Anda di halaman 1dari 21

BAB I

HUKUM INTERNASIONAL : SUATU TINJAUAN KONSEPTUAL

Kompetensi Dasar :
Kemampuan memahami konsep-konsep dasar dan sejarah perkembangan hukum
internasional
Indikator Kompetensi :

1. Menjelaskan konsep-konsep dasar dan batasan Hukum Internasional.

2. Menjelaskan tentang masyarakat internasional.

3. Menjelaskan sejarah perkembangan hukum internasional.

Materi Pokok :

A. Pengertian dan Batasan Hukum Internasional

Dalam kahazanah ilmu hukum, maka kita mengenal ada hukum nasional

dan hukum internasional. Hukum nasional adalah hukum yang mengatur

urusan warganagara dalam satu negara. Hukum Internasional adalah mengatur

urusan warganegara yang melintasi batas-batas negara nasional (masyarakat

internasional).

Dalam Hukum Internasional, juga dikenal apa yang disebut hukum

internasional publik (Pidana) dan hukum internasional privat (Perdata). Kita

mengenal istilah Hukum Perdata Internasional dan Hukum Internasional

Publik. Hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum

yang mengatur hubungan hukum perdata yang melintasi batas negara. Dengan

perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para

pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional)

yang berlainan. Hukum Internasional Publik adalah keseluruhan kaidah dan

1
asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas

negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Dari uraian diatas tampak persamaan dan perbedaan yang terdapat antara

hukum internasional publik dan hukum perdata internasional. Persamaannya

ialah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas

negara (internasional). Perbedaannya terletak dalam sifat hukum hubungan

atau persoalan yang diaturnya (obyeknya). Cara membedakan demikian lebih

tepat daripada membedakan berdasarkan pelaku (subyek hukum) nya dengan

mengatakan bahwa hukum internasional publik mengatur hubungan antara

negara-negara, sedangkan hukum perdata internasional antara orang

perseorangan. Sebabnya ialah karena suatu negara (atau badan hukum publik

lainnya) adakalanya melakukan hubungan perdata, sedangkan orang

perseorangan menurut hukum internasional modern adakalanya dianggap

mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum internasional.

Terhadap batasan (definition) hukum internasional (publik) di atas dapat

dikemukakan keberatan bahwa batasan itu tidak tegas karena didasarkan pada

suatu ukuran yang negatif yakni ”hubungan atau persoalan internasional yang

tidak bersifat perdata”. Bangsa Romawi sudah mengenal hukum internasional

sejak tahun 89 SM. Hukum itu dikenal dengan Ius Civile (hukum sipil) dan Ius

Gentium (hukum antar bangsa). Mereka membedakan dua hukum atas dasar

isi dan ruang lingkup dari hukum-hukum tersebut. Dengan kata lain Ius

Gentium adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang Romawi

dan orang-orang asing.

2
Banyak ahli hukum mengemukakan berbagai pengertian tentang hukum

internasional, diantaranya:

1) Hugo de Groot ”Grotius” (dalam Starke, 2000;11) memperkenalkan

beberapa doktrin Hukum Internasional dalam bukunya seperti doktrin

”Hukum Kodrat” (Law of Nature) yang menjadi sumber dari Hukum

Internasional (law of Nations) disamping kebiasaan dan traktat. Lebih

lanjut Hugo de Groot mengemukakan bahwa hukum dan hubungan

internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa

atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka

yang menyatukan diri didalamnya.

2) Charles Cheny Hyde seperti yang dikutip oleh J.G. Starke

mendefinisikan Hukum Internasional sebagai sekumpulan hukum yang

bagian terbesar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan tingkah

laku dimana negara-negara itu sendiri merasa terikat dan menghormatinya,

dan oleh karena itu, juga harus menghormati dalam hubungan antara

mereka satu dengan yang lainnya, dan juga mencakup:

a. peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi

lembaga atau organisasi internasional; hubungan antara organisasi

internasional itu satu dengan yang lainnya; hubungan antara organisasi

internasional itu dengan negara/negara-negara; dan hubungan antara

organisasi internasional dengan individu/individu-individu.

b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-

individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities)

sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek-

3
subyek hukum bukan negara itu bersangkut-paut dengan masalah

masyarakat internasional.”

Mengenai ruang lingkup isi atau materinya, juga tampak bahwa isi atau

materi hukum internasional itu meliputi prinsip-prinsip dan peraturan-

peraturan hukum, yang:

a. berkenaan dengan negara atau negara-negara, misalnya tentang

kualifikasi suatu negara sebagai pribadi internasional, terbentuk atau

terjadinya suatu negara, lenyapnya atau musnahnya suatu negara, hak-

hak dan kewajiban-kewajiban negara dan lain sebagainya.

b. prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan

atau yang mengatur persoalan-persoalan mengenai hubungan antara

negara dengan negara, seperti misalnya perjanjian tentang garis batas

wilayah antara dua atau lebih negara, penyelenggaraan hubungan

diplomatik, konsuler dan perekonomian antara negara dan lain-lainnya.

c. prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan

dengan fungsi-fungsi organisasi atau lembaga internasional. Sebagai

contoh misalnya: charter (piagam), covenant (kovenan), statute

(statuta) suatu organisasi internasional; aturan prosedur (rules of

procedure) atau semacam dengan hukum acara yang berlaku di dalam

suatu organisasi internasional, misalnya: Rules of procedure of the

Security Council of the United Nations, Rules or procedure of the

General Assembly of the United Nations, dan lain-lainnya, 2)

d. prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur

persoalan-persoalan mengenai hubungan antara organisasi

4
internasional dengan organisasi internasional, misalnya: perjanjian

antara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dengan ASEAN dalam

bidang perdagangan dan lain-lain.

e. prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur

persoalan antara negara dengan organisasi internasional, misalnya:

perjanjian antara Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Amerika Serikat

tentang tempat kedudukan kantor pusat PBB di New York, 3) perjanjian

antara ASEAN dengan Indonesia mengenai tempat kedudukan

Sekretariat Jendral ASEAN di Jakarta. 4)

f. prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan

dengan individu dan subyek hukum bukan negara, sepanjang hak-hak

dan kewajiban-kewajiban mereka itu menyangkut masalah masyarakat

internasional, misalnya, tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban

asasi manusia seperti yang telah dituangkan dalam berbagai konvensi


5)
dan deklarasi internasional, prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan

hukum yang mengatur tentang status dan kedudukan pengungsi


6)
internasional, tentang peraturan hukum yang mengatur status dan

kedudukan wilayah perwalian (trusteeship territories), organisasi-

organisasi pembebasan, kelompok pembebasan dan lain-lainnya.

g. prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang mengatur

persoalan antara organisasi internasional dengan individu, antara

organisasi internasional dengan subyek hukum bukan negara, antara

negara dengan subyek hukum bukan negara maupun antara subyek

hukum bukan negara satu dengan lainnya.

5
3) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH, LL.M (1997;1) memberikan

definisi hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-

asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

negara antara:

1. negara dan negara

2. negara dan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan

negara satu sama lain.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum internasional tidak

hanya mengatur hubungan hukum antar negara tetapi juga ada subyek yang

bukan negara.

B. Masyarakat Internasional dan Strukturnya

Dengan bertitik tolak pada ungkapan klasik sebagaimana dikemukakan

oleh Aristoteles (dalam Parthiana, 1990;11) ubi sociatas ibi ius (di mana ada

masyarakat di sana ada hukum), demikian pula halnya dengan hukum

Internasional itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Internasional.

Dalam hal ini,yang di maksud dengan masyarakat Internasional itu subyek-

subyek hukum internasional itu sendiri yang saling mengadakan hubungan

satu dengan lainnya.

Berbeda dengan struktur masyarakat nasional yang tunduk pada suatu

badan yang jenjangnya lebih tinggi dari masyarakat tersebut, masyarakat

internasional tidak mengenal badan atau lembaga di atasnya yang mempunyai

kedudukan lebih tinggi daripada masyarakat internasional itu sendiri. Dengan

kata lain, tidak ada lagi badan yang berkedudukan lebih tinggi daripada

masyarakat internasional itu.

6
Masyarakat nasional yang tidak tunduk pada badan yang kedudukannya

lebih tinggi daripada masyarakat nasional itu, menunjukkan bahwa masyarakat

nasional hidup dalam suasana sub-ordinasi. Sebagai badan yang ditempatkan

diatas masyarakat nasional, maka badan itu dapat menetapkan peraturan-

peraturan hukum yang harus ditaati oleh anggota masyarakat nasional. Badan

tersebut dapat memaksakan berlakunya hukum (nasional) yang dibuatnya itu

terhadap masyarakat nasional. Dengan kata lain, struktur masyarakat nasional

dan hukum nasional adalah sub-ordinasi.

Sedangkan masyarakat internasional tidak mengenal badan sentral atau

badan supra nasional yang berkedudukan lebih tinggi daripada masyarakat

internasional. Struktur masyarakat internasional adalah terdiri dari subyek-

subyek hukum internasional yang berkedudukan sama derajat antara satu

dengan lainnya. Oleh karena itu tiadanya badan supra nasional, maka tidak ada

badan yang mempunyai otoritas untuk membuat hukum internasional maupun

otoritas untuk memaksakannya supaya hukum internasional itu ditaati oleh

masyarakat internasional. Jadi, hukum internasional tentu saja tidak berasal

atau bersumber dari badan supra nasional itu yang memang tidak pernah ada,

melainkan tumbuh, berlaku, dan berkembang dari dan di dalam serta diantara

masyarakat internasional itu sendiri.

Struktur masyarakat internasional yang demikian itulah yang disebut

sebagai masyarakat koordinasi dan hukum internasional pun juga berstruktur

sesuai dengan masyarakat internasional itu yaitu sebagai hukum koordinasi

C. Sejarah Perkembangan Hukum Internasional

7
Apabila Hukum Internasional, kita ambil dalam arti yang luas termasuk

pengertian hukum bangsa-bangsa, maka dapat dikatakan bahwa sejarah

Hukum Internasional telah tua sekali. Sebaliknya apabila kita pergunakan

istilah Hukum Internasional dalam pengertian Modern yaitu hukum yang

mengatur hubungan negara dengan negara., maka Hukum Internasional

sebagai suatu sistim hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara

lahir bersamaan dengan lahirnya masyarakat internasional yang didasarkan

atas negara-negara nasional.

Akan tetapi sebelum kita menggunakan Hukum Internasional modern,

marilah kita melihat kembali rentetan perkembangan sejarah yang penting dari

zaman purba hingga berkembangnya Hukum Internasional seperti yang kita

alami sekarang. Di mana di dalam rentetan sejarah itu terdapatnya ketentuan-

ketentuan yang mengatur hubungan antara raja-raja atau kerajaan-kerajaan

sampai kepada antara negara dan subyek Hukum Internasional seperti

sekarang ini, adapun rentetan peristiwa tersebut adalah sebagai berikut:

1. Abad ke 14 SM

Abad ke 14 Sebelum Masehi di Timur Kuno terdapat kerajaan-kerajaan

dan bangsa-bangsa yang telah mengadakan hubungan satu sama lain. Kerajaan

Mesir dan Kerajaan Asi telah mengadakan hubungan dan perjanjian pada

dasawarsa pertama dari abad sekarang telah ditemukan sebuah pahatan

bertulisan pada sebuah monumen batu dalam Bahasa Sumeriah yang

menggambarkan suatu traktat (perjanjian) perdamaian antara Negara Kota

Lagash Umma di Mesopotamia kira-kira 2100 tahun Sebelum Masehi.

8
Dalam traktat itu telah ditetapkan immuniteit daripada terusan air

diperbatasan dan batu tapal batas, dimana pelaksanaan traktat itu dijamin oleh

dewa mereka yang dipercayai akan dapat memberikan hukuman, jika traktat

itu dilanggar. Sejak 2000 tahun SM naskah-naskah perjanjian-perjanjian telah

abadi di atas batulis dari tanah liat atau di atas monumen-monumen.

Sebagai pihak-pihak perjanjian yang terbanyak ialah raja Mesir dan

Ketha di Asia Kecil. Pada abad ke 18-12 SM Babilonia dan Assur juga maju,

diantara perjanjian mereka selain berkepentingan pula untuk persekutuan-

persekutuan dan garis-garis batas.

Yang paling penting dalam perjanjian di atas ialah fakta perdamaian dan

persekutuan yang diadakan antara Mesir dan Ketha tahun 1779 SM dalam

Bahasa Babilon, yang menurut anggapan ahli bahasa ketimuran sebagai

bahasa diplomatis di kalangan kerajaan di Timur Tengah pada zaman itu.

Raja-raja sebagai pihak perjanjian menjanjikan bantuan timbal balik dalam

menghadapi musuh-musuh dalam negri yang harus diserahkan kalau mencari

perlindungan pada raja-raja dari negeri lain. Di sini kita menemukan sebuah

contoh asli dari extradisi dari tipe politik pada tahap permulaan dan orang

yang diserahkan tidak ada dijatuhkan hukuman.

2. Zaman Yahudi Kuno

Dalam permulaan pertumbuhan Hukum Internasional juga tampil adat

kebiasaan Yahudi Kuno. Yahudi dalam mengadakan hubungan Internasional

dengan orang lain, mereka telah mengirim dan menerima duta-duta dan

membuat perjanjian-perjanjian memperlakukan orang asing dan cara

melakukan perang. Akan tetapi kenyataannya di dalam hukum masih

9
dibedakan. Dalam hukum Yahudi perlakuan terhadap orang asing masih

dianggap musuh bebuyutan. Terhadap musuh demikian diperbolehkan

penyimpangan daripada ketentuan-ketentuan hukum perang.

3. Zaman India Kuno

Menurut penyelidikan Bennerjee di mana beberapa abad Sebelum

Masehi kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan satu sama lain

yang diatur oleh adat kebiasaan yang sering disebut Hukum Internasional

India Kuno. Kitab Hukum Hindu yaitu buku Undang-Undang Manusia juga

menyebutkan tentang hukum kerajaan. Hukum yang mengatur hubungan

antara raja-raja pada waktu itu tidak dapat disamakan dengan Hukum

Internasional zaman sekarang, karena belum ada pemisahan agama dengan

soal-soal kemasyarakatan dalam negara.

Hukum bangsa-bangsa zaman India Kuno sudah mengenal ketentuan

yang mengatur kedudukan dan hak-hak istimewa diplomatik atau utusan raja

yang dinamakan duta. Juga telah terdapat ketentuan yang mengatur perjanjian-

perjanjian (traktat) hak-hak dan kewajiban raja. Akan tetapi ketentuan yang

agak jelas adalah hal-hal yang berhubungan dengan hukum perang. Juga

ketentuan mengenai tawaran perang dan cara melakukan perang sudah diatur

dengan jelas. Bagaimana pun juga melihat bukti-bukti yang telah ditemukan

oleh Sarjana di atas dapatlah dikatakan bahwa di India Kuno telah ada

semacam hukum yang dapat dinamakan hukum bangsa-bangsa.

4. Zaman yunani

Lingkungan kebudayaan lainnya yang sudah mengenal aturan-aturan

yang mengatur hubungan antara kumpulan-kumpulan manusia adalah

10
lingkungan kebudayaan Yunani yang hidup di beberapa negara-negara Kota

merdeka yang kecil., masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan-ketentuan

mengenai Arbitrage dan diplomasi yang tinggi tinggkatnya, mereka juga

mempergunakan wakil-wakil dagang yang melakukan banyak tugas yang

sekarang dilaksanakan oleh konsul. Sumbangan yang paling berharga dari

kebudayaan Yunani terhadap Hukum Internasional adalah Konsepsi Hukum

Alam, yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan berasal

dari ratio atau akal manusia.

Negara-negara kota membentuk suatu masyarakat yang mematuhi

kaedah-kaedah umum tertentu dalam hubungannya satu sama lain. Kuatnya

hubungan negara-negara kota itu dan kuatnya interdepensi ekonomi serta

letaknya yang strategis dan perdagangannya maju telah membentuk

persekutuan dari liga-liga suatu sistem Federasi. Akibat perkembangan ini

timbul dua lembaga:

1. Arbitrage antara pemerintah

2. Prosennya yang mengatur

hubungan antara individu.

Dengan adanya negara-negara kota tersebut telah menarik perhatian

dalam perdagangan luar negeri terbukti adanya lembaga hukum. Dengan

demikian Yunani Kuno telah memberikan suatu contoh terhadap peraturan-

peraturan hubungan-hubungan antar kelompok yang diatur dengan peraturan-

peraturan , usage dan costum yang didasarkan pada persetujuan bersama.

Perkembangan hukum internasional berasal dari hukum Romawi “Ius

Gentium” dalam arti yang semula “ing gintiniu”. Ini berarti hukum yang

11
berlaku antara orang Romawi dan orang bukan Romawi satu sama lain. Warga

Romawi mempunyai hukum sendiri adalah “ins livik”, hubungan antara orang

Romawi dan bukan Romawi tidak dapat diperlakukan ins livik karena ini

bertentangan dengan prinsip mereka. Orang Romawi merasa mempunyai

derajat yang lebih tinggi dari pada orang bukan Romawi, hubungan antara

orang Romawi dengan orang bukan Romawi timbul berkembang, hal ini

disebabkan oleh karena makin luasnya wilayah jajahan kerajaan Romawi.

Untuk mengatasi masalah yang timbul dalam hubungan orang Romawi

dengan orang bukan Romawi diangkatlah pejabat tertentu oleh kerajaan

Romawi. Pejabat tersebut bertugas mengatur hubungan antara orang Romawi

dengan orang bukan Romawi dan juga harus mengadili apabila ada

perselisihan diantara mereka. Dalam melaksanakan tugasnya pejabat tersebut

menciptakan ketentuan-ketentuan hukum yang akan diperlakukan. Patokan

satu-satunya adalah kepatuhan dan keadilan, ketentuan demikian berkembang

menjadi satu sistim hukum. Sistim ini diberi nama “ Ius Gentium”, kemudian

Ius Gentium diartikan sebagai azas dan ketentuan yang dianut dan

diperlakukan terhadap nama orang. Dari istilah Ius Gentium inilah kemudian

timbul istilah Valburech (Bahasa Jerman) Valkuruht Ius Intergritas, istilah

yang dipergunakan oleh Sarjana Spanyol Fransissco Victoria abad 16 yang

berarti hukum yang berlaku antar masyarakat.

5. Zaman Roma Kuno

Di bawah Kerajaan Roma Kuno hubungan antara masyarakat-

masyarakat politik dikuasai oleh keunggulan Roma yang memberikan

12
keadaan-keadaan yang harus diterapkan dalam hubungan Roma dengan yang

lain dalam hal:

1. Amici Populi Romawi, yang memelihara otonom mereka.

2. Socii Populi Romawi, yang merupakan perjanjian penyerahan

Pimpinan hubungan keluar kepada Roma

3. Dediti, orang-orang yang sungguh berada di bawah kebijaksanaan

Roma. Jika ada perjanjian persahabatan (Amicii Populi Romawi) ada

antara Romawi dengan orang asing, maka orang-orang dan benda yang

keluar masuk Romawi berada di bawah lingkungan hukum.

Sistim hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang asing-

asing dengan Warga Negara Romawi disebut Ius Gentium. Dalam

ketentuan-ketentuan Hukum Romawi juga terdapat perjanjian

penyelesaian persengketaan oleh arbitrace; duta-duta tidak dapat diganggu

gugat, perang dianggap lembaga hukum.

Hanya ada 4 alasan untuk mengadakan perang:

1. Karena melanggar kekuasaan Romawi

2. Karena mengadakan gangguan terhadap duta-duta

3. Karena melanggar kewajiban traktat

4. Karena memberikan bantuan, selama perang kepada musuh

Dalam hal-hal yang demikian perang dapat dibenarkan.

1. Perang dapat diakhiri dengan:

2. Perjanjian perdamaian yang kemudian menjadi perjanjian

persahabatan.

3. Menyerahkan diri dalam hal ini jiwa dan milik musuh diambil

13
4. Penundukan negara musuh atau acupatio dalam hal ini bangsa

Romawi bertindak dengan kebijaksanaan terhadap jiwa dan milik

musuh.

Walaupun Bangsa Romawi meninggalkan contoh-contoh peraturan-

peraturan hukum yang lebih bersifat minucipil dari internasional sistim.

Hukum Romawi ini sangat penting bagi perkembangan Hukum Internasional

selanjutnya. Selain daripada pengertian hukum bangsa-bangsa itu sendiri yang

berasal dari pengertian Ius Gentium Hukum Romawi telah menyumbangkan

banyak sekali azas-azas atau konsep yang kemudian diterima dalam Hukum

Internasional. Konsep-konsep Hukum Romawi yang berasal dari Hukum

Perdata kemudian memegang peranan yang penting dalam Hukum

Internasional adalah konsep seperti Accupatio, servitut, bonafides, dan

kebiasaan-kebiasaan diplomatik. Juga azaz fakta sun servanda merupakan

warisan daripada kebudayaan Romawi yang berharga. Tidaklah salah kalau

dikatakan bahwa Hukum Romawi yang menjadi dasar daripada sebagian besar

sistim hukum di Eropah, khususnya negara-negara Eropah Barat yang

kemudian mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam perkembangan

Hukum Internasional.

6. Abad Pertengahan

Walaupun menurut anggapan umum selama abad pertengahan tidak

satupun sistim Organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari negara-negara

yang merdeka, namun menurut penyelidikan terakhir anggapan tadi ternyata

tidak seluruhnya benar. Gereja Romawi memberikan kerangka organisasi dan

etik-etik yang umum dalam dunia abad pertengahan yang didasarkan pada

14
kepercayaan. Ajaran Kristen menimbulkan Idea mengenai masyarakat

internasional yang universil yang unsur utamanya adalah manusia yang

mempunyai jiwa dan kemauan bebas dan kesanalah moral dan norma hukum

diarahkan.

Konsepsi menjadi dasar peradaban modern dan evaluasi hukum terutama

hukum bangsa-bangsa.gereja yang telah memperkembangkan sistim hukum

yang komprehensif yaitu Hukum Kanonik (Hukum Gereja Katolik). Sistim

hukum ini dikodifisir dan diakhiri abad pertengahan dalam bentuk collecnici.

Hukum kanonik tidak bersifat nasional dan bukan internasional, melainkan

bersifat supra nasional, yang dianut oleh seluruh umat Kristen di dunia.

Di samping masyarakat Eropa Barat pada waktu itu terdapat dua

masyarakat besar yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berbeda yaitu

Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium pada waktu

itu sedang dalam keadaan menurun mempraktekkan diplomasi merupakan

sumbangan yang penting pada Hukum Internasional. Sumbangan yang

terpenting dari oleh Dunia Islam dari abad pertengahan terletak di bidang

Hukum Perang dan hubungan Internasional sama halnya dengan sumbangan

Dunia Kristen Barat. Masyarakat Islam yang mengadakan hubungan-

hubungan yang baik melalui traktat-traktat yang disebut capitulasi. Capitulasi

yang pertama diadakan dengan Francois I Raja Perancis 1553 mengenai

Perjanjian Dagang.

7. Perjanjian Westphalia

Perdamaian Westphalia 1689 dianggap sebagai peristiwa penting di dalam

sejarah Hukum Internasional Modern, bahkan dianggap sebagai suatu

15
peristiwa yang meletakkan dasar-dasar daripada masyarakat Internasional

modern yang didasarkan kepada negara nasional. Sebabnya adalah oleh karena

dengan perjanjian Westphalia ini telah tercapai hal-hal sebagai berikut:

1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, perjanjian westphalia telah

menegakkan perubahan-perubahan dalam peta bumi politik yang telah

terjadi karena perang itu sendiri di Eropa.

2. Perjanjian perdamaian itu mengakhiri untuk selama-lamanya usaha

Kaisar Romawi Suci untuk menegakkan kembali imperium Roma suci itu.

3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan

hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara-

negara itu.

4. Kemerdekaan negara-negara Nederland, Swiss dan negara-negara

kecil Jerman diakui dalam perjanjian Westphalia itu.

Dengan demikian perjanjian westphalia telah meletakkan dasar bagi

suatu susunan masyarakat internasional yang baru mengenai bentuknya yang

didasarkan atas negara-negara nasional. Tidak lagi didasarkan atas kerajaan-

kerajaan maupun mengenai hakekat daripada negara-negara itu dan

pemerintahnya yakni dengan pemisahan kekuasaan negara dengan pemerintah

dan pengaruh kegerejaan. Perjanjian Westphalia sebagai suatu peristiwa

bersejarah masyarakat dan Hukum Internasional tidak dapat dilepaskan

hubungannya dari peristiwa-peristiwa zaman lampau.

Ciri-ciri masyarakat Internasional yang terdapat di Eropa Barat yang

dasarnya diletakkan oleh perjanjian westphalia adalah:

16
1. Negara-negara merupakan satuan-satuan teritorial yang berdaulat.

Setiap negara di dalam batas-batas wilayahnya mempunyai kekuasaan

tertinggi yang excekutif.

2. Hubungan negara nasional satu sama lainnya didasarkan atas

kemerdekaan dan persamaan derajat.

3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan diatas

mereka seperti seorang Kaisar di Zaman abad pertengahan ataupun Paus

sebagai Kepala Negara.

4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang

banyak mengambil oper pengertian-pengertian lembaga Hukum Romawi

5. Negara-negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai

hukum yang hubungan antara negara-negara.

6. Tidak adanya Mahkamah Internasional dan kekuasaan untuk

memaksakan ditaatinya ketentuan-ketentuan Hukum Internasional.

7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi

keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin justum sebagai ajaran

perang suci kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara

penggunaan kekuasaan dalam penyelesaian.

Dasar-dasar yang telah diletakkan dalam perjanjian westphalia itu diperteguh

lagi dalam perjanjian Utrecht 1713 yang penting artinya dari segi politik

internasional pada waktu itu, karena menerima keseimbangan kakuatan

sebagai asas politik internasional.

8. Abad ke 19

17
Semua negara mempunyai persamaan derajat. Masyarakat

internasional yang daerahnya dikatakan oleh perjanjian westphalia bertambah

kuat, yang terpenting setelah masa tersebut yaitu pada akhir abad ke XVIII.

Selama abad XIX yaitu timbulnya Revolusi Perancis dan Amerika. Revolusi

Perancis merupakan pergeseran kekuasaan dari tangan raja ketangan rakyat

dan mencanangkan diakhiri dalam bentuk yang modern . Suatu perkembangan

yang membahayakan sistim negara nasional sebagai masyarakat internasional

ialah Percobaan Kerajaan Besar di Eropa yang hendak mengembalikan

kekuasaan mereka.

Raja di Eropa merasa dirugikan setelah Napoleon berkuasa di Perancis

pada akhir abad ke 18 dan permulaan abad 19. Pada tahun 1789 Napoleon

menjadi Kaisar. Selama pemerintah Napoleon melebarkan kekuasaannya

sampai ke Afrika Utara. Napoleon dapat ditaklukkan pada tahun 1814-1815

yang di akhiri dengan Kongres Wina. Raja-raja di Eropa berusaha agar hal

demikian jangan terjadi lagi. Oleh karena itu maka raja di Eropa mendirikan

persekutuan yang disebut Persekutuan suci (the holy alliance) tujuannya

adalah untuk mengembalikan kekuasaan hegemoni kerajaan-kerajaan Eropa.

Usaha ini gagal karena timbulnya usaha-usaha negara jajahan Eropa di

Amerika yang hendak melepaskan diri dari Eropa. Sebagai reaksi dari

pemberontakan ius. Persekutuan suci hendak menindas pemberontakan

tersebut, maksud ini ditentang oleh Amerika Serikat, oleh Presiden Monroe.

Pada tahun 1823 keluar Doktrin Monroe. Isi Doktrin tersebut adalah:

1. Benua Amerika tidak dapat dianggap sebagai jajahan Eropa

18
2. Amerika Serikat tidak akan ikut campur tangan dalam persoalan

Eropa sebaliknya suatu usaha dari negara-negara Eropa (Persekutuan Suci)

dalam urusan Benua Amerika yang dianggap sebagai membahayakan ke

Benua Amerika Serikat.

Dengan demikian adanya ajaran Hukum Internasional yang telah

disekuler sebagaimana diajarkan oleh Grotius memenuhi suatu kebutuhan

yang sangat dirasakan pada waktu itu. Grotius telah melepaskan hukum alam

dari pengaruh agama dan gereja. Meskipun Grotius sangat terkenal dalam

pembinaan dasar Hukum Internasional, dia bukanlah sarjana pertama yang

menulis tentang Hukum Internasional. Sebelumnya telah ada Fransisco

Victoria yang pertama kali mengemukakan bahwa negara-negara dalam

tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya.hukum bangsa-

bangsa dinamakan ius intergentes tidak hanya terbatas pada Dunia Kristen

Eropa, melainkan meliputi seluruh manusi. Selain Victoria ada lagi Francisci

Suarnez Ayala dan Gentili. Penulis-penulis ini dalam menulis karyanya

tentang Hukum Internasional masih mendasarkan ajarannya kepada filsafah

agama.

9. Abad ke 20

Kejadian yang penting dilihat dari sudut perkembangan Hukum

Internasional adalah Konperensi Perdamaian 1850 dan Konperensi Jenewa

1864 yang mempelopori Konperensi Den Haag 1899 yang sangat penting

artinya dalam Hukum Internasional. Dalam Konverensi itu lahirlah konverensi

internasional yang membentuk perjanjian-perjanjian yang berlaku secara

umum. Kemudian disusul dengan Konperensi Den Haag 1907 yang

19
menghasilkan konvensi-konvensi internasional yang terutama mengenai

hukum perang juga membentuk Mahkamah Arbitrase.

Apabila kita mengadakan inventarisasi daripada ciri-ciri masyarakat

internasional sesudah diadakannya Konperensi Den Haag 1907, terdapat

banyak kemajuan kalau dibandingkan dengan sesudah perjanjian westphalia.

Di dalam masa sesudah Konperensi Den Haag 1907 telah banyak terdapat hal-

hal penting bagi perkembangan masyarakat internasional sebagai masyarakat

hukum yaitu:

1. Diadakannya perjanjian untuk melarang perang sebagai suatu cara

mencapai tujuan nasional yakni Briand Kellog 1928 di Paris.

2. Didirikan LBB sesudah Perang Dunia I dan PBB sesudah Perang

Dunia II.

Munculnya organisasi internasional dalam kehidupan masyarakat

internasional, terutama setelah tahun 1914 diantara LBB dan PBB. Dimana

organisasi itu juga merupakan subyek Hukum Internasional di samping

negara. Ini diperkuat oleh Advisony Opinion Mahkamah Internasional 1949.

organisasi internasional dewasa ini mengadakan perjanjian internasional

sendiri dengan negara atau organisasi internasional lainnya yang menimbulkan

Hukum Internasional baru. Hubungan antara organisasi-organisasi

internasional dengan orang-orang yang bekerja padanya diatur oleh suatu

Komplek Hukum tersendiri yang tidak digolongkan, baik kedalam kaedah

hukum internasional tradisional maupun hukum hubungan kerja menurut

Hukum Perdata.

20
Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan dan membagi-bagi perkembangan

Sejarah Hukum Internasional dalam 4 tahap:

1. Tahap Pertama: adalah tahap permulaan timbulnya azaz Hukum

Internasional (dari zaman purba-westphalia)

2. Tahap Kedua: TahapPertumbuhan yaitu masa memperjuangkan hak

hidup negara-negara kebangsaan dan perkembangan Hukum Internasional

(Westphalia-Komperensi Den Haag 1907)

3. Tahap Ketiga: Tahap konsilidasi (Komperensi Den Haag - PD I)

4. Tahap Keempat: Tahap peningkatan/ pembaharuan (PD I - sekarang)

Evaluasi :

1. Jelaskanlah pengertian dan batasan hukum internasional!

2. Jelaskanlah beda masyarakat nasional dengan masyarakat internasional!

3. Uraikanlah sejarah singkat perkembangan hukum internasional !

21

Anda mungkin juga menyukai