan serta membatasi pola makan.
e Pengkategorian ukuran tubuh (self-classified weight)
Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan menilai berat badannya.
Dimensi-dimensi Body Image
Menurut Brown et al. (1990), body image dibentuk lima dimensi yaitu:
a Dimensi perspektif: Bagaimana pasien "melihat" dirinya di cermin atau membayangkan dirinya. Hal tersebut merupakan persepsinya,
bukan kenyataan.
b Dimensi kognitif: Apa yang dipikirkan pasien ketika dia mengevaluasi tubuhnya dalam kaitannya dengan fungsi dan penampilan.
c Dimensi afektif/emosional: Perasaan positif dan negatif yang dimiliki pasien terkait dengan penampilan dan fungsi tubuh mereka.
Apakah mereka merasa bangga atau malu?
d Dimensi perilaku: Hal-hal yang dilakukan klien Anda yang mencerminkan perasaan negatif atau positif tentang tubuhnya. Hal ini bisa
berarti pakaian yang mereka kenakan, hubungan mereka dengan orang lain di tempat latihan, di mana mereka memposisikan diri dalam
kelompok, yang mana masing-masing memberikan indikasi perilaku tentang persepsi dan perasaan mereka tentang tubuh mereka.
Dimensi-dimensi tersebut perlu digali dan dievaluasi sebelum merencanakan program AFR pada pasien. Body Image yang buruk akan
berpengaruh pada kapasitas fisik seseorang. Aspek/dimensi diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang akan dibahas selanjutnya.
Tontonlah video di bawah ini mengenai evidens-evidens pengaruh body image terhadap perilaku dan aktiivtas seseorang!
https://youtu.be/zo84ZD9kj7E
C. Body Scheme
Pengertian Body Scheme dan Body Awareness
Body Scheme adalah pengetahuan dan kesadaran akan tubuh (body awareness) kita sendiri yang dipelajari terutama melalui gerakan dan
pengalaman.
Body Awareness atau Kesadaran Tubuh adalah kemampuan untuk memahami batas-batas tubuh dan gerakannya di dalam ruang.
Kemempuan ini dikembangkan melalui propriocsepsi and kinesthesia.
Peran penting Body Scheme dan Body Awareness dalam melakukan aktivitas
Body awareness yang baik memungkinkan kita untuk:
• Melakukan gerakan terkoordinasi dengan menggunakan kekuatan otot yang sesuai
• Melakukan tugas motorik halus: mengontrol gerakan tangan saat menggunakan pensil dan gunting
• Memiliki body scheme dan penghargaan diri yang realistis
• Bergerak dengan aman di lingkungan kita tanpa menabrak rintangan
• Dapatkan penilaian realistis atas kemampuan yang dimiliki
Tontonlah video dibawah ini untuk mengetahui lebih dalam mengenai pentingnya body awareness! https://youtu.be/sO78v5g1k9c
Contoh Kasus:
Kembali pada kasus RS yang menderita post stroke hemiparese dextra 3 bulan yang lalu. RS telah kehilangan kendali tubuh sebelah kirinya
akibat stroke. Ini berarti bahwa RS mengalami gangguan body scheme dan body awareness tubuh sebelah kirinya akibat adanya gangguan
sensomotorik. Akibatnya, RS tidak dapat melakukan aktivitas fungsionalnya seperti mencuci piring, mencuci muka, ataupun melakukan
kegiatan rekreasi lainnya seperti bersepeda atau berkebun dengan baik.
Fungsi Motorik
Deskripsi Fungsi Motorik
Fungsi motorik adalah kemampuan untuk mempelajari atau mendemonstrasikan asumsi, pemeliharaan, modifikasi, dan kontrol postur
dan pola gerakan yang terampil dan efisien (APTA, 2014).
Gangguan pada fungsi motorik dapat berupa kelemahan, kelumpuhan, pola gerakan dan postur tubuh yang disfungsional, respon
motorik yang tidak normal, koordinasi yang buruk, kecerobohan, dan kemampuan individu untuk mengontrol postur dan pola
gerakan secara sadar. Gangguan pada fungsi motorik dapat menyebabkan gangguan, keterbatasan aktivitas, atau partisipasi.
Komponen-komponen fungsi motorik yang berperan dalam AFR akan dibahas di sub-unit selanjutnya
Koordinasi (Coordination)
Koordinasi adalah kemampuan untuk melaksanakan respons motorik yang halus, akurat, dan terkontrol dimana terjadi interaksi fungsi
otot yang optimal.
Koordinasi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk memilih otot yang tepat pada waktu yang tepat dengan intensitas yang tepat
untuk mencapai tindakan yang tepat.
Gerakan yang terkoordinasi dicirikan oleh kecepatan, jarak, arah, waktu, dan ketegangan otot yang sesuai.
Tipe-tipe Koordinasi
Koordinasi motorik untuk menyelesaikan suatu tugas merupakan kolaborasi tiga keterampilan, yaitu:
A. Keterampilan Motorik Halus
Memerlukan gerakan otot-otot kecil yang terkoordinasi misalnya otot-otot tangan dan wajah.
Contoh: termasuk menulis, menggambar, mengancingkan baju, meniup gelembung
B. Keterampilan Motorik Kasar
Memerlukan gerakan otot-otot besar atau kelompok otot yang terkoordinasi misalnya otot-otot badan dan ekstremitas.
Contoh: termasuk aktivitas berjalan, berlari, mengangkat.
C. Keterampilan Tangan-Mata
Kemampuan sistem visual untuk mengkoordinasikan informasi visual, menerima dan kemudian mengontrol atau mengarahkan gerakan
tangan untuk menyelesaikan suatu tugas.
Contoh: menangkap bola, menjahit, menggunakan mouse komputer.
Pemeriksaan Koordinasi
Pada ekstremitas atas:
1 Finger-to-nose test
2 Finger-to-finger test
3 Finger-to-examiner's finger test
4 Adiadokokinesia or disdiadokokinesia
5 Tes mengancingkan dan membuka kancing baju
Pada Ektremitas bawah:
1 Romberg Test
2 Berjalan pada satu garis lurus dengan kaki dekat dengan kaki yang lain.
Ketahanan (endurance)
Ketahanan (endurance) terkait dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama. Anak-anak, misalnya,
bisa bermain secara aktif selama berjam-jam. Kita membutuhkan daya tahan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berulang-ulang,
seperti mengaduk makanan saat memasak, menggunakan pengering rambut untuk mengeringkan rambut, atau menaiki tangga. Aktvitas
rekreasi dan pekerjaan sering kali membutuhkan daya tahan tingkat tinggi.
Ketahanan dapat dipengaruhi oleh otot individu, kelompok otot, atau seluruh tubuh. Ketahanan seluruh tubuh biasanya mengacu pada
ketahanan kardiopulmoner, yang mencerminkan kemampuan jantung untuk mengirimkan pasokan oksigen ke otot yang bekerja. Daya
tahan otot mencerminkan kemampuan otot untuk mempertahankan kontraksi otot yang berulang dan terkait dengan kekuatan otot.
Daya tahan menurun pada orang dewasa tua, dengan pelari maraton senior elit menunjukkan daya tahan yang berkurang setelah usia 50
tahun.
Kecepatan (velocity)
Kecepatan adalah kemampuan untuk bergerak cepat melintasi lintasan atau menggerakkan anggota tubuh dengan cepat untuk meraih atau
melempar.
Kecepatan bukan hanya seberapa cepat seseorang dapat berlari (atau bersepeda, berenang, dll.), Tetapi tergantung pada percepatannya
(seberapa cepat mereka dapat berakselerasi dari posisi diam), kecepatan maksimal gerakan, dan juga pemeliharaan kecepatan
(meminimalkan perlambatan). Kecepatan gerakan membutuhkan kekuatan dan tenaga yang baik, tetapi beban tubuh yang berlebihan dan
hambatan udara dapat memperlambat orang tersebut. Kecepatan sangat dibutuhkan untuk bergerak lebih cepat.
Pengukuran kecepatan:
• Tes berjalan angka 8
• Tes berjalan 10 menit
• Tes berjalan 2 menit (Jika Tes 10 menit tidak mampu)
Fungsi Kognitif
Pendahuluan
Fungsi Kognitif merupakan segala proses dimana input sensorik diterima , ditransformasikan, dikurangi, diperinci, disimpan, dan
dimunculkan lagi atau dipergunakan pada suatu kesempatan.
Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang terlibat dalam aktivitas fungsional dan rekreasi. Kemampuan kognitif memegang peranan
penting dalam berbagai aktivitas mulai dari tingkat sederhana hingga kompleks. Tidak hanya defisit sensorik dan motorik saja yang
dialami oleh individu dengan penurunan kemampuan fungsional tetapi dapat pula dipengaruhi oleh adanya defisit kognitif.
Dengan demikian, seorang fisioterapis hendak memahami aspek-aspek dalam fungsi kognitif terutama kaitannya dengan gangguan dalam
aktivitas dari klien atau
pasien dalam melaksanakan kewajiban fungsional dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sebagai makhluk biopsikososial.
Fungsi Kognitif
Pendahuluan
Fungsi Kognitif merupakan segala proses dimana input sensorik diterima , ditransformasikan, dikurangi, diperinci, disimpan, dan
dimunculkan lagi atau dipergunakan pada suatu kesempatan.
Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang terlibat dalam aktivitas fungsional dan rekreasi. Kemampuan kognitif memegang peranan
penting dalam berbagai aktivitas mulai dari tingkat sederhana hingga kompleks. Tidak hanya defisit sensorik dan motorik saja yang
dialami oleh individu dengan penurunan kemampuan fungsional tetapi dapat pula dipengaruhi oleh adanya defisit kognitif.
Dengan demikian, seorang fisioterapis hendak memahami aspek-aspek dalam fungsi kognitif terutama kaitannya dengan gangguan dalam
aktivitas dari klien atau
pasien dalam melaksanakan kewajiban fungsional dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sebagai makhluk biopsikososial.
Pemecahan Masalah
Setiap manusia menghadapi hambatan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pemecahan masalah adalah
untuk menghasilkan solusi yang dapat mengatasi hambatan tersebut. Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah memungkinkan manusia menjadi lebih aktif secara fisik.
Pemecahan masalah adalah proses kompleks yang dilakukan untuk mengembangkan solusi untuk
mengatasi hambatan yang nyata atau yang dirasakan.
Gangguan dalam kemampuan pemecahan masalah (problem solving) dapat menyebabkan klien/pasien
tidak dapat mengidentifikasi permasalahan dan berinisiatif dalam menyusun rencana pemecahan masalah.
Hal ini menjadi tantangan bagi pasien dalam melakukan aktivitas yang memerlukan problem solving seperti
kegiatan rekreasi bermain, hobi crafting, rumah tangga, dan bekerja. FTs perlu menyadari bahwa dalam
melakukan setiap aktivitas dibutuh level kognitif yang sesuai dengan aktivitas tersebut, sehingga komponen
ini harus menjadi pertimbangan dalam mendesain program AFR.
Peralatan Adaptasi
Orthotic Prostetics
Sedangkan, Alat ganti anggota gerak yang hilang yang dibuat dengan penerapan https://youtu.be/HNXwAL_RrCE
ilmu Prostetik disebut sebagai Protesis.
Penyebab Amputasi Berdasarkan studi oleh Gebreslassie tahun 2018, prevalensi kasus-kasus
Kita telah tahu bahwa prostesis ditujukan untuk seseorang yang telah yang menyebabkan amputasi di dunia adalah sebagai berikut:
kehilangan anggota geraknya. Menurut data statistik penyebab utama
terjadinya amputasi disebabkan oleh
• Trauma
• Kanker/Tumor Menurut Hizkia tahun 2015, 35%
• Penyakit komplikasi pembuluh darah Kasus Amputasi di RSCM tahun
2007 disebabkan oleh komplikasi
luka kaki diabetik
-
Tipe-Tipe Prostesis
Tipe-tipe prostesis ditentukan oleh seberapa luas bagian tubuh
yang diamputasi. Gambar di samping menggambarkan penamaan
tipe prostesis berdasarkan level amputasi anggota gerak.
Contohnya: Transhumeral Prostesis Prostesis Extremitas Bawah
Komponen utama protesis ekstremitas bawah adalah soket
(dengan atau tanpa lapisan soket), sistem suspensi,
komponen sendi antara (sesuai kebutuhan), bagian betis
(tiang), dan kaki prostetik.
Kruk
Kruk adalah jenis Alat Bantu Berjalan yang berfungsi untuk meningkatkan luas bidang tumpuan seseorang.
Kruk berfungsi untuk mentransfer berat badan dari kaki ke tubuh bagian atas dan
sering digunakan oleh orang yang tidak dapat menggunakan kaki mereka untuk
menopang berat badannya akibat cedera jangka pendek hingga cacat seumur hidup.
Ada tiga jenis kruk: Kruk ketiak/axial, kruk siku/forearm, dan kruk talang/gutter.
Walkers/Walking frame
Walkers adalah alat bantu jalan yang memiliki empat titik kontak dengan tanah dan biasanya
memiliki tiga sisi dengan sisi yang paling dekat dengan pasien dalam keadaan terbuka.
Ini memberikan dasar dukungan yang lebih luas daripada tongkat berjalan dan digunakan lebih untuk
menstabilkan pasien dengan keseimbangan dan mobilitas yang buruk.