ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini Untuk mengetahui bagaimana hak terdakwa untuk tidak menerima
putusan hakim dengan dasar hakim mengabaikan alibi terdakwa dalam permbuktian di
persidangan terkait kasus tindak pidana pemerasan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, bersifat preskriptif. Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan: Bahwa kasus perkara tindak pidana
pemerasan dengan terdakwa ADE TURSOPA, S.Ag., M.Pd. bin
H. KOMARNA, Terdakwa berhak untuk tidak menerima putusan hakim. Wujud dari
terdakwa tidak menerima putusan hakim adalah dengan mengajukan upaya hukum.
Kata kunci : Hak Terdakwa, Alibi Terdakwa , Upaya Hukum
ABSTRACT
This research is to find out how the defendant's right to not accept the judge's decision on
the basis of the judge ignored the defendant's alibi at verification in court session related
extortion.
This research is a normative legal, prescriptive. Based on the results of research and
discussion resulting conclusions: First, that the case of criminal cases the accused of
extortion with ADE TURSOPA, S.Ag., M.Pd. bin H. KOMARNA, Defendant is entitled
to not accept the judge's decision. The realization of the defendant does not accept the
decision of the judge is to file a legal action.
Keywords: Keywords: Rights of the Accused, Defendant Alibi, Remedies
A. PENDAHULUAN
Sebagai Negara hukum yang telah menentukan pancasila sebagai falsafah dan Undang
Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara, maka semua aturan kenegaraan harus
bersumber atau dijiwai oleh pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, untuk selanjutnya
disebut UUD 1945. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara
Indonesia, dalam pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Indonesia dalah negara hukum.
Sebagai Negara hukum, maka Indonesia dalam sistem ketatanegaraannya dilengkapi
dengan badan atau lembaga yang bertugas untuk menegakkan hukum dan keadilan yaitu
lembaga peradilan (Lili Rasjidi dkk.2004: 29). Dalam Lembaga Peradilan Hakim
bertugas menegakkan hukum dan keadilan yang terwujud dalam kekuasaannya menilai
bersalah atau tidaknya terdakwa dalam proses persidangan.
Hakim dalam tugasnya menegakkan hukum dan keadilan terwujud dalam kekuasaannya
menilai bersalah atau tidaknya terdakwa dalam proses persidangan. Dasar penilaian
hakim diperoleh dari adanya agenda pembuktian dalam proses pemeriksaan di
persidangan ( Andi Hamzah, 2008: 278)
Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi 25
Terdakwa Dalam Pembuktian Di Persidangan
Berdasrkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk membahas dan menganalisis
bagaimana inplementasi hak terdakwa untuk tidak menerima putusan hakim atas dasar
hakim mengabaikan alibi terdakwa dalam pembuktian.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sifat penelitian
yang digunakan adalah perskriptif dan terapan. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kasus (case approach). Jenis bahan hukum yang digunakan dalm penelitian
adalah literature yang berasal dari bahan pustaka. Sumber bahan hukum yang digunakan
adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun metode penalaran
penelitian ini adalah metode deduksi silogisme yaitu metode yang berpangkal dari
pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor. Kemudian dari kedua premis
tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89-90).
Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi 27
Terdakwa Dalam Pembuktian Di Persidangan
2. Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang
apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (Pasal
51 butir (a) dan (b) KUHAP).
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada Penyidik dan kepada hakim
pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 52 KUHAP).
4. Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP).
5. Hak untuk mendapatkan bantuan Hukum guna kepentingan pembelaan selama dan
waktu dan setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP).
6. Hak untuk memilih Penasehat Hukumnya sendiri (Pasal 55 KUHAP) serta dalam hal
tidak mampu berhak didampingi Penasihat Hukum secara cuma- cuma/prodeo
sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHAP.
7. Hak Tersangka apabila ditahan untuk dapat menghubungi Penasihat Hukum setiap
saat diperlukan dan hak Tersangka/Terdakwa warga negara asing untuk
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (1) dan (2)
KUHAP.
8. Hak Tersangka atau Terdakwa apabila ditahan untuk menghubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadinya (Pasal 58 KUHAP).
9. Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah denga
Tersangka/Terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau
jaminan bagi penangguhannya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai maksud
si atas (Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP)
10. Hak Tersangka atau Terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasihat
Hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan
atau kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP).
11. Hak Tersangka atau Terdakwa mengirim atau menerima surat dengan Penasihat
Hukumnya (Pasal 62 KUHAP).
12. Hak Tersangka atau Terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan
(Pasal 63 KUHAP).
13. Hak agar Terdakwa diadili di sidang pengadilan secara terbuka untuk umum (Pasal
64 KUHAP).
14. Hak Tersangka atau Terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge
(Pasal 65 KUHAP).
15. Hak Tersangka atau Terdakwa agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66
KUHAP).
16. Hak Tersangka atau Terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal
68 jo Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 97 ayat (1) KUHAP).
17. Hak Terdakwa mengajukan keberataan tantang tidak berwenangmengadili
perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan
(Pasal 156 ayat (1) KUHAP).
18. Hak Terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan
kembali (Pasal 67 jo Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) KUHAP) (Andi
Hamzah, 2008: 70)
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang
didakwakan, merupakan bagian penting dalam acara pidana. Indonesia sama dengan
Negara Belanda dan Negara Negara Eropa Kontinental yang lain, menganut bahwa
hakimlah yang menilai alat bukti yang diajukan dengan keyakinannya sendiri. Dalam
hukum pidana sifat pembuktian adalah untuk mencari kebenaran materiil atau kebenaran
yang hakiki (sebenar-benarnya). Oleh karena itu alat bukti sangat penting di dalam proses
Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi 29
Terdakwa Dalam Pembuktian Di Persidangan
− Jika perlu terhadap tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tindakan upaya paksa
berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,dan penyitaan benda sesuai
dengan cara yang ditentukan oleh undang undang(M.yahya Harahap,2009:330).
Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi 31
Terdakwa Dalam Pembuktian Di Persidangan
dakwaan Primair melanggar Pasal 368 Ayat (1) KUHP tersebut telah terbukti dilakukan
oleh Terdakwa yaitu melakukan “Pemerasan”. Bahwa dari kedua pertimbangan tersebut
di atas apabila dihubungkan dengan pertimbangan putusan Pengadilan Negeri Bale
Bandung, maka pertimbangan putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut adalah
pertimbangan yang keliru karena tidak sesuai fakta yang terungkap dalam pertimbangan
putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung tersebut, sebab pertimbangan putusan
Pengadilan Negeri Bale Bandung tersebut telah jelas-jelas mempertimbangkan bahwa
Terdakwa tidak memenuhi unsur Pasal 368 Ayat (1) KUHP, yang mana hal tersebut dapat
dilihat pada pertimbangan putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung, yang bunyi-bunyi
pertimbangan hukumnya dapat dilihat sebagai berikut: Bahwa Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Bale Bandung dalam putusannya menemui fakta dan menyatakan bahwa apa yang
didakwakan oleh Jaksa/ Penuntut Umum tidak memenuhi unsur dakwaan, hal tersebut
dapat dilihat dalam putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung pada pertimbangannya
bahwa permasalahan utamanya adalah apakah Terdakwa telah melakukan perbuatan
penutupan jalan tersebut, sehingga karenanya, oleh hukum dapat dikualifisir sebagai
pelaku perbuatan “Memaksa orang dengan kekerasan”. Terkait persoalan hukum tersebut,
dari ketigabelas orang saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum, baik atas keterangannya
yang tercatat dalam BAP Penyidikan maupun yang dinyatakan di dalam sidang
pengadilan dan keempat orang saksi a de charge yang diajukan oleh Penasihat Hukum
Terdakwa ke persidangan, tidak satu orang saksi pun yang melihat keberadaan Terdakwa
bersama-sama santri pada saat peristiwa penutupan jalan tersebut sedang berlangsung.
Oleh karena tidak terdapat satu orang saksi pun yang melihat keberadaan Terdakwa
bersama-sama santri pada saat peristiwa penutupan jalan tersebut sedang berlangsung,
maka keterangan saksi-saksi a de charge di bawah sumpah di muka sidang, yaitu saksi
Lili Hambali, yang menerangkan pada pokoknya bahwa pada hari peristiwa penutupan
jalan, saksi bersama-sama Terdakwa pergi ke Bandung untuk menemui temannya yang
bernama Abdul Latif, dalam rangka mengambil jatah daging kurban yang diberikan
kepada pesantren dan berangkat bersama-sama dari rumah sebelum terjadi peristiwa
penutupan jalan dan baru tiba kembali di rumah setelah terjadi peristiwa penutupan jalan,
yang bersesuaian dengan keterangan saksi Abdul Latif, yang menerangkan pada
pokoknya bahwa benar pada saat itu, Terdakwa bersama-sama saksi Hambali datang ke
rumah menemui dirinya untuk mengambil daging kurban dan sesuai pula dengan
keterangan Terdakwa sendiri di persidangan bahwa ia tidak ikut bersama santri
melakukan penutupan jalan karena pada waktu sedang pergi bersama saksi Hambali ke
rumah saksi Abdul Latif untuk keperluan mengambil daging kurban, menjadi berharga
dan oleh Majelis dapat dipercaya kebenarannya sebagai kesaksian dan keterangan alibi
bahwa benar pada saat peristiwa penutupan jalan yang dilakukan oleh sejumlah orang
santri tersebut sedang berlangsung, Terdakwa tidak berada di tempat kejadian. Dan
karena Terdakwa pada saat peristiwa penutupan jalan sedang berlangsung terbukti tidak
berada di tempat kejadian dan keseluruhan isi alat-alat bukti dan barang-barang bukti sah
yang diajukan di persidangan, baik secara sendiri-sendiri maupun dalam keterkaitan satu
dengan yang lainnya, Majelis juga tidak dapat memperoleh suatu alat bukti petunjuk
bahwa Terdakwa ikut bersama- sama sejumlah orang santri melakukan perbuatan
penutupan jalan tersebut.
Maka dari pertimbangan-pertimbangan hukum yang dipertimbangkan Pengadilan
Negeri Bale Bandung tersebut di atas apabila dihubungkan dengan pertimbangan
Pengadilan Tinggi Bandung, maka telah jelaslah bahwa pertimbangan hukum Pengadilan
Tinggi telah bertentangan dengan apa yang dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri Bale
D. SIMPULAN
Implementasi hak untuk tidak menerima putusan oleh terdakwa atas dasar hakim
mengabaikan alibi terdakwa dalam pembuktian perkara pemerasan di persidangan dalam
kasus dengan terdakwa ADE TURSOPA, S.Ag., M.Pd. bin H. KOMARNA, Terdakwa
berhak untuk tidak menerima putusan hakim. Wujud dari terdakwa tidak menerima
putusan hakim adalah dengan mengajukan upaya hukum. Untuk tidak menerima putusan
hakim adalah salah satu dari sekian banyak hak hak terdakwa. Ada beberapa alasan yang
dapat dijadikan dasar untuk tidak menerima putusan hakim. Alasan mengajuan upaya
hukum yang dilakukan oleh terdakwa dalam kasus yang peneliti teliti adalah bahwa
terdakwa tidak menerima putusan pengadilan yang mengabaikan alibi terdakwa. Adapun
yang menjadi Tujuan dari Upaya hukum adalah untuk memperbaiki kekeliruan putusan,
mencgah kesewenangan penyalahgunaan jabatan, dan pengawasan terhadan keseragaman
penerapan hukum.
E. SARAN
Bahwa dalam menghadapi menilai alat bukti dalam proses pembuktian, Hakim dituntut
memiliki kemampuan kecakapan hukum dan keterampilan penguasaan yang matang akan
seluk beluk pembuktian dan penilaian pembuktian yang diatur dalam hukum acara pidana
serta dipadu dengan intuisi dan “seni mengadili”. Jika semua ini dimiliki Hakim, maka
Hakim akan mampu menilai dan mempertimbangkan dengan arif dan bijaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adnan Paslyadja. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik
Indonesia
Andi Hamzah. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV. Sapta Artha Jaya.
Harahap, M. Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,
Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
Lilik Mulyadi. 2007.Hukum Acara Pidana “Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat
Dakwaan, Eksepsi, Dan Putusan Peradilan”. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Marzuki, Peter Mahmud. 2013. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Rasjidi, Lili, Rasjidi Ira Thania. 2004. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum.
Hak Terdakwa Untuk Tidak Menerima Putusan Hakim Atas Dasar Hakim Mengabaikan Alibi 33
Terdakwa Dalam Pembuktian Di Persidangan
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif.
Jakarta: Sinar Grafika.