Anda di halaman 1dari 11

EKONOMI DALAM

ISLAM
Oleh :
Tim Penyusun Modul PAI UNP

Lisensi Dokumen:
Copyright © 2020 Universitas Negeri Padang
Seluruh dokumen di e-Learning Universitas Negeri Padang, hanya digunakan untuk kalangan
Internal Universitas, untuk kebutuhan Perkuliahan Online. Penggunaan dokumen ini di luar UNP tidak
diizinka dan tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu
dari Penulis dan Universitas Negeri Padang.

1. Deskripsi
Program Learning Outcome 2:
Mahasiswa menunjukkan sikap cinta tanah air dan setia kepada NKRI
Program Learning Outcome 3:
Mahasiswa mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan
antarumat beragama
Program Learning Outcome 5:
Mahasiswa terbiasa berpikir kritis dan menyelesaikan persoalan berbasis nilai
agama
Course Outcome (CO):
Mahasiswa mampu menganalisis Ekonomi dalam Islam dan menyelesaikan
persoalan konteks yang terkait

Pokok Bahasan: WAWASAN KEISLAMAN


Materi Bahasan: EKONOMI DALAM ISLAM
2. Petunjuk
Silahkan ananda membaca dan memahami materi pada bagian C.
Selanjutnya, ananda dapat menjawab pertanyaan dan menyelesaikan tugas yang
termuat pada tes di berikutnya. Selamat belajar, semoga Allah memberikan rahmat
dan hidayah ilmu. Aamiin.

3. Materi
a. Konsep ekonomi: Pengertian, Dasar Hukum
1) Pengertian
Aktifitas antar manusia, termasuk aktivitas ekonomi terjadi melalui apa
yang disebut dengan muamalah (interaksi). Mu‟amalah adalah aturan-aturan
dasar hubungan antar manusia. Salah satunya adalah ekonomi. Ekonomi
Islam adalah salah satu ilmu pengetahuan yang menyoroti permasalahan
ekonomi. Namun dalam masalah ini nilai-nilai Islam menjadi landasan
dalam setiap aktifitas ekonomi.
2) Dasar
Dasar hukum Ekonomi dalam Islam adalah Al-Qur‟an, Sunnah dan Ijtihad.
Al Qur‟an banyak bicara tentang ekonomi antara lain; Q.S Al Baqarah: 188,
275, An-Nur : 37, Al – Hasyr : 7
b. Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam
Islam menetapkan prinsip ekonomi Islam berdasarkan kepada kaidah pokok
dalam muamalah, yaitu semuanya dibolehkan kecuali yang dilarang. Namun
secara umum ada 2 prinsip ekonomi Islam
1) Prinsip Tauhid
2) Prinsip Keseimbangan
Dari dua prinsip di atas lahir beberapa prinsip lain, antara lain sebagai berikut:
1) Barang dan jasa yang diproduksi adalah barang dan jasa yang halal.
Dasarnya adalah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Thabrany:
“Barang siapa yang membiarkan anggurnya pada masa petikan untuk dia
jual kepada orang yang akan menjadikannya arak, maka sesungguhnya dia
menempuh api neraka dengan sengaja”.
2) Sistem organisasi produksi Islam mengisyaratkan pengadministrasian
yang teratur (Q.S 2:282):
3) Dalam pendistribusian barang dan jasa harus mengandung unsur keadilan.
Islam melarang usaha-usaha yang dapat merugikan konsumen, akibat dari
permainan harga atau distribusi yang tidak lancar. Nabi S.A.W.
menjelaskan tentang hal ini, sebagai berikut:
“Janganlah kalian menghadang barang yang dibawa (dari luar kota).
Barang siapa menghadang dan membeli dari padanya, maka apabila
penjual sampai ke pasar baginya ada hak khiyar”.
4) Perekonomian Islam menganut paham efisiensi. Konsep efisiensi
dijelaskan dalam Q.S 17:29
c. Etika dalam praktik ekonomi Islam (larangan dalam ekonomi)
1) Terlarang karena zatnya (objek transaksinya)
Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang
ditransaksikan merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum
agama Islam. Seperti memperjualbelikan alkohol, narkoba, organ manusia,
dll.
2) Terlarang karena selain zatnya (cara bertransaksinya)
a) Maysir
Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir
berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering
dikenal dengan perjudian, karena dalam praktik perjudian seseorang
dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,
seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Atau dengan makna
lain semua bentuk perpindahan harta ataupun barang dari satu pihak
kepada pihak lain tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan
Syariah, namun perpindahan itu terjadi melalui permainan, seperti
taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan
kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya. Mengapa dilarang? Karena
(1) permainan bukan cara untuk mendapatkan harta/keuntungan (2)
menghilangkan keredhaan dan menimbulkan kebencian/dendam (3)
tidak sesuai dengan fitrah insani yang berakal dan disuruh bekerja untuk
dunia dan akhirat. Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Al Baqarah 219, Al
Maidah : 90.
b) Gharar/Taghrir
Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan
kewujudannya secara matematis dan rasional baik itu menyangkut
barang (goods), harga (price) ataupun waktu pembayaran
uang/penyerahan barang (time of delivery). Taghrir dalam bahasa Arab
gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan
ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan
sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau
mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko
tanpa mengetahui dengan persis akibatnya, atau memasuki kancah
resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Islam mensyaratkan beberapa syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual
beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syarat-syarat tersebut adalah:
 Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat jenis yang
ditimbang)
 Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang
majhul (tidak diketahui ketika beli).
 Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi
 Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan.
c) Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian
lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam
menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam, (QS. Ali
Imran:130). (QS. Al Baqarah: 275, 278-279)
Sabda Nabi Muhammad saw :

“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui


(bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali
zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
d) Ikrah
Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk
melakukan suatu akad tertentu. Jenis pemaksaan dapat berupa acaman
fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang butuh atau the
state of emergency.
e) Bai Najash
Adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand
(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu
produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa
ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order
pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang
bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas
kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan
keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini sangat rentan terjadi ketika
pelelangan suatu barang. Biasanya yang mengadakan pelelangan bekerja
sama dengan beberapa peserta pelelangan dimana mereka bertugas
untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap barang yang
dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang yang dilelang
tersebut.
Hadits
“..Janganlah kamu meminang seorang gadis yang telah dipinang
saudaramu, dan jangan menawar barang yang sedang dalam
penawaran saudaramu; dan janganlah kamu bertindak berpura-pura
menawar untuk menaikkan harga..”
f) Ihtikar
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang &
jasa kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu kesalahan.”
Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply
(penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik. Ikhtikar ini
biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan masuk
pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia
menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan
adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun persediaan, sehingga
terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika harga telah
naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan
mengambil keuntungan yang berlimpah.
g) Ghisy
Menyembunyikan fakta-fakta yang seharusnya diketahui oleh pihak
yang terkait dalam akad sehingga mereka dapat melakukan kehati-hatian
(prudent) dalam melindungi kepentingannya sebelum terjadi transaksi
yang mengikat. Dalam Common Law akad seperti ini dikenal dengan
sebutan Akad Uberrime Fidae Contract dimana semua jenis informasi
yang seharusnya diketahui oleh pelanggan sama sekali tidak boleh
disembunyikan. Jika ada salah satu informasi berkenaan dengan subject
matter akad tidak disampaikan, maka pihak pembeli dapat memilih opsi
membatalkan transaksi tersebut.
h) Tadlis
Adalah tindakan seorang peniaga yang sengaja mencampur barang yang
berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk
memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan lebih banyak
Tindakan “oplos” yang hari ini banyak dilakukan termasuk kedalam
kategori tindakan tadlis ini. Rasullah saw sering melakukan „inspeksi
mendadak‟ ke pasar-pasar untuk memastikan kejujuran para pelaku
pasar dan menghindari konsumen dari kerugian.
i) Risywah (Suap)
Risywah menurut bahasa berarti: “Pemberian yang diberikan seseorang
kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara
yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai
dengan kehendaknya.” Atau “Pemberian yang bertujuan membatalkan
yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.”
Rasulullah SAW bersabda:

“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap” (HR Khamsah


kecuali an-Nasa‟i dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).

d. Isu-isu praktik ekonomi Islam kontemporer (perbankan, asuransi,


coorporasi, digital ekonomi)
1) Perbankan
Bank Islam yaitu suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari‟at
Islam.
Dalam melaksanakan fungsinya bank pada umumnya membeli “uang” dari
masyarakat pemilik dana dengan suatu harga tertentu yang lazim disebut
bunga kredit. Sebaliknya bank akan menjual uang dalam bentuk pemberian
pinjaman dengan suatu harga tertentu yang lazim disebut bunga debet.
Dengan demikian pemilik bank akan mendapatkan sebagian keuntungan
yang merupakan selisih antara harga jual dan harga beli dana uang.
Dalam syari‟at Islam , ulama berpendapat bunga seperti itu adalah haram
karena tergolong riba dengan alasan firman Allah SWT dalam Q.S 2:275.
Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga maka Islam
memperkenalkan prinsip muamalah sebagai alternatif operasional bank
baik dari segi pemupukan maupun penyaluran dana sebagai berikut:
a) Al-Wadi‟ah, yaitu perjanjian simpan menyimpan atau penitipan barang
berharga antara pihak yang mempunyai barang dan pihak yang diberi
kepercayaan, dengan tujuan untuk keamanan barang tersebut. Dalam
hal uang biasanya dititip di bank, bank sebagai pemegang amanah diberi
izin untuk mengelola uang tersebut. Bila terdapat keuntungan maka
keuntungan tersebut sepenuhnya milik bank. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan bila pihak bank memberikan sebahagian dari keuntungan
sekedar imbalan kepada pemilik penitip. Bila terjadi kerugian maka
pihak bank wajib menggantinya. Perjanjian yang sama dengan al-
wadi‟ah adalah giro, deposito dan tabungan.
b) Al-Mudharabah atau al-Qiradh , yaitu perjanjian kesepakatan bersama
antara pemilik modal dan pengusaha dengan ketentuan pihak pemilik
modal menyediakan dana dan pihak pengusaha memutar modal dengan
dasar bagi hasil (keuntungan) jika beruntung, dan kedua belah pihak
juga sama menanggung resiko jika terjadi kerugian.
c) Al-Musyarakah, yaitu perjanjian kesepakatan bersama antara beberapa
pemilik modal untuk menyertakan modal sahamnya pada suatu proyek,
yang biasanya berjangka waktu panjang. Persyaratan musyarakah pada
bank Islam adalah:
 Pembiayaan suatu proyek investasi yang telah disetujui dilakukan
secara bersama sesuai dengan bagian masing-masing yang telah
ditetapkan.
 Semua pihak termasuk bank Islam berhak ikut serta dalam
manajemen proyek tersebut.
 Semua pihak secara bersama menentukan porsi keuntungan.
 Jika proyek ternyata rugi, semua pihak ikut menanggung kerugian
sebanding dengan penyertaan modal.
d) Al-Murabahah yaitu, menjual harga barang dengan harga pokok
ditambah dengan keuntungan untuk dibayar pada waktu yang
ditentukan atau dibayar secara cicilan. Dengan cara ini pembeli dapat
mengetahui harga yang sebenarnya dari barang yang dibeli dan
dikehendaki penjual. Perjanjian murabahah bermanfaat bagi seseorang
yang membutuhkan suatu barang tetapi belum mempunyai uang sesuai
dengan yang diperlukan itu.
2) Asuransi
Pembahasan mengenai asuransi tidak ditemui dalam fikih klasik, karena
bentuk transaksi ini baru muncul sekitar abad ke 13 dan ke 14 di Italia,
dalam bentuk asuransi perjalanan laut. Para ahli fikih kontemporer seperti
Wahbah al-Zuhaili (ahli fikih dan ushul fikih) memberikan pengertian
asuransi sesuai dengan pembagiannya yaitu:
a) Asuransi tolong menolong yaitu, kesepakatan sejumlah orang untuk
membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di
antara mereka mendapat kemudharatan, seperti kecelakaan, kematian,
kebakaran, kebanjiran berlaku juga untuk orang pensiun dan sudah tua.
b) Asuransi dengan pembagian tetap yaitu, akad yang mewajibkan
seseorang untuk membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi
yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian jika
peserta asuransi mendapat kecelakaan ia diberi ganti rugi.
Perbedaan dari kedua asuransi ini terletak pada tujuannya. Mengenai
asuransi tolong menolong tidak ada perbedaan pendapat ulama pada
kebolehannya, karena dasar dari jenis asuransi ini sejalan dengan prinsip
Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S 5:2. Namun ulama
berbeda pendapat dalam asuransi dengan pembagian tetap karena asuransi
yang berkembang sekarang adalah asuransi jenis ini. Dalam hal ini terdapat
perbedaan pendapat ulama yang antara lain adalah :
Pertama: Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya.
Pendapat ini didukung oleh antara lain Said Sabiq, Yusuf Qardawi dan lain-
lain dengan alasan:
 Asuransi pada hakekatnya sama dengan judi.
 Mengandung unsur riba, dan premi yang dibayar oleh pemegang
polis diputar dalam bentuk praktek riba.
 Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti.
 Mengandung unsur eksploitasi, ketika pemegang polis tidak
melanjutkan pembayaran premi uangnya bisa hilang atau kurang
Kedua: Membolehkan semua jenis asuransi. Pendapat ini didukung oleh
antara l;ain Abdul Wahab Khalaf, Musa Ahmad Zarqa (Guru Besar Hukum
Islam Fakultas Syari‟ah Universitas Syiria), dan Muhamad Yusuf Musa
(Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syari‟ah Univ. Kairo Mesir)
dengan alasan:
 Tidak ada nash Al-Quran dan hadis yang melarang asuransi
 Ada kerelaan kedua belah pihak
 Saling menguntungkan kedua belah pihak
 Mengandung kepentingan umum
 Termasuk akad mudharabah
 Termasuk syirkah (koperasi)
 Diqiaskan dengan pensiun
Ketiga: Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan melarang asuransi
yang semata-mata bersifat komersial. Pendapat ini didukung oleh Muhamad
Abu Zahrah. (Guru Besar Hukum Islam Univ Kairo Mesir). Alasan mereka
membolehkan asuransi yang bersifat sosial adalah alasan yang sama
dengan kelompok kedua, dan mengharamkan asuransi yang bersifat
komersial dengan alasan yang sama dengan kelompok pertama
Keempat: Menganggap syubhat, dengan alasan karena tidak ada dalil-dalil
syar‟i yang yang secara jelas mengharamkan ataupun menghalalkan.
Konsekuensi dari hukum syubhat kita dituntut untuk berhati-hati
menghadapi asuransi. Hukum asuransi boleh (mubah) jika dalam keadaan
darurat
3) Digital Ekonomi
Digital ekonomi lebih menitikberatkan pada transaksi dan pasar yang terjadi
di dunia internet. Pengertiannya lebih menonjolkan pada penerapan
teknologi informasi pada bidang ekonomi,. Dalam perekonomian yang
terdigitalisasi semua dalam bentuk dunia maya atau yang sering disebut
bisnis dunia maya seperti; e-commerce, e-business, e-marketing, e-learning,
dan lain sebagainya.
Digititalisasi ekonomi Islam mutlak dan harus mengiimbangi seiring
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam genggaman
tangan (gadget), dan berbagai fitur aplikasi bisnis yang ditawarkan semakin
banyak dan mudah digunakan oleh user dan dunia usaha seperti industry,
perbankan dan pendidikan. Perbankan syari‟ah dengan aplikasi mobile
bangkingnya, asuransi syari‟ah dnegan produk layanan onlinenya. Bahkan
belanja kebutuhan sehari-hari hanya dengan aplikasi yang tersedia dalam
gadget. Digitalisasi ekonomi dalam ajaran Islam tidaklah ada larangan, selagi
dilakukan sesuai dengan ajaran Islam dengan ketentuan yang sudah diatur
dalam al-Qur‟an dan Hadits.

4. Kesimpulan
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang menjadikan ajaran Islam sebagai
landasannya, dasar hukumnya adalah Al-Qur‟an, Sunnah dan Ijtihad. Prinsip-
prinsip ekonomi Islam secara garis besar ada dua; prinsip Tauhid dan
keseimbangan. Dari dua prinsip tadi lahir beberapa prinsip antara lain: 1). Barang
dan jasa yang diproduksi adalah barang dan jasa yang halal. 2). Sistem organisasi
produksi Islam mengisyaratkan pengadministrasian yang teratur. 3). Dalam
pendistribusian barang dan jasa harus mengandung unsur keadilan. 4).
Perekonomian Islam menganut paham efisiensi.
Terdapat beberapa larangan dalam praktik ekonomi Islam yakni; larangan
karena zatnya, dan larangan karena selain zatnya (maysir, gharar, riba, ikrah, bai
najash, ihtikar, ghisy, tadlis dan risywah). Dalam perekmbangannya ada beberapa
praktik ekonomi kontemporer antara lain; perbankan, asransi dan digital ekonomi.

5. Daftar Bacaan
M. Quraisy Syihab. 2002. Membumikan al-Quran. Jakarta: Rajawali Press.
M. Quraisy Shihab. 2007. Wawasan Al-Qur’an. Jakarta : PT. Mizan Pustaka
Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah.
Erwandi Tarmizi. 2018. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor : PT. Berkat
Mulia Insani.

Anda mungkin juga menyukai