Anda di halaman 1dari 40

PPH BADAN IAPI BREVET

2 Self assessment vs pemeriksaan pajak

PEMBUKUAN
3 KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Ayat (1):
BAB VI - PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN -
• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Pasal 28 uu kup
• Wajib Pajak badan di Indonesia
wajib menyelenggarakan pembukuan.
Yang dikecualikan: Yang Diperbolehkan Menggunakan Pencatatan (Norma
Penghitungan Penghasilan Neto - NPPN)
WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Atau:
WP orang pribadi yang memenuhi syarat untuk menerapkan Peraturan Pemerintah No. 23
tahun 2018.
4 KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Pasal 1 no. 29 UU KUP mengatur sebagai berikut :
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode Tahun Pajak tersebut.
Namun demikian terdapat beberapa perbedaan perlakuan akuntansi dan
perpajakan, sehingga laba bersih yang dihasilkan dari pembukuan perlu
dilakukan koreksi untuk menyesuaikan dengan ketentuan perpajakan
proses koreksi ini lazim disebut dengan koreksi fiskal atau rekonsiliasi fiskal.
5 KEWAJIBAN PEMBUKUAN

Pasal 28 mengatur sbb :


Ayat 3:
Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan
iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
Ayat 4:
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Ayat 5:
Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
6 KEWAJIBAN PEMBUKUAN
Pasal 28 mengatur sbb :
Ayat 6 :
Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Ayat 7:
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.
Ayat 8:
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara
elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh)
tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang
pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
7
KEWAJIBAN PEMBUKUAN

Pembukuan Terpisah
Pasal 27 ayat 1 PP No.94 Tahun 2010 mengatur bahwa WP harus menyelenggarakan
pembukuan secara terpisah dalam hal:
a. memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan
tidak final;
b. menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan
objek pajak; atau
c. mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam
Pasal 31A UU PPh.
Biaya Bersama (Joint Cost)
Pasal 27 ayat 2 PP No.94 Tahun 2010 juga mengatur bahwa jika terdapat biaya bersama untuk mendapatkan
penghasilan-penghasilan tersebut, yang tidak dapat dipisahkan, maka pembebanannya dilakukan secara
proporsional.
8
KEWAJIBAN PEMBUKUAN
SANKSI TIDAK MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN
Pasal 14 ayat 5 UU PPh mengatur sbb:
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk
Wajib Pajak sebagaimana di maksud pada ayat (3) dan ayat (4). Yang ternyata tidak
atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak
memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
9 PEMBUKUAN

Software Akuntansi
Bukti Jurnal Buku Neraca Laporan Koreksi &
Transaksi Akuntansi Besar Saldo Keuangan Rekonsiliasi
Mapping

PEMERIKSAAN PAJAK
SP2; SP2DK; Bukti Permulaan; Penyidikan
Data
Konkrit
10 PENCATATAN - orang pribadi

Penghasilan setelah Pajak


Saldo Awal Peredaran Peredaran PTKP PPH Konsumsi
SPT Bruto Neto Terutang &
Saldo Akhir
Investasi SPT

PEMERIKSAAN PAJAK
Data SP2; SP2DK; Bukti Permulaan; Penyidikan
Konkrit
BAB II
REKONSILIASI FISKAL
Koreksi ini dapat mengakibatkan laba (rugi) bertambah atau berkurang. Jenis
koreksi berdasarkan pengaruhnya ke laba (rugi) adalah :
 Koreksi Positif = Koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau
rugi fiskal berkurang.
 Koreksi Negatif = Koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau
rugi fiskal bertambah.
BAB II
REKONSILIASI FISKAL
1. Koreksi Atas Penghasilan
a. Penghasilan yang dikenakan PPh final (Pasal 4 ayat 2 UU PPh).
b. Penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).

2. Koreksi Atas Biaya/Pengeluaran


a. Biaya Yang Tidak Dapat Dibebankan Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto
b. Biaya Yang Dapat Dibebankan, Tetapi Ketentuan Fiskal Mengatur Metode/
Syarat Tertentu Atau Ada Batasan Maksimalnya
c. Biaya Yang Dikeluarkan Bersama-sama Untuk Mendapatkan Penghasilan Yang
Dikenakan PPh Final Atau Penghasilan Yang Bukan Obyek PPh serta Penghasilan
Yang Dikenakan PPh Tidak Final (Joint Cost)
BAB III
BIAYA FISKAL
1. Biaya Yang Dapat Dikurangkan
a. Biaya Yang Diatur Di Pasal 6 ayat 1 UU PPh
b. Pengecualian Biaya Yang Diatur Di Pasal 9 ayat 1 UU PPh

2. Biaya Yang Tidak Dapat Dikurangkan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh & pasal 13 PP
No. 94 Tahun 2010)

3. Biaya Dengan Ketentuan Khusus


BAB III
BIAYA FISKAL – koreksi fiskal
 Biaya terkait penggunaan sedan dikoreksi 50%. Dasarnya KEP-220/PJ./2002.

 Biaya terkait penggunaan telepon seluler termasuk pulsa dikoreksi 50%. Dasarnya KEP-220/PJ./2002.

 Biaya bunga atas pinjaman yang penggunaan pinjaman tersebut untuk investasi saham. Dikoreksi semua. Dasarnya Pasal 6 ayat (1)
huruf a Undang-undang PPh.

 Biaya Entertainment yang tidak ada daftar nominatif. Dikoreksi semua. Dasarnya SE-27/PJ.22/1986.

 Kerugian Piutang Tidak Tertagih yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 207/PMK.010/2015.

 Penelitian yang dilakukan di Luar Negeri. Dasarnya Pasal 6 ayat (1) huruf f Undang-undang PPh.

 Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang dikenai PPh Final atau penghasilan bukan objek. Dasarnya Pasal 9 ayat (1) huruf h
Undang-undang PPh.

 Pengeluaran untuk karangan bunga. Alasannya karena tidak ada hubungannya dengan 3M (mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan).

 Pembelian parsel lebaran, ucapan selamat hari raya nasional atau keagamaan. Alasannya karena tidak ada hubungannya
dengan 3M.

 Pengeluaran makan dan minum di restoran bagi pegawai. Dasarnya Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.

 Pengeluaran dalam rangka olah raga pegawai. Dasarnya Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.

 Pengeluaran untuk rekreasi, berlibur, family gathering, dan sejenisnya. Dasarnya Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.

 Pengobatan cuma-cuma yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawai. Dasarnya Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang
PPh.

 Pemberian natura kepada pegawai. Dasarnya Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.

Natura itu selain uang. Bisa berbentuk barang, bisa juga kenikmatan. Berbentuk barang seperti sembako, kendaraan, rumah, peralatan
rumah yang diberikan kepada pegawai. Kenikmatan contohnya liburan.
BAB IV
PENILAIAN HARTA
Pada dasarnya ketentuan pajak menghendaki bahwa harta harus dinilai
berdasarkan harga perolehannya. Harga perolehan harta bagi pihak pembeli
adalah harga yang sesungguhnya dibayar. Termasuk dalam harga perolehan
adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh
harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya
pemasangan.

Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok


dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata rata
(average) atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh
pertama (FIFO).
BAB IV
PENILAIAN HARTA
Aktiva Tetap
Biaya / pengeluaran yang harus dikapitalisasi tersebut diantaranya adalah :
A. Hak-hak Atas Tanah
B. PPN Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan
C. Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan
D. Biaya Bunga Pinjaman Selama Masa Konstruksi SE 22/PJ.42/1999
BAB V
PENYUSUTAN & AMORTISASI FISKAL
Sudah dibahas di soal pengisian SPT
BAB VI
BIAYA BUNGA PINJAMAN
A. Perlakuan Perpajakan Atas Biaya Bunga Pinjaman
1. Dapat Dibebankan Sebagai Biaya Fiskal
2. Tidak Dapat Dibebankan Sebagai Biaya Fiskal
3. Dikapitalisasi Sebagai Harga Perolehan

B. Biaya Bunga Pinjaman Sehubungan Dengan Penghasilan Bunga Tabungan /


Deposito Dasar hukum : SE 46/PJ.4/1995
Ketentuan Pembebanan Biaya Bunga Pinjaman
a. Rata-rata Pinjaman < Rata-rata Deposito
Bunga yang dibayar atau terutang atas pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat
dibebankan sebagai biaya.
b. Rata-rata Pinjaman > Rata-rata Deposito
bunga atas pinjaman yang boleh dbebankan sebagai biaya adalah bunga yang
dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah rata rata
dana yang dilemparkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya.
Contoh: Modul hal 69
BAB VII
SEWA GUNA USAHA (LEASING)
Perpajakan atas transaksi sewa guna usaha
yang diatur di KMK 1169/KMK.01/1991.

Modul di hal 73
BAB VIII
SELISIH KURS MATA UANG ASING
Jenis-Jenis Kurs
1. Kurs Untuk Pembayaran Pajak (Kurs KMK – 1 minggu sekali diterbitkan).
2. Kurs Untuk Pembukuan.
Perlakuan Perpajakan Atas Laba (Rugi) Selisih Kurs
Perlakuan perpajakan atas laba (rugi) kurs disesuaikan dengan standar akuntansi
keuangan yang berlaku. Standar akunlansi yang berlaku tentang hal ini adalah
PSAK No.10 tentang Transaksi Dalam Mata Uang Asing. Pengakuan sesuai PSAK ini
lazim disebut dengen Metode Kurs Tengah BI
Laba (RugI) Selisih Kurs Terkait Dengan Penghasilan Final & Penghasilan Non Obyek
Pasal 9 ayat 2 PP No.94 Tahun 2010 - yg berkaitan langsung :
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang :
a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. tidak termasuk objek pajak
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
BAB VIII
SELISIH KURS MATA UANG ASING
Pasal 9 ayat 3 PP No.94 Tahun 2010 - yg tidak berkaitan langsung :
Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib
Pajak yang
a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
b. tidak termasuk objek pajak
diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
BAB IX
HUBUNGAN ISTIMEWA
Kriteria Hubungan Istimewa
Pasal 18 ayat 4 UU PPh mengatur bahwa hubungan istimewa dianggap ada
jika :
Wajib Pajak, mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan
antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan antara dua Wajib
Pajak uiau iebih yang disebut terakhir;
BAB IX
HUBUNGAN ISTIMEWA
 Transfer Pricing
Pasal 18 ayat 3 UU PPh tersebut dialas mengindikasikan bahwa transaksi antar
pihak- pihak yang memiliki hubungan istimewa sangat mungkin dipengaruhi
oleh harga yang tidak wajar. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak
yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah Transfer
Pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau
dasar pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak
lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak
terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa
tersebut.
BAB IX
HUBUNGAN ISTIMEWA
Kekurangwajaran tersebut dapat terjadi pada :
a. penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan barang berwujud
maupun barang tidak berwujud;
b. sewa. royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau
pemanfaatan haria berwujud maupun harta tidak berwujud;
c. Penghasilan atau pengeluaran sehubungan dengan penyerahan atau
pemanfaaten jasa;
d. alokasi biaya; dan
e. penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan
penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau
perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan dimaksud.
BAB IX
HUBUNGAN ISTIMEWA
Dalam hal terdapat transaksi transfer pricing ini. Dirjen Pajak diberikan
kewenangan untuk mengkoreksinya dengan menggunakan metode-metode
sbb :
a. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable
uncontrolled price/CUP)
b. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM)
c. Metode biaya-plus (cost plus method/CPM)
d. Metode pembagian laba (profit split method/PSM)
e. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM)
BAB IX
HUBUNGAN ISTIMEWA
Perjanjian Penerapan Harga Transaksi
Pasal 18 ayat 3A UU PPh mengatur sbb :
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak
dari bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan
harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang
berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta
melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.
Perjanjian ini dikenal dengan istilah Advanced Price Agreement (APA).
BAB IX
HUBUNGAN ISTIMEWA
Pinjaman Kepada Pemegang Saham
1. Pinjaman Tanpa Bunga Kepada Pemegang Saham
PP No.91 Tahun 2010, sbb :
Pasal 12 ayat 1 : Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima
oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila :
a. pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan
bukan berasal dari pihak lain;
b. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah
disetor seluruhnya:
c. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan
d. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan
untuk kelangsungcn usahanya

2. Biaya Bunga Melebihi Kewajaran


BAB X
PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI & KREDIT
PAJAK LUAR NEGERI
PMK NOMOR 192/PMK.03/2018
TENTANG

PELAKSANAAN PENGKREDITAN PAJAK ATAS


PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI

CONTOH PENGHITUNGAN BESARNYA PPH LUAR NEGERI YANG DAPAT DIKREDITKAN –


di lampiran. Modul Hal 94
BAB XI
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Sudah diberikan contoh di soal pengisian SPT
BAB XII
ANGSURAN PPh PASAL 25
Sudah dibahas di soal pengisian SPT
BAB XIII
SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PPh WAJIB
PAJAK BADAN
Sudah dibahas di soal pengisian SPT
BAB XIV
REVALUASI AKTIVA TETAP
Untuk kepentingan fiskal, aktiva tetap dinilai berdasarkan harga perolehannya.
Untuk kepentingan akuntansi, seiring dengan adanya revisi PSAK No.16 tentang
Aktiva Tetap, perusahaan diberika pilihan apakah akan menggunakan model
biaya (cost) atau model revaluasi. Jika perusahaan menggunakan model biaya,
perusahaan mungkin saja, dengan alasan-alasan tertentu, merevaluasi aktiva
tetapnya sesuai harga pasar. Sebaliknya jika perusahaan menggunakan model
revaluasi, maka setiap tahun aktiva tetapnya akan dinilai kembali sesuai harga
pasar.
Dasar Hukum
1. UU PPh Pasal 4 ayat I .m. Pasal 11 ayat 5 UU PPh dan Pasal 19 UU PPh.
2. PMK 79/PMK.03/2008 yang mengatur tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Untuk Tujuan Perpajakan. Peraturan tersebut mulai berlaku tanggal 23 Mei 2008.
3. PER 12/PJ./2009 yang mengatur tentang prosedur revaluasi aktiva tetap.
BAB XV
RESTRUKTURISASI USAHA
Jenis-jenis Restrukturisasi Usaha
1. Penggabungan Usaha (Merger) - PT.A + PT.B = PT.A
Penggabungan dari dua atau lebih perusahaan dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu badan usaha.
2. Peleburan Usaha (Konsolidasi) - PT.A + PT.B = PT.C
Penggabungan dari dua atau lebih perusahaan dengan cara mendirikan perusahaan baru.
3. Pemekaran Usaha - PT.A = PT.A + PT.B
Pemisahan satu perusahaan menjadi dua perusahaan atau lebih dengan cara mendirikan
perusahaan baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada perusahaan baru
tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi perusahaan yang lama.

Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, misalnya
atas dasar nilai sisa buku (pooling of interest).
BAB XV
RESTRUKTURISASI USAHA
Dasar Hukum Restrukturisasi Usaha Dengan Nilai Buku
1. PMK 43/PMK.03/2008
2. PER 28/PJ./2008

Persyaratan Restrukturisasi Usaha Dengan Nilai Buku


1. Prosedur permohonan dan formulir yang dibutuhkan tersaji di PER 28/PJ./2008
2. Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait;
Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (bussiness purpose test). Persyaratan tujuan
bisnis terpenuhi jika :
Ketentuan penawaran umum perdana-dalam hal pemekaran usaha
BAB XV
RESTRUKTURISASI USAHA
Ketentuan Perpajakan Restrukturisasi Usaha Dengan Nilai Buku
1. Kompensasi Kerugian
Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh
mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan
diri/Wajib Pajak yang dilebur.
2. Pencatatan Harta & Penyusutannya
a. Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolahan harta tersebut
sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-
pihak yang mengalihkan,
b. Penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa memuat yang tersisa
sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihakpihak yang mengalihkan.
3. Penjualan Harta Setelah Restrukturisasi Usaha
Apabila Wajib Pajak yang menerima harta melakukan penjualan harta yang sebelumnya
dimiliki Wajib Pajak yang mengalihkan harta sebelum melebihi jangka waktu 2 dua tahun
setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha. Wajib Pajak tersebut wajib
menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual demi meningkatkan
efeisiensi perusahaan dan disertai dengan bukti pendukung
BAB XV
RESTRUKTURISASI USAHA
4. Angsuran PPh Pasal 25
Apabila merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun pajak
berjalan maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari pihak pihak
yang menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang
wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan.
5. Pembayaran & Pemotongan PPh
Pembayaran, pemungutan, dan pemotongan Pajak Penghasilan yang telah
dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum
dilakukannya Merger atau pemekaran usaha dapat dipindahbukukan
menjadi pembayaran, pemungutan, atau pemotongan Pajak Penghasilan
dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan.
BAB XV
RESTRUKTURISASI USAHA
6. Tidak Terpenuhinya Persyaratan Merger
a. Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun Direktur Jenderal Pajak melalui
penelitian atau pemeriksaan menemukan bukti bahwa merger atau
pemekaran usaha tidak memenuhi persyaratan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir F.3 dan/atau butir G.3, nilai pengalihan harta dalam
rangka merger atau pemekaran usaha berdasarkan nilai buku dihitung
kembali berdasarkan nilai pasar.
b. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir F.4, nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan
berdasarkan nilai buku dihitung kembaii berdasarkan nilai pasar.
c. Kepada Wajib Pajak tersebut diatas, Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
keputusan pencabutan atas surat keputusan persetujuan. Berdasarkan hasil
pemeriksaan dan surat keputusan pencabutan tersebut Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak
BAB XVI
BANGUN GUNA SERAH
WP yang pertama membangun gedung di lahan tersebut dan
mengusahakannya, kemudian dalam jangka waktu tertetu menyerahkan
bangunan tersebut ke WP yang kedua
Transaksi semacam itu lazim disebut dengan bagun guna serah atau buiid
operate & transfer. Bab ini dibahas perlakuan perpajakan atas transaksi
tersebut.
B. Dasar Hukum
1. KMK 248/KMK.04/1995
2. SE 38/PJ.4/1995

Anda mungkin juga menyukai