Anda di halaman 1dari 15

MICROPLANNING KEGIATAN

IMUNISASI ORI DIFTERI TAHUN 2018

PUSKESMAS CIGEMBLONG
KAB.LEBAK
BANTEN
PENDAHULUAN

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahtraan umum perlu di wujudkan sesuai dengan cita-

cita bangsa indonesiasebagaimana dalam UUD 1945 melalui pembangunan Nasionalyang

berkesinambungan. Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda ( Double

Burden). Penyakit Menular merupakan masalah, sementara penyakit degenerative juga muncul sebagai

maalah.Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah Administrai, sehingga menyulitkan

pemberantasannya. DEngan tersedianya Vaksinyang dapat mencegah penyakit menular, Maka tindakan

pencegahanuntuk mencegah terjadinya penyakit dari satu daerahke daerah lain atau satu Negara ke

Negara laindapat dilakukan dalam waktu relative singkatdengan hasil yang efektif.

Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1992tentang kesehatan “ Paradigma Sehat

“dilaksabakan melaluibeberapa kegiatan antara lainpemberantasan penyakit.Salah satu upaya

Pemberantasan Penyakit menularadalah dengan upaya pemberian imunisasi. Program Imunisasi Difteri

di Indonesiadimulai pada tahun 1976 , dan pada tahun 1991 indonesia telah mencapai imunisasi dasar

lengkap atau universal child immunization (UCI) secara nasional. Sebagai dampak program imunisasi

tersebut terjadi kecenderungan penurunan insiden difteri pada semua golongan umur. Pada bayi dan

anak umur 1-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-15 tahun

relative landau. Di beberapa daerah terutama daerah dengan cakupan imunisasi difteri rendah atau

pada daerah dengan akumulasi kelompok rentan/suseptibel yang tidak tercangkup imunisasi dalam

beberapa tahun, 3-5 tahun sering terjadi KLB difteri.


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr, Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,dengan segala ridho dan karunianya “

Rencana PelaksanaanImunisasi ORI Difteri Puskesmas Cigemblong Tahun 2017 “ ini dapat kami

selesaikan.

Kami harpkan mudah-mudahan data-data yang di cantumkan di dalam makalah dapat menjadi

pedoman untuk melaksanakan kegiatan ORI difteri perubahan yang akan dilaksanakan di Puskesmas

Cigemblong.

Pada kesempatan yang baik ini kami menyampaikan terimakasihyang tak terhingga atas

bantuan dari berbagaipihak yang telah membantudan mendukung terlaksananya penyusunan makalah

ini.Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Rencana Kegiatan ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karna itukritik, masukan dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami harapkan.

Semoga apa yang kita lakukan dari perencanaan kegiatan hingga hasilnynanti mendapatkan

Ridho Alllah SWT, dan membantu mencegah terjadinyapenyakit, khususny penyakit Difteripada

generasi-generasi kita yang akan datang yang merupakan generasi penerus dari bangsa yang kita cintai

ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
PELAKSANAAN ORI DIFTERI

1.1 Lokasi Pelaksanaan

ORI Difteri dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia kecuali di Yogyakarta.

1.2 Persiapan

2.2.1 Menyusun Rencana Kerja

Dalam melaksanakan Ori Difteri, rencana kerja disususn di semua tingkat baik di Pusat maupun

Daerah sesuai dengan tugas masing-masingdan memperhitungkandata dasar ( Jumlah sasaran, pos

pelayanan, tenaga pelaksana, daerah sulit, dll )

Rencana kerja ORI Difteri disusun Sebagai berikut :

a. Tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota

Hal-hal yang di perlukan dalam penyusunan rencana kerja :

1) Jumlah sasaran.

Jumlah sasaran di dapat dari data estimasiyang dikeluarkan oleh Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan.

2) Kebutuhan Logistik.

Vaksin yang digunakan dalam kegiatan ORI Difteri adalah vaksin dengan kemasan

10 dosis per vial dengan perhitungan sebagai berikut:

Vaksin Difteri Jumlah sasaran 1 tahun s.d kurang dari 19 tahun

Indeks Pemakaian ( 8 )

3) Ketersediaan sarana rantai vaksin ( cold chain ).

Petugas imunisasi Provinsi maupun Kabupaten/ Kota harus melakukan inventarisasi

jumlah dan kondisi cold chain ( untuk penyimpanan dan distribusi vaksin ) yang ada

saat ini, serta kekurangannya di tingkat provinsi, Kabupaten/ Kota maupun

Puskesmas, serta melakukan upaya untuk mengatasinya jika terjadi kekurangan,


serta diharapkan dapat menggalangdukungan dari berbagai sumber, termasuk

swasta maupun masyarakat.

4) Tenaga Pelaksana

Dinas Kesehatan provinsi atau Kabupaten/ Kota harus mengetahui kebutuhan

jumlah tenaga pelaksana di tingkat puskesmas dan memberi bantuan apabila

terdapat kekurangan tenaga pelaksana.

b. Tingkat Puskesmas

Puskesmas menyusun rencana kerja yang lebih rinci menurut petugas, tempat dan waktu,

serta bagaimana menjangkau sasaran, termasuk pemetaan daerah sulit, daerah risiko

tinggi, dan lokasi pelayanannnya (microplanning ) yang terdiri dari :

1) Jumlah sasaran .

Puskesmas mendapatkan jumlah sasaran balitanya berdasarkan pendataan dan

atau proyeksi dari sasaran kabupaten/ kota.

2) Kebutuhan Logistik.

Kebutuhan Vaksin (vaksindengan kemasan 10 dosis per vial ) :

Vaksin Difteri = Jumlah sasaran 1 tahun s.d kurang dari 19 tahun

Indeks pemakaian ( 8 )

3) Ketersediaan Cold Chain

Koordinator imunisasi ( korim ) Puskesmas sebaiknya sudah melakukan

inventarisasi jumlah cold chain yang tersedia untuk tempat penyimpanan dan

distribusi vaksin, jumlah yang masih berfungsi/ dapat digunakan, lokasinya,

kekurangannya, kemudian mendapatkan dukungan dari sumber lain ( contoh :

swasta/ masyarakat ), dan ketersediaan ruang penyimpanan/ kemampuan

menampung vaksin.
4) Tenaga pelaksana

Puskesmas harus menghitungperkiraan kebutuhan tenaga pelaksana berdasarkan

jumlah sasaran, pos pelayanan dan hari pelayanan. Perkiraan jumlah tenaga

pelaksana ( satu tim ) dihitung dengan mempertimbangkan :

a) Satu orang tenaga kesehatan di perkirakanmampu memberikan pelayanan

pada maksimal 150 sasaran.

b) Setiap pos pelayanan di bantu oleh 3 orang kader yang bertugas untuk : (1)

menggerakan masyarakat untuk datang k epos pelayanan imunisasi, (2)

mengatur pelayanan imunisasi di pos pelayanan, (3) mencatat hasil imunisasi,

dan (4) memberi tanda/ marker pada kuku jari kelingking kiri anak yang sudah

mendapatkan imunisasi.

c) Setiap 3-5 pos pelayanan imunisasidikordinir oleh satu orang supervisoruntuk

memastikan pelaksanaanORI Difteri berjalan dengan baik. Supervisor juga

bertugas memantau kecukupan logistic dan KIPI.

Tabel 1. Contoh Puskesmas Buludoang

Desa Jumlah Sasaran Jumlah hari Jumlah tenaga

yang dibutuhkan

A 3.000 5 4 Orang

B 15.000 5 20 Orang

C 1500 5 2 Orang

Perlu diinventarisasi tenaga yang dapat membantu pelayanan di pos pelayanan :

 Tenaga kesehatan ( Perawat, Bidan, dan Dokter ) dan tenaga terlatih lainnya.

 Dalam hal tenaga kesehatan tidak mencukupi,maka kader terlatih dapat

membantumemberikan pelayanan saat ORi Difteri ini.


2.2.2 Pemetaan dan Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan ORI Difteriharus menjangkau semua sasaran imunisasi sehingga

kabupaten/ kota dan Puskesmas perlu melakukan pemetaan berdasarkan tingkat risiko

dan kesulitannya.

Setiap Puskesmas harus menyusun jadwal pelaksanaan ORI DifteriUntuk Setiap pos

Pelayananyang mencantumkan nama petugas dan supervisor, tanggal pelaksanaan, dan

jumlah sasaran. Setiap Kabupaten/ kota juga harus menyusun jadwal pelaksanaan di

tiap Puskesmas dan petugas kabupaten yang bertanggung jawab sebagai supervisor.

2.2.3 Distribusi Logistik dan Biaya Oprasional

Logistik vaksin dan biaya oprasional didistribusikan sampai ke Puskesmaspaling

lambat satu minggu sebelum pelaksanaan ORI Difteri.

2.2.4 Stategi Ori Difteri

a) Advokasidan diseminasi informasi

Sebelum pelaksanaan Ori Difteri, perlu dilakukan advokasikepada

Pemerintah Daerahtingkat provinsi ( Gubernur ) dan Kabupaten/ kota ( Bupati/

Walikota )serta DPRD provinsi dan kabupaten/ kota sebagai penanggung jawab

daerah.

Diseminasi informasi yang bertujuan untuk melibatkan lintas program dan

lintas sector terkait secara aktifperlu dilakukan demi suksesnya

penyelenggaraan kegiatan. Lintas program yang dapat dilibatkan antara lain :

bidang Kesehatan Keluarga/ KIA, Promosi kesehatan, Pelayanan Kesehatan,

Bina program dan Farmasi. Lintas sektor terkait yang dapat dilibatkan secara

aktifdalam kegiatan antara lain : tokoh agama/ tokoh masyarakat, LSM, PKK,

BKKBN, organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi masyarakat.


b) Penggerakan masyarakat melalui :

 PKK, Kader kesehatan dank omponen masyarakat lain dengan

memberitahukan kepada ibu/ keluarga balita tentang hari, tanggal, pos

pelaksanaan ORI Difteri.

 Pemberitahuan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, pengumuman

langsung melalui tempat-tempat ibadah ( Mesjid, Gereja, Pura,

Kelenteng, dll ).

 Pemasangan spanduk di tempat-tempat yang strategis.

2.2.5 Evaluasi Persiapan

Evaluasi persiapan sekurang-kurangnya dilaksanakan H-14 sampai H-1 dengan

menggunakan checklist yang meliputi :

a. Sasaran proyeksidan atau sasaran hasil pendataan harus sudah tersedia.

b. Logistik meliputi kecukupan vaksin, vacinecarrier, cool pack, kit anafilaktik,

gentian violet 5 %, pedoman ORI difteri dan format RR.

c. Ketersediaan Anggaran

d. Tenaga : mengecek kesiapan jumlah tenagapelaksana dan supervisoryang

terlatih serta tenaga kader yang telah di latih.

e. Mengecek Pemetaan dan jadwal pelaksanaan di seluruh puskesmas.

f. Mengecek rencana dan jadwal kegiatan penggerakan masyarakat.

2.3 Prosedur Pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri Tahun 2017 dan 2018

1. Sasaran ORI adalah anak usia 1 tahun sampai dengan, 19 tahun dengan pemberian 3 kali

dengan interval 1 bulan, dari dosis pertamake dosis kedua,interval 6 bulan dari dosisi kedua ke

tiga tanpa memandang status imunisasi.

2. Vaksin yang digunakan adalah :

a. DPT-HB-Hib untuk anak usia 1 tahun sampai dengan <5 tahun

b. DT untuk anak usia 5 tahun sampai dengan <7 tahun

c. Td untuk usia 7 tahun sampai dengan <19 tahun


3. Imunisasi diberikan secara intramuscular di area deltoid lengan kiri dengan dosis 0,5 ml.

4. Lakukan skrining status kesehatan dan kontra indikasi

Anamnesa riwayat penyakit sebelumnya, riwayat alergi, riwayat imunisasi sebelumnya dan

kondisi saat ini serta lakukan pemeriksaan fisik.

Kontra indikasi dan perhatian khusus vaksin DPT-HB-Hib/ DT/ Td:

a. Riwayat alergi berat terhadap vaksin atau komponen vaksin ( anafilaksis )

b. Dalam kondisi sakit

5. Lakukan penyuntikan yang aman

a. Pastikan vaksin yang akan digunakanbelum kadarluarsa dan kondisi baik ( VVM A atau

B, tidak pernah beku dan terendam air )

b. Penyuntikan menggunakan ADS 0,5 ml. Pastikanspuit belum kadarluarsa

c. Keluarkan spuit dari bungkus plastic

d. Kencangkan jarum pada spuit

e. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum

f. Masukan jarum kedalam botol vaksin

g. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk ke dalam spuit dan keluarkan

udara yang tersis dengan cara mengetuk alat spuit an mendorong torak sampai pada

skala 0,5 cc, kemudian cabut arum dari vial

h. Bersihkan kulit empat pemberia suntikan dengan kapas yang di basahi dengan air

matang. Apabila lengan anak tampak kotor di minta untuk di bersihka terlebih dahulu.

i. Penyuntikan dilakukan pada area deltoid di lengan kiri atas

j. Dosis pemberian adalah 0,5 ml di berikan secara intra muscular (sudut kemiringan

penyuntika 90 derajat)

k. Setelah vaksin di suntikan, jarum di Tarik keluar, kemudian ambil kapas kering baru, lalu

di tekan pada bekas suntikan, jika ada perdarahan kapas tetap di tekan pada lokasi

suntikan hingga darah berhenti

l. Buang ADS langsung kedalam safety box tanpa melakukan penutupan jarum kembali

(scapping)
6. Minta anak duduk kembali dan amati sampai 30 menit

a. Amati adanya tanda-tanda anafilaksis

Tanda dan Gejala Anafikaksis

Perjalanan Klinis Tanda dan gejala anafilaksis

Cepat, tanda peringatan awal  Gatal pada kulit, kemerahan (rasha) dan

bengkak sekitar lokasi suntikan

 Pusing, rasa hangat

 Pembengkakan yang tidak dsakit pada bagian

tubuh seperti : muka atau mulut

 Muka kemerahan, kulit gatal, hidung

tersumbat, bersin, mata berair

 Suara serak, mual, muntah

 Pembengkakan pada kerongkongan, sulit

bernafas, nyeri perut

Lambat , gejala mengancam  Nafas berbunyi mengi (wheezing), nafas

jiwa berbunyi seperti ngorok, sulit bernafas,

pingsan, tekanan darah rendah, denyut nadi

lemah dan tidak teratur (irregular)

b. Siapkan anafilaktik kit dan SOP untuk antisipasi terhadap terjasinya reaksi anafilaktik.

HAL-HAL YANG HARUS DI PERHATIKAN

1. Terkait prosedur penyuntikan

a. Jangan mengisi jarum dengan vaksin dalam jumlah banyak (prefiling) . pengisian jarum

suntik dilakukan ketika sasaran sudah siap untuk di imunisasi

b. Jangan menyentuh jarum ADS dengan jari

c. Jangan membuka karet penutup botol vaksin

d. Jangan menutup kembali jarum dengan penutupnya (recapping)

e. Jangan memeras kapas basah kedalam wadah air matang yang sedang digunakan
2. Vaksin Td aman diberikan pada wanita hamil

3. Apabila anak baru mendapat imunisasi difteri, oro difteri dapat diberikan lagi dengan jangka

waktu 1 bulan setelah pemberian imunisasi tersebut

4. Bagi orang dewasa (usia 19 tahun ke atas ) yang ingin mendapatkan imunisasi difteri, bisa

mendapatkan pada fasilitas pelayanan kesehatan secara mandiri (tidak gratis)


PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN KIPI

3.1 Pengertian

KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi ) merupakan Kejadian medic yang berhubungan

dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sentivitas,

efek farmakologis, maupun masalah program, koinsiden, reaksi suntikan, atau hubungan kausal

yang tidak dapat di tentukan.

Pada pelaksanaan MR dimana dilakukan pemberian imunisasi dalam jumlah banyak

dalam periode waktu yang pendek, dapat timbul lebih banyak KIPI yang dilaporkan karena

reaksi vaksin dan koinsiden. Peningkatan KIPI karena kesalahan Prosedur/ teknik pelaksanaan

mungkin terjadi selama pelaksanaan ORI Difteri.

3.2 Permasalah yang Sering Terjadi Saat ORI Difteri dan Antisipasinya

a. KIPI karena kesalahan prosedur/ teknik pelaksanaan, dapat terjadi bila :

1) Petugas tidak biasa/ familiar dengan vaksin yang diberikan atau petugas dalam

situasi tertekan karena harus memberikan imunisasi dalam jumlah banyakpada

waktu singkat ( terburu-buru );

2) Petugas tidak melaksanakan imunisasi secara aman.

b. Rentang usia yang di imunisasi lebih lebar ( Biasanya usia lebih tua ) dibandingkan

dengan imunisasi rutin dan petugas kurang berpengalaman dalam menangani KIPI pada

kelompok umur lebih tua ( contoh : pingsan )

c. Hambatan dari beberapa pihak dengan alas an, dapat menimbulkan perhatianberlebih

terhadap kasusu KIPI selama pelaksanaan ORI Difteri dan menimbulkan pandangan

negative terhadap ORI Difteri tersebut.

Rumos ( isu ) akan menyebar dengan cepatdan menghambat pelaksanaan ORI

Difteri sebelum ada kesempatan untukmenjelaskan.Untuk itu, Perlu dilakukan

pemantauan terhadap KIPI ( surveileans KIPI ). Pemantauan KIPI yang telah berjalan

dengan baik pada imunisasi ritin, perlu di perkuat pada saat ORI Difteri untuk

mengurangi dampak negative terhadap kasus KIPI maupun program imunisasi.


3.3 Mekanisme Penanggulangan KIPI

Pemantauan kasus KIPI pada dasarnya terdiri dari kegiatan penemuan kasus, pelacakan

kasus, analisis kejadian, tindak lanjut kasus, pelaporan dan evaluasi, seperti dapat dilihat pada

gambar di bawah ini. Untuk keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada peraturan Pelaporan

KIPI.

Untuk menentukan Penyebab KIPI di perlukan laporan lengkap dan rinci.

Data yang diperoleh dipergunakan untuk menganalisis kasus dan menangambil kesimpulan.

Pelaporaan KIPI dilaksanakan secara bertahapdan berjenjang. Pada keadaan tertentu, yaitu

laporan KIPI yang menimbulkan perhatian berlebihan terhadap dari masyarakat atau KIPI serius,

maka pelaporan dilakukan langsung melalui website keamanan Vaksin oleh masing-masing

provinsi.

Pelaporan KIPI serius harus dilakukan secepatnya, di dukung dengan pelacakan dan

investigasi.Kurun waktu pelaporan KIPI serius pada waktu pelaporan berdasarkan jenjang

administrasi penerimaan laporan.


MONITORING DAN EVALUASI

Evaluasi pelaksanaan ORI Difteri adalah untuk mengetahui hasil ataupun proses kegiatan bila

dibandingkan dengan target yang di tetapkan. Kegiatan evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan ORI

Difteri, dengan menggunakan format WA ( whatsapp ) dan format laporan hasil.

1.1 Pertemuan Evaluasi

Pertemuan Evaluasi pasca ORI Difteri dilakukan untuk mengidentifikasi pencapaian hasil

kegiatan, seperti cakupan masing-masing wilayah, pemanfaatan logistic, dan masalah-masalah

yang di jumpai dilapangan. Pada pertemuan Evaluasi pasca ORI Difteri juga di identifikasi

laporan KIPI serta aspek-aspekyang menyebabkan terjadinya KIPI tersebut. Hasil pertemuan

evaluasi dapat di pergunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk

penguatan imunisasi rutin.

1.2 Evaluasi Dampak

Evaluasi dampak dilakukan dalam rangka mengetahui dampak ORI Difteri terhadap

penurunan morbiditas maupun mortalitas penyakit difteri

Evaluasi dapat dilakukan melalui :

 Laporan bulanan penyakit tertentu (LB)

 Laporan kasus AFP


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai