Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit


Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri
pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit. Persentase limbah TKKS
adalah 23% dari tandan buah segar, sedangkan persentase serat dan cangkang
biji masing-masing adalah 13% dan 5,5% dari tandan buah segar (Peni 1995).

Lebih sederhana, bahan organik yang terkandung dalam tandan kosong kelapa
sawit yaitu senyawa 22,8 % lignin, 45,9% selulosa dan 16,5% hemiselulosa
yang sukar terdekomposisi. Disamping tandan kosong kelapa sawit
mempunyai kadar C/N yang tinggi yaitu 45–55. Hal ini dapat menurunkan
ketersediaan N pada tanah karena N terimobilisasi dalam proses perombakan
bahan organik oleh mikroba pada tanah. Usaha penurunan kadar C/N dapat
dilakukan dengan proses pengomposan sampai kadar C/N mendekati C/N
tanah (Darmosarkoro, 2012).

Tabel 2.1 Komposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit


Komponen Dasar Kering (%)
Selulose 49,95
Hemiselulose 22,84
Lignin 16,49
Abu 1,23
Nitrogen 0,53
Minyak 2,41
Sumber : Aryafatta 2008.

Sebagai alternatif penanganan TKKS yang jumlahnya sangat besar maka


TKKS tersebut dipergunakan sebagai mulsa dan sumber hara pada perkebunan
kelapa sawit. Dosis aplikasi yang dipergunakan adalah sebanyak 40
ton/Ha/tahun. Cara pemanfaatan adalah dengan cara menebar atau menyusun
disekeliling piringan tanaman kelapa sawit. Penyusunan di sekeliling piringan

4
dapat menimbulkan potensi berkembang biaknya hama kumbang tanduk
(Orytes rhinoceros). Disamping itu cara pemanfaatan TKKS sebagai mulsa
tidak selalu dapat dilakukan terutama pada areal berbukit atau lokasinya jauh
dari pabrik kelapa sawit yang disebabkan karena biaya distribusinya menjadi
mahal (Darmosarkoro, 2012).

Tandan kosong kelapa sawit merupakan sumber bahan organik yang kaya
unsur hara N, P, K, dan Mg. jumlah tandan kosong kelapa sawit diperkirakan
sebanyak 23% dari jumlah tandan buah segar yang di olah. Dalam setiap ton
tandan kosong kelapa sawit mengandung hara N 1,5%, P 0,5%, K 7,3%, dan
Mg 0,9% yang dapat digunakan sebagai substitusi pupuk pada tanaman kelapa
sawit (Sarwono, 2008).

Salah satu potensi tandan kosong kelapa sawit yang cukup besar adalah
sebagai bahan pembenah tanah dan sumber hara bagi tanaman. Potensi ini
didasarkan pada kandungan tandan kosong kelapa sawit yang merupakan
bahan organik dan memiliki kadar hara yang cukup tinggi. Pemanfaatan
tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pembenah tanah an sumber hara ini
dapat dilakukan dengan cara aplikasi langsung sebagai mulsa atau dibuat
menjadi kompos (Darmosarkoro dan Rahutomo, 2007).

Tabel 2.2. Analisa Kandungan Hara Tandan Kosong Kelapa Sawit


C N P K Mg C/N B Cu Zn
42,8 0,80 0,22 2,90 0,30 9,4 10 23 51
Sumber : Darmosarkoro dan Rahutomo (2007).

2.2 Mucuna Bracteata


2.2.1 Botani dan Morfologi Mucuna Bracteata
Mucuna bracteata adalah jenis kacangan penutup tanah yang berasal
daridataran tinggi Kerala India Selatan. Jenis kacangan ini sudah pernah
dipelajari dan telah disusun klasifikasinya menurut Germplasm Resources

5
Imfornation-Network Amerika dalam harahap dkk, (2008). Nama latin dari
kacangan ini adalah Mucuna bracteata dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Sub famili : Faboideae
Genus : Mucuna
Species : Mucuna bracteata

Selain Mucuna bracteata, jenis kacangan ini juga memiliki spesies lain dalam
genus yang sama seperti mucuna cochinchinensis yang sudah di kenal
sebelumnya sebagai kacangan penutup tanah, mucuna pruriens, mucuna
macrocarpa, mucuna hubery, mucuna killipian, mucuna gigantean, dan lain
sebagainya yang sampai saat ini masih belum di eksplorasi. (Harahap dkk,
2008).

a) Daun
Helaian daun tanaman Mucuna bracteata berbentuk oval, satu tangkai
daun terdiri dari 3 helain anak daun (trifoliat), berwarna hijau, muncul
disetiap ruas batang. Ukuran daun dewasa dapat mencapai 15x10 cm.
Helaian daun akan menutup apabila suhu lingkungan tinggi
(termonastik),sehingga sangat efisien dalam mengurangi penguapan di
permukaan daun tanaman (Harahap dkk, 2008).

b) Batang
Tumbuhan menjalar, merambat/membelit/memanjat, berwama hijau muda
sampai hijau kecoklatan. Batang ini memiliki diameter 0,4-1,5cm
berbentuk bulat berbuku dengan panjang buku 25-34 cm, tidak berbulu,

6
teksturnya cukup lunak, lentur, mengandung banyak serat dan berair.
Berbeda dengan kacangan lainnya batang kacangan ini bila dipotong akan
mengeluarkan banyak getah yang berwarna putih dan akan berubah
menjadi cokelat setelah kering, dan noda getah ini sangat sukar untuk
dibersihkan. Batang yang telah tua akan mengeluarkan bintil-bintil kecil
berwarna putih yang bila bersinggungan dengan tanah akan berdiferensiasi
menjadi akar baru (Harahap dkk, 2008).

c) Akar
Mucuna bracteata memiliki sistem perakaran tunggang sebagai mana
kacangan lain, berwarna putih kecokelatan, tersebar di atas permukaan
tanah dan dapat mencapai kedalaman 1 meter di bawah permukaan tanah.
Tanaman ini juga memiliki bintil akar yang menandakan adanya simbiosis
mutualisme antara tanaman dengan bakteri Rhizobium sp sehingga dapat
memfiksasi nitrogen bebas menjadi nitrogen yang tersedia bagi tanaman.
Bintil akar ini berwama merah muda segar dan relatif sangat banyak,
berbentuk bulat dan berukuran diameter sangat bervariasi antara 0,2-2,0
cm. Pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin yang
mengindikasikan terdapat sistem fiksasi N2 udara oleh bakteri Rhizobium
sp. Laju pertumbuhan akar cukup tinggi, sehingga pada umur di atas 3
tahun akar utamanya dapat mencapai panjang 3 m (Harahap dkk, 2008).

d) Bunga
Bunga berbentuk tandan menyerupai rangkaian bunga anggur dengan
panjang 20-35 cm, terdiri dari tangkai bunga 15-20 tangkai dengan 3 buah
bunga setiap tangkainya. Bunga Monoceus ini berwarna biru
terong,dengan bau yang sangat menyengat untuk menarik perhatian
kumbang penyerbuk (Harahap dkk, 2008).

7
e) Buah dan biji
Dalam satu rangkain bunga yang berhasil menjadi polong sebanyak 4-15
polong, tergantung dari umur tanaman dan lingkungan setempat termasuk
perubahan musim. Polong-polong ini di selimuti oleh bulu- bulu halus
berwarna merah keemasan yang berubah warna menjadi hitam ketika
matang, bulu-bulu ini juga dapat menimbulkan alergi dan iritasi ringan
pada kulit Polong yang berbulu ini memiliki 2-4 biji untuk setiap
polongnya. Biji berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap, dari 1 kg
polong basah dapat menghasilkan 250 g biji kering dengan berat 45 biji
kering/100 gram. Dari mulai munculnya bunga sampai polong siap
dipanen dibutuhkan waktu sekitar 50-60 hari (Harahap dkk, 2008).

2.2.2 Pemanfaatan Mucuna bracteata


Mucuna bracteata merupakan tanaman kacangan yang tumbuh cepat, pesaing
gulma yang handal (menghasilkan senyawa alelopati yang berspektrum luas
bagi jenis gulma perkebunan), kemampuan memfiksasi N yang tinggi
sehingga tidak disukai oleh hama dan hewan-hewan ternak ruminansia
(Harahap dkk,2008).

Mucuna bracteata dapat menambat N bebas dari udara melalui simbiosis


dengan bakteri Rhizobium sp sehingga N dapat tersedia bagi tanaman. Ini
terbukti dari hasil penelitian pembentukan bintil akar pada tumbuhan Mucuna
braceata dapat menambat N bebas dari udara melalui simbiosis dengan
bakteri Rhizobium sp sehingga N dapat tersedia bagi tanaman. Ini terbukti dari
hasil penelitian pembentukan bintil akar pada tumbuhan (Nugroho dkk 2006).

Harahap, dkk. (2008) menyatakan bahwa pada kultur teknis yang standar,
penutupan areal oleh tanaman pada masa awal penanaman dapat mencapai 2-3
m per bulan. Penutupan areal secara sempurna dicapai saat memasuki tahun
ke-2 dengan ketebalan vegetasi berkisar 40-100 cm dan biomassa berkisar
antara 9-12 ton bobot kering per ha. Hara nitrogen pada tumbuhan kacang-

8
kacangan sebanyak 66% berasal dari gas N2 hasil simbiosis dengan bakteri
Rhizobium. Fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh tanaman kacang-kacangan
sering mengalami hambatan. Fiksasi nitrogen dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti pH tanah, kandungan nutrisi yang minimum, suhu yang
terlampau ekstrim, kelebihan atau kekurangan kandungan air dalam tanah.

Jenis LCC Mucuna breacteata dapat menghasilkan bahan organik yang tinggi
dengan jumlah serasah yang dihasilkan pada tempat ternaung sebanyak 9 ton
(setara dengan 263 kg N-P-K-Mg dengan 45-56% N) dan di daerah terbuka
sebanyak 20 ton (setara dengan 531 kg N-P-K-Mg dengan 75-83% N).
Sedangkan jenis leguminosa lainnya seperti Pueraria javanica produksi daun
tanaman berumur 5-6 bulan 200 kwintal/ha yang mengandung 200-300 kg N
dan 20-30 kg P2O5 (Harahap dkk, 2008).

2.3 Jamur Trichoderma sp


Purwantisari (2009), mengatakan bahwa Trichoderma spmerupakan cendawan
parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari cendawan lain.
Kemampuan dari Trichoderma sp ini yaitu mampu memarasit cendawan
patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena memiliki kemampuan untuk
mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan lain.

Mekanisme yang dilakukan oleh agen antagonis Trichoderma sp terhadap


patogen adalah antibiosis, selain itu cendawan Trichoderma sp juga memiliki
beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh
dengan cepat pada berbagai substrat, cendawan ini juga memiliki kisaran
mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman
(Arwiyanto, 2003).

Selain itu, mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma
sp yaitu kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai mikoparasit

9
sehingga mampu menekan aktivitas patogen tular tanah (Sudantha et al.,
2011).

Jamur Trichoderma harzianum berperan sebagai dekomposer dalam proses


pengomposan untuk mengurai bahan organik seperti selulosa menjadi
senyawa glukosa. Keunggulan dalam penggunaan jamur
Trichodermaharzianum adalah selain jamur ini bisa menghasilkan enzim yang
dapat memecah selulosa menjadi glukosa, jamur ini juga dapat digunakan
sebagai biofungisida yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan
pencemaran atau berdampak negatif pada lingkungan melainkan dapat
mengembalikan keseimbangan alamiah dan kesuburan tanah (Soesanto, 2004).

2.3.1 Taksonomi Trichoderma sp


Taksonomi jamur Trichoderma sp adalah sebagai berikut (Harman et al,
2004).
Kingdom : Fungi
Filum : Deutromycota
Klas : Deutromycetes (imperfek fungi)
Subklas : Deuteromycetidae
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp

Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma berbeda-beda setiap


spesiesnya. Ada beberapa spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah
ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup tinggi, kisarannya sekitar 7°C–
41°C. Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30°C,
namun pada suhu 35°C cendawan ini tidak dapat tumbuh. Perbedaan suhu
mempengaruhi produksi seperti enzim xilanase.

10
Kemampuan merespon kondisi pH dan kandungan CO2 juga bervariasi.
Namun secara umum apabila kandungan CO2 meningkat maka kondisi pH
untuk pertumbuhan akan bergeser menjadi semakin basa. Di udara, pH
optimum bagi Trichoderma berkisar antara 3-7. Faktor lain yang
memengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah kelembaban, sedangkan
kandungan garam tidak terlalu mempengaruhi Trichoderma.

2.4 Kompos
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang,
rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran
hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos
mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman (Setyorini, dkk 2012).

Sisa tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil yang
berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel
merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah, karena
perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi
tanah, namun bila sisa hasil tanaman tidak dikelola dengan baik maka akan
berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti mengakibatkan rendahnya
keberhasilan pertumbuhan benih karena imobilisasi hara, allelopati, atau
sebagai tempat berkembangbiaknya patogen tanaman. Bahan-bahan ini
menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab, seperti
halnya daun- daun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan menyatu dengan
tanah. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organik, unsur hara akan
bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman. Sebelum
mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak berguna bagi
tanaman, karena unsur hara masih dalam bentuk terikat yang tidak dapat
diserap olehtanaman (Setyorini, dkk 2012).

11
Di lingkungan alam terbuka, proses pengomposan bisa terjadi dengan
sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta
sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena adanya kerja sama antara
mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan
manusia, yaitu dengan menambahkan mikroorganisme penguraisehingga
dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitasbaik (Setyorini,
dkk 2012).

2.4.1 Proses Pengomposan


Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat
membuat kompos dengan kulitas baik.

Gambar 2.1 Proses pengomposan

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan–bahan mentah


dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama–tahap awal proses,
oksigen dan senyawa–senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesifilik. Mikroba yang aktif pada kondisi ini
adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi (Rynk,
1992).

Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat


tinggi. Mikroba–mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen
akan menguraikan bahan organik menjadi CO2 uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telas terurai, maka suhu akan berangsur – angsur

12
mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut,
yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan
akanterjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini
dapat mencapai 30 -40 % dari volume/bobot awal bahan (Rynk, 1992).

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengomposan


Menurut Isroi (2008), yaitu:
a. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar 30:1 hingga
40:1Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N sebagai sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d
40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis
protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi,mikroba akan kekurangan N
untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.Untuk
menurunkan rasio C/N tinggi diperlukan perlakuan khusus, misalnya
menambahkan Mikroorganisme selulotik dan activator organik lainnya.

b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan
bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan besarnya ruang antar bahan (Porositas).Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil bahan
tersebut.

c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen.
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
kedalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas pada
kandungan air (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi

13
bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara didalam tumpukan kompos.

d. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel didalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Rongga–rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi
oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan
juga akan terganggu.

e. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai
oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organik tersebut larut didalam air. Kelembaban 40–60% adalah
kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban
dibawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan
lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar
dari 60% hara akan tercuci,volume udara akan berkurang akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.

f. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba ada hubungan langsung antara
penigkatan suhu dengan komsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur
akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan kompos.Temperatur yang berkisar antara 30ºC–60ºC
menunjukan aktivitas pengomposan. Suhu yang lebih tinggi 60ºC

14
akanmembunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja
yang akan tetap bertahan hidup.

g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan bekisar antara 6,5 sampai 7,5. pH
kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik
dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman),
sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH
kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

h. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya
terdapat di dalam kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan
mikroba selama proses pengomposan.

i. Kandungan Bahan Berbahaya


Beberapa bahan organik yang mungkin mengandung bahan-bahan yang
berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu,
Zn, Nikel adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-
logam berat akan mengalami imobiliasi selama proses pengomposan.
Tabel 2.3 Kondisi optimal untuk mempercepat pengomposan
Kondisi yang bisa
Kondisi Ideal
diterima
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40-65% 45 - 62% berat
Konsentrasi Oksigen tersedia >5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
pH 5.5 - 9,0 6.4 – 8.0
Suhu 43 - 66ºC 54- 60ºC
Sumber : Rynk (1992)

15
2.4.3 Manfaat Kompos
Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu kompos memiliki
banyak manfaat yang dapat ditinjau dari beberapa aspek :

a. Aspek Ekonomi
1. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibanding bahan asalnya.
2. Biaya pemupukan dengan pupuk kimia dapat dikurangi karena adanya
pupuk kompos.

b. Aspek Lingkungan
1. Mengurangi polusi udara akibat pembakaran limbah.
2. Mengurangi limbah yang ada pada sekitar pabrik kelapa sawit.
3.
c. Aspek Bagi Tanaman
1. Meningkatkan kesuburan tanah.
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
3. Meningkatkan ketersediaan hara .
4. Menyehatkan tanaman.

16
2.4.4 Standard Mutu Kompos
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % °C 50
Suhu air
2 Temperatur
tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel mm 0,55 25
Kemampuan Ikat
6 % 58
Air
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan Asing % 1,5
Unsur Makro %
9 Bahan Organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,10
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor % 0,10
13 C/N rasio 10 20
14 Kalium % 0,20
Unsur Mikro
15 Arsen mg/Kg 13
16 Cadmium (Cd) mg/Kg 3
17 Cobalt (Co) mg/Kg 34
18 Chromium (Cr) mg/Kg 210
19 Tembaga (Cu) mg/Kg 100
20 Merkuri (Hg) mg/Kg 0
21 Nikel (Ni) mg/Kg 62
22 Timbal (Pb) mg/Kg 150
23 Selenium (Se) mg/Kg 2
24 Seng (Zn) mg/Kg 500
Unsur Lain
25 Calsium (Ca) % 25,50
26 Magnesium (Mg) % 0,60
27 Besi (Fe) % 2,00
28 Alumunium (Al) % 2,20
29 Mangan (Mn) % 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp MPN/4gr 3

17

Anda mungkin juga menyukai