Anda di halaman 1dari 15

Fungsi Sensomotorik dan Kognitif dalam Aktivitas Fungsional dan Rekreasi

Fungsi Sensorik

Deskripsi
Fungsi saraf sensorik adalah menerima rangsangan dari luar tubuh untuk disampaikan ke otak (Jones, 2011).
Rangsangan tersebut berupa sensasi kompleks termasuk empat indra khusus, Penglihatan, Pendengaran, Penciuman
dan Perasa, dan Somatosensori termasuk sentuhan - sentuhan ringan dan tekanan, proprioception, suhu dan nyeri.
Sensasi tersebut memainkan peran besar dalam cara kita memandang lingkungan kita, berdampak pada kontrol
gerakan kita, mempertahankan kesadaran dan memberikan peringatan tentang potensi bahaya.

Fungsi sensorik merupakan aspek penting dari kesehatan, terutama seiring bertambahnya usia (Schumm, 2009).
Penurunan fungsi sensorik mungkin terjadi akibat gejala penyakit yang mendasari dan dapat mempengaruhi
keselamatan pribadi , kualitas kehidupan, dan kesehatan yang dirasakan. Sebagai tambahan, penurunan fungsi sensorik
dapat membatasi partisipasi dalam hubungan intrapersonal dan jenis kegiatan sosial lainnya, yang pada gilirannya mungkin
memiliki konsekuensi negatif tambahan untuk kesehatan.
Oleh karena itu, evaluasi fungsi sensorik pasien sangat penting dilakukan untuk mengetahui kapasitas fisik pasien
sebelum mendesain manajemen AFR pasien. Beberapa materi ke depan akan membahas komponen-komponen fungsi
sensorik yang terlibat dalam AFR.

Komponen-komponen Fungsi Sensorik


A. Persepsi
Sugihartono et al. (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus
atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat
perbedaan sudut pandang dalam penginderaan.

Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk (Walgito,
2004). Stimulus yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada individu yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh setiap individu tidak
sama. Dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan
individu lain.

Syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:


a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian (atensi) yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon (Sunaryo, 2004).
Menurut Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
a Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar,
keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,
keberlawanan,pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
Sedangkan, faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi
juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf


Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk
mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.

c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu
persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.
Sehingga, jika terjadi gangguan pada komponen-komponen di atas. Proses persepsi stimulus juga akan terganggu. Proses
Persepsi digambarkan pada Gambar di bawah ini:
Tahap 1: Stimulus atau Rangsangan
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan yang hadir dari
lingkungannya.

Tahap 2: Registrasi
Dalam proses registrasi, terjadi mekanisme fisik dimana seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi
yang terkirim kepadanya, kemudian mendaftar
semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.

Tahap 3: Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada
stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan
kepribadian seseorang.

Tahap 4: Output
Sebagai hasil dari proses persepsi, keluaran yang diperoleh individu yaitu perubahan sikap, pendapat, keyakinan,
perasaan, dll.

Tahap 5: Perilaku/Reaksi
Perilaku dibentuk oleh keluaran yang dirasakan yaitu, perubahan dalam sikap, pendapat, keyakinan, dll. Perilaku
penginderaan menghasilkan tanggapan tergantung pada situasi dan tanggapan ini selanjutnya menimbulkan
serangkaian masukan baru.
Contoh Kasus akibat Gangguan Persepsi terhadap kapasitas fisik:
Seorang pasien berusia 80 tahun dengan inisial RS datang ke klinik fisioterapi dengan riwayat stroke hemiparese dextra sejak 3 bulan yang
lalu. Pasien telah menerima fisioterapi selama tiga minggu dan menunjukkan perkembangan. Akan tetapi, tiga hari yang lalu pasien jatuh di
kamar mandi. Setelah jatuh, pasien takut untuk berjalan mandiri tanpa dibantu anaknya. Begitu juga saat terapi, pasien takut untuk
melakukan latihan jalan karena persepsi pasien yang berubah setelah jatuh di kamar mandi
Hal ini dijelaskan oleh berbagai evidens bahwa:
Selain akibat fisik dari jatuh, pasien dapat mengalami tekanan emosional, kehilangan kepercayaan diri, dan efikasi diri yang rendah (Turner
et al. 2017). Takut jatuh merupakan konsekuensi psikologis yang biasanya terjadi setelah jatuh dan dapat mengakibatkan dalam
pembatasan aktivitas dan imobilitas yang lebih rendah/tidak sesuai dari kemampuan fisiknya yang sebenarnya. Pola rasa takut terkait
penghindaran aktivitas dan penurunan kemampuan fungsional selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan risiko jatuh, khususnya dalam
kasus jatuh berulang.
Turner et al. (2017) juga menemukan bahwa perubahan pada mobilitas pasien sangat erat kaitannya dengan perasaan kurang percaya diri,
efikasi diri rendah, dan sikap kurang positif terhadap rehabilitasi mereka. Pasien dilaporkan tidak berjalan sesering atau sejauh dibandingkan
dengan mobilitas mereka sebelum jatuh. Perubahan persepsi ketakutan jatuh biasanya dilaporkan sebagai faktor signifikan untuk
perubahan untuk perilaku peserta.
https://youtu.be/DOmrm0Hy-2Y

B. Body Image
Body Image adalah representasi kognitif dan subyektif dari penampilan fisik dan sensasi-sensasi yang dialami oleh tubuh (Maria, da
Rocha, dan Terra, 2013). Konsep body image diartikan sebagai pengalaman psikologis yang dimiliki seseorang tentang penampilan dan
fungsi tubuhnya.
Dalam konsep orang dewasa tua, body image adalah konsep yang dinamis pada: pencitraan tubuh akan terus berubah sepanjang hidup
terhadap pengaruh eksternal dan internal. Menurut Mosquera (1976), jika tidak terdapat adaptasi terhadap perubahan ini, akan ada
ketidakpuasan yang intens tidak hanya dengan citra tubuh tetapi juga dengan kehidupan itu sendiri.
Aspek-Aspek Body Image
Menurut Cash dan Pruzinsky (2002), terdapat lima aspek dari body image, diantaranya yaitu :
a Evaluasi penampilan (appearance evaluation)
Penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik atau tidak menarik, kenyamanan terhadap penampilan secara keseluruhan.
b Orientasi penampilan (appearance orientation)
Mengukur perhatian individu terhadap penampilannya dan usaha individu untuk memperbaikinya.
c Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)
Kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian tubuh tertentu seperti wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut,
tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan.
d Kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation)
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam
aktivitas sehari-hari, seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan serta membatasi pola makan.
e Pengkategorian ukuran tubuh (self-classified weight)
Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan menilai berat badannya.
Dimensi-dimensi Body Image
Menurut Brown et al. (1990), body image dibentuk lima dimensi yaitu:
a Dimensi perspektif: Bagaimana pasien "melihat" dirinya di cermin atau membayangkan dirinya. Hal tersebut merupakan persepsinya,
bukan kenyataan.
b Dimensi kognitif: Apa yang dipikirkan pasien ketika dia mengevaluasi tubuhnya dalam kaitannya dengan fungsi dan penampilan.
c Dimensi afektif/emosional: Perasaan positif dan negatif yang dimiliki pasien terkait dengan penampilan dan fungsi tubuh mereka.
Apakah mereka merasa bangga atau malu?
d Dimensi perilaku: Hal-hal yang dilakukan klien Anda yang mencerminkan perasaan negatif atau positif tentang tubuhnya. Hal ini bisa
berarti pakaian yang mereka kenakan, hubungan mereka dengan orang lain di tempat latihan, di mana mereka memposisikan diri dalam
kelompok, yang mana masing-masing memberikan indikasi perilaku tentang persepsi dan perasaan mereka tentang tubuh mereka.
Dimensi-dimensi tersebut perlu digali dan dievaluasi sebelum merencanakan program AFR pada pasien. Body Image yang buruk akan
berpengaruh pada kapasitas fisik seseorang. Aspek/dimensi diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang akan dibahas selanjutnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Body Image


Menurut Cash dan Pruzinsky (2002), terdapat faktor-faktor pembentuk body image pada diri individu, diantaranya yaitu:
a Media massa, isi tayangan media massa sangat mempengaruhi body image remaja, karena media sering menggambarkan standar
tubuh ideal.
b Keluarga, orang tua merupakan model yang paling penting dalam proses sosialisasi, sehingga mempengaruhi body image anak melalui
permodelan, umpan balik, dan instruksi.
c Hubungan interpersonal, hubungan interpersonal membuat individu cenderung memandingkan diri sendiri dengan orang lain, umpan
balik yang diterima individu akan mempengaruhi konsep diri termasuk perasaan diri terhadap penampilan fisik.

Contoh kasus penerapan body image


Kembali pada kasus post-stroke RS sebelumnya yang mengalami rasa ketakutan berlebihan akibat jatuh di kamar mandi. RS juga
mengalami penurunan rasa percaya diri semenjak dirinya menderita stroke hemiparese dextra 3 bulan yang lalu. Penurunan rasa percaya
diri ini disebabkan RS menilai dirinya sakit (perspektif) karena telah kehilangan kendali tubuh sebelah kirinya (kognitif). RS juga merasa
malu (afektif) karena membutuhkan bantuan untuk kebutuhan sehari-harinya, khususnya dalam hal sanitasi. Hal ini menyebabkan RS
cenderung menghindari aktivitas sehari-hari dan sosialnya (perilaku) karena merasa tidak mampu dan membebani keluarganya.

Tontonlah video di bawah ini mengenai evidens-evidens pengaruh body image terhadap perilaku dan aktiivtas seseorang!
https://youtu.be/zo84ZD9kj7E
C. Body Scheme
Pengertian Body Scheme dan Body Awareness
Body Scheme adalah pengetahuan dan kesadaran akan tubuh (body awareness) kita sendiri yang dipelajari terutama melalui gerakan dan
pengalaman.

Body Awareness atau Kesadaran Tubuh adalah kemampuan untuk memahami batas-batas tubuh dan gerakannya di dalam ruang.
Kemempuan ini dikembangkan melalui propriocsepsi and kinesthesia.

Propriosepsi dan Kinestesia


Propriosepsi adalah kesadaran internal mengenai posisi tubuh dari bagian-bagian tubuh dalam ruang dan hubungannya satu sama lain.
Contohnya: kita dapat mengetahui di mana letak bagian tubuh saat gelap atau tidak bisa melihat.
Sedangkan, Kinesthesia adalah kesadaran akan pergerakan bagian tubuh di dalam ruang.
Contohnya:
Pada tangan, Propriosepsi adalah kesadaran internal posisi jari dalam kaitannya dengan jari-jari yang lain dan dalam ruang. Contohnya:
saat menutup mata, Anda dapat mengetahui letak jari-jari tanpa bisa melihatnya.
Kinesthesia adalah, ketika Anda menutup mata dan menggerakkan jari-jari Anda, Anda sadar bahwa jari-jari Anda gerak.

Peran penting Body Scheme dan Body Awareness dalam melakukan aktivitas
Body awareness yang baik memungkinkan kita untuk:
• Melakukan gerakan terkoordinasi dengan menggunakan kekuatan otot yang sesuai
• Melakukan tugas motorik halus: mengontrol gerakan tangan saat menggunakan pensil dan gunting
• Memiliki body scheme dan penghargaan diri yang realistis
• Bergerak dengan aman di lingkungan kita tanpa menabrak rintangan
• Dapatkan penilaian realistis atas kemampuan yang dimiliki
Tontonlah video dibawah ini untuk mengetahui lebih dalam mengenai pentingnya body awareness! https://youtu.be/sO78v5g1k9c

Contoh Kasus:
Kembali pada kasus RS yang menderita post stroke hemiparese dextra 3 bulan yang lalu. RS telah kehilangan kendali tubuh sebelah kirinya
akibat stroke. Ini berarti bahwa RS mengalami gangguan body scheme dan body awareness tubuh sebelah kirinya akibat adanya gangguan
sensomotorik. Akibatnya, RS tidak dapat melakukan aktivitas fungsionalnya seperti mencuci piring, mencuci muka, ataupun melakukan
kegiatan rekreasi lainnya seperti bersepeda atau berkebun dengan baik.
Fungsi Motorik
Deskripsi Fungsi Motorik
Fungsi motorik adalah kemampuan untuk mempelajari atau mendemonstrasikan asumsi, pemeliharaan, modifikasi, dan kontrol postur
dan pola gerakan yang terampil dan efisien (APTA, 2014).
Gangguan pada fungsi motorik dapat berupa kelemahan, kelumpuhan, pola gerakan dan postur tubuh yang disfungsional, respon
motorik yang tidak normal, koordinasi yang buruk, kecerobohan, dan kemampuan individu untuk mengontrol postur dan pola
gerakan secara sadar. Gangguan pada fungsi motorik dapat menyebabkan gangguan, keterbatasan aktivitas, atau partisipasi.
Komponen-komponen fungsi motorik yang berperan dalam AFR akan dibahas di sub-unit selanjutnya

Kekuatan otot (Strength)


Kekuatan otot dapat didefinisikan sebagai kapasitas tenaga maksimum yang keluarkan oleh otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi
pada saat menahan beban. Kekuatan otot mencapai puncaknya antara dekade kedua dan ketiga kehidupan manusia, menunjukkan
penurunan yang lambat atau tidak terlihat sampai sekitar usia 50 tahun dan kemudian mulai menurun setelahnya pada sekitar 12% hingga
15% per dekade, dengan penurunan kekuatan lebih cepat di atas usia 65 tahun
Kekuatan otot dapat diukur dengan berbagai metode, yaitu skala Oxford (Manual Muscle Testing), Dynamometer, dan Tes Fungsional.
Metode yang paling umum diterima untuk mengevaluasi kekuatan otot adalah Skala Oxford. Metode ini melibatkan pengujian otot-otot kunci
dari ekstremitas atas dan bawah terhadap resistensi pemeriksa dan menilai kekuatan pasien pada skala 0 sampai 5 yang sesuai:
1 Flicker gerakan
2 Melalui jangkauan penuh secara aktif dengan gravitasi diimbangi
3 Melalui jangkauan penuh secara aktif melawan gravitasi
4 Melalui jangkauan penuh secara aktif melawan beberapa perlawanan
5 Melalui jangkauan penuh secara aktif melawan resistensi yang kuat

Koordinasi (Coordination)
Koordinasi adalah kemampuan untuk melaksanakan respons motorik yang halus, akurat, dan terkontrol dimana terjadi interaksi fungsi
otot yang optimal.
Koordinasi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk memilih otot yang tepat pada waktu yang tepat dengan intensitas yang tepat
untuk mencapai tindakan yang tepat.
Gerakan yang terkoordinasi dicirikan oleh kecepatan, jarak, arah, waktu, dan ketegangan otot yang sesuai.

Tipe-tipe Koordinasi
Koordinasi motorik untuk menyelesaikan suatu tugas merupakan kolaborasi tiga keterampilan, yaitu:
A. Keterampilan Motorik Halus
Memerlukan gerakan otot-otot kecil yang terkoordinasi misalnya otot-otot tangan dan wajah.
Contoh: termasuk menulis, menggambar, mengancingkan baju, meniup gelembung
B. Keterampilan Motorik Kasar
Memerlukan gerakan otot-otot besar atau kelompok otot yang terkoordinasi misalnya otot-otot badan dan ekstremitas.
Contoh: termasuk aktivitas berjalan, berlari, mengangkat.
C. Keterampilan Tangan-Mata
Kemampuan sistem visual untuk mengkoordinasikan informasi visual, menerima dan kemudian mengontrol atau mengarahkan gerakan
tangan untuk menyelesaikan suatu tugas.
Contoh: menangkap bola, menjahit, menggunakan mouse komputer.
Pemeriksaan Koordinasi
Pada ekstremitas atas:
1 Finger-to-nose test
2 Finger-to-finger test
3 Finger-to-examiner's finger test
4 Adiadokokinesia or disdiadokokinesia
5 Tes mengancingkan dan membuka kancing baju
Pada Ektremitas bawah:
1 Romberg Test
2 Berjalan pada satu garis lurus dengan kaki dekat dengan kaki yang lain.

Ketahanan (endurance)
Ketahanan (endurance) terkait dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama. Anak-anak, misalnya,
bisa bermain secara aktif selama berjam-jam. Kita membutuhkan daya tahan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berulang-ulang,
seperti mengaduk makanan saat memasak, menggunakan pengering rambut untuk mengeringkan rambut, atau menaiki tangga. Aktvitas
rekreasi dan pekerjaan sering kali membutuhkan daya tahan tingkat tinggi.
Ketahanan dapat dipengaruhi oleh otot individu, kelompok otot, atau seluruh tubuh. Ketahanan seluruh tubuh biasanya mengacu pada
ketahanan kardiopulmoner, yang mencerminkan kemampuan jantung untuk mengirimkan pasokan oksigen ke otot yang bekerja. Daya
tahan otot mencerminkan kemampuan otot untuk mempertahankan kontraksi otot yang berulang dan terkait dengan kekuatan otot.

Daya tahan menurun pada orang dewasa tua, dengan pelari maraton senior elit menunjukkan daya tahan yang berkurang setelah usia 50
tahun.

Pemeriksaan endurance dapat dilakukan dengan:


1 Treadmill Test
2 Bicycle ergometry
3 Tes lari 12 menit
4 Shuttle Test 20 meter
5 6 Minutes Walk Test (Lansia)
6 Tes duduk ke berdiri 30 detik (Lansia)
Luas Gerak Sendi (Range of Motion)
ROM (Range of Motion) adalah luas lingkup dimana sendi dapat digerakkan, diukur dalam satuan derajat sudut (Segen, 2002).
Fleksibilitas dan ROM yang normal diperlukan untuk pergerakan yang efisien. Gerakan sendi dapat dilihat sebagai seberapa besar
derajat ROM sendi, gerak arthrokinematik yang terjadi pada permukaan sendi, disebut joint play. Sedangkan, fleksibilitas ditentukan oleh
derajat ekstensibilitas jaringan periartikular dan ikat yang melintasi sendi.
ROM dapat diukur dengan menggunakan:
1 Goniometer
2 Inclinometer
3 Tape measure

Kecepatan (velocity)
Kecepatan adalah kemampuan untuk bergerak cepat melintasi lintasan atau menggerakkan anggota tubuh dengan cepat untuk meraih atau
melempar.
Kecepatan bukan hanya seberapa cepat seseorang dapat berlari (atau bersepeda, berenang, dll.), Tetapi tergantung pada percepatannya
(seberapa cepat mereka dapat berakselerasi dari posisi diam), kecepatan maksimal gerakan, dan juga pemeliharaan kecepatan
(meminimalkan perlambatan). Kecepatan gerakan membutuhkan kekuatan dan tenaga yang baik, tetapi beban tubuh yang berlebihan dan
hambatan udara dapat memperlambat orang tersebut. Kecepatan sangat dibutuhkan untuk bergerak lebih cepat.
Pengukuran kecepatan:
• Tes berjalan angka 8
• Tes berjalan 10 menit
• Tes berjalan 2 menit (Jika Tes 10 menit tidak mampu)

Fungsi Kognitif

Pendahuluan
Fungsi Kognitif merupakan segala proses dimana input sensorik diterima , ditransformasikan, dikurangi, diperinci, disimpan, dan
dimunculkan lagi atau dipergunakan pada suatu kesempatan.
Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang terlibat dalam aktivitas fungsional dan rekreasi. Kemampuan kognitif memegang peranan
penting dalam berbagai aktivitas mulai dari tingkat sederhana hingga kompleks. Tidak hanya defisit sensorik dan motorik saja yang
dialami oleh individu dengan penurunan kemampuan fungsional tetapi dapat pula dipengaruhi oleh adanya defisit kognitif.
Dengan demikian, seorang fisioterapis hendak memahami aspek-aspek dalam fungsi kognitif terutama kaitannya dengan gangguan dalam
aktivitas dari klien atau
pasien dalam melaksanakan kewajiban fungsional dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sebagai makhluk biopsikososial.
Fungsi Kognitif
Pendahuluan
Fungsi Kognitif merupakan segala proses dimana input sensorik diterima , ditransformasikan, dikurangi, diperinci, disimpan, dan
dimunculkan lagi atau dipergunakan pada suatu kesempatan.
Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang terlibat dalam aktivitas fungsional dan rekreasi. Kemampuan kognitif memegang peranan
penting dalam berbagai aktivitas mulai dari tingkat sederhana hingga kompleks. Tidak hanya defisit sensorik dan motorik saja yang
dialami oleh individu dengan penurunan kemampuan fungsional tetapi dapat pula dipengaruhi oleh adanya defisit kognitif.
Dengan demikian, seorang fisioterapis hendak memahami aspek-aspek dalam fungsi kognitif terutama kaitannya dengan gangguan dalam
aktivitas dari klien atau
pasien dalam melaksanakan kewajiban fungsional dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sebagai makhluk biopsikososial.

Struktur ingatan dapat dibedakan menjadi tiga


sistem, yaitu: (a) sistem ingatan sensorik (sensory
memory), (b) sistem ingatan jangka pendek atau
short term memory (STM), dan (c) sistem ingatan
jangka panjang atau long term memory (LTM).

Penguraian sistem memori adalah sebagai berikut:


1. Memori sensori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu atau kombinasi dari panca indra, yaitu secara visual
melalui mata, pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah, dan rabaan melalui kulit.
Bila informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan, maka akan langsung terlupakan. Namun bila diperhatikan, maka informasi
tersebut ditransfer ke sistem ingatan jangka pendek.
2. Sistem ingatan jangka pendek menyimpan informasi atau stimuli selama sekitar 30 detik, dan hanya sekitar tujuh bongkahan informasi
(chunks) dapat disimpan dan dipelihara di sistem memori jangka pendek dalam suatu saat.
Setelah berada di sistem memori jangka pendek, informasi tersebut dapat ditransfer lagi dengan proses pengulangan ke sistem ingatan
jangka panjang untuk disimpan, atau dapat juga informasi tersebut hilang/terlupakan karena tergantikan oleh tambahan bongkahan
informasi baru (displacement).
3. Dalam Sistem memori jangka panjang, informasi tersebut dapat diperoleh kembali melalui strategi tertentu, atau informasi tersebut
terlupakan (gagal atau tidak dapat diperoleh kembali) karena adanya kekurangan dalam sistem pengarsipannya. Secara skematis sistem
struktur ingatan tersebut disajikan dalam
Gambar.
Konsekuensi defisit kognitif yang terkait dengan defisit memori dalam aplikasi AFR adalah tidak dapat mengingat perintah yang diberikan
kepadanya. Sehingga, diperlukan strategi dari fisioterapis seperti menyarankan pasien membuat agenda, diari, checklist kegiatan, atau
pengulangan.
Pemeriksaan memori dilakukan dengan Mini-Mental Status Examination (MMSE) https://youtu.be/y39BDAljIbg
Peralatan Adaptasi
Orthotic Prostetics
Komunikasi
Komunikasi merupakan sarana pertukaran informasi antara dua individu. Bahasa merupakan salah satu
jenis komunikasi, namun bukan satu-satunya. Manusia mampu menyampaikan gagasan dan perasaan
dengan beberapa cara, umpamanya gerakan tangan, ekspresi wajah, bahasa tubuh, anggukan, senyum
dan kedipan.
Konsekuensi defisit kognitif dengan kesulitan dalam berbahasa (berkomunikasi) adalah pasien tidak
dapat memahami yang diperintahkan. Hal ini tentu merupakan tantangan yang besar bagi fisioterapis
dalam melakukan penerapan AFR. Fisioterapis perlu memikirkan strategi yang tepat sesuai dengan
masalah komunikasi pasien.

Pemecahan Masalah
Setiap manusia menghadapi hambatan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pemecahan masalah adalah
untuk menghasilkan solusi yang dapat mengatasi hambatan tersebut. Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah memungkinkan manusia menjadi lebih aktif secara fisik.

Pemecahan masalah adalah proses kompleks yang dilakukan untuk mengembangkan solusi untuk
mengatasi hambatan yang nyata atau yang dirasakan.

Gangguan dalam kemampuan pemecahan masalah (problem solving) dapat menyebabkan klien/pasien
tidak dapat mengidentifikasi permasalahan dan berinisiatif dalam menyusun rencana pemecahan masalah.
Hal ini menjadi tantangan bagi pasien dalam melakukan aktivitas yang memerlukan problem solving seperti
kegiatan rekreasi bermain, hobi crafting, rumah tangga, dan bekerja. FTs perlu menyadari bahwa dalam
melakukan setiap aktivitas dibutuh level kognitif yang sesuai dengan aktivitas tersebut, sehingga komponen
ini harus menjadi pertimbangan dalam mendesain program AFR.
Peralatan Adaptasi
Orthotic Prostetics

Mengapa Alat bantu dan alat ganti penting dalam AFR?


Penurunan kapasitas fisik yang melibatkan fungsi sensorik, motorik, dan kognitif sangat mempengaruhi kemampuan fungsional individu.
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup, individu wajib melakukan aktivitas-aktivitas fungsional yang disebut kemampuan fungsional individu.
Adanya penurunan kapasitas fisik dari berbagai fungsi tersebut, individu memerlukan tindakan terapi dari dokter maupun fisioterapi. Selain
penanganan tersebut, sering kali diperlukan adanya peran alat-alat adaptasi guna memperbaiki kapasitas fisik ataupun kemampuan
fungsionalnya. Alat-alat tersebut dapat bermanfaat untuk mengurangi rasa sakit, mencegah kecacatan, meningkatkan kemampuan
transfer dan ambulasi, mendukung individu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, rekreasi serta produktivitas.
Peralatan adaptasi diperlukan baik oleh klien/pasien yang mengalami gangguan kapasitas fisik agar mampu mencapai derajat kemampuan
fungsional yang relatif normal, maupun klien yang kapasitas fisiknya relatif normal tetapi menginginkan peningkatan kemampuan fungsional
yang lebih tinggi guna memenuhi tuntutan pekerjaan. Pemilihan dan penggunaan peralatan adaptasi harus berorientasi pada kondisi dan
tujuan yang ingin dicapai dalam kaitannya dengan mencapai kemampuan fungsional yang optimal. Peralatan adaptasi dikaji oleh ilmu
ortotik prostetik. Pada buku interaktif ini, jenis-jenis dan tujuan ortotik, prostetik, dan alat bantu berjalan akan dijelaskan

Orthotik, Prostetik, dan Alat Bantu berjalan https://youtu.be/wncQLXXiM00

Ortotik dan Ortosis


Jika Ortotik adalah Ilmu dalam bidang medis yang mempelajari cara pemeriksaan, pengukuran,
pembuatan alat bantu untuk anggota gerak tubuh yang cacat.
Alat Bantu atau Penguat yang dihasilkan dengan penerapan ilmu Ortotik adalah Ortosis.
Tujuan pemberian alat bantu adalah:
1 Memberikan stablitas pada sendi yang lemah
2 Mencegah atau mengoreksi deformitas
3 Mempertahankan kesejajaran
4 Meningkatkan fungsi bagian tubuh yang dapat bergerak

Jenis-jenis orthosis Jenis-jenis orthosis


Berdasarkan letak sendinya orthosis terbagi atas: Berdasarkan sifatnya, orthosis terbagi menjadi:
• Orthosis Extremitas Atas • Orthosis dinamis - memungkinkan gerakan yang bergantung pada efektivitasnya
• Orthotsis Extremitas Bawah dan igunakan terutama untuk membantu pergerakan otot yang lemah.
• Orthosis Spine • Orthosis statis - tidak memungkinkan adanya gerakan dan berfungsi sebagai
penyangga kaku pada kasus patah tulang, inflamasi tendon dan jaringan lunak,
atau cedera saraf.

Pada umumnya diberikan untuk:


Kasus yang membutuhkan orthosis: • Menurunkan nyeri
Spinal Orthosis • Melepaskan beban mekanis
Spinal orthosis diperlukan pada berbagai • Manajemen skoliosis
kasus seperti: • Imobilisasi tulang belakang setelah operasi
• Low Back Pain • Imobilisasi tulang belakang setelah cedera traumatis
• Scoliosis • Manajemen fraktur kompresi
• Cerebral Palsy Ataksik • Pengingat kinestetik untuk menghindari gerakan tertentu
Orthosis Extremitas Atas Tujuan orthosis extremitas atas:
Biasanya dibutuhkan pada kasus: • Meningkatkan luas gerak sendi
• Cedera Olahraga • Immobilisasi ekstremitas untuk membantu mempercepat penyembuhan jaringan
• Fraktur • Memberikan traksi untuk memperbaiki atau mencegah kontraktur
• Gangguan saraf: Stroke, Cerebral Palsy, SCI, • Membantu meningkatkan fungsi
Multiple sklerosis, cedera saraf perifer • Membantu memperbaiki deformitas
• Arthritis • Menghambat pergerakan sendi yang tidak diinginkan

Orthosis Extremitas Bawah


dibutuhkan pada kasus-kasus:
• Plantar fasciitis
• Flat foot
• Arkus kaki tinggi
• Nyeri lutut akibat Osteoarthritis atau Pattelo Femoral Pain Syndrome
• Nyeri panggul akibat Femoroacetabular Impingement (FAI)
• Disfungsi Sacro iliac Joint
• Penyakit degeneratif diskus
• Bursitis ankle, lutut, dan panggul
• Sprain ankle kronik
• Tendinopati achilles, patella, glutes, hams
• Strain betis berulang
• Gangguan Neurologis: Stroke, Cerebral Palsy, SCI, dll.
Prostetik
Prostetik dan Prostesis
Prostetik adalah Ilmu dalam bidang medis yang menmpelajari cara pemeriksaan,
hingga pembuatan alat ganti anggota gerak tubuh yang hilang atau diamputasi.

Sedangkan, Alat ganti anggota gerak yang hilang yang dibuat dengan penerapan https://youtu.be/HNXwAL_RrCE
ilmu Prostetik disebut sebagai Protesis.

Tujuan pemakaian prostesis adalah untuk memberikan seseorang dengan anggota


gerak yang diamputasi kesempatan untuk melakukan aktivitas fungsional (ambulasi)
yang tidak memungkinkan tanpa anggota gerak.

Penyebab Amputasi Berdasarkan studi oleh Gebreslassie tahun 2018, prevalensi kasus-kasus
Kita telah tahu bahwa prostesis ditujukan untuk seseorang yang telah yang menyebabkan amputasi di dunia adalah sebagai berikut:
kehilangan anggota geraknya. Menurut data statistik penyebab utama
terjadinya amputasi disebabkan oleh
• Trauma
• Kanker/Tumor Menurut Hizkia tahun 2015, 35%
• Penyakit komplikasi pembuluh darah Kasus Amputasi di RSCM tahun
2007 disebabkan oleh komplikasi
luka kaki diabetik

-
Tipe-Tipe Prostesis
Tipe-tipe prostesis ditentukan oleh seberapa luas bagian tubuh
yang diamputasi. Gambar di samping menggambarkan penamaan
tipe prostesis berdasarkan level amputasi anggota gerak.
Contohnya: Transhumeral Prostesis Prostesis Extremitas Bawah
Komponen utama protesis ekstremitas bawah adalah soket
(dengan atau tanpa lapisan soket), sistem suspensi,
komponen sendi antara (sesuai kebutuhan), bagian betis
(tiang), dan kaki prostetik.

Prostesis Extremitas Bawah dapat berupa eksoskeletal dan


endoskeletal prostesis

Prostesis eksoskeletal memiliki


cangkang luar yang kaku yang
memberikan kekuatan struktural
dan bentuk kosmetik.

Prostesis endoskeletal memiliki


struktur tubular yang
menghubungkan komponen-
komponen prostesis dan ditutupi
oleh busa kosmetik.
Alat Bantu Berjalan
Alat bantu berjalan disebut sebagai alat bantu rawat jalan. Alat bantu berjalan adalah salah satu dari beberapa perangkat yang
dapat digunakan pasien untuk meningkatkan pola berjalan, keseimbangan, atau keselamatan mereka saat bergerak sendiri.
Alat bantu jalan dibagi menjadi beberapa kategori dan meliputi yang berikut ini:
• Tongkat atau tongkat berjalan
• Kruk
• Walking frame/Walkers

Tongkat atau Tongkat Berjalan


Tongkat adalah alat bantu rawat jalan yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas postural. Ini umumnya
diberikan untuk orang dengan tingkat gangguan mobilitas sedang dan membutuhkan stabilitas minimal.
Tongkat atau tongkat berjalan berujung karet untuk mencegah tergelincir. Ujung karet tidak boleh aus atau retak
dan harus pas dengan ujung alat bantu berjalan.
Jenis tongkat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kakinya (single atau multiple) dan jumlah bobot tubuh yang
dapat menopang atau penggunaannya.

Kruk
Kruk adalah jenis Alat Bantu Berjalan yang berfungsi untuk meningkatkan luas bidang tumpuan seseorang.
Kruk berfungsi untuk mentransfer berat badan dari kaki ke tubuh bagian atas dan
sering digunakan oleh orang yang tidak dapat menggunakan kaki mereka untuk
menopang berat badannya akibat cedera jangka pendek hingga cacat seumur hidup.
Ada tiga jenis kruk: Kruk ketiak/axial, kruk siku/forearm, dan kruk talang/gutter.

Walkers/Walking frame
Walkers adalah alat bantu jalan yang memiliki empat titik kontak dengan tanah dan biasanya
memiliki tiga sisi dengan sisi yang paling dekat dengan pasien dalam keadaan terbuka.
Ini memberikan dasar dukungan yang lebih luas daripada tongkat berjalan dan digunakan lebih untuk
menstabilkan pasien dengan keseimbangan dan mobilitas yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai