Anda di halaman 1dari 48

NYERI SENDI

(KOMPREHENSIF)
SL3.27 (SEMESTER V)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS
2023
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

(MODUL NYERI SENDI)

A. TINGKATAN PENCAPAIAN KOMPETENSI BERDASARKAN SKDI 2012

Daftar Masalah Kesehatan :


1. Osteoarthritis (Tingkat kompetensi 3A)
2. Rheumatoid arthritis (Tingkat kompetensi 3A)
3. Gout arthritis (Tingkat kompetensi 3A)
4. Trauma sendi (Tingkat kompetensi 3A)
5. Lesi meniscus (Tingkat kompetensi 3A)

Daftar Keterampilan Klinis :


1. Inspeksi sendi ekstremitas (Tingkat kompetensi 4A)
2. Panggul : penilaian fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi (Tingkat kompetensi 4A)
3. Lutut : menilai ligament krusiatus dan kolateral (Tingkat kompetensi 4A)
4. Penilaian meniscus (Tingkat kompetensi 4A)
5. Kaki : inspeksi postur dan bentuk (Tingkat kompetensi 4A)
6. Kaki : penilaian fleksi dorsal/plantar, inversi dan eversi (Tingkat kompetensi 4A)
7. Palpation for tenderness (Tingkat kompetensi 4A)
8. Palpasi untuk mendeteksi nyeri (Tingkat kompetensi 4A)
9. Penilaian range of motion (ROM) sendi (Tingkat kompetensi 4A)
10. Tes fungsi otot dan sendi (Tingkat kompetensi 4A)
11. Pengukuran panjang ektremitas bawah (Tingkat kompetensi 4A)

B. PENGANTAR TEORI
B.1 Nama Blok Terkait
1. Blok 1.5 (Support & Movement System)
2. Blok 3.5 (Support & Movement Disorder)
3. Blok 5.5 (Disease in Support & Movement System)

B.2 Gambaran Penerapan Keterampilan dalam Praktik Klinis Dokter Layanan Primer
Nyeri sendi merupakan masalah sistem muskuloskeletal yang sering terjadi. Kejadian
nyeri sendi meningkat seiring pertambahan usia. Morbiditas nyeri sendi cukup tinggi dan dapat
mengganggu kualitas hidup. Menurut RISKESDAS 2018, angka kejadian penyakit sendi mencapai
11,9% dari total penduduk di Indonesia. Hasil Riskesdas 2018, Provinsi Jateng mengalami
peningkatan angka kejadian nyeri sendi di usia > 15 tahun yaitu 7,2% dari total populasi penduduk
Jawa Tengah.
Modul ini disusun sebagai panduan bagi mahasiswa dalam belajar mengintegrasikan
berbagai keterampilan klinis secara sistematis. Kelainan muskuloskeletal yang menjadi “triger”
dalam modul ini adalah kelainan dengan keluhan utama nyeri sendi, yaitu Osteoarthritis,
Rheumatoid arthritis, Gout arthritis , Trauma sendi dan Lesi meniscus. Mahasiswa diharapkan
dapat menentukan diagnosa dan tatalaksana dengan tepat kasus tersebut

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 2


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan klinik untuk
menentukan diagnosis dan penatalaksanaan nyeri sendi secara terstruktur dan komprehensif

Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan klinik untuk
menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kasus secara terstruktur dan komprehensif, yang
meliputi :
1) Osteoarthritis
2) Rheumatoid arthritis
3) Gout arthritis
4) Trauma sendi
5) Lesi meniscus

B.3 Landasan Teori /Rasional Teknis Pelaksanaan Keterampilan Klinis

A. ANAMNESIS
1) Osteoarthritis (OA)
Keluhan utama adalah nyeri sendi. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini
(secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi
hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur (Soeroso, 2006). Nyeri sendi pada osteoarthritis
akan diikuti dengan keluhan lain, seperti:

a. Hambatan gerakan sendi


Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006).
b. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan banyak
gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah
bangun tidur di pagi hari. Kaku sendi biasanya dirasakan kurang dari 30 menit (Soeroso, 2006).
c. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai
pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah
atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006 ).

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 3


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

d. Kelainan atau abnormalitas sendi( deformitas )


Deformitas adalah perubahan bentuk pada kaki atau suatu kondisi kelainan bentuk secara
anatomi dimana struktur tulang berubah dari bentuk yang seharusnya (Shih A,2006).
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak
banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah
(Soeroso, 2006).
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya
tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.
Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut (Soeroso, 2006).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (
Soeroso, 2006 ).

Sedangkan faktor risiko Osteoarthritis adalah sebagai berikut (Menkes RI, 2015):
a. Usia > 60 tahun
b. Wanita, usia >50 tahun atau menopause
c. Kegemukan/ obesitas
d. Pekerja berat dengsn penggunaan satu sendi terus menerus.

2) Rheumatoid Arthritis (RA)


Keluhan utama rheumatoid arthritis adalah nyeri sendi. Nyeri dapat bersifat hilang timbul,
tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif.
Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Gejala sistemik dari rheumatoid
arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).
Nyeri dan kekakuan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Pola karakteristik dari persendian
yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara
progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang
servikal, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 4


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

tangan dan kaki adalah hal yang umum. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan
fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002).
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum
terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi
tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien
cenderung menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu
yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas
dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap
lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002).

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :


a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema
karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
a. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
b. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.

Faktor resiko Rheumatoid arthritis adalah (Menkes RI, 2015):


a. Wanita
b. Faktor genetik
c. Hormon seks
d. Infeksi
e. Merokok

3) Gout arthritis

Gout arthritis adalah suatu peradangan sendi sebagai manifestasi dan akumulasi endapan kristal
monosodium urat yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di
dalam darah ( Helmi, 2013).
Gout arthritis meliputi 3 stadium :
a. Stadium akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-
apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 5


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah
dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Dapat terkena sendi
pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa
trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat
diuretik dan lain-lain (Putra, 2009).
b. Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode interkritik
asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda radang akut,
namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses
peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa keluhan (Putra, 2009).
c. Stadium Gout arthritis menahun (kronis)
Stadium ini umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati dirinya sendiri (self
medication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau berobat secara teratur pada dokter.
Artritis gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering pecah
dan sulit sembuh dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Lokasi tofi yang
paling sering pada aurikula, MTP-1, olekranon, tendon achilles dan distal digiti. Tofi sendiri
tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi disekitarnya, dan menyebabkan
destruksi yang progresif pada sendi serta dapat menimbulkan deformitas. Pada stadium ini
kadang-kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun (Putra, 2009).

Keluhan yang umum terjadi pada gout arthritis adalah (Menkes RI, 2015):
a. Bengkak pada sendi
b. Nyeri sendi yang mendadak, biasanya timbul pada malam hari.
c. Bengkak disertai rasa panas dan kemerahan.
d. Demam, menggigil, dan nyeri badan.
Apabila serangan pertama, 90% kejadian hanya pada 1 sendi dan keluhan dapat menghilang
dalam 3-10 hari walau tanpa pengobatan.

Sedangkan faktor resiko gout arthritis adalah (Menkes RI, 2015):


a. Usia dan jenis kelamin
b. Obesitas
c. Alkohol
d. Hipertensi
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Penyakit-penyakit metabolik

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 6


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

g. Pola diet
h. Obat: aspirin dosis rendah, diuretik, obat-obat TBC

4) Trauma sendi
Pada trauma sendi, nyeri biasanya terjadi setelah terjadi trauma. Anamnesis dilakukan untuk
menggali riwayat trauma, terutama untuk mengetahui mekanisme trauma. Pasien biasanya tidak
dapat melanjutkan aktivitas karena nyeri ataupun karena ketidakstabilan sendi. Nyeri kemudian
akan diikuti dengan proses peradangan seperti bengkak, teraba panas, kemerahan dan
deformitas ataupun penurunan fungsi. Tanyakan pula ada tidaknya kemungkinan gangguan saraf
akibat cedera seperti ada tidaknya keluhan kesemutan, kelemahan otot ataupun mati rasa
(Anonim, 2017).

5) Lesi meniscus
Lesi meniscus dapat terjadi baik trauma maupun non trauma. Lesi meniscus oleh karena non
trauma biasanya terjadi disebabkan oleh suatu proses degeneratif seperti osteoarthritis.
Sedangkan lesi meniscus oleh karena trauma umumnya terjadi pada seseorang yang
berhubungan dengan kegiatan olahraga ( sepakbola, basket, ski). Mekanisme lesi karena gerakan
lutut yang melakukan gaya twisting, cutting, hiperekstensi atau akibat adanya kekuatan yang
begitu besar. Sekitar > 80% kasus biasanya berhubungan dengan cedera anterior krusiatum
ligamen (Makris et al, 2011). Klasifikasi lesi meniscus tergantung pada lokasi, ketebalan,
stabilitasnya dan bentuk robekannya. Oleh karena itu diperlukan anamnesis yang akurat,
pemeriksaan fisik yang baik dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang yang memadai sangat
berperan penting dalam menentukan keberhasilan dan efektifitas terapi (Makris et al, 2011).

B. PEMERIKSAAN FISIK
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan muskuloskeletal adalah :
- Goniometer
- Pita ukur
- Tempat tidur/bed
- Penerangan
Pasien dipersiapkan dengan diminta untuk membuka pakaian pada bagian sendi yang mengalami
gangguan dengan penerangan/lampu yang cukup. Pemeriksaan dilakukan dengan
membandingkan antara bagian kanan dan kiri (secara bilateral untuk melihat simetris atau tidak).

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 7


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Pemeriksaan sendi meliputi inspeksi sendi, palpasi sendi, dan ruang gerak sendi. Alur ini disebut
“look - feel - move”.
1. Inspeksi (look)
a. Lihat simetris tidaknya sendi yang sakit dibanding sisi sebelahnya (asimetri; atrofi otot)
b. Lihat ada tidaknya tanda peradangan (kemerahan dan atau bengkak).
c. Lihat ada tidaknya deformitas sendi (kelainan bentuk).
d. Lihat ada tidaknya bekas luka.
e. Lihat ada tidaknya benjolan yang diduga sebagai tofi atau osteofit.
f. Periksa sendi mana saja yang mengalami kelainan (monoartikuler/poliartikuler).
2. Palpasi (feel)
Melakukan perabaan pada daerah sendi yang mengalami kelainan. Cari tanda- tanda
peradangan seperti teraba hangat dan nyeri. Cari ada tidaknya nyeri tekan, krepitasi dan
kestabilan sendi (dikonfirmasi dengan pemeriksaan khusus).
3. Ruang gerak sendi (move)
Melakukan pemeriksaan range of motion (ROM) baik secara aktif maupun pasif. Secara aktif
artinya, pasien mampu menggerakkan sendi sendiri. Sedangkan secara pasif artinya
pemeriksa yang menggerakkan sendi pasien karena pasien tidak mampu menggerakkan
sendi karena suatu hal. Pemeriksaan ROM menilai seberapa luas ruang gerak sendi. Pada
pasien nyeri sendi, seringkali ROM menjadi terbatas karena nyeri, kontraktur ataupun
penurunan fungsi yang lain. Pada beberapa kasus, dapat terjadi ROM menjadi lebih luas dari
normal karena ketidakstabilan sendi.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 8


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Tabel 1. Average Range of Motion

(Sumber :American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2017)


Hasil pemeriksaan fisik dengan keluhan utama nyeri sendi (Menkes RI, 2015):
1. Osteoartritis
Tanda Patognomonis osteoarthritis :
a. Hambatan gerak
b. Krepitasi
c. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
d. Tanpa tanda peradangan sendi
(Sendi dengan OA biasanya tidak menunjukkan tanda peradangan. Jika ada, maka
perlu dipertimbangkan pada sendi tersebut juga terjadi kondisi patologis sendi
yang lain seperti septik artritis, atau gout artritis).
e. Deformitas sendi yang permanen
f. Perubahan gaya berjalan
2. Rheumatoid Arthritis

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 9


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Manifestasi artikular:
Bengkak/efusi sendi, nyeri tekan sendi, sendi teraba hangat, deformitas (swan
neck, boutonniere, deviasi ulnar).
Manifestasi ekstraartikular:
a. Kulit: terdapat nodul rheumatoid pada daerah yang banyak menerima
penekanan, vaskulitis.
b. Soft tissue rheumatism, seperti carpal tunnel syndrome atau frozen shoulder.
c. Mata dapat ditemukan kerato-konjungtivitis sicca yang merupakan manifestasi
sindrom Sjorgen, episkleritis/ skleritis. Konjungtiva tampak anemia akibat
penyakit kronik.
d. Sistem respiratorik dapat ditemukan adanya radang sendi krikoaritenoid,
pneumonitis interstitial, efusi pleura, atau fibrosis paru luas.
e. Sistem kardiovaskuler dapat ditemukan perikarditis konstriktif, disfungsi katup,
fenomena embolisasi, gangguan konduksi, aortritis, kardiomiopati.
3. Gout Arthritis
Pemeriksaan fisik berupa arthritis monoartikuler dapat ditemukan, biasanya
melibatkan sendi metatarsophalang 1 atau sendi tarsal lainnya. Sendi yang mengalami
inflamasi tampak kemerahan dan bengkak.
4. Trauma Sendi
Pemeriksaan fisik menujukkan adanya instabilitas sendi (ditunjukkan dengan
pemeriksaan fisik khusus) yang mengalami trauma.
5. Lesi meniscus
Pemeriksaan fisik menujukkan adanya instabilitas sendi lutut (lihat pemeriksaan fisik
khusus sendi lutut).

4. Pemeriksaan fisik khusus


Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah untuk melihat massa otot (ada tidaknya
atrofi/ hipotrofi/ hipertrofi). Massa otot dapat diukur menggunakan pita ukur dan
dibandingkan kanan dan kiri.
Pemeriksaan dengan pita ukur juga dapat dilakukan untuk melakukan pemeriksaan panjang
tungkai (mengetahui ada tidaknya leg length discrepancy). Pemeriksaan panjang tungkai
dilakukan dengan cara mengukur jarak dari SIAS (Spina Illiaca Anterior Superior) ke malleolus
medial interna pada sisi yang sama. Kemudian dibandingkan panjang tungkai sisi kanan dan

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 10


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

kiri. Disebut leg length dicrepancy bila terjadi perbedaan panjang tungkai > 5 mm (Madden
et al, 2010).
Pemeriksaan khusus dilakukan untuk mengetahui bagian sendi mana yang mengalami
cedera. Pemeriksaan ini dilakukan oleh tenaga yang telah terlatih dan professional.
Beberapa pemeriksaan khusus berdasarkan sendi yang mengalami kelainan adalah sebagai
berikut (Priyonoadi, 2017):
a. Sendi Bahu (shoulder)
a. tes Apprehension
b. tes Hawkins
c. tes Lift Off
d. tes Neer Sign
e. tes Relocation
f. tes Scarf
g. tes Speeds
h. tes Yergesons
b. Sendi Siku (elbow)
a. tes Valgus
b. tes Varus
c. Sendi Lutut (knee)
Tes tekanan valgus dan varus dimaksudkan untuk menampakkan kelemahan kompleks
kestabilan lateral dan medial, khususnya serabut ligamen colateral.
Tes untuk menentukan integritas dari ligamen cruciate dapat dilakukan dengan
menggunakan:
1) tesDrawer pada fleksi 90 derajad ,
2) tes Drawer Lachman,
3) tes pivot-shift,
4) tes Jerk, dan
5) tes Drawer fleksi-rotasi.
Sedangkan untuk memastikan ketidakstabilan ligament cruciate sebelah posterior dapat
dilakukan dengan:
1) tes Drawer posterior,
2) tes recurvatum rotasi eksternal, dan
3) tes “Sag” Posterior.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 11


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Adapun untuk menentukan meniscus yang robek dapat menggunakan tiga cara yaitu
dengan:
1) tes McMurray,
2) tes kompresi apley dan
3) tes distraksi apley.
d. Sendi ankle
1) tes Anterior Drawer
2) tes Syndesmosis Squeeze
3) tes Syndesmotic ligament
4) tes Talar Tilt
5) tes Thompson

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dilakukan apabila data dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dirasa belum
cukup untuk menentukan diagnosis. Beberapa pemeriksaan penunjang pada kelainan sistem
musculoskeletal yang terkait nyeri sendi adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan darah dapat untuk membantu menegakkan diagnosa, seperti pemeriksaan
berikut:
a. Laju Endap Darah (LED)
b. Enzym otot seperti creatine kinase dan serum glutamine
c. Enzym penanda aktivitas tulang seperti alkali fosfatase
d. Rheumatoid Factor (RF)
e. Antibodi Anti Nuclear (ANA)
f. Analisa Cairan Sinovial
g. Mineral darah seperti kalsium dan fosfor
h. Asam urat darah

2) X – ray (Rontgen Muskuloskletal)


Pemeriksaan X – ray dilakukan untuk melihat densitas dan posisi tulang.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 12


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 1. Hasil X – ray

3) CT (Computed Tomography)
Pemeriksaan CT dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan jaringan tulang dan jaringan lunak.
Kelebihan CT adalah gambar yang direkonstruksi dapat dimanipulasi dengan komputer
sehingga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.

Gambar 2. Proses CT – scan

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 13


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 3. Hasil CT – scan (humeroscapular joint)

4) MRI (Magnetic Renonance Imaging)


MRI berguna untuk identifikasi dan diagnosa jaringan lunak seperti robekan ligament,
osteomyelitis dan kelainan sendi.
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang
frekuensi radio, tanpa penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif. Dengan MRI molekul di
dalam tubuh akan bergerak dan bergabung untuk membentuk sinyal. Lalu, sinyal tersebut
akan dikirim dan diproses oleh komputer untuk menjadi gambaran yang jelas. Pemeriksaan
ini menghasilkanperbedaan gambar yang sangat jelas dan lebih sensitif untuk menilai bentuk
anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama otak, sumsum tulang belakang, serta susunan
saraf. Juga jaringan lunak dalam sistem organ tulang dan otot seperti otot, ligamen, tendon,
tulang rawan, ruang sendi.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 14


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 4. Hasil MRI

5) Arthrografi
Arthrografi dengan bahan radiopaque atau udara dalam sendi untuk melihat struktur
jaringan lunak dan kontur sendi, diambil gambar sinar-X serial pada rentang gerak sendi.
Arthrogram dapat melihat kebocoran kontras sebagai tanda robekan sendi akut atau
kronik pada kapsul sendi atau ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul dan
pergelangan tangan.

(A) (B)
Gambar 5. Arthrogram pada MRI (A); Arthrogram pada X – ray (B)

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 15


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

6) Bone Mineral Density (BMD)


BMD menggunakan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) untuk menilai kepadatan
tulang.

Gambar 6. Pemeriksaan BMD

7) Ultra Sonography (USG)


Menggunakan gelombang ultrasound untuk menilai kepadatan, elastisitas &kekuatan
muskuloskeletal. Dapat digunakan untuk diagnosis dan evaluasi terapi pada kasus robekan
tendon, tendinitis,robekan otot, sprain ligamen, peradangan atau cairan (efusi) dalam
bursae dan sendi serta proses rheumatoid arthritis.

Gambar 7. Hasil USG Muskuloskeletal

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 16


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

8) Athroscopy
Arthroscopy dilakukan dengan cara memasukan arthroscope ke dalam sendi (biasanya
lutut). Arthroscopy dapat digunakan untuk : melihat struktur dan isi sendi; operasi
eksplorasi (pengangkatan jaringan lunak & biopsi); mengetahui kelainan meniskus, tulang
rawan artikular, ligamen, atau kapsul sendi.

Gambar 8. Hasil Arthroscopy

Pemeriksaan Penujang yang dapat dilakukan berdasarkan penyakit adalah sebagai berikut
(Menkes RI, 2015):
1. Osteoarthritis
Pemeriksaan radiologi menunjukkan penyempitan celah sendi dan osteofit.
2. Rheumatoid arthritis
a. Laju Endap Darah (LED)
b. Faktor reumatoid (RF) serum.
c. Radiologi tangan dan kaki
Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis
juxta-articular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat
penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas sampai daerah
subkondral.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 17


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 9.Radiologi tangan pada Rheumatoid Arthtritis

d. ACPA (anti-cyclic citrullinated peptide antibody) / anti-CCP


e. CRP (Protein C-Reaktif)
f. Analisis cairan sendi
g. Biopsi sinovium/ nodul rheumatoid

3. Gout Arthritis
Radiologi :
Tampak pembengkakan asimetris pada sendi dan kista tanpa erosi.
Laboratorium Darah :
Kadar asam urat dalam darah > 7 mg/dl.

4. Trauma Sendi
Radiologi dan USG Muskuloskeletal.

5. Lesi meniscus
Radiologi dan USG Muskuloskeletal.

D. DIAGNOSIS
1. Osteoarthritis

Osteoartritis adalah suatu kelainan sendi kronis dimana terjadi proses pelemahan dan
disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan tulang

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 18


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif pada sendi yang
dapat mengenai satu atau lebih sendi. Diagnosis osteoartritis biasanya didasarkan pada
anamnesis yaitu riwayat penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil dari
pemeriksaan radiologis. Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of
Rheumatology yaitu adanya nyeri pada lutut dan pada foto rontgen ditemukan adanya
gambaran osteofit serta sekurang kurangnya satu dari usia > 50 tahun, kaku sendi pada pagi
hari < 30 menit dan adanya krepitasi (Sinusas, 2012; Pratiwi, 2015) .

Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis OA adalah (Sinusas, 2012;
Pratiwi, 2015):
1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban)
2. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
3. Kista tulang
4. Osteofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi.

Tabel 2. Klasifikasi radiografi osteoartritis menurut kriteria Kellgren-Lawrence (Pratiwi, 2015)


Derajat Klasifikasi Gambaran Radiografis
0 Normal Tidak ada gambaran radiografis yang abnormal
1 Meragukan Tampak Osteofit kecil
2 Minimal Tampak osteofit, celah sendi normal
3 Sedang Osteofit jelas, penyempitan celah sendi
4 Berat Penyempitan celah sendi berat dan adanya
Sklerosis

Diagnosis Banding Osteoarthritis (Menkes RI, 2015):


Artritis Gout, Rhematoid Artritis
Komplikasi Osteoarthritis (Menkes RI, 2015):
Deformitas permanen
Prognosis Osteoarthritis (Menkes RI, 2015):
Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi sering terganggu dan
sering mengalami kekambuhan.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 19


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

2. Rheumatoid arthritis

Rheumatoid Arthritis atau Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun yang
ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai
jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya.
Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut American College
of Rheumatology/European League Against Rheumatism 2010, yaitu (BCMA, 2012).
Tabel 3. Kriteria Klasifikasi Rheumatoid Arthritis (ACR/EULAR 2010)
NO VARIABEL SKOR
A Keterlibatan Sendi
1 sendi besar 0
2 – 10 sendi besar 1
1 – 3 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) 2
4 – 10 sendi kecil (dengan atau tanpa sendi besar) 3
Lebih dari 10 sendi (minimal 1 sendi kecil) 5
B Serologi (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi)
RF dan ACPA negatif 0
RF atau ACPA positif rendah 2
RF atau ACPA positif tinggi 3
C Reaktan Fase Akut (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi)
LED dan CRP normal 0
LED atau CRP abnormal 1
D Lamanya sakit
Kurang 6 minggu 0
6 minggu atau lebih 1
Catatan:
1. Kriteria tersebut ditujukan untuk klasifikasi pasien baru. Diagnosis RA ditetapkan bila pasien
mempunyi skor 6. Sebagai tambahan, pasien dengan penyakit erosif tipikal RA dengan
riwayat yang sesuai dengan kriteria 2010 ini harus diklasifikasikan ke dalam RA. Pasien
dengan penyakit lama, termasuk yang tidak aktif (dengan atau tanpa pengobatan), yang
berdasarkan data retrospektif yang dimiliki memenuhi kriteria 2010 ini harus diklasifikasikan
ke dalam RA.
2. Diagnosis banding bervariasi diantara pasien dengan manifestasi yang berbeda, tetapi boleh
memasukkan kondisi seperti SLE, artritis psoriatic, dan gout. Jika diagnosis banding masih
belum jelas, hubungi ahli reumatologi.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 20


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

3. Walaupun pasien dengan skor < 6 dari tidak diklasifikasikan ke dalam RA, status mereka
dapat dinilai ulang dan kriteria ini bisa dipenuhi secara kumulatif seiring waktu.
4. Keterlibatan sendi merujuk pada sendi yang bengkak atau nyeri pada pemeriksaan, yang
dikonfirmasi oleh bukti pencitraan akan adanya sinovitis. Sendi interfalang distal, sendi
karpometakarpal I, dan sendi metatarsofalangeal I tidak dimasukkan dalam pemeriksaan.
Kategori distribusi sendi diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan jumlah sendi yang terlibat,
ditempatkan ke dalam kategori tertinggi berdasarkan pola keterlibatan sendi.
5. Sendi-sendi besar merujuk pada bahu, siku, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki.
6. Sendi-sendi kecil merujuk pada sendi metakarpofalangeal, sendi interfalang proksimal, sendi
metatarsophalangeal II-V, sendi interfalang ibujari, dan pergelangan tangan.
7. Dalam kategori ini, minimal 1 dari sendi yg terlibat harus sendi kecil; sendi lainnya dapat
berupa kombinasi dari sendi besar dan sendi kecil tambahan, seperti sendi lainnya yang tidak
terdaftar secara spesifik dimanapun (misal temporomandibular, akromioklavikular,
sternoklavikular dan lain-lain).
8. Negatif merujuk pada nilai IU yg ≤ batas atas nilai normal (BAN) laboratorium dan assay;
positif rendah merujuk pada nilai IU yang ≥ BAN tetapi ≤ 3x BAN laboratorium dan assay;
positif tinggi merujuk pada nilai IU yg > 3x BAN laboratorium dan assay. Ketika RF hanya
dapat dinilai sebagai positif atau negatif, hasil positif harus dinilai sebagai positif rendah
untuk RA. ACPA = anti-citrullinated protein antibody.
9. Normal/tidak normal ditentukan oleh standar laboratorium setempat. CRP (C-reactive
protein); LED (Laju Endap Darah).
10. Durasi gejala merujuk pada laporan dari pasien mengenai durasi gejala dan tanda sinovitis
(misal nyeri, bengkak, dan nyeri pada penekanan) dari sendi yang secara klinis terlibat pada
saat pemeriksaan, tanpa memandang status pengobatan.

Diagnosis Banding Rheumatoid arthritis:


Penyebab arthritis lainnya, Spondiloartropati seronegatif, Lupus eritematosus istemik, Sindrom
Sjogren.

Komplikasi Rheumatoid arthritis :


1. Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar).
2. Sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrme/CTS).
3. Sindrom Felty (gabungan gejala RA, splenomegali, leukopenia, dan ulkus pada tungkai; juga
sering disertai limfadenopati dan trombositopenia).

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 21


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Prognosis Rheumatoid arthritis adalah dubia ad bonam, sangat tergantung dari perjalanan
penyakit dan penatalaksanaan selanjutnya.

3. Gout arthritis

Gold standard dalam menegakkan gout arthritis adalah ditemukannya kristal urat MSU
(Monosodium Urat) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan diagnosis gout arthritis
akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College Of Rheumatology) tahun 1977
sebagai berikut (Neogi et al, 2015):
A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau

B. Adanya tofus yang berisi Kristal urat, atau

C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris, dan radiologis sebagai berikut :

a. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut

b. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu 1 hari

c. Arthritis monoartikuler

d. Kemerahan pada sendi

e. Bengkak dan nyeri pada MTP-1

f. Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1

g. Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal

h. Kecurigaan terhadap adanya tofus

i. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)

j. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

k. Kultur mikroorganisme negatif pada cairan sendi

Yang harus dicatat adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat
normal (Hidayat, 2009).

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 22


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 10. Contoh tophus pada Gout Arthritis

Diagnosis Banding Gout arthritis (Menkes RI, 2015):


Sepsis arthritis, Rheumatoid arthritis, Arthritis lainnya.

Komplikasi Gout arthritis (Menkes RI, 2015):


1. Terbentuknya batu ginjal
2. Gagal ginjal.

Prognosis Gout arthritis (Menkes RI, 2015):


Quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad fuctionam dubia

4. Trauma sendi
Trauma sendi ditegakkan bila sebagai berikut:
a. Anamnesis
Adanya riwayat cedera dengan mekanisme cedera yang diduga dapat mengakibatkan
cedera pada sendi. Pasien biasanya meraskan nyeri tiba-tiba segera setelah cedera
dan terkadang terdengar bunyi pop.Jika terjadi dalam sebuat kegiatan aktivitas fisik
pasien tidak bisa melanjutkan aktivitas karena nyeri atau sendi tidak stabil.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 23


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dengan alur “look, feel, move” mendapatkan tanda – tanda
peradangan dan juga hasil yang positif saat dilakukan pemeriksaan khusus, yang
menunjukkan adanya instabilitas sendi.

c. Pemeriksaan penunjang
1) X-ray untuk melihat apakah ada fraktur di sekitar sendi.
2) MRI dapat membantu melihat cedera ligamen.

Jenis trauma sendi dapat berupa (Anonim, 2017):


a. Strain
Adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon. Biasanya disebabkan oleh adanya
regangan yang berlebihan. Gejala: Nyeri yang terlokalisasi, kekakuan, bengkak,
hematom di sekitar daerah yang cedera.

Gambar 11. Strain pada otot medial gastrocnemius.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 24


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 12. Perbedaan strain dengan otot normal

b. Sprain
Adalah cedera yang disebabkan adanya peregangan yang berlebihan sehingga terjadi
cedera pada ligamen. Gejala : nyeri, bengkak, hematoma, tidak dapat menggerakkan
sendi, kesulitan untuk menggunakan extremitas yang cedera.
Sprain dapat dibagi menjadi 3 derajat :
Derajat I : terjadi over-streched ligamen, cedera secara mikroskopik,tapi tidak terjadi
suatu robekan.
Derajat II : terjadi robekan parsial dari ligamen.
Derajat III : terjadi robekan total dari ligamen. Ini merupakan derajat terparah dari
suatu sprain.

Gambar 13. Derajat keparahan sprain

5. Lesi meniscus
Untuk menentukan kelainan pada meniscus harus berdasarkan :
a. Anamnesis
Adanya riwayat cedera pada lutut dengan mekanisme cedera yang diduga dapat
mengakibatkan cedera meniscus. Pasien biasanya meraskan nyeri tiba-tiba segera

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 25


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

setelah cedera dan terkadang terdengar bunyi pop.Jika terjadi dalam suatu kegiatan
aktivitas fisik pasien tidak bisa melanjutkan aktivitas karena nyeri atau sendi lutut
tidak stabil.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dengan alur “look, feel, move” dan juga hasil yang positif saat
dilakukan pemeriksaan khusus (Priyonoadi, 2017):
1) tes McMurray,
2) tes kompresi apley dan
3) tes distraksi apley.

c. Pemeriksaan penunjang
1) X-ray untuk melihat apakah ada fraktur di sekitar sendi lutut.
2) MRI dapat membantu melihat cedera bantalan sendi (meniskus).

Gambar 14. Anatomi Sendi Lutut

Tabel 4. Pola Sendi dan Jenis Penyakit (Dewi, 2017)

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 26


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Gambar 15. Skema Pemeriksaan Nyeri Sendi (Dewi, 2017)


E. TATALAKSANA

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 27


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

1. Osteoarthritis
Tujuan pengobatan pada pasien OA adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah terjadinya
kontraktur atau atrofi otot. Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan
pengendalian faktor-faktor resiko, dan terapi farmakologis (penghilang nyeri/analgesic seperti
OAINS). Terapi non obat terdiri dari intervensi modalitas untuk mengurangi nyeri di
Rehabilitasi Medik ,proper body mechanic,latihan / exercise, pola diet untuk menurunkan
berat badan, dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah meyakinkan pasien untuk
dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat
disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan (Sinusas, 2012; Pratiwi, 2015).

Berikut penatalaksanaan komprehensif osteoarthritis (Menkes RI, 2015) :


1. Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena.
2. Pengobatan bertujuan untuk mencegah progresifitas dan meringankan gejala yang
dikeluhkan.
3. Modifikasi gaya hidup, dengan cara:
a. Menurunkan berat badan
b. Melatih pasien untuk tetap menggunakan sendinya dan melindungi sendi yang sakit
4. Pengobatan Non Medikamentosa : Rehabilitasi Medik dengan Fisioterapi
5. Pengobatan Medikamentosa
a. Analgesik topikal
b. NSAID (oral):
i. non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam, Mefenamat, Metampiron)
ii. selective: COX2 (Meloksikam)

Kriteria Rujukan (Menkes RI, 2015) :


1. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1
2. Bila ada komorbiditas
3. Bila nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
4. Bila curiga terdapat efusi sendi

2. Rheumatoid arthritis (RA)

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 28


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Setelah diagnosis RA ditegakkan, perlu ditentukan tatalaksana menyeluruh. Berikut adalah


pilar pengobatan RA (BCMA, 2012) :
I. Edukasi
Pasien diberikan informasi untuk memproteksi sendi, terutama pada stadium akut
dengan menggunakan decker.
II. Latihan / Program Rehabilitasi
Fisioterapi, tatalaksana okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
III. Pilihan Pengobatan :
a. Kortikosteroid
Prednison atau metil prednisolon dosis rendah (sebagai bridging therapy).
b. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Diklofenak 50- 100 mg 2x/hari; meloksikam 7,5–15 mg/hari ; celecoxib 200-400
mg/sehari.
IV. Pembedahan
Rujukan pembedahan dilakukan jika terjadi deformitas.

Kriteria rujukan sebagai berikut (Menkes RI, 2015):


1. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
2. RA dengan komplikasi.
3. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.

3. Gout arthritis

Pengobatan Gout Arthritis (Menkes RI, 2015):


1. Mengatasi serangan akut dengan segera
Obat: analgetik, kolkisin, kortikosteroid
a. Kolkisin (efektif pada 24 jam pertama setelah serangan nyeri sendi timbul. Dosis oral 0,5-
0.6 mg per hari dengan dosis maksimal 6 mg.
b. Kortikosteroid sistemik jangka pendek (bila NSAID dan kolkisin tidak berespon baik)
seperti prednisone 2-3x5 mg/hari selama 3 hari
c. NSAID seperti natrium diklofenak 25-50 mg selama 3-5 hari
2. Program pengobatan untuk mencegah serangan berulang
Obat: analgetik, kolkisin dosis rendah
3. Mengelola hiperurisemia (menurunkan kadar asam urat) dan mencegah komplikasi lain
a. Obat-obat penurun asam urat

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 29


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Agen penurun asam urat (tidak digunakan selama serangan akut). Pemberian
Allupurinol dimulai dari dosis terendah 100 mg, kemudian bertahap dinaikkan bila
diperlukan, dengan dosis maksimal 800 mg/hari. Target terapi adalah kadar asam urat
< 6 mg/dl.
b. Modifikasi gaya hidup
• Minum cukup (8-10 gelas/hari).
• Mengelola obesitas dan menjaga berat badan ideal.
• Hindari konsumsi alkohol
• Pola diet sehat (rendah purin)

Gambar 16. Tatalaksana Gout Arthritis (Putra, 2009)

Kriteria Rujukan Gout arthritis (Menkes RI, 2015) :


1. Apabila pasien mengalami komplikasi atau pasien memiliki penyakit komorbid
2. Bila nyeri tidak teratasi

4. Trauma sendi

PRICE digunakan untuk meredakan pembengkakan dan meningkatkan penyembuhan, kecuali


kejadian emergency yang memerlukan penangan khusus oleh medis (Anonim, 2017).
a. Protection. Penghentian aktivitas sesaat setelah cedera harus dilakukan untuk mencegah
cedera lanjutan, perlambatan penyembuhan, peningkatan nyeri, dan stimulasi
pendarahan.
b. Rest. Istirahat meliputi meredakan weight bearing. Jika kaki cedera, penggunaan tongkat
untuk meminimalisir stress pada tubuh yang cedera.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 30


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

c. Ice. Ice pack diberikan sesegera mungkin setalah cedera, 5-10 menit diikuti istirahat 5-10
menit dan dilakukan pengulangan beberapa kali. Lakukan treatment ini 3 x sehari untuk
2-3 hari pertama. Lapisi kulit dengan handuk tipis untuk mencegah hipotermia jaringan.
d. Compression. Kompresi pada area cedera untuk membantu meredakan pembengkakan.
Aplikasi kompresi juga bisa dilakukan saat aplikasi es.
e. Elevation. Bagian tubuh yang cedera ditinggikan di atas level jantung untuk meredakan
pembengkakan dengan menggunakan prinsip gravitasi.

Gambar 17. Aplikasi PRICE

Terapi oral yang bisa diberikan adalah dengan NSAIDs (non steroidal anti inflammatory
drugs).Obat anti inflamasi dasar sering diberikan pada treatmen cedera akut seperti Ibuprofen
untuk meredakan gejala inflamasi dan meredakan nyeri.Obat-obatan ini tidak dianjurkan pada
jangka waktu yang lama untuk menghindari efek negatif jangka panjang. Obat-obatan ini
jangan diberikan pada orang dengan gangguan jantung dan ginjal (Anonim, 2017). Pada kasus
ruptur total baik strain maupun sprain, maka tatalaksana utama adalah pembedahan.

3) Lesi meniscus
Lesi meniscus merupakan cedera jaringan lunak, sehingga penatalaksanaannya mirip dengan
trauma sendi, yaitu menggunakan PRICE dan NSAIDs (Anonim, 2017). Bila terjadi rupture total
meniscus maka dilakukan pembedahan.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 31


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

B.4 Daftar Pustaka

American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2017. Average Ranges of Motion.


https://www.templateroller.com/template/250899/average-ranges-of-motion-american-
academy-of-orthopaedic-surgeons.html

Anonim. 2017. Cedera Olahraga. Bahan Ajar Kuliah FIK UNY.

BCMA (British Columbia Medical Association). 2012. Rheumatoid Arthritis : Diagnosis,


Management and Monitoring.

Dewi, Anak Agung Istri Sri Kumala. 2017. Pendekatan Diagnosis Keluhan Nyeri Lutut dan Peranan
Artroskopi dalam Diagnosis Nyeri Lutut. Denpasar.

Hidayat, 2009. Gout Arthritis.

Long. 1996. Rheumatoid Arthritis.

Madden, Putukian, Young and Mc Carty. 2010. Netter’s Sports Medicine. Saunders Elsevier,
Philadelphia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta, Indnesia

Neogi, T. Jansen, T L Th A. Dalbeth, N. Fransen, J. Scumacher, R. Berendsen, D. et all. 2015. 2015


Gout Classification Criteria. Arhtitis & Rheumatology Journal. Vol 67, No. 10, October 2015, pp
2557 – 2568.

Pratiwi, Anisa I. 2015. Diagnosis and Treatment Osteoarthritis. Majority Journal. Volume 4,
Nomor 4, Februari 2015, pp 10 – 17

Priyonoadi, Bambang. 2017. Berbagai Macam Tes untuk Menentukan Tingkat Kestabilan Sendi.
FIK UNY.

Putra, 2009. Gout Arthritis.

Sinusas, Keith. 2012. Osteoarthritis : Diagnosis and Treatment. American Family Physician
Journal. Volume 85, Number 1, January 1 2012, pp 49 – 56

Smeltzer & Bare, 2002. Rheumatoid Arthritis.

Soeroso. 2006. Osteoarthritis

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 32


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

C. CONTOH SET SOAL OSCE

C.1 Narasi Soal & Instruksi Peserta Ujian


1. Kasus 1
Seorang laki - laki 40 tahun, datang ke klinik rawat jalan dengan keluhan nyeri yang hebat pada
sendi ibu jari kaki kanan.
Lakukan :
1. Anamnesis kepada pasien!
2. Pemeriksaan fisik terkait dengan keluhan pasien!
3. Usulkan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan!
4. Sebutkan diagnosis dan 1 diagnosis banding!
5. Lakukan tatatalaksana farmakologi dan non-farmakologi kepada pasien!

2. Kasus 2
Seorang perempuan 55 tahun, Ibu Rumah Tangga, dibawa ke klinik rawat jalan dengan
keluhan nyeri kedua lutut yang dialami sejak 5 bulan terakhir ini.
Lakukan :
1. Anamnesis kepada pasien!
2. Pemeriksaan fisik terkait dengan keluhan pasien!
3. Usulkan pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan!
4. Sebutkan diagnosis dan 1 diagnosis banding!
5. Lakukan tatatalaksana farmakologi dan non-farmakologi kepada pasien!

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 33


C.2 Daftar Tilik/ Rubrik Penilaian

JUDUL NYERI SENDI


MODUL
KODE MODUL VII.3

0 1 2 3 bobot

Melakukan penggalian
informasi terhadap 7-8
aspek berikut:
1) Keluhan Utama
2)Keluhan Penyerta
3)Faktor yang memperberat
Tidak mampu melakukan Melakukan penggalian Melakukan penggalian
4) Faktor yang meringankan
Kemampuan anamnesis satu pun penggalian informasi terhadap 1-3 informasi terhadap 4 - 2
keluhan
informasi lebih lanjut. aspek berikut: 6 aspek berikut:
5)Riwayat Pengobatan
6) Riwayat Penyakit Dahulu
7)Riwayat Penyakit Keluarga
8)Riwayat Sosial Ekonomi

0 1 2 3 bobot

Melakukan keseluruhan
Melakukan Pemeriksaan
pemeriksaan fisik berikut
Tanda Vital dan
Melakukan secara lege artis :
pemeriksaan fisik
Tidak mampu melakukan Pemeriksaan a. Pemeriksaan Tanda Vital
Kemampuan pemeriksaan general tapi tidak
satu pun pemeriksaan musculoskeletal (look- dan pemeriksaan fisik 5
fisik melakukan pemeriksaan
fisik secara lege artis feel-move)secara lege general
muskuloskeletal terkait
artis b. Pemeriksaan
keluhan pasien
musculoskeletal (look-
feel-move)

0 1 2 3 bobot
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS
Mampu mengajukan
Mampu mengajukan
pemeriksaan
keseluruhan pemeriksaan
Tidak mengajukan penunjang 1 dari 2
Tidak ada nilai 1 penunjang: 1
pemeriksaan penunjang jenis, dan mampu
1. Pemeriksaan Darah
menginterpretasikan
Melakukan usulan 2. Pemeriksaan Radiologi
dengan tepat
pemeriksaan penunjang
ATAU ATAU DAN
dan interpretasinya
Mengajukan Mampu mengusulkan
pemeriksaan lain yang 2 jenis pemeriksaan Mampu
tidak dapat dilakukan di tapi tidak mampu menginterpretasikan
Puskesmas atau tidak menginterpretasikan hasilnya dengan tepat.
relevan. hasilnya dengan tepat.

0 1 2 3 bobot

Tidak mampu
Menyebutkan Diagnosa Mampu menyebutkan
menyebutkan diagnosis Mampu menyebutkan
Banding sebagai diagnosis kerja dengan 4
kerja dan diagnosis diagnosis kerja dengan tepat
Diagnosa Kerja tepat
Menentukan diagnosis dan banding
diagnosis banding DAN DAN
Mampu menyebutkan Mampu menyebutkan 2
1 diagnosis banding diagnosis banding dengan
dengan tepat tepat

0 1 2 3 bobot

Menyebutkan keseluruhan
tata laksana tindak lanjut
Menyebutkan dengan
Tidak mampu sebagai berikut dengan
benar hanya 1 dari 2
Tata laksana menyebutkan tata Tidak ada nilai 1 benar: 4
tata laksana tindak
laksana tindak lanjut. 1) Tatalaksana Farmakologi
lanjut
2) Tatalaksana Non
Farmakologi

0 1 2 3 bobot

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 35


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS
Tidak mampu Mampu menjelaskan Mampu menjelaskan
Mampu menjelaskan kepada
menjelaskan kepada kepada keluarga pasien kepada keluarga
keluarga pasien perihal 2
keluarga pasien perihal perihal salah satu dari pasien perihal 2 dari 3
ketiga hal berikut:
satu pun hal berikut: hal berikut: hal berikut:
1) Kondisi yang 1) Kondisi yang 1) Kondisi yang
1) Kondisi yang dialami
dialami pasien dialami pasien dialami pasien
Komunikasi dan edukasi pasien (kegawatdaruratan)
(kegawatdaruratan) (kegawatdaruratan) (kegawatdaruratan)
pasien
2) Rencana 2) Rencana tindak 2) Rencana
2) Rencana tindak lanjut
tindak lanjut (terapi awal lanjut (terapi awal dan tindak lanjut (terapi
(terapi awal dan rujukan)
dan rujukan) rujukan) awal dan rujukan)
3) Alasan dan 3) Alasan dan 3) Alasan dan
3) Alasan dan tujuan dari
tujuan dari rencana tujuan dari rencana tujuan dari rencana
rencana tindak lanjut
tindak lanjut tindak lanjut tindak lanjut

0 1 2 3 bobot

Secara keseluruhan, Secara keseluruhan, Secara keseluruhan,


Secara keseluruhan,
performa peserta performa peserta performa peserta
performa peserta
menunjukkan tidak satu menunjukkan 1-3 hal menunjukkan 4-5 hal 2
menunjukkan 6-7 hal dari
pun dari karakteristik dari karakteristik dari karakteristik
karakteristik berikut:
berikut: berikut: berikut:
1) Menunjukkan 1) Menunjukkan 1) Menunjukka 1) Menunjukkan
ketenangan dalam ketenangan dalam n ketenangan dalam ketenangan dalam
menghadapi kasus menghadapi kasus menghadapi kasus menghadapi kasus gawat
gawat darurat. gawat darurat. gawat darurat. darurat.
Perilaku profesional
(Profesionalisme) 2) Meminta
2) Meminta izin 2) Meminta izin
izin secara lisan 2) Meminta izin
secara lisan kepada secara lisan kepada
kepada keluarga secara lisan kepada keluarga
keluarga pasien untuk keluarga pasien untuk
pasien untuk pasien untuk melakukan
melakukan beberapa melakukan beberapa
melakukan beberapa beberapa pemeriksaan yang
pemeriksaan yang pemeriksaan yang
pemeriksaan yang diperlukan.
diperlukan. diperlukan.
diperlukan.
3) Melakukan
3) Melakukan 3) Melakukan 3) Melakukan
tindakan sesuai
tindakan sesuai prioritas tindakan sesuai prioritas tindakan sesuai prioritas
prioritas

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 36


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS
4) Mencuci 4) Mencuci 4) Mencuci
4) Mencuci tangan
tangan sebelum dan tangan sebelum dan tangan sebelum dan
sebelum dan sesudah
sesudah melakukan sesudah melakukan sesudah melakukan
melakukan tindakan.
tindakan. tindakan. tindakan.
5) Melakukan 5) Melakukan 5) Melakukan
5) Melakukan setiap
setiap tindakan dengan setiap tindakan dengan setiap tindakan dengan
tindakan dengan berhati-hati
berhati-hati dan teliti berhati-hati dan teliti berhati-hati dan teliti
dan teliti sehingga tidak
sehingga tidak sehingga tidak sehingga tidak
membahayakan pasien dan
membahayakan pasien membahayakan pasien membahayakan pasien
diri sendiri
dan diri sendiri dan diri sendiri dan diri sendiri
6) Menunjukan 6) Menunjukan 6) Menunjukan
6) Menunjukan rasa
rasa hormat kepada rasa hormat kepada rasa hormat kepada
hormat kepada pasien
pasien pasien pasien
7) Mengetahui 7) Mengetahui 7) Mengetahui
7) Mengetahui
keterbatasan dengan keterbatasan dengan keterbatasan dengan
keterbatasan dengan
merujuk atau merujuk atau merujuk atau
merujuk atau melakukan
melakukan konsultasi melakukan konsultasi melakukan konsultasi
konsultasi bila diperlukan
bila diperlukan bila diperlukan bila diperlukan

GLOBAL RATING (lingkari yang sesuai)

TIDAK LULUS BORDERLINE LULUS SUPERIOR

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 37


C.3 Panduan Penguji
KASUS I
a. ANAMNESIS :
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang laki - laki Tn. X, 40 tahun, datang ke klinik rawat jalan dengan keluhan nyeri yang
hebat pada sendi ibu jari kaki kanan. Hal dialami penderita saat bangun pagi berlangsung
selama 30 menit sampai 1 jam, Keluhan ini sudah dialami sejak 3 bulan terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tn X baru pertama kali sakit seperti ini.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit gula disangkal.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Keluarga tidak menderita penyakit tekanan darah tinggi dan penyakit gula.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Tn X adalah karyawan swasta, tinggal dengan istri dan 3 orang anaknya. Berdasarkan
pendapatan keluarga,, tergolong dalam sosial ekonomi menengah. Riwayat merokok 3
batang per hari , sedangkan riwayat minum alkohol disangkal.

b. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : kompos mentis, tampak sakit sedang
Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit, RR : 20x/menit, suhu : 36,9ºC (aksila)
Berat badan 70 kg ; Tinggi badan 160 cm.
Kepala : mesosefal, mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bibir tidak
sianosis, telinga dan hidung dalam batas normal
THT : dalam batas normal
Leher : trakea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorak : Jantung /Paru dalam batas normal
Abdomen : supel, datar, peristaltik (+) normal, timpani (+),tidak nyeri tekan, hepar dan
lien tidak teraba

Ekstremitas (ibu jari kaki kanan)


Look : benjolan (+), teraba hangat (+), kemerahan (+)
Feel : nyeri tekan (+)
Move : ROM terbatas karena nyeri dan kaku
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

c. Pemeriksaan Penunjang :
1). Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin :
Hb : 12,1 g/dl (N : 11-16 gram/dL)
Ht : 36% (N : 31-45%)
Leukosit : 9000/mm3 (4500-13500/mm3)
Trombosit : 310.000 sel/mm3 (150.000-450.000 sel/mm3)
Eritrosit : 4,1 juta sel/mm3 (3.6-4.8 juta sel/mm3)
GDS : 190 mg/dl
Asam Urat : 10 mg/dl

2). Pemeriksaan radiologi

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 39


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

- Tampak pembengkakan jaringan lunak di metatarsal 1


- Tampak erosi sendi
- Kesan : Gout Arthritis

Diagnosis
Gout Arthritis

d. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi :
1. Paracetamol 500 mg/ 8 jam/oral ATAU Ibuprofen 500 mg/8 jam/oral sebagai terapi
simptomatik.
2. Obat-obat penurun asam urat
Agen penurun asam urat (tidak digunakan selama serangan akut). Pemberian Allupurinol
dimulai dari dosis terendah 100 mg, kemudian bertahap dinaikkan bila diperlukan,
dengan dosis maksimal 800 mg/hari. Target terapi adalah kadar asam urat < 6 mg/dl.

Terapi non Farmakologi :


1. Edukasi Penyakit dan tatalaksana
2. Modifikasi gaya hidup
• Minum cukup (8-10 gelas/hari).
• Mengelola obesitas dan menjaga berat badan ideal.
• Hindari konsumsi alkohol
• Pola diet sehat (rendah purin)

e. Pasien Simulasi:

Peran yang harus dilakukan:


▪ Pasien datang sendiri.
▪ Pasien duduk setelah disapa dan dipersilahkan duduk oleh trainee.
▪ Ekspresi tampak menahan nyeri.
▪ Pasien menjawab pertanyaan kandidat sesuai skenario, tidak memberikan jawaban di
luar skenario. Bila ada pertanyaan di luar skenario dapat dijawab dengan “ tidak
tahu/tidak ada”
▪ Penampilan rapi.
▪ Pada waktu diperiksa oleh trainee: mengikuti instruksi trainee.
▪ Menanyakan penyakit/ pengobatan/ hal yang harus & tidak boleh dilakukan.

Sesi Anamnesis
Identitas:
Nama : sesuai pasien
Jenis kelamin : laki laki
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Status pernikahan : menikah
Alamat : sesuai pasien

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 40


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Riwayat Penyakit Sekarang:


Keluhan Utama : nyeri ibu jari kaki kanan
Onset : sejak 3 bulan terakhir
Progresifitas : makin memberat nyerinya
Faktor yang memperberat : bangun di pagi hari
Faktor yang memperingan : tidak ada
Keluhan Penyerta : benjol dan bengkak serta kemerahan di ibu jari kaki kanan,
kaku di pagi hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Belum pernah sakit serupa
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit gula disangkal.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Keluarga tidak menderita penyakit tekanan darah tinggi dan penyakit gula.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Menikah dengan 1 istri dan 3 orang anaknya.
Riwayat merokok 3 batang perhari dan minum alkohol disangkal.

Sesi Pemeriksaan Fisik


▪ mengikuti instruksi trainee.

Sesi Pemeriksaan Penunjang


● Mendengarkan penjelasan trainee & menyetujui

Sesi diagnosis dan tatalaksana


● Mendengarkan penjelasan trainee & menyetujui
● Menanyakan :
o bahaya penyakit, penyebab, penularannya, kesembuhan
o apan yang harus / sebaiknya dilakukan, & yang tidak boleh dilakukan

KASUS II
a. ANAMNESIS :
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang perempuan, Ny S, usia 55 tahun, Ibu Rumah Tangga, dibawa ke klinik rawat jalan
dengan keluhan nyeri pada lutut kanan yang dialami sejak 5 bulan terakhir ini. Keluhan terjadi
terutama saat berjalan dan beraktivitas. Pasien mengeluh kaku pada lutut di pagi hari.
Bengkak dan kemerahan pada lutut. Nyeri pada jari-jari tangan (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Ny S baru pertama kali sakit seperti ini.
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit gula disangkal.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 41


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.


Keluarga tidak menderita penyakit tekanan darah tinggi dan penyakit gula.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Ny S adalah ibu rumah tangga, tinggal dengan suami dan 3 orang anaknya. Berdasarkan
pendapatan keluarga,, tergolong dalam sosial ekonomi menengah. Riwayat merokok dan
minum alkohol disangkal.

b. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : kompos mentis, tampak sakit sedang
Tanda vital :
TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit, RR : 20x/menit, suhu : 36,9ºC (aksila)
Berat badan 70 kg ; Tinggi badan 155 cm.
Kepala : mesosefal, mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bibir tidak
sianosis, telinga dan hidung dalam batas normal
THT : dalam batas normal
Leher : trakea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorak : Jantung /Paru dalam batas normal
Abdomen : supel, datar, peristaltik (+) normal, timpani (+),tidak nyeri tekan, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas (Lutut Kanan)
Look : edema ringan (+), teraba hangat (+), kemerahan (+)
Feel : nyeri tekan (-)
Move : ROM terbatas karena nyeri dan kaku

c. Pemeriksaan Penunjang :
1). Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin :
Hb : 12,1 g/dl (N : 11-16 gram/dL)
Ht : 36% (N : 31-45%)
Leukosit : 9000/mm3 (4500-13500/mm3)
Trombosit : 310.000 sel/mm3 (150.000-450.000 sel/mm3)
Eritrosit : 4,1 juta sel/mm3 (3.6-4.8 juta sel/mm3)

2). Pemeriksaan radiologi (Regio Genu Dekstra)

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 42


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

- Alignment genu intak, tidak tampak dislokasi


- Tidak tampak fraktur dan destruksi tulang
- Mineralisasi tulang berkurang, trabekulasi kasar, korteks menipis
- Tampak osteofit pada epicondylus lateral et medial tibilais dekstra , supero – inferior
medial patellaris dekstra
- Celah sendi menyempit ke arah medial genu dekstra.
- Jaringan lunak sekitarnya kesan baik

d. Diagnosis
Osteoarthritis regio genu dekstra
e. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologi :
1. Analgesik topical
2. NSAID (oral):
i. non selective: COX1 (Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam, Mefenamat, Metampiron)
ii. selective: COX2 (Meloksikam)
Terapi non Farmakologi :
1. Edukasi Penyakit dan tatalaksana
2. Penurunan berat badan
3. Gaya hidup aktif

f. Pasien Simulasi:

Peran yang harus dilakukan:


▪ Pasien datang diantar anak perempuannya.
▪ Pasien duduk setelah disapa dan dipersilahkan duduk oleh trainee.
▪ Ekspresi tampak menahan nyeri.
▪ Pasien menjawab pertanyaan kandidat sesuai skenario, tidak memberikan jawaban di
luar skenario. Bila ada pertanyaan di luar skenario dapat dijawab dengan “ tidak
tahu/tidak ada”
▪ Penampilan rapi.
▪ Pada waktu diperiksa oleh trainee: mengikuti instruksi trainee.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 43


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

▪ Menanyakan penyakit/ pengobatan/ hal yang harus & tidak boleh dilakukan.

Sesi Anamnesis
Identitas:
Nama : sesuai pasien
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan : menikah
Alamat : sesuai pasien

Riwayat Penyakit Sekarang:


Keluhan Utama : nyeri lutut kanan
Onset : sejak 5 bulan terakhir
Progresifitas : makin memberat nyerinya
Faktor yang memperberat : berjalan atau beraktivitas fisik yang berat
Faktor yang memperingan : tidak ada
Keluhan Penyerta : bengkak dan kemerahan, kaku di pagi hari.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Belum pernah sakit serupa
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.
Riwayat penyakit gula disangkal.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Keluarga tidak menderita penyakit tekanan darah tinggi dan penyakit gula.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Menikah dengan 1 suami dan 3 orang anaknya.
Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal.

Sesi Pemeriksaan Fisik


▪ mengikuti instruksi trainee.

Sesi Pemeriksaan Penunjang


● Mendengarkan penjelasan trainee & menyetujui

Sesi diagnosis dan tatalaksana


● Mendengarkan penjelasan trainee & menyetujui
● Menanyakan :
o bahaya penyakit, penyebab, penularannya, kesembuhan
o apa yang harus / sebaiknya dilakukan, & yang tidak boleh dilakukan

C.4 Daftar Kebutuhan Pendukung


1. Setting Ruang
Ruangan standar yang perlu disediakan :

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 44


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

a. Meja konsultasi 1 buah


b. Kursi dokter 1 buah
c. Kursi pasien dan keluarga 2 buah
d. Kursi dan meja penguji 1 buah
e. Kursi cadangan 1 buah
Peralatan lain menyesuaikan standar ruang praktik dokter
2. Manekin
o Tidak membutuhkan manekin
3. Alat Medis
o Pita ukur
o Goniometer
o Alat medis standard untuk pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik general
(Stetoskop, Sphygnomanometer, senter, thermometer)
4. Bahan Habis Pakai
o Foto rontgen terkait kasus
5. Sarana Pendukung Lain
o Tidak ada
6. Kebutuhan Pasien Simulasi
o Tergantung kasus
7. Kehadiran Laboran
o Tergantung kasus

C.5 Pembahasan Soal

KASUS 1
Anamnesis :
Nyeri hebat pada sendi ibu jari kanan saat bangun pagi berlangsung 30 menit – 1 jam, sejak 3
bulan yang lalu.
Pemeriksaan Fisik :
Ekstremitas (ibu jari kaki kanan)
Look : benjolan (+), teraba hangat (+), kemerahan (+)
Feel : nyeri tekan (+)
Move : ROM terbatas karena nyeri dan kaku
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan laboratorium : Asam urat 10 mg/dl (lebih dari normal)
Pemeriksaan Radiologi : tidak ada fraktur, tampak pembengkakan dan erosi sendi
Diagnosis :
Gout Arthritis (gold standar diagnosis adalah peningkatan asam urat lebih dari normal)

KASUS 2
Anamnesis :
Nyeri lutut (sendi besar penyangga beban tubuh)
Disertai rasa kaku di pagi hari, tampak bengkak dan merah.
Pemeriksaan Fisik :
Ekstremitas (Lutut Kanan)
Look : edema ringan (+), teraba hangat (+), kemerahan (+)
Feel : nyeri tekan (-)

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 45


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

Move : ROM terbatas karena nyeri dan kaku


Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium darah dalam batas normal
Pemeriksaan Radiologi : tidak tampak fraktur, terdapat osteofit dan penyempitan celah
sendi
Diagnosis :
Osteoartritis (peradangan pada sendi besar penyangga beban tubuh, merupakan penyakit
degenerasi)

D. SUMBER BELAJAR LEBIH LANJUT

Active Range of Motion (Ankle & Foot). https://www.youtube.com/watch?v=ViRsbvnL6uQ


Active Range of Motion (Hip Joint). https://www.youtube.com/watch?v=3OiJqAtPQUc
Active Range of Motion: Wrist & Hand. https://www.youtube.com/watch?v=kFnDRhcsFdM
Alexander. 2017. Inflammation in Gout.
Dalbeth. 2005. Mechanism inflammation in Gout.
Elbow Extension Test | Olecranon Fracture. https://www.youtube.com/watch?v=1TILxnuB4P0
Goniometry for the Upper Extremity, Part 1. https://www.youtube.com/watch?v=D5uywZB79HY
Knee Flexion Mobilization | Ventral Capsule Roll Glide Assessment.
https://www.youtube.com/watch?v=S_BQiyrFuH8
MMT Finger PIP, DIP Flexion & Extension. https://www.youtube.com/watch?v=eJ22xVs1oAI
Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout. 2018. Perhimpunan Reumatologi Indonesia
Shoulder Lateral Rotation. https://www.youtube.com/watch?v=dIvuCY91dyc
Shoulder Medial Rotation. https://www.youtube.com/watch?v=3umZRWeYNfM
Shoulder Passive Range of Motion (PROM): https://www.youtube.com/watch?v=n9HQIw1LHDY

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 46


LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIS

DAFTAR PENYUSUN
(Berdasarkan Workshop Modul Skills Lab. 2023)

Tim Trainer Penyusun Modul:


1) Susiana Candrawati
2) Nia Krisniawati
3) Sindhu Wisesa
4) Dody Novrial

Editor Modul:
Susiana Candrawati

Penanggunjawab Keilmuan
Gede Perdana

Beserta semua pihak yang berperan dalam penyusunan versi awal modul ini.

FAKULTAS KEDOKTERAN | UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN | 47

Anda mungkin juga menyukai