Anda di halaman 1dari 7

Tattwa

Tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam filsafat, yaitu berupa
keyakinan. Filsafat merupakan pergumulan pemikiran yang tidak pernah final.
Sedangkan Tattwa berdasarkan ajaran Hindu adalah pemikiran filsafat yang akhirnya
harus diyakini kebenarannya. Oleh sebab itu dalam terminologi Hindu, kata Tattwa
tidak dapat didefinisikan sebagai filsafat, tetapi lebih tepat didefinisikan sebagai dasar
keyakinan Agama Hindu.

Sebagai dasar keyakinan Hindu, Tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha
(Widhi Tattwa atau Brahman, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa, Punarbhawa Tattwa
atau Reinkarnasi dan Moksa Tattwa).

Keyakinan tentang Brahman yaitu yakin dengan adanya Tuhan yang maha pencipta,
maha pemelihara dan pemrelina. Hindu berkeyakinan pada Monoteisme dan bukan
politeisme sebagaimana dugaan sejumlah pihak.

Kami menyebut Ekam Evam Sadviprah Bahuda Wadhanti yang artinya hanya ada satu
Tuhan, hanya orang Bijaksana menyebut dengan banyak nama. Memang ada
keyakinan adanya manifestasi Tuhan yang disebut Tri Murti, yaitu Brahma, Wisnu, dan
Siwa, namun ketiga Dewa tersebut adalah merupakan manifestasi dari Tuhan Yang
Maha Esa sesuai dengan fungsi dan perannya.

Susila
Tema yang kedua adalah tentang Susila (Etika). Susila berasal dari kata ”su” dan ”sila”.
Su berarti baik, dan sila berarti dasar, perilaku atau tindakan. Secara umum susila
diartikan sama dengan kata ”etika”. Definisi ini kurang lebih tepat, karena susila bukan
hanya berbicara mengenai ajaran moral atau cara berperilaku yang baik, tetapi juga
berbicara mengenai landasan filosofis yang mendasari suatu perbuatan baik harus
dilakukan.

Bandingkan dengan kata ”etika” yang berarti filsafat moral. Sebaliknya, kata ”moral”
berarti ajaran tentang tingkah laku yang baik.

Hindu memiliki tatanan prinsip Tri Kaya Parisudha, yaitu: manahcika (berfikir yang baik
dan mulia), Wacika (berkata yang baik dan benar), dan Kayika (berbuat yang baik dan
benar). Jadi, perilaku baik dan moral yang baik harus dilakukan manusia dalam semua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kami juga memiliki motto “Vasudewa Kuthumbhakam” yang artinya semua kita
bersaudara dan Tat Twam Asi yang artinya kau adalah aku dan aku adalah engkau. Jadi
konsep bersaudara, toleransi, dan kerukunan telah menjadi darah daging bagi umat
Hindu.

Upacara
Tema yang ketiga secara singkat saya sampaikan tentang Upacara atau acara. Upacara
yang selalu diiikuti dengan Sesaji atau banten adalah merupakan upacara dalam
bentuk Yadnya atau persembahan suci berupa hasil bumi. Ini merupakan sebuah
persembahan yang dilakukan dengan lascarya atau tulus ikhlas, sebagai ungkapan
bersyukur, rasa terima kasih dan bhakti kepada Maha Pencipta dunia beserta isinya.

Upacara/Acara memiliki pengertian: (a) Kelakuan, tindak-tanduk, atau kelakuan baik


dalam pelaksanaan agama Hindu; (b) adat istiadat atau suatu praktik dalam
pelaksanaan agama Hindu; dan (c) peraturan yang telah mantap dalam pelaksanaan
Agama Hindu berdasarkan berbagai purana dan kitab suci Weda.

Persembahan suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/rohani dalam
kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu. Ada lima Yadnya
atau persembahan suci yang wajib dilakukan yaitu Dewa Yadnya (persembahan suci
kepada Tuhan), Pitra Yadnya (kepada Leluhur), Bhuta Yadnya (persembahan suci
kepada waktu/bhutakala/alam), Rsi Yadnya (kepada para Rohaniwan) dan Manusa
Yadnya (kepada manusia).

Demikian Mimbar Hindu kali ini. Semoga pikiran baik datang dari segala penjuru.

OM Santih, Santih, Santih, OM. Muara Teweh (Inmas) Pembimas Buddha Kanwil
Kemenag Kalimantan Tengah Partiyem pada Kamis (25/10) silam melakukan pembinaan dan
pelayanan umat Buddha di Vihara Manggala Kirti di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara.
Saat itu, Partiyem menekankan pentingnya tiga kerangka dasar agama Buddha.

"Sebagai umat Buddha, dalam upaya kita untuk dapat menghayati dan mengamalkan Buddha
Dharma secara bulat dan utuh, kita harus dapat memahami kerangka dasar agama Buddha, yaitu
ajaran tentang Sradha/Saddha (keyakinan), Sila (moralitas) dan Bhakti (penghormatan),” jelas
Partiyem.

Dikatakan, umat Buddha wajib mempunyai keyakinan atau iman disebut Sradha (Saddha) yaitu
keyakinan, kepercayaan yang dimiliki oleh umat Buddha, berdasarkan atas pengertian yang
benar, bukan kepercayaan yang membuta yang tidak berdasarkan atas pengertian yang benar.
Dasar kedua adalah tekad untuk melaksanakan Sila (moralitas) dalam kehidupan kita sehari-hari.

“Sila adalah perbuatan yang baik, yang dilakukan melalui pikiran, ucapan dan badan jasmani,
yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain,” bebernya.

Kerangka dasar yang ketiga, imbuh Partiyem, adalah Bhakti (penghormatan). Umat Buddha
wajib melakukan penghormatan kepada orang yang pantas dihormati yaitu pemimpin, orang
tua, guru, rohaniwan dan elemen masyarakat lain.

Saat itu, Pembimas mengutip syair Manggala Sutta ‘Puja ca puja niyanam, etam manggala
mutamam,’ artinya menghormat kepada yang pantas di hormati adalah berkah utama.
“Tiga kerangka dasar agama Buddha inilah merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk itu marilah kita kuatkan keyakinan pada
Buddha Dharma, praktekkan Sila dan wujudkan penghormatan kepada siapapun dalam
kehidupan sehari-hari," ajak Partiyem di depan umat Buddha.

Dalam kunjungan ke Muara Teweh, Partiyem juga menyempatkan diri melakukan kunjungan
kepada umat Buddha yang sudah usia lanjut dan berdoa untuk kebahagiaan, serta berkordinasi
bersama Kepala Kantor Kemenag Barito Utara H. Tuaini dan Kasubag TU Daldiri, Jumat
(26/10). (Gondo)

Agama Islam merupakan agama yang paling mulia dan sempurna dihadapan Allah SWT. Proses
perkembangan, pertumbuhan, serta penyebaran agama Islam diseluruh penjuru dunia tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Semua itu tidak terlepas dari perjuangan Nabi
Muhammad SAW. Sehingga, perkembangan agama Islam masih ada sampai sekarang dan
berkembang pesat. Namun, perkembangan itu berbanding terbalik dengan akhlaq. Penurunan
akhlaq disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang mendalam tentang Islam. Kehidupan
manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia
dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi terkadang manusia
lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberi segala kenikmatan. Manusia harus mendapatkan
suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuaidengan bimbingan Allah
SWT. Oleh karena itu perlunya pemahaman tentang Kerangka Dasar Agama Islam yang meliputi
aqidah, syari’at, dan akhlaq. Sehingga kita bisa lebih mudah untuk memahami Islam lebih jauh.
Kerangka dasar ajaran Islam merupakan dasar-dasar pokok ajaran Islam yang membekali setiap
orang untuk bisa mempelajari Islam yang lebih luas dan mendalam. Memahami dan
mengamalkan kerangka dasar ajaran Islam merupakan keniscayaan bagi setiap Muslim yang
menginginkan untuk menjadi seorang Muslim yang kaffah. Tiga kerangka dasar Islam, yaitu
Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut
harus terintegrasi dalam diri seorang Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran
Islam ibarat sebuah pohon, akarnya adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan daunya adalah
syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak.
1. Aqidah
Pengertian Aqidah Akidah berakar dari kata yang berarti tali pengikat sesuatu dengan yang lain,
sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika masih dapat dipisahkan berarti
belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada akidahnya. Dalam pembahasan yang
masyhur akidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan. Akidah adalah ikatan dan
perjanjian yang kokoh. Manusia dalam hidup ini terpola kedalam ikatan dan perjanjian baik
dengan Allah, dengan sesama manusia maupun dengan alam lainnya. Ruang Lingkup kajian
akidah berkaitan erat dengan rukun iman. Adapun kata iman, secara etimologis, berarti percaya
atau membenarkan dengan hati. Sedang menurut istilah syara’, iman berarti membenarkan
dengan hati, mengucapkan dengan lidah, dan melakukan dengan anggota badan. Dengan
pengertian ini, berarti iman tidak hanya terkait dengan pembenaran dengan hati atau sekedar
meyakini adanya Allah saja. Misalnya, Iman kepada Allah berarti meyakini bahwa Allah itu ada;
membuktikannya dengan ikrar syahadat atau mengucapkan kalimat-kalimat dzikir kepada Allah;
dan mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Inilah makna iman
yang sebenarnya, sehingga orang yang beriman berarti orang yang hatinya mengakui adanya
Allah (dzikir hati), lidahnya selalu melafalkan kalimat- kalimat Allah (dzikir lisan), dan anggota
badannya selalu melakukan perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya (dzikir
perbuatan).
Tujuan Aqidah Islam:
a) Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah hanya kepada Allah. Karena Allah adalah Pencipta yang
tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya .
b) Membebaskan akal dan pikiran dari kegelisahan yang timbul dari lemahnya akidah. Karena
orang yang lemah akidahnya, adakalanya kosong hatinya dan adakalanya terjerumus pada
berbagai kesesatan dan khurafat.
c) Ketenangan jiwa dan pikiran tidak cemas. Karena akidah ini akan memperkuat hubungan
antara orang mukmin dengan Allah, sehingga ia menjadi orang yang tegar menghadapi segala
persoalan dan sabar dalam menyikapi berbagai cobaan.
2. Syariah
Syariah Secara bahasa, syariah artinya jalan lurus menuju mata air digambarkan sebagi sumber
kehidupan. Syariah berarti jalan lurus menuju sumber kehidupan yang sebenarnya. Sumber hidup
manusia sebenarnya adalah Allah. Untuk menuju Allah Ta’ala, harus menggunakan jalan yang
dibuat oleh Allah tersebut (syariah). Syariah ini menjadi jalan lurus yang harus di tempuh
seorang muslim. Tidak ada jalan lain bagi orang muslim kecuali menggunakan syariah Islam
Allah Swt. Berfirman dalam QS. Al-Jaatsiyah [45]: 18;
Artinya : Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari
agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang
tidak mengetahui.
Secara istilah, syariah adalah hukum-hukum yang ditetapkan Allah untuk mengatur manusia baik
hubungannya dengan Allah Swt., dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan
makhluk ciptaan lainnya. Para fuqaha (ahli fiqih) menjelaskan syariah untuk menunjukkan
hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk para hamba-Nya dengan perantara Rasul-Nya, supaya
para hamba-Nya itu melaksanakannya dengan dasar iman, baik hukum itu mengenai hukum
formal maupun hukum etika (akhlak). Allah adalah pembuat hukum yang tertinggi. Syariah
islam adalah penjelmaan konkret kehendak Allah ditengah manusia hidup bermasyarakat.
Syariah merupakan prinsip yang tercantum dalam Al-Qur’an dan prinsip Al-Qur’an itu sendiri.
Agar prinsip tersebut dapat diwujudkan dengan baik, tentu memerlukan contoh. Dalam hal ini,
dibutuhkan contoh-contoh dari Nabi. Melalui perilaku dan ucapan Nabi tersebut, manusia dapat
memahami apa yang menjadi kehendak Allah SWT itu. Oleh karena itu, Nabi dan rasul patut
dicontoh dalam melaksanakan syariah.
Fungsi Syariah hukum-hukum Allah jauh lebih efektif untuk mencegah segala bentuk kejahatan
yang merajalela. Disamping itu, bukan hanya mencegah kejahatan melainkan mengarahkan pada
kebaikan. Berikut ini beberapa fungsi syariah, yaitu :
a) Menghantarkan manusia sebagai hamba Allah yang mukhlis. Syariah adalah aturan-aturan
Allah yang berisi perintah Allah untuk ditaati dan dilaksanakan, serta aturan-aturan tentang
larangan Allah untuk dijauhi dan dihindarkan. Ketaaatan terhadap aturan menunjukkan
ketundukan manusia terhadap Alah dan penghambaan manusia kepada-Nya. Tanpa
melaksanakan Syariah, maka manusia tidak akan sampai pada posisi sebagai hamba Allah yang
baik dan benar.
b) Menghantarkan manusia sebagai khalifah Allah SWT. Manusia sebagai khalifah Allah harus
mengikuti hukum Allah yang diwakilinya. Kalau melampau batas bukan lagi wakil. Maka dari
itu, syariah islam memberikan batasan yang jelas dari kebebasan yang dimiliki manusia. Dengan
demikian, kekhalifahan manusia diatur dalam tatanan pencapaian kesejahteraan lahir-batin
manusia dan terhindar dari kesesatan sejalan dengan kehendak Allah SWT.
3. Akhlak
Akhlak Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlak, yang merupakan bentuk
jamak dari kata khuluq atau al-khaliq yang berarti:
a) Tabiat, budi pekerti.
b) Kebiasaan atau adat.
c) Keperwiraan, kesatriaan, kejantanan.
Sedangkan secara istilah, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang
melahirkan perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan
atau penelitian. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut
pandangan akal dan hukum Islam, disebut akhlak yang baik. Jika perbuatan-perbuatan yang
timbul itu tidak baik, dinamakan akhlak yang buruk.
Namun berdasarkan beberapa pendapat dari ulama, akhlak adalah sifat yang sudah tertanam
dalam jiwa yang mendorong perilaku seseorang dengan mudah sehingga menjadi perilaku
kebiasaan. Jika sifat tersebut melahirkan suatu perilaku yang terpuji menurut akal dan agama
dinamakan akhlak baik (akhlak mahmudah). Sebaliknya, jika ia melahirkan tindakan yang jahat,
maka disebut akhlak buruk (akhlak mazmumah). Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang
melekat di dalam jiwa, maka perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi beberapa syarat,
yaitu:
a. Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau perbuatan itu dilakukan hanya sesekali saja,
maka tidak dapat disebut akhlak. Misalnya, pada suatu saat, orang yang jarang berderma tiba-tiba
memberikan uang kepada orang lain karena alasan tertentu. Tindakan seperti ini tidak bisa
disebut murah hati berakhlak dermawan karena hal itu tidak melekat di dalam jiwanya.
b. Perbuatan itu timbul mudah tanpa dipikirkan atau diteliti terlebih dahulu sehingga benar-benar
merupakan suatu kebiasaan. Jika perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan
dipertimbangkan secara matang tidak disebut akhlak. Akhlak menempati posisi yang sangat
penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada
pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlak al-karimah.
Tak sedikit orang Katolik memahami doktrin Tritunggal Mahakudus dalam pengertian
“Allah nan tiga, terdiri dari Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus.” Kenyataannya,
doktrin Tritunggal sama sekali tidak bicara tentang eksistensi tiga Allah, melainkan tentang
esensi Allah yang tampil dalam tiga Pribadi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Doktrin Allah Tritunggal tak terpisahkan dalam karya keselamatan. Maksudnya, karya
keselamatan adalah karya Allah Tritunggal, yang dalam pelaksanaannya pribadi Bapa, Anak,
dan Roh Kudus berbeda peran: ”Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa
Tuhanlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain.” (Ul 4:39)

Dalam kitab suci, Allah Tritunggal Mahakudus itu dimaknai pada karya keselamatan Allah
yaitu: [1] Bapa yang memprakarsai penciptaan dan penebusan (Mat 6:26 bdk Mat 30,32,
Yoh.1:18, 6:46, Rm 1:7). Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-
Nya segala tentaranya. Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah,
maka semuanya ada.” (Mzm 33:6,9).

[2] Anak yang menebus ciptaan (Yoh 20:28, Flp 2:5-11; Ibr 1:2,8; Luk.12:8-9; 15:10,
Mat13:41; Mat 12:28, 19:14, 24, 21:31,43, Mrk13:20), mengampuni dosa (Mrk 2:8-10),
menghakimi dunia (Mat.25:31) dan berkuasa atas dunia (Mat 24:30, Mrk 14:62). Tentang
peran-Nya ini, Yesus menegaskan, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di
bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman." (Mat 28:18-20).

[3] Roh Kudus yang membaharui dan menguduskan (1 Kor.6:19-20; Yoh.16:8-11, 3:18; Mat
28:19; 2Kor 13:14, 1Pet 1:2). Yesus menegaskan tentang peran Roh Kudus kepada para
murid yang diutus-Nya, “…Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada
akhir zaman.” (Mat 28: 20)

Jadi, kitab suci bukan mau menguraikan pertama-tama siapa atau apa Tritunggal Mahakudus
itu. Sebab, manusia yang percaya tidak akan mampu memberikan penjelasan misteri
penyelamatan Allah. Sebab, manusia mahkluk yang terbatas.

Kitab Suci mau mengajak orang beriman untuk menghayati bahwa Allah telah
menyelamatkan umatNya dari dahulu sampai sekarang. Doktrin Tritunggal Mahakudus
menegaskan akan keterbatasan manusia dalam memahami Allah yang adalah esa sekaligus
tiga pribadi. Doktrin ini bertujuan untuk meneguhkan kesatuan Allah di dalam tiga pribadi:
Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Sebaliknya, doktrin ini bukan merupakan suatu kontradiksi tentang Allah memiliki satu
esensi dan tiga pribadi. Kitab Suci menegaskan tentang keesaan Allah dan keilahian Bapa,
Anak, dan Roh Kudus; dan ketiga pribadi ini dibedakan melalui karya yang dilakukan oleh
Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Rasul Paulus menegaskan bahwa kita adalah anak Allah, “Semua orang, yang dipimpin Roh
Allah, adalah anak Allah. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah
anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya
orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama
dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga
dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Roma 8:14, 16-17)

Sebagai orang Katolik, marilah kita menghayati tanda salib sebagai wujud penghayatan
Tritunggal Mahakudus melalui doa dalam kehidupan sehari hari. Pada saat berdoa, kita
mengawali dan mengakhiri dengan membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan,
hendaknya dilakukan dengan penuh penghayatan, dengan benar dan penuh rasa syukur. Saat
berkarya ataupun melakukan sesuatu, kita juga dapat mengawali dan mengakhiri dengan
tanda salib. Sehingga Allah Tritunggal sungguh hadir sebagai penyelamat kita.

Anda mungkin juga menyukai