Anda di halaman 1dari 7

Bismillahirrahmanirrahim

Ash-Sholatu wa-Salamu ‘ala Rosulillah

Di sebuah situs tanya jawab berbasis di Kalifornia, AS, Quora, seseorang


mengajukan pertanyaan:

(1) Apakah Para Utusan Allah hanya diutus di wilayah yang saat kini kita
kenal dengan Timur Tengah saja?

Pertanyaan dapat berkembang menjadi:

(2) Lalu bagaimana dengan suku-suku primitif di pedalaman Afrika,


Amazon, Australia, Tiongkok kuno, atau gurun di Mongolia?

Pertanyaan dapat berujung pada “gugatan”, misalnya:

(3) Jika demikian, apakah Tuhan adil dengan mengutus utusan di beberapa
tempat namun membiarkan belahan bumi lainnya?

Anggapan bahwa peradaban di “Timur Tengah” diutus kepada


sejumlah utusan sementara peradaban selain di Timur Tengah “dibiarkan”
berevolusi – homo sapiens lambat laun menemukan konsep monoteisme-nya
sendiri setelah bertranformasi secara gradual dari politeisme – patut dikritisi.
Sebab, ia kurang selaras dengan pokok keyakinan Islam.

Termasuk ke dalam poin akidah dalam agama Islam adalah, bahwasanya


Allah ‘Azza wa Jalla telah menegakkan hujjah kepada hamba-hamba-Nya
dengan mengutus para rasul dan menurunkan Kitab-Kitab. Allah tidak
turunkan para utusan terkonsentrasi kepada satu umat saja lalu membiarkan
umat yang lain; mengutus ke satu benua lalu meninggalkan benua yang lain.

Melainkan, mereka para rasul itu ‘alaihimussalam Allah utus ke seluruh


umat di lokasi-lokasi yang berbeda dan di zaman yang berbeda, tentu
sebelum masa kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
sebagaimana Firman Allah:

‫ِاَّنآ َاْر َس ْلٰن َك ِباْلَح ِّق َبِش ْيًرا َّو َنِذ ْيًراۗ َوِاْن ِّم ْن ُاَّمٍة ِااَّل َخاَل ِفْيَها َنِذ ْيٌر‬

Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai


pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada
suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi
peringatan. [QS. Fathir: 24]
Ayat di atas jelas maknanya. Imam At Thabari rahimahullah berkata
mengenai wa in min ummatin illaa khola fiihaa nadziir, bahwa: “Maksudnya
tidak ada satu umat pun di antara umat- umat terdahulu ‘melainkan telah ada
padanya seorang pemberi peringatan yang mengingatkan mereka akan azab
Kami atas kekafiran mereka kepada Allah.” Kemudian beliau membawa
perkataan Qatadah, “Maksudnya adalah setiap umat memiliki seorang rasul.”
Makna serupa disebutkan Ibnu Jauzi dalam Zad al Masir (6/485).

Setiap umat dapat kita pastikan telah datang pemberi peringatan dan kabar
gembira. Hanya saja kapan, di mana, bagaimana, dan identitasnya tidak
dapat kita ketahui kecuali apa yang Allah kabarkan kepada kita saja.

Allah berfirman:

‫َوِلُك ِّل ُأَّمٍة َّرُسوٌلۖ َفِإَذ ا َج آَء َر ُسوُلُهْم ُقِض َى َبْيَنُهم ِبٱْلِقْس ِط َو ُهْم اَل ُيْظَلُم وَن‬

Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka,
diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun)
tidak dianiaya. [QS Yunus: 47)

Imam At Thabari kembali berkata mengenai penggalan ayat di atas: “Setiap


umat, wahai manusia telah berlalu sebelumnya seorang rasul yang Aku utus
kepada mereka, sebagaimana Aku mengutus Muhammad kepada kalian.
Orang yang Aku utus kepada mereka menyeru kepada ketaatan dan agama
Allah.”

Sedangkan makna ‫( َفِإَذ ا َج آَء َر ُسوُلُهْم‬maka apabila telah datang rasul mereka),
menurut Mujahid, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsir beliau,
adalah para rasul tersebut datang kepada mereka di Hari Kiamat kelak.
Perkataan senada disebutkan pula oleh Imam At Thabari katakan dalam tafsir
beliau.

Maka setiap umat di belahan bumi manapun mereka berada, apakah itu di
Alaska atau Afrika selama terlahir hamba-hamba Allah maka mereka diseur
untuk mentauhidkan Allah. Tidaklah mungkin di satu kaum Allah
perintahkan hamba-hamba-Nya bertauhid sementara kaum di belahan benua
lain bebas mengarang agama sebagaimana teori evolusi agama.

Allah berfirman:

‫َو َلَقْد َبَع ْثَنا ِفى ُك ِّل ُأَّمٍة َّرُس واًل َأِن ٱْع ُبُد و۟ا ٱَهَّلل َو ٱْج َتِنُبو۟ا ٱلَّٰط ُغ وَت‬
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat:
‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.’ [an-Nahl 16:36].

Firman Allah di atas juga memiliki makna yang terang-benderang. Imam At


Thabari berkata terkait penggalan ayat di atas: “Wahai manusia Kami telah
mengutus pada setiap umat terdahulu sebelum kalian seorang rasul,
sebagaimana Kami mengutus seorang rasul di tengah kalian untuk
memerintahkan kalian menyembah Allah tanpa sekutu bagi-Nya, menaati-
Nya semata, dan memurnikan ibadah untuk-Nya.”

Reruntuhan “Misterius”

Oleh karenanya termasuk dari Sifat Adil Allah ‘Azza wa Jalla adalah
bahwasanya Dia tidak akan mengazab seorangpun di mana seruan para Nabi
dan Rasul tidak sampai pada mereka, sebagaimana Firman-Nya:

‫َو َم ا ُكَّنا ُمَع ِّذ ِبيَن َح َّتٰى َنْبَع َث َر ُسوًل‬

…dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.
[QS. Al Isra: 15].

Kemudian firman Allah:

‫َٰذ ِلَك َأن َّلْم َيُك ن َّر ُّبَك ُم ْهِلَك ٱْلُقَر ٰى ِبُظْلٍم َو َأْهُلَها َٰغ ِفُلون‬

Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-


kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah. [al-An ‘am
6:131].

Imam At Thabari mengatakan bahwa maksud dari ‫“ ِبُظْلٍم‬secara


dzalim/aniaya” dalam penggalan ayat di atas adalah: “Karena Rabb-mu
tidaklah membinasakan kota-kota karena perbuatan aniaya para penghuninya
yang melakukan kemusyrikan ketika mereka sedang dalam keadaan lengah.
Dengan kata lain, Allah tidak akan menyegerakan azab-Nya kepada mereka
sebelum Dia mengirimkan seorang rasul kepada mereka yang bertugas
memperingatkan akan azab Allah di hari mereka dikembalikan [kepada Rabb
mereka-pen].”
Banyak sekali kota-kota purba yang musnah begitu saja lalu oleh para
peneliti arkeologi dan sejarah “ditemukan kembali”. Kemudian muncul
berbagai hipotesa mengapa kaum-kaum tersebut meninggalkan kota-kota
mereka. Mulai dari teori ekonomi (pergi untuk mencari tanah yang lebih
subur), wabah, invasi oleh kaum lain, bencana alam, perubahan cuaca, banjir
besar, atau bahkan perang nuklir umat maju terdahulu. Namun mereka hanya
berhenti sampai sebab-sebab materi saja. Para peneliti barat yang sekuler
(sekularisme lahir dari cara pandang atheistic) tidak memandang semua itu
sebagai azab Allah yang turun karena kaum tersebut berbuat syirik. Allah
berfirman:

‫َو َم ا َك اَن ٱُهَّلل ِلُيِض َّل َقْو ًۢم ا َبْع َد ِإْذ َهَد ٰى ُهْم َح َّتٰى ُيَبِّيَن َلُهم َّم ا َيَّتُقوَن ۚ ِإَّن ٱَهَّلل ِبُك ِّل َش ْى ٍء َع ِليٌم‬

Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah
memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka
apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu. [QS Taubah: 115]

Hanya saja Allah tidak mengabarkan berita-berita tentang seluruh Utusan


tersebut; melainkan Allah hanya memberitakan sebagiannya saja. Bahkan
Allah tidak mengisahkan sebagian besar dari para Utusan itu, sebagaimana
Firman-Nya:

‫َو ُرُس اًل َقْد َقَص ْص َٰن ُهْم َع َلْيَك ِم ن َقْبُل َو ُرُس اًل َّلْم َنْقُصْص ُهْم َع َلْيَكۚ َو َك َّلَم ٱُهَّلل ُم وَس ٰى َتْك ِليًم ا‬

Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. [an-Nisa’ 4:164].

Dan juga firman-Nya:

‫َو َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس اًل ِّم ن َقْبِلَك ِم ْنُهم َّم ن َقَص ْص َنا َع َلْيَك َوِم ْنُهم َّم ن َّلْم َنْقُصْص َع َلْيَك‬

Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di
antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka
ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. [QS. AL Mu’min: 78]

Tidak Saja Di Timur Tengah

Berdasarkan hal itu, anggapan bahwa para Nabi hanya diutus ke satu wilayah
di dunia ini tidaklah benar; melainkan Allah mengutus para Utusan ke
seluruh ummat di bumi. Ayat-ayat mengenai hal ini cukup banyak dan jelas
maknanya.

Tetapi syariat yang berlaku di setiap umat tentu berbeda-beda.


Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

‫ِّلُك ِّل ُأَّمٍة َجَع ْلَنا َم نَس ًك ا ُهْم َناِس ُك وُه‬


Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka
lakukan, [QS Al Hajj: 67]

Juga Firman Allah:

‫ۚ ِلُك ٍّل َجَع ْلَنا ِم نُك ْم ِش ْر َع ًة َوِم ْنَهاًجا‬

Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang. (Al-Ma`idah: 48)

Imam Qatadah berkata dalam menafsirkan ayat syir’atan wa


minhajan [syariat dan jalan/manhaj-manhaj] adalah jalan dan metode sunnah.
Sunnah mereka berbeda-beda. Taurat memiliki syariat sendiri. Injil pun
demikian. Nabi Musa alaihissalam memiliki sunnah sendiri dan Nabi
Isa alaihissalam pun demikian.

Al-Munawi berkata dalam Al-Faidhul Qadir (3/62) mengomentari penggalan


ayat di atas: “Yaitu pokok agama mereka satu yakni tauhid, dan cabang
syariat mereka berbeda-beda. Tujuan diutusnya para nabi yaitu membimbing
seluruh makhluk diserupakan dengan ayah yang satu, sedangkan syariat
mereka yang berbeda bentuk dan tingkatannya diserupakan dengan para ibu.“

Telah diketahui dengan baik bahwa sebagian besar peradaban-peradaban


yang berdiri sepanjang sejarah ada di wilayah yang dikenal dengan Pesisir
Laut Tengah (Mediterranian Basin), dan juga wilayah di sekitarnya yaitu
Suriah, Mesir, Irak, dan Arabia. Karenana wilayah-wilayah yang paling
banyak dihuni adalah di negeri-negeri ini. Maka sangatlah layak apabila
sebagian besar dari para Rasul semestinya diutus di negeri-negeri tersebut.

Hikmah diberitakannya para Nabi dan Rasul yang kita ketahui dari wahyu
adalah sebagaimana dikatakan oleh Thahir ibn ‘Asyur rahimahullah: “Allah
tidak memberi tahu Nabi nama-nama dari kebanyakan Rasul, dan hanya
mengatakan kepadanya beberapa nama saja, karena para Rasul yang
disebutkan adalah yang paling agung dari para Rasul dan Nabi, dan pelajaran
yang bisa dipetik dari kisah mereka lebih besar.” (At-Tahrir wa’t-Tanwir,
6/35)

Selain itu, para Rasul menetap di negeri yang ditinggali oleh bangsa Arab
dan negeri sekitarnya, berita-berita mereka diketahui oleh bangsa Arab dan
ahli kitab yang tinggal di wilayah-wilayah itu. Hal ini lebih efektif dalam
menegakan hujjah kepada mereka dan juga pelajaran-pelajaran dari apa yang
menimpa kaum-kaum itu dapat memberi dampak yang lebih besar.
Syubhat Evolusi

Hijaz, Hadramaut, Afrika, Mesopotamia, Persia, Eropa, Amerika, India, Asia,


Australia, Tiongkok, Nusantara, dan di seluruh penjuru bumi lainnya,
kesyirikan adalah virus dan wabah paling mematikan dari milenia ke milenia.
Bagi evolusionis yang ateis sekalipun, politeisme, animisme, dan seluruh
varian kesyirikan lainnya mereka sebut sebagai “agama” rendahan, hina, dan
tidaklah dianut kecuali oleh spesies Homo Sapiens paling primitif
intelektualnya. Ini adalah anggapan tokoh-tokoh materialisme sendiri semisal
Charles Darwin, Herbert Spencer, E.B. Tylor, dan Sigmund Freud.
Kesyirikan bagi evolusionis diletakkan dalam fase paling bawah dalam
proses evolusi karangan mereka. Lalu nanti secara gradual homo
sapiens sampe penalarannya pada konsep satu tuhan. Jadi monoteisme hasil
dari penalaran homo sapiens hingga mereka mengarang konsep tuhan. Bagi
evolusionis, agama lahir dari spekulasi filosofis bukan dari wahyu.

Bukan saja dalam buku, dokumenter, dan banyak dari artikel-artikel di


internet, namun paham kufur ini telah merambah dalam bahan ajar di
sebagian institusi-institusi pendidikan. Namun pembahasan terkait ini akan
kami singgung di lain waktu, insya Allah

Kesimpulan

Jadi, apakah di setiap umat di bumi ada pemberi kabar gembira dan
peringatan? Maka apa yang kita dapati dalam Al Quran menunjukkan bahwa,
benar Demi Allah, setiap umat di zaman manapun, di benua apapun, tidaklah
dibiarkan begitu saja hidup terluntang-lantung di belantara hutan, Padang
rumput, wilayah pegunungan, pesisir pantai, atau di hamparan salju tanpa
tujuan. Tidak mustahil jauh di pedalaman Afrika, misalnya di suku-suku
primitif yang tak terjamah peradaban, dahulu telah sampai seruan untuk
bertauhid. Bukankah jin dan manusia terlahir dan hidup di dunia untuk satu
tujuan, yakni beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla saja? Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai