Anda di halaman 1dari 11

Biografi Dan Keteladanan

Nabi Yesaya

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Teologi Perjanjian Lama 1

Disusun Oleh:

RIDO SURYANTO AJI

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JEMAAT KRISTUS INDONESIA

2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

dalam perjanjian lama banyak sekali tokoh-tokoh yang sangat terkenal maupun yang
tidak terkenal. Banyak juga tokoh antagonis maupub protagonist
BAB II

ISI

I. Biografi Nabi Yesaya

Yesaya (Ibrani: Ysya'yahu; Arab: ‫عياء‬%%‫ أش‬Asya'yaa; "Yah adalah keselamatan") adalah
figur utama dalam Kitab Yesaya, ia adalah nabi Yudea abad ke-8 SM.Ia dipanggil sebagai nabi
pada tahun matinya raja Uzia, sekitar tahun 740 SM. Yesaya bernubuat sekurangkurangnya 40
tahun pada zaman raja Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia dari Kerajaan Yehuda. Menurut genealogi
Yesaya menikah dengan seorang nabiah yang melahirkan dua orang putra, yaitu Syear Yasyub
(orang yang tertinggal akan kembali) dan Maher-Syalal Hasy-Bas (cepat rusak, cepat jadi
mangsa). Nama yang diberikan kepada kedua anaknya merupakan petunjuk mengenai misinya.
Ayahnya bernama Amos, sedangkan orang Arab menyebutnya dengan nama Amshoya.

Pada pertengahan abad ke-8, baik Israel pada pemerintahan Yerobeam II (782-753 SM),
maupun Yehuda pada pemerintahan Uzia, menikmati masa kemakmuran. Keadaan ini sebagian
besar adalah akibat lemahnya kerajaan Aram dan alpanya campur tangan Asyur di wilayah barat
dalam jangka waktu yang cukup lama. Berdasarkan (2 Tawarikh 26:22) diduga Yesaya telah
aktif di istana raja sekurang-kurangnya beberapa tahun sebelum wafatnya raja Uzia. Selain itu,
jika Yesaya mencatat mengenai kematian Sanherib (Yesaya 37:38), maka kegiatannya di istana
dan pelayanan profetiknya mencakup masa sekitar 745-680 SM. Masa pelayanan Yesaya ini
penuh dengan peristiwa-peristiwa terpenting lebih dari masa-masa lain dalam sejarah Israel.

Dalam kemakmuran Yehuda pada masa pemerintahan Uzia tahun 745 SM, Tiglat-Pileser
III menduduki takhta Asyur dan sebelum tahun 740 SM, ia pun menguasai Siria Utara.
Selanjutnya Tiglat-Pileser III menaklukan kota Aram di Hamat dan memaksa kerajaankerajaan
kecil lainnya untuk membayar upeti supaya terlepas dari nasib yang sama. Kondisi ini
memunculkan gerakan anti-Asyur, yaitu Pekah dari Israel dan Rezin dari Aram. Gerakan ini
memaksa, raja Ahas dari Yehuda untuk bergabung. Karena Ahas tidak bersedia, ia akhirnya
meminta pertolongan dari Asyur dan hal tersebut menyebabkan Yehuda menjadi negara dalam
kendali Asyur.[1] Pada tahun 732 SM, Asyur merebut Damsyik dan mengambil wilayah utara
Dataran Yizreel. [1] Sedangkan sisa kerajaan Utara dibiarkan dalam kepemimpinan Hosea.
Setelah peristiwa tersebut, ada gerakan kemerdekaan untuk menentang kekuasaan Asyur. pada
peristiwa ini, Yesaya hadir untuk memperingatkan Yehuda untuk tidak terlibat dalam gerakan
politik yang sama, khususnya dalam hal meminta bantuan kepada bangsa Mesir. Pada zaman
Hizkia, juga timbul gerakan-gerakan sejenis yang melibatkan Yehuda dan Mesir. Setelah Sargon
raja Asyur meninggal, gerakan Yehuda timbul menentang penerusnya, Sanherib (705-681 SM).

Pada masa baktinya Yesaya menyadarkan orang-orang fasik di antara bangsanya dalam
hal peribadatan. Dengan tegas ia mengajak Yehuda untuk tidak menggabungkan diri dengan
bangsa-bangsa lain, melainkan percaya kepada Tuhan. Pokok pemberitaannya adalah umat yang
percaya kepada Tuhan mempertahankan kedudukannya sebagai bangsa yang kudus bagi Tuhan
(Yesaya 7:9). Ia mendeklarasikan bahwa seisi dunia berada dalam pengendalian Tuhan, dan
memperingatkan masyarakatnya bahwa negeri mereka akan dimusnahkan apabila mereka
berpaling dari Tuhan. Pemikiran Yesaya menitikberatkan kepercayaan kepada Allah dalam
keadaan yang paling sukar.

Ia tidak hanya bernubuat bagi para raja, tetapi ia aktif dalam bidang politik. Yesaya
menggunakan dua kata penting untuk Allah, yaitu: Yahwe Sebaot (Tuhan semesta alam yang
mempunyai segala kuasa di langit dan dibumi) dan Kadosy Israel (Sang Kudus Israel). Yesaya
meyakini bahwa Allah hadir secara aktif. Yesaya mengetahui bahwa Allah memakai kekuasaan
dan kekuatan Asyur untuk menghukum orang Israel, tetapi iapun tahu bahwa kekuatan dan
kekuasaan Asyur dibatasi pula oleh kekuasaan Allah. Selain itu, Yesaya menantikan seorang
Mesias dari keturunan Daud (lih. pasal 7, 9, 11). Tindakan Kenabian

1. Nabi dan Anak-Anaknya (Yesaya 7:3)

Tindakan Yesaya membawa anak-anaknya menuju saluran air merupakan isyarat bagi
raja Ahas, bahwa rencana TUHAN tidak boleh dibandingkan dengan rencana manusia.
Persekongkolan Aram dan Israel tidak akan terjadi, sedangkan rencana TUHAN berkat janjinya
kepada Daud akan terjadi. Yesaya membawa anak-anaknya menuju saluran adalah jaminan aman
bila Ahas mau beriman dan menyatakan kesediaannya terhadap TUHAN secara tulus.

2. Nabi Menuliskan Nama Anaknya sebagai Isyarat (Yesaya 8:1-4)

Kisah penulisan nama dan pemberian nama yang menjadi isyarat kenabian ini jelas
menunjukkan makna tindakan Yesaya sebagai peringatan akan karya TUHAN yang bertindak
kepada bangsa saat ini. Dengan kisah ini, diingatkan kembali bahwa Allah yang menentukan
rencananya. Manusia dapat merencanakan tetapi Tuhan yang menentukannya.

3. Nabi Membuka Kain Kabung (Yesaya 20:1-6)

Tindakan Yesaya membuka kain kabungnya itu, jelas merupakan peringatan yang tegas,
jelas dan konkret akan nasib para tawanan perang pada saat ditawan lawan. Hal ini
mengingatkan umat secara nyata agar tidak terlibat dengan pemberontakan yang sedang terjadi.
ia memberikan isyarat yang mudah dipahami dan dapat dilihat mata. Kitab Yesaya Seluruh kitab
ini dapat dibagi dalam tiga bagian :

1. Pasal 1-39 berasal dari zaman ketika Yehuda, kerajaan selatan, diancam oleh Asyur, negara
tetangga yang sangat kuat. Yesaya menyadari bahwa yang sesungguhnya mengancam
kehidupanYehuda bukanlah kekuatan Asyur, tetapi dosa bangsa Yehuda sendiri, karena bangsa
itu tidak taat dan kurang percaya kepada Tuhan. Baik dengan kata-kata, maupun dengan
perbuatan, Nabi Yesayamendorong rakyat serta para pemimpin mereka untuk hidup menurut
kehendak Tuhan dan berlaku adil. Ia mengingatkan bahwa umat Tuhan akan celaka dan binasa
kalau tidak mau mendengarkan Tuhan. Yesaya juga meramalkan perdamaian dunia dan
kedatangan seorang keturunan Daud yang akan menjadi raja yang diidam-idamkan.

2. Pasal 40-55 ditujukan kepada orang-orang Yehuda akan hidup dalam pembuangan di Babel.
Mereka dalam keadaan hancur tanpa harapan. Yesaya memberitakan bahwa tak lama lagi Tuhan
membebaskan umat-Nya dan membawa mereka pulang ke Yerusalem, untuk memulai suatu
hidup baru. Tema penting bagian ini ialah bahwa Tuhan itu Tuhan yang menguasai sejarah, dan
bahwa Ia merencanakan untuk mengutus umat-Nya ke segala bangsa yang akan diberkati melalui
Israel. Ayat-ayat tentang "Hamba Tuhan" merupakan salah satu bagian yang paling terkenal dari
Perjanjian Lama.

3. Pasal 56-66 sebagian besar ditujukan kepada bangsa yang sudah kembali di Yerusalem.
Mereka perlu diyakinkan lagi bahwa Tuhan akan memenuhi janji-janjiNya kepada bangsa itu.
Perhatian khusus diberikan kepada cara hidup yang benar dan keadilan; juga kepada cara
merayakan hari Sabat, mempersembahkan kurban dan doa. Ayat-ayat penting ialah 61:1-2 yang
dipakai Yesus untuk menyatakan panggilan-Nya ketika Ia memulai tugas-Nya di dunia.
Para pakar studi Biblika memberikan nama yang berbeda-beda untuk masing-masing dari
ketiga bagian kitab ini. Pasal 1-39 dinamai Proto-Yesaya, pasal 40-55 dinamai DeuteroYesaya,
dan pasal 56-66 dinamai Trito-Yesaya. Mereka juga menduga bahwa masing-masing bagian itu
ditulis oleh penulis yang berlainan pula. Namun, dugaan ini sekarang sudah dianggap tidak tepat
lagi dengan ditemukannya "Gulungan Yesaya Besar" di antara Gulungan Laut Mati. Gulungan
itu memuat seluruh Kitab Yesaya dalam bahasa Ibrani secara lengkap dan diperkirakan ditulis
pada tahun 125 SM. Karena ini merupakan salinan lengkap dan tidak ditemukan salinan
sebagian, maka para ahli percaya bahwa kitab aslinya telah ditulis lengkap jauh sebelumnya,
yaitu sebelum pembuangan, kemungkinan besar oleh satu orang Yesaya, yaitu seorang nabi
dihormati pada zaman raja Hizkia, dan disalin terus semasa pembuangan sampai sekembalinya
ke tanah Israel lagi.

II. Keteladanan Nabi Yesaya

1. Nabi Yang Rendah Hati

Pada tahun matinya Uzia, raja Yehuda, Nabi Yesaya melihat suatu penglihatan
spektakuler tentang kemuliaan Tuhan. Ia melihat Tuhan duduk di tahta yang tinggi dan
menjulang, dan ujung jubahNya memenuhi Bait Suci. Yesaya juga melihat para Serafim, yakni
para malaikat, berdiri di sebelah atasNya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap
dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka, dan dua
sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada yang lain, “Kudus,
kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!” Maka
bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan oleh suara para Serafim tersebut, dan ruangan itu
pun penuh dengan asap.

Mendapat penglihatan tentang kemuliaan dan kekudusan Tuhan yang spektakuler


tersebut, Yesaya pun menjadi takut. Ia menganggap dirinya celaka dan binasa, sebab dia telah
melihat Tuhan, padahal tidak ada seorang manusia pun yang boleh melihat Tuhan.

Di sisi lain, Yesaya juga menyadari keberadaan dirinya yang tidak kudus, apalagi jika
dibandingkan dengan kekudusan Tuhan, seperti yang diserukan oleh para Serafim tersebut.
Yesaya merasa dirinya adalah seorang yang berdosa, orang yang najis bibir serta tinggal di
antara orang-orang yang najis bibir. Tentu hal ini tidak berarti bahwa Yesaya adalah seorang
yang jahat secara moral. Dia hanya menyadari kekudusan Tuhan yang luar biasa serta
membandingkannya dengan kekudusan dirinya sendiri.

Meski demikian, untuk menguduskan bibirnya yang dianggapnya najis, salah seorang
dari Serafim tersebut terbang kepadanya dengan membawa bara yang diambilnya dengan sepit
dari atas mezbah dan menyentuhkannya pada mulut Yesaya. Dengan demikian dosa Yesaya telah
diampuni dan dia telah disucikan (Yesaya 6:1-7). Api atau bara memang adalah lambang
penyucian seseorang (Amsal 25:22; Roma 12:20). Kesadaran Nabi Yesaya akan keberdosaannya
adalah bentuk kerendahan hatinya di hadapan Tuhan.

Perlu diketahui bahwa ketika melihat penglihatan ini Yesaya sudah melayani sebagai
nabi Tuhan. Sebab ia sudah melayani pada masa pemerintahan raja Uzia (Yesaya 1:1) atau
sebelum Uzia meninggal. Sementara penglihatan ini dilihatnya pada tahun kematian Uzia, atau
setelah Uzia meninggal (Yesaya 6:1). Sebagai seorang nabi Tuhan, sudah pasti Yesaya dekat
dengan Tuhan serta sering mendapat pesan dariNya untuk disampaikan kepada umat. Namun hal
itu tidak membuatnya menjadi sombong rohani, merasa lebih dekat dengan Tuhan dibanding
orang-orang lainnya. Sebaliknya, Yesaya menyadari kelemahannya sebagai nabi, yang merasa
belum mencapai level kekudusan yang Tuhan inginkan.

2. Nabi Yang Merespons Panggilan Tuhan

Ketika Nabi Yesaya mendapat penglihatan yang spektakuler, yang membuatnya


menyadari keberdosaannya di hadapan Tuhan, Tuhan pun menantangnya. Tuhan bertanya
siapakah orang yang mau diutusNya. “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi
untuk Aku?” Sekalipun hanya Yesaya yang mendengar tantangan Tuhan tersebut, namun Tuhan
bertanya dengan cara demikian.Tuhan tidak bertanya secara langsung, “Apakah kamu mau Aku
utus?” Tetapi pertanyaan itu bermaksud mengatakan demikian. Dan jawaban Nabi Yesaya
adalah, “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8). Seperti telah disebutkan, panggilan Tuhan ini
bukanlah yang pertama kali bagi Yesaya, sebab Yesaya saat itu sudah mejadi nabi. Karena itu
panggilan ini adalah peneguhan atau katakanlah panggilan yang kedua bagi Yesaya.
Mungkin panggilan kedua ini diperlukan bagi Yesaya mengingat kematian Uzia, raja
Yehuda yang hebat, membuat keadaan Yehuda semakin tak menentu, termasuk dalam hal
keagamaan. Tuhan ingin agar Yesaya siap menghadapi bangsa Yehuda yang semakin keras
kepala usai kematian raja Uzia. Tetapi dengan memperlihatkan kemuliaanNya kepada Yesaya,
Tuhan ingin menunjukkan kepada Yesaya bahwa kendali atas alam semesta ada di tanganNya.
Dan seperti telah disebut di atas, Yesaya merespons panggilan Tuhan tersebut secara spontan.
Dia bersedia Tuhan utus kepada bangsa yang bebal. Yesaya merasa penglihatan yang dilihatnya
tentang kebesaran Tuhan sudah cukup membuatnya merasa terhibur dan dikuatkan.

Jawaban Yesaya ini patut diapresiasi karena dua alasan. Pertama, Yesaya baru saja
menyadari kenajisannya dan ketidak-layakannya di hadapan Tuhan, sekalipun Serafim sudah
menyucikan mulutnya. Dia segera menanggapi panggilan Tuhan di saat yang sama ketika dia
menyadari kelemahan dan kekurangannya. Dia tidak merasa minder atau merasa tidak layak
Tuhan utus. Bandingkan dengan Musa (Keluaran 4:10,13) dan Yeremia (Yeremia 1:6), yang
berdalih ketika dipanggil oleh Tuhan, sehingga Ia harus “memaksa” mereka untuk bersedia Dia
utus.

Berbeda dengan Yesaya. Ketika Tuhan memanggilnya, Yesaya langsung merespons, “Ini
aku, utuslah aku!” Kedua, mengingat keadaan bangsa Yehuda yang degil dan keras kepala, yang
kepadanya Yesaya diutus. Dalam pasal-pasal pertama kitab Yesaya telah dijabarkan tentang
keadaan bangsa Yehuda yang murtad meninggalkan Tuhan. Yesaya jelas menyadari kepada
orang-orang seperti apa ia diutus. Namun dia tidak takut dan berkecil hati, dia memberi dirinya
diutus kembali. Ini adalah respons yang patut diapresiasi dari Nabi Yesaya.

3. Nabi Yang Siap Mengalami Penolakan

Setelah Yesaya memberi dirinya untuk melayani sebagai utusan Tuhan, maka Tuhan
memerintahkannya untuk pergi menyampaikan pesanNya kepada bangsa Yehuda. Tetapi berita
yang akan disampaikan Yesaya bukanlah berita yang mendorong orang untuk percaya dan
bertobat, tetapi berita yang membuat orang untuk tidak percaya dan tidak bertobat!Berita yang
harus disampaikan Yesaya adalah berita yang membuat bangsa Yehuda semakin keras kepala,
bukannya membuat mereka merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Bukan hanya itu, ternyata hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama,
sampai Yesaya “pensiun” dari pelayanannya! Ketika Yesaya bertanya kepada Tuhan sampai
kapan penolakan itu akan terjadi, Tuhan menjawab, “Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi,
tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan tanah menjadi
sunyi dan sepi.” (Yesaya 6:9-13). Ini mengacu pada zaman pembuangan yang akan dialami oleh
bangsa Yehuda. Artinya, pemberitaan Yesaya yang ditolak itu terjadi sampai akhir
pelayanannya! Sebab Yesaya hanya melayani sampai masa pemerintahan Hizkia, atau paling
banter sampai zaman Manasye, anak Hizkia, sebagaimana dicatat dalam tradisi. Padahal
pembuangan itu terjadi pada zaman pemerintahan raja Zedekia, puluhan tahun setelah zaman
pemerintahan Manasye berakhir atau masa pelayanan Yesaya.

Namun Yesaya harus tetap setia melayani bangsa Yehuda sekalipun ia tahu bahwa
mereka akan menolak beritanya. Lalu untuk apa Tuhan masih menyuruh Yesaya memberitakan
firman Tuhan kepada bangsa Yehuda jika Dia sudah tahu bahwa mereka akan menolaknya?
Tujuannya adalah untuk menunjukkan betapa degilnya hati mereka, dan agar mereka semakin
“masak” untuk dihukum. Memang, pelayanan seperti ini tentulah tidak menggembirakan.
Sebaliknya, yang ada hanya kesedihan, kekecewaan, dan kejengkelan. Akan tetapi hal itu tidak
boleh ditolak oleh Yesaya. Ia harus setia memberitakan firman itu kepada orang-orang yang akan
menolaknya.

Mungkin mereka akan mencemoohnya, menghinanya, bahkan menganiaya dirinya, tetapi


dia tidak boleh melarikan diri. Inilah pelayanan yang harus dijalankan oleh Yesaya, ia harus
berhadapan dengan orang-orang keras kepala yang tidak mau bertobat. Dengan memberi dirinya
diutus Tuhan, maka Yesaya telah siap mengalami penolakan dari bangsanya sendiri. Dia memilih
untuk taat pada perintah Tuhan.

4. Nabi Yang Melayani Bersama Keluarga

Alkitab tidak banyak memberi informasi tentang latar belakang kehidupan Nabi Yesaya.
Dalam tradisi Yahudi memang Yesaya disebut berasal dari keluarga bangsawan, namun hal ini
tidak dapat dipastikan, karena Alkitab tidak menyebut hal itu. Tetapi Alkitab memberi informasi
yang cukup jelas tentang keluarga Yesaya. Yesaya menikah dan mempunyai dua orang anak
laki-laki. Kedua anaknya itu diberi nama simbolis, yang berkaitan dengan nubuatnya.
Anak pertama Yesaya bernama Syear Yasyub (Yesaya 7:3), yang artinya, “Sisa itu akan
kembali”, yang mengacu pada kembalinya orang Yehuda kelak dari pembuangan. Nama anak
Yesaya ini muncul ketika Tuhan mengutus Yesaya kepada raja Ahas. Tuhan ketika itu
mengatakan agar Yesaya membawa serta anaknya, Syear Yasyub. Saat itu bangsa Aram dan
bangsa Israel Utara mau menyerang bangsa Yehuda. Akibatnya Ahas, raja Yehuda, beserta
seluruh rakyatnya menjadi sangat takut. Karena itu, Tuhan mengutus nabiNya, Yesaya, untuk
menyampaikan firmanNya kepada Ahas.

Melalui Nabi Yesaya, Tuhan mengatakan bahwa bangsa Aram dan Israel Utara tidak
akan menyerang Yehuda.Tidak jelas apa peran anak Yesaya di sini, mungkin hanya menemani
ayahnya saja. Namun boleh jadi Syear Yasyub sudah terbiasa menemani ayahnya dalam
pelayanannya. Anak kedua Yesaya bernama Maher-Syalal Hasy-Bas, yang artinya, “Percepatlah
merampas, bersegeralah merampok”. Nama ini muncul pertama kali ketika Tuhan
memerintahkan Yesaya untuk menuliskan kata Maher-Syalal Hasy-Bas di atas batu tulis.
Kemudian ketika Istri Yesaya mengandung dan melahirkan anak, Tuhan memerintahkan agar
Yesaya menamai anak tersebut Maher-Syalal Hasy-Bas. Tuhan mengatakan bahwa sebelum anak
itu tahu memanggil: Bapa! atau Ibu! maka kekayaan Aram dan Israel Utara akan diangkut oleh
bangsa Asyur.

Sementara istri Yesaya adalah seorang nabiah atau nabi perempuan. Dalam terjemahan
Alkitab LAI hanya disebutkan bahwa Yesaya menghampiri “istriku” (Yesaya 8:1-4). Namun
dalam bahasa aslinya, bahasa Ibrani, kata yang dipakai adalah “n’biy’ah” yang berarti nabiah
atau nabi perempuan. Pelayanan istri Yesaya memang tidak disebutkan, tetapi disebutnya dia
sebagai nabiah mengindikasikan bahwa dia juga melayani sebagai nabi. Memang di Perjanjian
Lama terdapat sejumlah nabiah yang melayani (Baca: 7 Nabi Perempuan Di Alkitab).
Tampaknya Yesaya telah membimbing istri dan anak-anaknya untuk mengenal dan melayani
Tuhan dengan baik, sehingga mereka aktif terlibat dalam pelayanan.

Di Alkitab, khususnya di Perjanjian Lama, sangat jarang seorang pelayan Tuhan atau
nabi melibatkan pasangannya atau anak-anaknya dalam melayaniNya. Karena itu boleh
dikatakan bahwa Yesaya telah membawa anak-anak dan istrinya pada level pengenalan akan
Tuhan serta pelayanan terhadapNya
BAB III

PENUTUP

I. YANG DAPAT DIAMBIL

II. YANG PERLU DIPERBAIKI

Anda mungkin juga menyukai