Anda di halaman 1dari 1

ASAL-MULA KEPERCAYAAN AKAN PENCIPTAAN

Setelah dunia sebelumnya lenyap, terdapat suatu waktu ketika dunia baru mulai berevolusi. Brahmà
pertama yang muncul kemudian berpikir dan percaya bahwa: “Aku adalah Brahmà, Brahmà agung,
penakluk yang tidak terkalahkan oleh siapapun, yang dapat melihat segalanya, maha kuasa untuk
memenuhi semua keinginan, seorang Raja, seorang pembuat, seorang pencipta, termulia di antara
segalanya, seorang yang menentukan tempat bagi masing-masing makhluk lainnya. Sempurna dalam
penciptaan, ayah dari semua makhluk di masa lampau dan masa depan.

Para Brahmà yang muncul belakangan di alam Brahmà juga berpikir dan percaya demikian. Dari para
Brahmà itu, yang telah meninggal dunia dari alam Brahmà dan terlahir kembali di alam manusia,
terdapat beberapa yang mampu mengingat kehidupan lampau mereka di alam Brahmà. Orang-orang
ini dengan tegas menyatakan bahwa, “Brahmà agung itu menciptakan makhluk-makhluk di dunia.
Sang Pencipta itu sendiri, Sang Brahmà Agung, adalah kekal, abadi; akan tetapi, makhluk-makhluk
yang ia ciptakan, tidak kekal; mereka mati dan meninggal dunia.” Pernyataan tegas ini, sebagai
pengalaman pribadi mereka, dipercaya dan diterima oleh siapa yang mendengarkan ajaran mereka.
Sang Bhagavà menjelaskan bahwa ini adalah bagaimana gagasan ‘Hanya para pencipta yang pertama
kali menciptakan makhluk-makhluk yang kekal, abadi,’ berasal-mula.

Dari Pàëi Canon yang baru saja kita kutip, seseorang dapat menduga bahwa yang disebut Tuhan yang
dikatakan telah menciptakan makhluk-makhluk, Tuhan yang dikatakan berada di alam Surga,
mungkin adalah Brahmà agung yang muncul pertama di alam Brahmà pada permulaan dunia. Kita
juga dapat menganggap bahwa Parama atta adalah Atta dari Brahmà agung itu. Maka jelas dari
Ajaran Buddha bahwa, ‘Parama atta dari Brahmà agung adalah dari jenis yang sama dengan Jiva atta
dari makhluk-makhluk lainnya; hanyalah kesalah-pahaman atas aliran terus-menerus dari proses
jasmani dan batin yang terus-menerus sebagai Atta. Sesungguhnya tidak ada apapun yang disebut
Atta selain daripada fenomena batin-jasmani; itu hanyalah khayalan.’

Lebih jauh lagi, råpa, nàma dari Brahmà agung adalah serupa dengan råpa, nàma dari makhluk-
makhluk lain, tunduk pada hukum ketidak-kekalan. Ketika umur kehidupannya habis, Brahmà agung
ini juga menghadapi kematian dan meninggal dunia. Dalam kenyataannya, Brahmà agung tidak dapat
memenuhi keinginannya sendiri; ia tidak dapat mempertahankan råpa jasmaninya menuruti
kehendaknya. Oleh karena itu, råpa dari Brahmà agung juga bukanlah Atta, inti, diri, melainkan
Anatta, Bukan-diri.

Anda mungkin juga menyukai