Anda di halaman 1dari 34

JUDUL MAKALAH

KECURANGAN (FRAUD) PADA BANK SYARIAH


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah:
AKUNTANSI SYARIAH

Dosen Pengampu:
YUNI MAIMUNAH, S.Ak., M.Ak

Oleh:
Kelompok 5
Nama Anggota : Putri fahrizah 226602110
Nama Anggota : tegar febrian saemani 226602093
Nama Anggota : Amir fahrit 226602074

AKT 03
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM ENAM KENDARI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu YUNI MAIMUNAH S.Ak
M.Ak sebagai dosen pengampu mata kuliah Akuntansi syariah yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Kendari 27 nov 2023

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

Hlm

KECURANGAN (FRAUD) PADA BANK SYARIAH…….………


KATA PENGANTAR……………………..………………………………. 2
DAFTAR ISI………………………………..……………………………… 3
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 6
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 14
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 14
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)................. 15
2.2 Faktor Utama Penyebab Fraud di Bank Syariah....................................... 19
2.3 Kendala-Kendala pada Lembaga Keuangan Syariah................................ 20
2.4 Jenis-Jenis Pengendalian pada Bank Syariah............................................ 23
2.5 Cara-cara Mengatasi Agar Tidak Terjadi Kecurangan dalam Perbankan 23
Syariah
2.6 Badan Pengawas Ketentuan Syariah dalam Perbankan Syariah 24
Indonesia
2.7 Mekanisme Kerja Fraud Auditor pada Bank Syariah............................... 27
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 30
3.2 Saran……………………………………………………………………. 31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 32
LAMPIRAN………………...……………………………………………… 33

3
DAFTAR GAMBAR (JIKA ADA)

Hlm
Gambar 1………….……………………………………………………… 24
Gambar 2…………………………………………………………………. 29

4
DAFTAR LAMPIRAN (JIKA ADA)

Hlm
Gambar 1………….……………………………………………………… 33
Gambar 2…………………………………………………………………. 34

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraud merupakan suatu kecurangan yang melanggar hukum atau peraturan yang
dilakukan oleh seseorang demi tercapainya tujuan tertentu. Dalam industri
perbankan, fraud diyakini sebagai masalah perbankan yang paling serius. Hal ini
karena sifat bisnisnya yang melibatkan pengelolaan uang, dengan sumber daya
uang yang melimpah di bawah kendali bank membuat pelaku memiliki motivasi
untuk melakukan tindakan fraud. Selain itu terjadinya fraud juga ketika seseorang
mengelola uang selain milik mereka sendiri. Fraud dalam perbankan biasanya
melibatkan pihak-pihak internal Secara umum di Indonesia kasus fraud yang
paling banyak terjadi adalah korupsi yaitu sebesar 67 persen, diikuti dengan
penyalahgunaan aset sebesar 31 persen, dan kecurangan laporan keuangan sebesar
2 persen. Namun, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kasus fraud
yang sering terjadi dalam industri perbankan adalah penyalahgunaan aset. OJK
menyebutkan bahwa pada tahun 2014 terdapat 59 kasus, tahun 2015 terdapat 23
kasus, dan pada tahun 2016 terdapat 26 kasus, mulai dari kasus kredit, rekayasa
pencatatan, penggelapan dana, transfer dana, dan pengadaan aset Penyalahgunaan
aset adalah fraud yang dilakukan pegawäi yang kurang dibahas dalam penelitian
sebelumnya karena penelitian fraud sebagian besar difokuskan pada korupsi dan
penipuan laporan keuangan. Selain itu, kebanyakan studi pada penipuan yang
bersangkutan pada penyalahgunaan aset dalam sebuah organisasi berbasis
konvensional, tetapi di dunia nyata, lembaga berbasis Islamic juga mengalami
yang sama. Walaupun kasus-kasus fraud ini banyak ditemukan di bank
konvensional, namun apakah kejadian yang sama juga mungkin terjadi di Bank

6
Syariah yang notabene-nya menganut sistem berdasarkan hukum Syariah dengan
prinsip utama melakukan bisnis dengan berbagi keuntungan dan kerugian dan
secara ketat melarang bunga yang dianggap riba oleh kaum Muslim. Namun, pada
kenyataannya fraud juga terjadi di Bank Syariah.
Mulai dari kasus adanya pembobolan dana lewat pembiayaan fiktif dari PT
Bank Syariah Mandiri (BSM) tahun 2013 yang dilakukan oleh tiga pejabat Kantor
Cabang Utama Bogor, dengan kerugian bank sebesar 102 milyar (Baiquni, 2013).
Kemudian, pada tahun 2015 Bank Syariah Mandiri (BSM) menemukan kembali
tindakan fraud yang dilakukan dua pegawai yakni selaku Manajer Marketing
BSM Kantor Cabang Gatot Subroto dan pegawai Trade Spesialist Officer Kantor
Pusat Bank Syariat Mandiri, yang telah melakukan penipuan dan penggelapan
dengan mencairkan SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri) hingga
pihakbank dirugikan Rp 75 miliar (Iskandar, 2015).
Contoh kasus kecurangan yang menimpa BSM tersebut, dapat diartikan
bahwa perbankan syariah yang menggunakan prinsip hukum Islam sekalipun
tidak luput dari terjadinya fraud. Dari kasuskasus tersebut juga menimbulkan
pertanyaan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Fraud pada Bank Syariah,
sehingga faktor-faktor tersebut dapat menjadi acuan perbaikan dan dapat
memberikan kontribusi untuk peningkatan integritas pada Bank Syariah untuk
kedepannya.Melakukan tindakan kecurangan, manusia akan meremehkan cara-
cara yang jujur dalam mencapai suatu tujuan yang dinginkan. Dalam Al quran,
telah tercantum mengenai larangan tindakan kecurangan tersebut: ”CeIakalah
bagi orang-orang yang berbuat curang"; ”sekali-kali jangan begitu, sesungguhnya
catatang
orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam sijjin” (Q.S Al Muthafifin: 1
dan 7).
Di sektor mana pun terbuka peluang terjadinya fraud. Pelakunya pun tidak
pandang SARA, semua memiliki peluang yang sama, bahkan pelaku dari saudara

7
seiman kita sesama muslim sangat banyak. Setiap entitas memiliki peluang untuk
melakukan tindakan kecurangan (fraud), simbol agama yang dimiliki tidak dapat
menjadi jaminan lembaga tersebut terbebas dari perilaku curang. Walau pada satu
sisi, wajar karena mayoritas adalah muslim, namun menjadi pertanyaan besar jika
kita kembali pada pedoman hidup Islam yang sangat melarang penggunaan hak
orang lain secara batil yang rupanya banyak dilanggar oleh saudara-saudara Idta.
Perkembangan zaman meniscayakan adanya upaya yang sungguhsungguh dalam
perbaikan manajerial. Semakin banyak perangkat dan metode untuk
pembenahahan dan penyempurnaan di segala sisi. Namun anehnya, pelaku fraud
seperti tidak kehilangan akal untuk mengakali sistem yang ada. Dikatakan bahwa
sistem pengendalian hanya dapat mengurangi fraud, bukan menghilangkannya.
Langkah-langkah antisipatif telah banyak dilakukan di segala sektor yang
mungkin dibenahi, namun masih saja tidak sedikit kita temui fraud di negeri ini
dalam segala bentuknya. Pasti ada sesuatu yang terlewatkan dari konsep fraud
yang selama ini kita dengar, dalam hal ini yang paling populer adalah konsep
segitiga fraud, walau ini bukanlah yang terbaru. Sebagai komunitas muslimin, kita
bersama seluruh lembaga keuangan syari'ah harus terus berbenah dan berpikir
strategik untuk menjawab tantangan zaman Dilihat dari aspek pelakunya, fraud
dapat dilakukan oleh siapa saja, dari kalangan mana saja, tidak terkecuali dari
umat Islam. Konsep fraud yang ada dari kacamata ini tampak masih ada yang
kurang, sehingga dirasa perlu untuk digali lebih dalam lagi sehingga dapat
melengkapi konsep yang telah ada yang sekaligus dapat menjadi satu pijakan
awal bagi dunia akuntansi syari'ah akan pentingnya formulasi baru.
Tidak ada jaminan lembaga keuangan yang berbasis syariah bebas dari
kemungldnan kecenderungan perilaku fraud. Meskipun bank dikenal sebagai
lembaga yang memiliki regulasi yang ketat, namun bank juga merupakan pelaku
target dari fraud itu sendiri. Fraud terjadi karena kurangnya pemahaman yang
menyeluruh tentang konsep fraud termasuk mengetahui motivasi orang

8
melakukan fraud serta tanda-tanda (red flags) terjadinya fraud adalah penting.
Semua pemangku kepentingan khususnya manajemen perusahaan hendaknya
memahami bahwa dengan menerapkan tata kelola perusahan, termasuk
mempertimbangkan semua prinsip dan fungsi tata kelola itu sendiri serta peran
komite audit, dijangka akan dapat mencegah atau mengurangkan terjadinya fraud.
Beberapa kasus fraud yang terjadi di lembaga syariah. Seperti, kasus pada Bank
Syariah Mandiri yang melibatkan pihak internal bank yaitu penyaluran kredit
fiktif pada BSM cabang Bogor sebesar 102 miliar rupiah kepada 197 nasabah
fiktif. Akibat penyaluran kredit tersebut BSM berpotensi mengalami kerugian
sebesar -59 miliar rupiah. Atas kasus tersebut Bareskrim Polri menetapkan empat
tersangka yang mana tiga diantaranya merupakan pegawai BSM. Selain itu
terdapat beberapa kasus di mana nasabah melaporkan bank syariah, seperti yang
dialami oleh BRI Syariah dan Bank Mega Syariah, keduanya terkena kasus terkait
gadai emas. Kasus ini muncul atas gugatan nasabah BRI Syariah dan Bank Mega
Syariah yang merasa dirugikan terkait gadai emas yang ada pada BRI Syariah dan
Bank Mega Syariah.Tingkat kinerja keuangan suatu bank dapat mempengaruhi
kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Karena pada dasarnya penilaian
masyarakat dilihat dari ukuran tersirat seperti fasilitas, pelayanan dan tingkat
keuntungan. Sehingga sebagai lembaga yang dalam kegiatanya menggunakan
dana dari masyarakat bank dituntut untuk mempertahankan dan meningkatkan
kinerjanya.
Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi
perbankan syariah di Indonesia menerbitkan peraturan mengenai tata pelaksanaan
tingkat kesehatan bank yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank wajib melakukan penilaian tingkat
kesehatan bank baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan cakupan
penialaian terhadap faktor-faktor profil risiko (risk profile), good

9
corporate governance, rentabilitas (earnings), dan permodalan (capital). Dalam
konsep RBBR ini bank wajib memelihara dan meningkatkan tingkat 6 kesehatan
bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam
melaksanakan kegiatan usaha.
Fraud adalah fraud, dimana pun itu dilakukan. Secara umum tidak ada perbedaan
antarafraud di sektor swasta dan di sektor publik (di lembaga negara). Motifnya
sama, modusnya tidak berbeda jauh dan pencegahan dan deteksi
(pengungkapannya) sangat mirip. Yang membedakanfraud di sektor swasta dan di
sektor publik di Indonesia adalah besarnya (magnitude) dan tipologi atau jenis-
jenisfraud yang dipilih. Perbedaan lain, di sektor swasta dikenal Fraud against the
company dan fraud for the company. Pegawai mencurangi perusahaannya atau
pegawai mencurangi perusahaan lain untuk keuntungan perusahaannya. Fraud di
sektor publik selalu merugikan negara. Kegiatan bank baik konvensional maupun
syari'ah mempunyai resiko tinggi karena berurusan dengan uang dalam jumlah
yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan niat orangorang yang terlibat
didalamnya untuk melakukan fraud (kecurangan). Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya fraud adalah lemahnya pengendalian internal di Bank
tersebut. Pengendalian internal organisasi merupakan tugas manajemen,
sementara auditor internal bertanggung jawab menyakinkan bahwa sistem
pengendalian internal telah berjalan secara efektif dan mengidentifikasi area-area
yang dapat (atau perlu) disempurnakan, dalam hal ini peran DPS pun sangat
diperlukan.
Di Sisi lain, tidak ada ekspektasi bahwa auditor internal harus memiliki
pengetahuan yang sama (ekuivalen) dengan pihak yang memiliki tanggung
jawab utama untuk mendeteksi dan menginvestigasi fraud, seperti misalnya fraud
auditor. Serangkaian prosedur review yang dilakukan oleh auditor internal !
secara profesional, bersama-sama dengan pengendalian internal yang

10
dikembangkan dan dijalankan secara memadai oleh manajemen, akan
meningkatkan kemungkinan dapat dideteksinya indikator-
indikator fraud untuk kemudian dipertimbangkan secara tepat dan memadai
bagaimana langkah investigasi selanjutnya akan dilakukan. Association of
Certified Fraud Examination (ACFE) memperluas definisi fraud:
"Fraud yaitu tidak hanya mengenai kecurangan laporan keuangan dan
penyalahgunaan aset, melainkan juga termasuk korupsi. Korupsi yang dimaksud
disini meliputi pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery),
pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economics extortion)."
Fraud adalah berbagai sarana yang dapat direncanakan oleh manusia yang
menggunakan kecerdasannya untuk mengambil keuntungan dari pihak lainnya
dengan memberi saran yang menyesatkan atau menutupi kebenaran.
Menurut Bank Indonesia dalam surat edaran untuk Bank Umum Indonesia
Nomor 13/28/DPNP, yang dimaksud dengan fraud adalah tindakan
penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di
lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan
bank, nasabah atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud
memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Syariah Enterprise Theory menjelaskan bahwa aksioma terpenting yang harus
mendasari dalam setiap penetapan konsepnya adalah Allah sebagai Pencipta dan
Pemilik Tunggal dari seluruh sumber daya yang ada di dunia ini. Sedangkan
sumber daya yang dimiliki oleh para stakeholders pada prinsipnya adalah amanah
dari Allah 5&7T yang di dalamnya melekat tanggung jawab untuk digunakan
dengan cara dan tujuan yang ditetapkan oleh Sang Pemberi Amanah. Syariah
enterprise theory memiliki pandangan dalam distribusi kekayaan (wealth) atau
nilai tambah (value added) tidak hanya berlaku pada partisipan yang terkait
langsung atau partisan yang memberikan kontribusi kepada operasi perusahaan

11
perusahaan (pemegang saham, kreditur, karyawan, pemerintah), tetapi juga
terhadap pihak lain yang
tidak tekait secara langsung terhadap operasi perusahaan. Oleh karena iłu, syariah
enterprise theory akan membawa kemaslahatan bagi stockholders, stakehoders,
masyarakat dan lingkungan alam tanpa meninggalkan kewajiban penting
menunaikan zakat, sebagai manifestasi ibadah kepada Allah. Implikasi Teori
Syariah Enterprise pada penelitain ini dimana bank umum syariah harus
berlandaskan syariah enterprise theory dałam melaksanakan tugasnya, karena
bank umum syariah tidak hanya bertanggunăwab kepada pemilik melainkan
kepada stakeholder dan Allah svvr. Penerapan prinsip syariah enterprise theory
pada bank umum syariah akan membuat kinerja bank lebih sehat, dikarenakan
manajemen akan mematuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Semakin tinggi
tingkat kepatuhan syariah dan penerapan good corporate governance dałam
menerapkan prinsip tersebut memungkinkan bank untuk mendapatakan katagori
sebagai bank sehat. Bank umum syariah juga akan lebih hati-hati dałam
melaksanakan tugasnya sehingga dapat meminimalisir tindak kecurangan yang
mungkin dilakukan. Penerapan prinsip syariah enterprise theory bank umum
syariah harusŕ memberikan informasi yang akurat dan transparan, sehingga
pemilik modal yakin akan kebenaran informasi laporan keuangan yang di
terbitkan oleh pihak bank umum syariah.
Zainulbahar Noor (2005) selaku Komisaris dan Mantan Direktur Utama Bank
Muamalat mengemukakan pendapatș bahwa penerapan aturan pembukuan dari
cash basis ke , accrual basis dapat merangsang dan mengarah pada korupsi.
Metoda accrual basis dapat disalah terapkan untuk menyulap bank yang tadinya
merugi menjadi bank yang untung. Dałam hal ini, pengkorupsian yang terjadi
memiliki arti pemalsuan angka-angka neraca dan laba rugi. Tindak kejahatan pada
sebuah lembaga usaha dilakukan oleh manusiamanusia yang mengoperasikannya.

12
Pada hałdkatnya sistem iłu baik dan dibuat sedemikian rupa agar semua
terkoordinasi dengan lancar. Di dałam suatu sistem, tidak terlepas dari adanya
staff-wrong doings, fraud, tindakan kriminal dan korupsi. Oleh karena iłu, di
dałam suatu lembaga termasuk lembaga keuangan khususnya bank harus
dioperasikan atas landasan
Standard Operating Procedures (SOP) yang lengkap dan kuat teruji.
Kelemahan di bank-bank pada khu•susnya adalah dalam hal tidak lengkap dan
sempurnanya sistem dan prosedur, demikian pun dalam penerapan, pelaksanaan
audit dan kontrolnya.Fraud dalam bahasa Indonesia berarti penipuan atau
kecurangan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara material dan
non material. Menurut Bank Indonesia dalam surat edaran untuk Bank Umum
Indonesia Nomor 13/28/DPNP, yang dimaksud dengan fraud adalah tindakan
penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di
lingkungan bank atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan bank,
nasabah atau pihak lain menderita kerugian dan pelaku fraud memperoleh
keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. dilakukan
untuk memperkaya diri maupun pihak atau kelompok lain dengan merugikan
suatu pihak/kelompok. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya jenis-jenisfraud
yang ada saat ini yaitu:
a. Asset misappropriation, yaitu penyalahgunaan atau pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain.
b. Fraudulent statement, yaitu melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian
laporan keuangan untuk memperoleh keuntungan (tentu saja hal ini akan
merugikan pemegang saham).
c. Bribery/corruption, yaitu meliputi korupsi, suap, pemberian ilegal, dan
pemerasan.

13
d. Cybercrime, jenis fraud ini paling canggih, dan dilakukan oleh pihak yang
memiliki keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki pihak lain.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Apa saja Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
b. Apa Faktor Utama Penyebab Fraud di Bank Syariah
c. Sebutkan Kendala-Kendala pada Lembaga Keuangan Syariah
d. Sebutkan Jenis-Jenis Pengendalian pada Bank Syariah
e. Bagaimana cara Mengatasi Agar Tidak Terjadi Kecurangan dalam Perbankan
Syariah
f. Siapa saja Badan Pengawas Ketentuan Syariah dalam Perbankan Syariah
Indonesia
g. Bagaimana Mekanisme Kerja Fraud Auditor pada Bank Syariah

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang Kecurangan Laporan Keuangan (Financial
Statement Fraud)
b. Untuk mengetahui tentang faktor utama penyebab fraund di bank syariah
c. Untuk mengetahui tentang kendala kendala pada bank keuangan syariah
d. Untuk mengetahui tentang jenis-jenis pengendalian pada bank syariah
e. Untuk mengetahui tentang cara mengatasi agar tidak terjadi kecurangan dalam
perbankan syariah
f. Untuk mengetahui tentang badan pengawas ketentuan syariah dalam
perbankan syariah di indonesia
g. Untuk mengetahui tentang mekanisme kerja fraund auditor pada bank syariah

14
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)

Fraud dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui


analisis laporan keuangan sebagai berikut:
analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan
antara 'item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan
menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase
total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan
persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin
dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan fraud.
analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase perubahan item
laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan
penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan
asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian,
maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan,
atau transaksi illegal lainnya.
analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item
dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan
uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
Asset Misappropriation (Penyalahgunaan aset)

15
Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak
variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam
pos-pos tersebut

akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian fraud. Dengan demikian,


terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus
penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis fraud dapat dideteksi melalui beberapa
teknik yang berbeda.

Analytical review
Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau
kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara
pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat
mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bila
dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah
perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun sekarang yang
mungkin mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan
pembelian ganda.

Statistical sampling
Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling
untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode deteksi ini akan efektif jika
ada kecurigaan terhadap satu attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar
alamat PO BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif

Vendor or outsider complaints

16
Komplain / keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi
yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

Site visit — observation


Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern
di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi
dilaksanakan kadangkala akan memberi peringatan pada CFE akan adanya daerah-
daerah yang mempunyai potensi bermasalah
Dalam banyak kasus fraud, khususnya kasus pencurian dan penggelapan aset,
biasanya terdapat tiga faktor, yaitu:
a. ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan,
b.adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan
kecurangan yang dilakukan,
c.adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan tingkatan integritas
pelakunya.

b. Corruption (Korupsi)
Sebagian besar fraud ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur,
laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke
perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis
terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas fraud ini dapat dilihat dari
karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi. Orang-orang yang menerima
dana korupsi ataupun penggelapan dana pada umumnya mempunyai karakteristik
(redflag) sebagai berikut:
 The Big Spender (pengeluaran besar)
 The Gift taker (suka meminta imbalan, sering mengambil hadiah)
 The Odd couple (aneh, mencurigakan)

17
 The Rule breaker (suka melanggar aturan) The Complainer (suka protes)
 The Genuine need (memaksa keikhlasan orang lain)
Sedangkan orang yang melakukan pembayaran mempunyai karakteristik (redflag)
sebagai berikut:
 The Sleaze factor
 The too Succesful bidder (penawaran harga yang terlalu sempurna/ tinggi)
 Poor quality, higher prices (harga tinggi dengan kualitas rendah)
 The one-person operation (pekerjaan dilakukan seorang diri/ jauh dari
pantauan rekan kerja)

c) Cybercrime
Biasanya fraud ini terjadi pada lembaga yang sudah berbasis komputer, dan
menyerang data-data keuangan yang ada didalamnya. Ini dapat dideteksi dengan
suatu alat berupa software C4AT (Computer Assisted Audit Tool). Tidak selamanya
software ini' akan berhasil mendeteksi adanya fraud jenis ini, dikarenakan semakin
pesat dan canggihnya era teknologi sehingga semakin sulit terdeteksi atau
membutuhkan pembuktian sejenis yang sama canggihnya. Misalnya, pencurian data
elektronis dan penggunaan virus untuk menghancurkan jaringan korban sehingga
orang yang melakukanfraud dapat mengambil dana korban. Cybercrime ini akan
menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan.
Langkah-langkah di atas adalah hal yang wajib dilakukan oleh auditor
internal. Apabila diduga auditor internal itu sendiri pun melakukan rekayasa laporan
audit baik dengan sengaja maupun atas paksaan dari pihak lain, maka solusinya
adalah melakukan audit investigasi (Investigation audit). Audit investigasi adalah
bagian dari manajemen kontrol yang dilaksanakan dalam kegiatan internal audit, di
samping audit lainnya, seperti audit keuangan dan audit kepatuhan atau complience
audit. Dalam tata cara pemeriksaan dan sifat pemeriksaannya atau mengikuti kaidah

18
atau metodologi audit internal, audit investigasi lebih dikenal dengan fraud audit atau
pemeriksaan kecurangan.
Fraud audit adalah kombinasi aspek audit forensik atau investigasi foransik
atau uji menyeluruh semua materi pemeriksaan dengan teknik internal kontrol dalam
tata cara internal audit. Menurut metodologi internal audit, seorang fraud auditor
dapat melakukan pengujian atau pemeriksaan beberapa hal yang berkaitan dengan
subyek auditnya atau prosedur kerja dan organİsasİ di mana kecurangan diduga
terjadi dan orang yang bersangkutan. Karena menyangkut beberapa hal, termasuk
teori penunjang, aturan main, wawancara, pengujian materi atau bahan bukti,
peraturan normatif, seorang fraud auditor haruslah sangat cakap di bidangnya. Di
mana sebelumnya, dia harus mampunyai bekal pengetahuan yang cukup mengenai
bidang apa yang akan dilakukan pengujian olehnya, yang menyangkut material atau
uji forensik tersebut.
Teknik investigasi untuk mendapatkan hasil investigasi yang maksimal, seorang
fraud auditor harus juga menguasai beberapa teknik investigasi, antara lain:
•Teknik penyamaran atau teknik penyadapan,
•Teknik wawancara, apabila akan menghadapı sang auditee, orang-orang yang diduga
memiliki info yang dibutuhkan atau bahkan sang bosnya si auditee,
•Teknik merayu untuk mendapatkan informasi, apakah dengan memakai
kesanggupan sendiri atau dengan bantuan orang lain,
Mengerti bahasa tubuh, dalam membaca posisi si auditee, bohong atau jujur, dan
dapat dilakukan dengan bantuan software, seperti C4AT Ccomputer assisted audit
tools). Fraud auditor dapat melakukan pembacaan data atau penyitaan berkas yang
diduga mempunyai kaitan dengan fraud yang sedang diselidiki atau dengan memotret
ruangan atau benda yang diduga memiliki kaitan dengan peristiwa.

2.2 Faktor Utama Penyebab Fraud di Bank Syariah


Tidak jauh berbeda dengan konvensional, faktor-faktor utama yang merupakan
penyebab timbulnyafraud di Bank Syari'ah yaitu antara lain:
19
a. Internal control yang kurang memadai.
b. Kerjasama dengan pihak ketiga.
c. Kerjasama antara karyawan perusahaan.
d. Kurangnya kesadaran terhadap perbuatan yang salah.
e. Adanya peluang (Opportunity) untuk melakukan fraud.
f. Sikap atau rasionalisasi( Rasionalization/ Attitude) untuk membenarkan
tindakan fraud.
g. Memiliki kendala-kendala

2.3 Kendala-Kendala pada Lembaga Keuangan Syariah

Di dalam perkembangan perbankan syariah, terdapat permasalahan dan berbagai


tantangan. Berikut ini adalah beberapa kendala yang muncul dalam perkembangan
syariah:
a) Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank
syariah.
Dapat dimaklumi bahwa pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem
dan prinsip perbankan syariah masih kurang. Oleh karena itu, bentuk produk dan
jasa pelayanan, prinsip prinsip dasar hubungan antara bank dan nasabah, serta cara-
cara berusaha yang halal dalam bank syariah perlu disosialisasikan lebih luas.
b) Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi bank
syariah
Adanya perbedaan pelaksanaan operasional antara bank syariah dan bank
konvensional, ketentuan-ketentuan perbankan per.lu disesuaikan. Ketentuan-
ketentuan tersebut mengatur :
a. Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas,
b.Instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan
pelaksanaan tugas bank sentral,
c.Standar akuntansi, audit, dan pelaporan,

20
d.Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati hatian, dan
sebagainya.
e) Jaringan kantor bank syariah yang belum luas
Kurangynya jumlah bank syariah menghambat perkembangan kerjasama
antarbank syariah berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal
mengatasi masalah likuiditas. Jumlah jaringan kantor bank yang 'luas akan
meningkatkan efisiensi usaha, meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kualitas
pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah.
d) Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih
sedikit.
Dikarenakan sistem syariah masih belum lama dikembangkan, lembaga-lembaga
akademik dan pelatihan sangat terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman
di bidang syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral masih sangat
sedikit. Hal ini sangat perlu karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada
level mikro ditentuan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuaan serta
keterampilan pengelola bank. Sumber daya manusia dalam perbankan syariah harus
memahami implementasi prinsip-prinsip syariah serta mempunyai komitmen kuat
yang konsisten.
e) Kerangka dan perangkat pengaturan perbankan syariah belum lengkap.
Guna mendukung kegiatan operasional yang sehat, perbankan syariah
membutuhkan kerangka dan perangkat pengaturan yang sesuai dengan karakteristik
operasionalnya. Di awal perkembangannya, kegiatan pengaturan dan pengawasan
lembaga perbankan syariah masih menggunakan kerangka pengaturan dan
pengawasan sistem perbankan konvensional, walaupun beberapa instrumen
pengaturan telah mulai
dikembangkan seperti perizinan bagi pendirian bank dan pembukaan kantor;
instrumen pasar keuangan antarbank.
f) Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif;

21
Institusi pendukung yang lengkap, efektif, dan efisien berperan penting untuk
memastikan stabilitas pengembangan perbankan syariah secara keseluruhan.
g) Efisiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal;

Meskipun secara sistem, perbankan syariah telah menunjukkan kinerja keuangan


yang lebih baik, sistem perbankan syariah sementara ini masih memberikan tingkat
return yang lebih rendah kepada nasabah dibandingkan dengan yang dapat diberikan
oleh perbankan konvensional.
Kendala-kendala di atas apabila kurang diperhatikan akan memicu munculnya
berbagai kecurangan baik dari pihak nasabah maupun pihak bank sendiri. Meskipun
hingga saat ini belum ditemukan adanya kecurangan yang berarti namun pihak bank
berusaha menerapkan suatu sistem yang baik untuk menghindari timbulnya
kecurangan dalam bentuk apapun. Berdasarkan hasil survei terhadap bank syariah
yaitu Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, Permata Bank Syariah di jalan Buah
Batu Bandung, tidak ditemukan adanya kecurangan yang bersifat fatal. Adapun
kesalahan-kesalahan yang terjadi yang melanggar sistem adalah dari pihak nasabah
yang tidak patuh dalam merahasiakan nomor-nomor PIN, para karyawan yang salah
memasukan data (kesalahan teknis), serta pemalsuan data-data oleh nasabah yang
mengajukan pembiayaan.
Kesalahan-kesalahan tersebut selama ini dapat diatasi dengan cara adanya
pengawasan baik dari pihak auditor internal, Dewan Pengawas Syariah (DPS), dan
independen BI yang terdapat di setiap kantor baik itu pusat atau cabang. Khusus
untuk Bank Muamalat, pemeriksaan dilakukan setiap hari untuk menghindari adanya
kesalahan teknis, sedangkan untuk Bank Mandiri Syariah pemeriksaan dilakukan
dalam waktu setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali dengan. cara manual atau online.

pada intinya faktor utama penyebab fraud di bank syari'ah adalah kurangnya
pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip syari'ah dan hukum islam dalam aplikasi

22
kegiatan usaha di lembaga syari'ah tersebut. Fraud tidak akan terjadi apabila personal-
personal dalam bank syari'ah tersebut sudah benar-benar syari'ah dalam arti kata
benar-benar menerapkan syari'ah islam. Sebagai contoh yang sederhana saja fraud itu
identik dengan menipu dan mencuri sedangkan dalam Islam mencuri itu dosa. Agar
hal ini tidak terjadi, Dewan Pengawas Syari'ah (DPS) dan auditor pun berperan
penting di sini.

2.4 Jenis-Jenis Pengendalian pada Bank Syariah

1.Pengendalian diri sendiri, dengan cara pemilihan karyawan yang tepat sehingga
peran lapisan kontrol yang pertama ini secara optimal.
2.Pengendalian menyatu, karyawan melaksanakan tugas sehari-hari tidak terlapas
dari prosedur dan aturan main yang telah ditetapkan.

2.5 Cara-cara Mengatasi Agar Tidak Terjadi Kecurangan dalam Perbankan


Syariah

1.Dengan penerapan landasan standard operating procedures (SOP) yang lengkap


dan kuat teruji.
2.Bank-bank syariah harus diwakili oleh orang-orang yang kafah (sempurna)
dalam memahami sistem perbankan syariah.
3.Sumber daya manusia yang terlibat dalam perbankan syariah harus bersifat
amanah.
4, Adanya transparansi drai pihak bank yang bersifat mutlak dan harus dilakukan.
5. Pengajaran ekonomi dan perbankan islam dari tingkat SD sampai perguruan
tinggi.

23
2.6 Badan Pengawas Ketentuan Syariah dalam Perbankan Syariah
Indonesia
Pengawasan Ketentuan Syariah Dalam Perbankan Syariah Indonesia:

Adapun contoh penyebab atau kemungkinan timbulnya penyimpangan atau


kecurangan berdasarkan pendapat Zainulbahar Noor, tentang penerapan
pencatatan acrrul basic yang merangsang dan mengarah kepada terjadinya korupsi
disebabkan:
1.Mempublikasikan neraca dan laba rugi akhir tahun yang bersifat window
dressing.
2.Menggelembungkan angka tingkat angka melalui pelipatgandaan angka
pendapatan, laba dengan mengkreditkan pos pendapatan dari pendebetan
pendapatan yang akan diterima. Cara ini
dilakukan dalam upaya meyakinkan masyarakat bahwa bank bersangkutan
menguntungkan, untuk menarik masyarakat lebih banyak.
3.Bahkan metode acrrual basic dapat disalah terapkan untuk menyulap bank
yang tadinya merugi menjadi bank yang untung. Penerapan metode accrual basis
dalam pengakuan pendapatan atas aktiva prodüktif yang akan mengakibatkan

24
timbulnya perbedaan jumlah pendapatan yang tercantum dalam pelaporan
keuangan, dalam hal ini adalah laporan laba rugi dengan pendapatan yang
tercantum dalam laporan bagi hasil yang dimaksud dengan pendapatan adalah
pendapatan yang benarbenar secara cash yang diterima oleh pihak bank.
Sedangkan pendapatan yang tercantum dalam laporan laba rugi mencakup baik
pendapatan yang secara cash telah diterima oleh bank maupun pendapatan yang
timbul karena adanya proses akrual.
Dalam hal ini, korupsi yang terjadi adalah tindakan korupsi dalam pengertian
secara üniversal yaitu cacat moral dalam memalsukan angka dalam jumlah yang
sebenarnya. Selanjutnya akan terjadi pengorupsian dalam arti pemalsuan angka-
angka neraca dan laba rugi yang semakin melebar dan membengkak sehingga
terjadinya kebangkrutan bank tersebut.
Dalam sistem pengendalian Bank syariah terdapat dua jenis pengendalian,
yaitu :
1.Pengendalian Diri Sendiri (SelfControl)
Pengendalian atas diri sendiri merupakan lapisan pertama dan utama dalam
diri sendiri setiap karyawan Bank syariah, sehingga peran bagian sumber daya
insani dalam pemilihan karyawan yang tepat merupakan syarat mutlak adanya
peran lapisan kontrol yang pertama ini secara optimal
2.Pengendalian Menyatu (Built-ln Control)
Selain Self Control, karyawan dalam melaksanakan tugas sehari hari tidak
terlepas dari prosedur dan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam sistem dan
prosedur yang diciptakan, secara tidak disadari karyawan, dimasukan unsur-unsur
yang menyatu dengan prosedur tersebut.
Adapun cara mengantisipasi agar tidak timbulnya kecurangan dalam
perbankan syariah adalah:

25
1.Dengan penerapan landasan Standard Operating Procedures (SOP) yang
lengkap dan kuat teruji. Dalam sistem pengendalian kecurangan yang terjadi
dalam perbankan syariah dengan terdapatnya:
a. Audit Internal
b. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
c. Independen Bank Indonesia (BI)
2.Bank-bank syariah harus diwakili oleh orang-orang yang kafah (sempurna)
dalam memahami sistem perbankan syariah.
3.Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam sistem perbankan syariah
harus memiliki sifat amanah. Dalam hal karyawan yang terdapat ,lembaga
keuangan syariah pada saat diterima diadakan semacam training (pelatihan) yang
sangat ketat, untuk menimbulkan konsistensi dalam penerapan ilmu syariah pada
perbankan syariah.
4. Dengan adanya transparansi dari pihak bank yang bersifat mutlak dan harus
dilakukan. Dimana transparansi ini harus benar-benar transparan yang
diharapkan semaldn meningkatnya kepercayaan nasabah pada bank tersebut.
Salah satu implementasi transparansi dalam operasional bank syariah adalah
pembuatan laporan bagi hasil kepada semua deposan secara rutin setiap
bulan. Dalam laporan bagi hasil antara lain dilaporkan berapa jumlah
pendapatan yang diterima bank dalam satu bulan, yang akhirnya akan
berpengaruh terhadap beberapa nominal hasil investasi yang akan diterima
deposan.
5.Diadakannya kurikulum baru atau silabus dalam pengajaran ekonomi dan
perbankan islam mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga ke tingkat
perguruan tinggi. Dengan diadakannya kurikulum atau silabus tentang
perbankan syariah dapat meningkatkan mutu dan kualitas serta pemahaman
terhadap sistem perbankan syariah.

26
2.7 Mekanisme Kerja Fraud Auditor pada Bank Syariah
1.Fraud auditor melakukan audit dengan teknik investigasi ke bank syari'ah.
2.Hasil investigasi akan diperiksa apakah terdapat tanda-tanda
terjadinyafraud, apabila ada makafraud auditor mengumpulkan bukti-bukti
yang kuat dengan menggunakan segala teknik yang bisa digunakan.
3.Setelah mendapatkan bukti yang cukup maka didiskusikan dengan atasan
auditor, apakah bisa diterima atau tidak bahwa fraud benar-benar terjadi.
4.Jika hasil diskusi dengan atasan membenarkan bahwa fraud benar terjadi
maka disusunlah laporan audit.
5.Sebelum menyusun laporan audit, fraud auditor meminta pendapat DPS
untuk mengetahui standar syari'ahnya.
6.Setelah itu barulah menyusun laporan bahwa di bank yang bersangkutan
telah terjadifraud.
7.Laporan audit beserta bukti-buktinya dilaporkan ke BI dan ke
kepolisian/kejaksaan bila telah terjadifraud.
8.Setelah di kepolisian diperiksa laporan audit beserta buktinya dan jika
ternyata benar-benar terjadit fraud maka kejaksaan dan kepolisian menyidang
pelaku fraud tersebut dan menjatuhkan hukuman pidana. sesuai yang diatur
dalam UU NO. 31/1999 (apabila korupsi) dikenakan hukuman penjara
seumur hidup atau penjara paling sedikit 4 tahun dan paling banyak 20 tahun,
Denda paling sedikit Rp200.ooo.ooo dan paling banyak Rpl.ooo.ooo.ooo
dan apabila dalam keadaan tertentu dikenakan pidana mati; UU NO. 10 /1998
pasal 49 ayat 1 yang berbunyi:
a)Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan
atau dalam proses laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.
b) Menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun

27
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening
suatu bank.
c)Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan ,menghapus atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja merubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut, diancam dengan pidana sekurang kurangnya 5 tahun dan
paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.ooo.ooo.ooo dan
paling banyak Rp200.ooo.ooo.ooo; dan pasal 50 yang berbunyi: pihak
terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkahlangkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam UU ini
dan peraturan perundangundangan Iainya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.ooo.OOO.ooo dan paling banyak
Rp100.ooo.ooo.ooo
9.BI akan memberikan peringatan terhadap bank mengalamifraud agar
laporan keuangan diperbaiki, apabila setelah 2 kali peringatan tidak
memperbaiki laporan yang dimaksud maka dikenakan sanksi Rp10.ooo.ooo
dan sanksi administratifyaitu:
a)Penurunan nilai kredit dalam perhitungan tingkat kesehatan.
b)Pencantuman anggota pengurus, pegawai BPRS, pemegang saham dalam
daftar orang-orang yang dilarang menjadi pengurus dan pemilik BPRS.
c)Pemberhentian pengurus dan selanjutnya BI menunjuk dan mengangkat
pengganti sementara.
Adapun mekanisme kerja fraud auditor dapat digambarkan sebagai berikut:

28
29
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kecurangan (fraud) pada Bank Syariah merupakan risiko serius yang dapat
mengancam integritas, stabilitas, dan kepercayaan publik terhadap lembaga
keuangan tersebut. Sejumlah faktor mendasar menjadi pemicu kecurangan,
termasuk manipulasi laporan keuangan, kelemahan internal control, kerjasama
dengan pihak ketiga, kurangnya kesadaran etika, adanya peluang untuk
kecurangan, dan sikap atau rasionalisasi yang membenarkan tindakan curang.
Lembaga keuangan syariah juga dihadapkan pada sejumlah kendala, seperti
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap operasional bank syariah, regulasi
perbankan yang belum sepenuhnya mendukung, terbatasnya jaringan kantor, dan
keterbatasan sumber daya manusia dengan keahlian dalam bank syariah.
Pentingnya implementasi pengendalian internal yang efektif, termasuk
pengendalian diri sendiri dan pengendalian menyatu, menjadi krusial dalam
mengurangi risiko kecurangan. Selain itu, penerapan prosedur operasional standar
(SOP) yang ketat, pendidikan dan pelatihan karyawan, serta peningkatan
transparansi dalam pelaporan keuangan dan operasional menjadi langkah-langkah
kunci untuk mencegah kecurangan dalam perbankan syariah.

30
3.2 Saran
Penguatan Pengendalian Internal:
Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengendalian internal dan memastikan
implementasinya secara efektif. Penekanan pada pemisahan tugas, pemantauan yang
ketat, dan peningkatan keamanan sistem informasi.
Pendidikan Etika dan Kesadaran:
Melaksanakan program pendidikan etika dan kesadaran secara berkala bagi seluruh
karyawan. Menyosialisasikan nilai-nilai integritas dan kepatuhan pada setiap
tingkatan organisasi.
Dengan mengimplementasikan saran-saran ini, Bank Syariah dapat meminimalkan
risiko kecurangan, meningkatkan tata kelola perbankan, dan membangun citra yang
kuat sebagai lembaga keuangan yang aman dan terpercaya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Buku 1
Sri Dewi Anggadini, (2020). Akuntansi Syariah Peluang dan Tantangan Edisi Revisi.
Bandung : rekayasa sains .

32
LAMPIRAN (FOTO2)

33
34

Anda mungkin juga menyukai