Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN PANITIA

PERTEMUAN KOORDINASI LINTAS SEKTOR DAN LINTAS PROGRAM SISTEM


PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU SEHARI-HARI (SPGDTs)

BOGOR, 9 MEI 2014

 Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko terhadap terjadinya
pelbagai bencana alam antara lain Gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak
dalam rangkaian “Ring Of Fire” serta ada empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu
Zona Sunda, Minahasa, Halmahera, Banda, Risiko terjadinya Tsunami, maupun bencana-
bencana jenis lain termasuk Emerging Infectious Disease. Disamping itu, di bidang
pelayanan kesehatan, kita juga harus mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di
fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara optimal yang berakibat masih banyaknya
keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di Instalasi Gawat Darurat.
 Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas
kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi
juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia.
 Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat
darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara
rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat
darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb
Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana
publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat
darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan
penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS
untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.
 Di Indonesia, walaupun fasilitas Instalasi Gawat Darurat (IGD) sudah sangat umum
ditemui di setiap rumah sakit, namun proses penanganannya masih perlu peningkatan.
Sekaligus meningkatnya jumlah kegawatdaruratan sehari-hari dan bencana alam yang
terjadi di Indonesia. Hal ini menyadarkan kita semua perlunya menata sistem pelayanan
kesehatan kegawatdaruratan secara efektif, efisien dan terstruktur. Sistem yang dibuat
untuk mempermudah masyarakat mendapatkan layanan kesehatan gawat darurat di
Rumah Sakit dengan segera.
 Kemudian tanggal 13 September 2012 melalui surat Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 486/M.KOMINFO/09/2012 menetapkan kode akses panggilan
darurat 119 bahwa call center yang berlaku secara nasional, sehingga masyarakat
Indonesia dimana saja dapat mengakses langsung 119 (tanpa kode area) secara gratis.
 Kementerian Kesehatan pada tanggal 20 Februari 2014 mengundang Kepala Dinas
Kesehatan dan Direktur RS di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi) untuk membahasa tentang pembentukan Call Center Nasional 119. Dari hasil
pertemuan tersebut disepakati bahwa 119 menjadi nomor kegawatdaruratan pusat dengan
menggunakan sarana parasarana yang sudah ada di Call Center DKI Jakarta. Dan
direncanakan Juni 2014 akan dilaunching tentang penggunaan Call Center 119 sebagai
nomor kegawatdaruratan pusat, dimana setiap telepon yang masuk ke 119 akan diterima
di DKI Jakarta dan selanjutnya difilter dan diberikan informasi tentang RS terdekat
dengan wilayah penelepon untuk memperoleh pelayanan gawat darurat.
 Dengan terbentuk jejaring SPGDT melalui call center diperlukan penguatan SPGDT (S)
melalui peran Pemerintah Daerah untuk memulai penyiapan Fasyankes dari pelayanan
dasar sampai rujukan.
 Pertemuan ini, direncanakan dilaksanakan di 3 wilayah yaitu wilayah Kota Bandung,
wilayah Purwasuka, Wilayah Kab. Bogor dan ditujukan untuk mensosialisasikan Call
Center SPGDT 119.
 Pada tanggal 16 April 2014 sudah dilaksanakan pertemuan koordinasi lintas sector dan
lintas program di Wilayah Bandung Raya yang dihadiri 50 orang dari RS yang ada
diwilayah bandung Raya, Dinkes Kab/Kota, Pemda dan bappeda.
 Pada hari ini, Jumat 9 Mei 2014 dilaksanakan untuk wilayah Bogor, Depok dan Bekasi
dengan jumlah peserta 50 orang terdiri dari, 25 RS Swasta dan pemerintah, 20 Dinkes
Provinsi dan Dinkes Kab/Kota, 5 orang dari Bappeda.
 Tujuan pertemuan ini adalah untuk meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan SPGDT-
s di Provinsi Jawa Barat dan mensosialisasikan serta mengadvokasi pelaksanaan SPGDT
di 3 wilayah. Diharapkan RS yang ada di 3 wilayah terutama saat ini yang ada di wilayah
Bogor,Bekasi dan depok dapat mengupdate data RSnya sehingga dapat diketahui
kemampuan RS, untuk kemudian di mapping kemampuan pelayanan di regional
Bandung.
 Peserta Pertemuan adalah 50 orang terdiri dari 25 orang Direktur Rumah Sakit dan 10
orang Kepala Dinas Kesehatan atau yang mewakili dari wilayah Kota Bogor, Kab Bogor,
Kota Bekasi, Kab. Bekasi dan Kota Depok. Dan perlu kami laporkan, yang sudah hadir
saat ini terdiri dari : ……….orang Direktur RS atau yang mewakili RS di wilayah Kota
Bandung dan ………..orang Kepala Dinas Kesehatan atau yang mewakili Dinas
Kesehatan diwilayah Bogor Bekasi Depok dan Dinkes Provinsi.
 Pada kesempatan ini, kami mengundang Narasumber untuk menyampaikan tentang
SPGDT-s adalah dari Direktur BUKR Kemenkes RI, Asosiasi Rumah Sakit Vertikal
(ARVI) dan PT. Telkom Indonesia. Dan saat ini, para narasumber sudah hadir bersama
kita.
 Kegiatan ini dilaksanakan selama 1 (satu) hari di Hotel Desa Gumati Jl. Cijulang No. 16
Kab. Bogor.
 Biaya kegiatan ini dibebankan kepada DIPA APBN Satker Dinas Kesehatan (04) tahun
anggaran 2014.
 Demikian laporan panitia pertemuan koordinasi lintas sektor dan lintas program sistem
penanggulangan gawat darurat sehari-hari (SPGDT-s)

Anda mungkin juga menyukai