Oral Wearable Antimikrobakterial Nanobio Patch Berbasis PH Sensor Sebagai Alat Pencegahan Dini Karies - Kelompok 5
Oral Wearable Antimikrobakterial Nanobio Patch Berbasis PH Sensor Sebagai Alat Pencegahan Dini Karies - Kelompok 5
OLEH KELOMPOK 5:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
DAFTAR ISI
1.2. Tujuan................................................................................................................................... 4
1.3. Manfaat................................................................................................................................. 4
1
3.2.4. Ag/AgCl electrode ....................................................................................................... 16
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Sensor pH wearable memiliki prospek aplikasi yang luas dan potensi pengembangan
yang besar sehingga teknologi ini banyak diminati oleh praktisi kesehatan dalam kedokteran
gigi. Teknologi sensor pH wearable memiliki kemampuan beradaptasi yang baik,
signifikansi fisiologi dan biomarker yang melimpah pada rongga mulut, dan sebagai salah
satu cara ideal untuk pemantauan kesehatan gigi karena teknologi ini cocok untuk aplikasi
biomedis yang beragam. Dengan studi berkelanjutan dan inovasi yang dilakukan, sensor oral
wearable diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pemantauan perawatan
kesehatan pribadi, terutama sebagai alat pencegahan dini karies. Oleh karena itu, dalam
rangka menggali potensi nanoteknologi kedokteran gigi akan dibahas lebih lanjut mengenai
ide proyek oral wearable antimicrobacterial nanobio patch berbasis pH sensor sebagai alat
pencegahan dini karies.
1.2. Tujuan
Tujuan dari proyek oral wearable antimicrobacterial nanobio patch berbasis pH
sensor ini adalah untuk mendeteksi karies sedini mungkin sehingga dapat ditangani lebih
maksimal dan sebelum kondisi karies semakin parah sehingga membutuhkan perawatan
yang lebih kompleks.
1.3. Manfaat
1. Kepenulisan yang komprehensif memberikan informasi yang lengkap tentang fitur-fitur
alat, termasuk kemampuan deteksi dini, monitoring kesehatan mulut, pengiriman obat yang
tepat, dan sifat antimikroba.
2. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan dini karies
dan memberikan informasi yang berguna dalam menjaga kesehatan gigi.
3. Inovasi alat ini memungkinkan pengguna untuk terus memantau kondisi mulut, termasuk
tingkat pH. Hal ini memungkinkan pengguna untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
meningkatkan risiko karies dan mengambil tindakan preventif yang tepat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karies
2.1.1. Definisi
Menurut Kemenkes (2018), karies gigi adalah penyakit yang
mengakibatkan lesi yang menyerupai dentin dan email yang terdemineralisasi.
Karies gigi ialah penyakit yang mempengaruhi jaringan keras gigi, yakni
sementum, dentin, email yang berkembang dari waktu ke waktu. Karies gigi dapat
terjadi akibat bakteri pada permukaan gigi, biofilm atau plak, dan diet, khususnya
komponen karbohidrat yang bisa difermentasi menjadi asam oleh bakteri plak,
khususnya asam asetat dan laktat (Tarigan, 2013). Karies gigi yang memiliki
prevalensi lebih dari 80% di Indonesia menjadi masalah yang mempengaruhi
kesehatan gigi (Fatimatuzzahro et al., 2016). Karies gigi ialah salah satu penyakit
kronis yang paling umum dan menyerang anak-anak di sekolah dasar antara usia 6
hingga 11 tahun (CDC, 2020). Hasil survei Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa
45,3% penduduk Indonesia menderita karies gigi. Ada 54,0% anak-anak dalam
rentang usia 5 sampai 9 tahun yang mengalami kerusakan gigi serupa. Menurut
Riskesdas (2018), rerata karies gigi anak usia 10 sampai 12 tahun ialah 1,89%
(Riskesdas, 2018).
2.1.2. Tingkatan Karies
Temuan studi mengenai perbandingan yang membandingkan indeks DMF-
T dan ICDAS guna mengukur keparahan karies. Melalui dua cara ini, yang
masing-masing menghasilkan skor yang berbeda, ICDAS ialah pemeriksaan non-
kavitas dan kavitas. Kelebihan dari pemeriksaan ini ialah deteksi lesi yang jauh
lebih dini sebelum karies dimulai, kriteria penilaian yang lebih tepat untuk deteksi
dini karies, mengikuti perjalanan karies dan kelemahan dari pemeriksaan ini
memerlukan waktu yang lama
Skor pemeriksaan 0: menunjukkan gigi yang sehat. 1: Bagian dalam gigi
tampak kering dan ada lesi putih di permukaan gigi. 2: Lesi putih dapat diamati
pada permukaan gigi saat basah. 3. Karies email yakni kerusakan email tanpa
5
keterlibatan dentin. 4: Lesi email dalam, lesi telah mencapai dentino enamel
junction (DEJ) atau terlihat bayangan dentin yang gelap. 5: Lesi sudah mencapai
dentin. 6/ Lesi sudah mencapai pulpa
Kaca mulut (peralatan diagnostik) dan instrumen sonde juga digunakan
untuk mengukur indeks DMF-T dalam prosedur pemeriksaan karies. Unsur-unsur
ditambahkan untuk melakukan penilaian. Decayed (D) karies gigi yang masih
dapat dilakukan penambalan, Missing (M) gigi yang telah dicabut sebab karies,
Filled (F) gigi yang dilakukan penambalan sebab karies sesudah itu dibagi dengan
jumlah yang diperiksa. Hasilnya dibagi menjadi 5 kategori: sangat rendah (0,0-
0,1), rendah (1,2-2,6), sedang (2,7-4,4), tinggi (4,5-6,5), dan sangat tinggi (>6,6).
Metode ini memiliki kelebihan sebab lebih sederhana dan bisa mengukur
prevalensi karies. Dan kelemahan tak bisa membedakan antara kedalaman karies
atau jumlah gigi berlubang yang sebenarnya.
Indeks Keparahan Karies (CSI) menurut Koroluk et al. (2014), bisa
digunakan untuk menilai tingkat keparahan karies gigi. Karena CSI tak
membedakan gigi yang dicabut karena karies, gigi yang memiliki tambalan terkait
karies, atau gigi berlubang yang disebabkan oleh karies. Kriteria evaluasi S, C1,
C2, C3, dan C4 digunakan dengan indeks CSI. Untuk gigi yang sehat, diterapkan
kode S dengan skor 0. Jika sonde menyangkut tetapi email belum melunak, maka
dipakai kode C1 dengan skor 1. Jika sonde tersangkut dan terdapat pelunakan
dentin yang lebih dalam, maka dipakai kode C2 dengan skor 2. Jika pulpa terkena
karies lebih parah, maka dipakai kode C3 dengan skor 3. Jika mahkota gigi sudah
rusak dan akarnya masih ada maka digunakan kode C4 dengan skor 4.
Pengukuran tingkat keparahan karies dan melihat kedalaman tingkat
keparahan karies gigi kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. C0 = artinya tidak ada karies.
2. C1 = Hanya email yang terkena karies.
3. C2 = Dentin telah terkena karies.
4. C3 = pulpa terkena karies.
6
Nilai DMF-T (Decay Missing Filled Teeth) dipakai guna menilai kondisi
gigi dan mulut khususnya karies gigi. Angka D mewakili jumlah gigi berlubang
yang disebabkan oleh karies gigi, angka M mewakili pencabutan gigi yang
disebabkan oleh karies gigi, dan angka F mewakili gigi yang telah ditambal karena
karies atau 14 yakni dalam keadaan sehat untuk seseorang. jumlah gigi berlubang
(D), gigi, dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tambalan yang baik (F)
per anak usia 12 tahun adalah ≤ 3 (tiga) gigi (Notohartojo dan Ghani, 2016). Ini
adalah indikator utama untuk mengukur DMF-T menurut WHO.
2.1.3. Etiologi
Penyakit periodontal yang dikenal sebagai karies bisa mempengaruhi semua
orang. Waktu, substrat, mikroorganisme, agent, dan host merupakan komponen
penting dalam karies karena etiologinya yang kompleks. Terdapat perbedaan antara
modifikasi yang secara langsung mempengaruhi biofilm dan faktor etiologi atas
faktor penyebab primer yang secara langsung mempengaruhi biofilm atau lapisan
tipis yang khas pada permukaan gigi yang terbentuk dari saliva.
Lama waktu makanan menempel di mulut, lingkungan substrat (makanan),
mikroorganisme mulut, dan struktur gigi merupakan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gigi berlubang. Perilaku, kesadaran, lingkungan, tingkat
pendidikan, tingkat perekonomian, jenis kelamin, dan umur merupakan faktor lain.
a. Host
Saliva, faktor kristalografis dan kimia, struktur jaringan gigi, dan bentuk gigi ialah
sejumlah hal yang membuat gigi menjadi tempat yang potensial untuk karies gigi.
Pit dan fisura gigi posterior (belakang) sangat rawan terhadap karies sebab sisa
makanan bisa menumpuk di sana dengan mudah, terutama di pit dan fisura yang
dalam. Saliva ialah elemen vital lainnya yang bisa berkontribusi untuk membasahi
mukosa mulut, gigi, dan rongga mulut. Selain itu, saliva berkontribusi pada
pencegahan karies. Menghambat demineralisasi dan menaikkan remineralisasi
ialah dua efek kalsium dan fosfat.
b. Agent
7
Karies gigi berkembang sebagian besar karena plak. Plak gigi ialah lapisan bakteri
lunak berbasis matriks antar sel yang terbentuk di permukaan gigi dan melekat
dengan kuat. Bakteri S. mutans bersama dengan Actinomyces viscosus,
Lactobacillus sp., dan S. sanguis yang berasosiasi erat dengan gigi dan produksi
asam laktat yang diperlukan untuk degradasi email dinggap berperan sebagai faktor
agen ( mikroorganisme) yang paling signifikan.
c. Substrat/Enviroment/Lingkungan
Proses kolonisasi dan reproduksi mikroba pada permukaan enamel substrat atau
elemen makanan berdampak pada pembentukan plak dipengaruhi oleh diet atau
faktor substrata. Dengan menyediakan bahan yang dibutuhkan bakteri dalam
membuat asam dan bahan kimia aktif lainnya yang membuat karies gigi muncul di
mana faktor substrat ini berdampak pada metabolisme bakteri dalam plak. Karena
sukrosa merupakan jenis karbohidrat yang paling sering dikonsumsi maka dapat
dikatakan sukrosa sebagai penyumbang utama karies gigi.
d. Waktu
Tingkat perkembangan karies gigi dan frekuensi adhesi substrat ke gigi keduanya
dipengaruhi oleh waktu. Sesudah mengonsumsi makanan yang di dalamnya
terkandung gula, mikroba dalam mulut bisa mengubah gula menjadi asam dan
menurunkan pH. Saliva mencegah karies merusak gigi dalam hitungan minggu
atau, melainkan dalam hitungan tahun atau bulan. Dimenarialisasi bisa dimulai
hanya dalam waktu dua jam, tetapi dapat memakan waktu antara 6 hingga 48 bulan
bulan untuk karies berkembang menjadi kavitas.
Selain itu, penyebab tidak langsung dari karies gigi ialah:
a. Usia
Semakin lama gigi berada di rongga mulut, di mana partikel makanan dan kuman
menutupinya, semakin besar kemungkinannya untuk terbentuknya karies gigi. Gigi
semakin banyak digunakan untuk pengunyahan seiring bertambahnya usia. Gigi ini
lebih rentan terkena karies.
b. Jenis kelamin
Karies lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. Gigi anak
perempuan tumbuh lebih cepat daripada gigi anak laki-laki, menyebabkan gigi anak
8
perempuan lebih lama berada di mulut. Hal ini bukanlah sebabb perbedaan jenis
kelamin atau berdasarkan keturunan. Akibatnya, gigi anak perempuan lebih lama
dihubungkan dengan faktor risiko karies.
c. Ras (suku bangsa)
Sulit memastikan apakah ras berdampak pada prevalensi karies gigi. Akan tetapi,
mungkin ada korelasi antara bentuk tulang rahang suatu ras dengan prevalensi
karies. Seperti contoh, karies akan meningkat pada ras tertentu sebab bentuk rahang
yang sempit yang menyebabkan gigi di rahang menjadi padat dan sulit dibersihkan
(Tarigan, 2015).
d. Keturunan
Orang tua dari anak dengan karies rendah cenderung juga memiliki karies yang
rendah, sedangkan orang tua dari anak dengan karies tinggi cenderung juga
memiliki karies yang tinggi.
e. Status sosial ekonomi
Anak-anak dari keluarga sosial ekonomi rendah memiliki indeks DMF-T lebih
tinggi daripada anak-anak dari keluarga sosial ekonomi tinggi. Bagaimana
seseorang bertindak dalam upaya menjaga kesehatan mulutnya dilihat dari status
social ekonomi keluarga berdasarkan pendapatan orang tua, pekerjaan, dan
pendidikan (Susi, 2012; Heymann, 2013).
9
2.1.4. Patofisiologi
Menurut Miller, Black, dan William, patofisiologi karies gigi diawali
dengan terbentuknya asam (H+) akibat adanya gula (sukrosa) dan bakteri pada plak
(kokus). Bakteri dalam plak secara biokimia (fermentasi) akan menguraikan gula
(sukrosa) untuk menghasilkan asam (H+) dan desxtran. Desxtran bakal mengikat
asam (H+) yang terbentuk di permukaan email gigi. Hanya sedikit asam (H+) yang
dihasilkan saat gula (sukrosa) jarang dikonsumsi. Namun, jika gula (sukrosa)
dikonsumsi secara teratur, asam bakal terbentuk hingga pH mulut turun di bawah 5
(Chemiawan, 2004).
Bagian ekor dari lubang enamel (port d'entre), dimana asam (H+) dengan
pH 5 ini bisa masuk ke dalam enamel. Permukaan email di sisi lain memiliki
konsentrasi kristal fluorapatite yang kuat menahan asam yang akibatnya asam
hanya bisa menembus permukaan email dan mencapai bawah permukaan email.
Kristal hidroksiapatit akan hancur jika asam merembes ke permukaan enamel.
Reaksi kimianya ialah:
Reaksi bakal berulang lagi selama ada asam yang terus menerus masuk ke
bawah dan dalam ke permukaan enamel. Oleh karena itu, semakin banyak Ca yang
dilepaskan, semakin banyak Ca yang pada akhirnya bakal keluar dari email.
Dekalsifikasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses ini yang
juga dikenal sebagai dekalsifikasi bawah permukaan sebab terjadi di dasar enamel.
Rangkuman Schatz (Chemiawan, 2004) tentang kejadian karies gigi ialah:
Sukrosa + Plak = Asam
Asam + Email = Karies
10
2.2. Oral Wearable Patch
2.2.1. Definisi
Oral Wearable Patch merupakan sebuah perangkat medis yang telah
dirancang untuk ditempatkan pada mukosa mulut (pada rongga mulut) dengan
tujuan menyalurkan obat atau bahan aktif lainnya ke dalam aliran darah. Patch ini
terbuat dari bahan yang fleksibel, tipis, dan dapat menempel pada permukaan dalam
mulut, seperti pipi, gusi, atau lidah. Oral Wearable Patch memiliki fungsi untuk
melepaskan zat aktif secara bertahap melalui mukosa mulut, memungkinkan
penyerapan obat secara langsung ke aliran darah tanpa melewati saluran
pencernaan.
Awalnya Oral Wearable Patch digunakan sebagai alternatif konsumsi obat
yang lebih nyaman terutama bagi individu yang kesulitan menelan pil atau
membutuhkan pengiriman obat yang lebih cepat dan efisien. Patch ini dapat
digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk pengiriman obat penghilang rasa
sakit, terapi penggantian hormon, penghentian kebiasaan merokok, serta
pengiriman vaksin atau biologik. Sistem tambalan gigi yang dapat dipakai
dirancang untuk memenuhi permintaan penginderaan in situ dan pengiriman obat
di dalam rongga mulut. ( Z. Shi et al, 2022)
11
Terdapat kandungan zat aktif atau obat yang akan menembus jaringan mulut.
Obat tersebut dapat berupa bahan kimia atau senyawa yang krusial untuk
pengobatan.
4. Drugs Delivery
Setelah ditempelkan, obat akan larut dan diserap melalui jaringan mulut, seperti
gusi, mukosa, atau langit-langit mulut. Obat akan diserap dengan masuk ke
sistem peredaran darah melalui pembuluh darah kecil di dalam rongga mulut.
5. Distribusi obat
Setelah masuk ke dalam peredaran darah, obat bakal disebarkan ke semua
bagian tubuh dengan sirkulasi darah. Proses ini memungkinkan obat mencapai
organ atau jaringan yang membutuhkannya untuk pengobatan.
12
terbuat dari bahan dengan sifat responsif terhadap pH, seperti polimer atau
nanomaterial.
Ketika Nano pH Sensor bersentuhan dengan saliva atau plak gigi, terjadi reaksi
kimia antara sensor dan ion hidrogen yang ada di lingkungan tersebut. Interaksi antara
sensor dan ion hidrogen menghasilkan potensial listrik yang sebanding dengan tingkat
pH. Potensial ini kemudian diukur dan dikonversi menjadi sinyal digital oleh
elektronika terintegrasi dalam sensor.
Nano pH Sensor dilengkapi dengan sirkuit miniatur yang memungkinkan
pengolahan data secara real-time dan transmisi nirkabel. Nilai pH yang diukur
dikirimkan ke perangkat terhubung, seperti smartphone atau komputer, di mana
mereka dapat ditampilkan dan dianalisis. Hal ini memungkinkan pengguna untuk
memantau kesehatan mulut mereka dan mendeteksi tanda-tanda awal karies gigi.
Sensitivitas tinggi Nano pH Sensor memungkinkan pengukuran pH yang akurat
dan presisi, bahkan dalam keberadaan perubahan pH yang kecil. Sensor ini dapat
mendeteksi variasi subtil dalam lingkungan mulut, yang mengindikasikan pergeseran
menuju kondisi asam yang dapat mempromosikan pertumbuhan bakteri berbahaya dan
berkontribusi pada perkembangan karies gigi.
13
BAB III
GAGASAN ILMIAH
14
dikirimkan ke smartphone dengan basis IoT. Kemudian, pengguna akan menerima peringatan
mengenai potensi lesi karies yang mungkin terjadi. Jika diperlukan, melalui aplikasi seluler
khusus, pengguna dapat memberikan perintah untuk pelepasan fluor secara on-demand
melalui modul pengiriman obat. Pendekatan ini merupakan metode efisien untuk
menghentikan dan membalikkan perkembangan lesi karies dengan menghambat aktivitas
bakteri dan menginisiasi proses remineralisasi gigi.
3.2. Komponen
3.2.1. Poliimida
Polimida adalah kelas polimer yang memiliki permeabilitas tinggi terhadap
CO2 dan memiliki selektivitas cocok untuk CH4. Komponen ini dipandang sebagai
alternatif untuk selulosa asetat, karena komponennya juga mudah disiapkan sebagai
membran asimetri terutama dapat menunjukkan kinerja stabilitas termal dan kimia
yang baik. Polimida terdiri dari segmen diamina-diahidrida yang telah mengalami
poli kondensasi, oleh karena itu berbagai polimida lahir dengan sifat pemisahan gas
yang baik berdasarkan berbagai diamina dan dianhydride.
3.2.2. Polidimetilsiloxano
Karena memiliki kualitas yang lebih baik daripada polimer lainnya maka
polisiloksan ialah polimer yang paling umum dipaki sebagai lapisan pelindung
baja. Polysiloxane paling sering dipakai sebagai penutup pelindung untuk beragam
aplikasi tertentu. Dibandingkan dengan kebanyakan bahan elastomer lainnya,
Polysiloxane lebih tahan terhadap oksidasi rantai utama silikon pada suhu tinggi.
15
ratusan µm. Lapisan elektroda yang dibuat dari bubur ini pun sangat tebal.
Meskipun agak tipis, lapisan ini bisa membantu difusi ion elektrolit menuju pelat
pengumpul arus. Di sisi lain, sulit untuk menemukan daya rekat (adhesiveness)
bubur yang baik pada pelat pengumpul yang ada. Akibatnya, studi pengikat juga
menjadi penting.
16
3.3. Prinsip Kerja
Prinsip kerja pH sensor pada alat ini melibatkan pengolahan dan transmisi data yang
diperoleh dari perubahan nilai pH dalam lingkungan mikro topikal gigi. Pengambilan sampel
pada sensor pH dilakukan melalui elektroda elektrokimia yang memiliki sensitivitas terhadap
perubahan pH. Elektroda ini terdiri dari bahan atau material yang mampu menghasilkan
respons terhadap perubahan nilai pH dalam lingkungan.
Saat elektroda pH ditempatkan pada penempelan gigi, elektroda tersebut berinteraksi
dengan lingkungan sekitar gigi, termasuk saliva, plak gigi, dan cairan lainnya yang ada di
mulut. Ketika bakteri penyebab karies, seperti Streptococcus mutans, metabolisnya
menghasilkan asam, maka pH di sekitar gigi akan berubah menjadi lebih rendah (lebih asam).
Perubahan nilai pH yang terjadi pada lingkungan mikro topikal gigi akan mempengaruhi
elektroda pH. Elektroda ini mengandung senyawa atau bahan yang berubah responsif
terhadap perubahan pH. Misalnya, elektroda pH dapat menggunakan bahan yang
menghasilkan perubahan potensial elektrokimia sejalan dengan perubahan pH. Perubahan
potensial ini dapat diukur dan diubah menjadi sinyal yang dapat diinterpretasikan sebagai
nilai pH.
Melalui kopling induktif di bawah medan elektromagnetik 13,56 MHz, energi dapat
ditransmisikan secara nirkabel dari smartphone yang dilengkapi NFC ke antena NFC. Energi
yang diperoleh kemudian dimodulasi oleh chip NFC menjadi tegangan stabil yang digunakan
sebagai sumber daya untuk sistem tanpa baterai Untuk mengakomodasi ruang terbatas di
dalam rongga mulut, digunakan chip MCU berdaya rendah yang terintegrasi dengan periferal
sinyal seperti konverter analog ke digital (ADC), beberapa penguat operasional (Amp), dan
konverter digital ke analog (DAC) untuk mengurangi ukuran sirkuit, konsumsi daya, dan
biaya material.
Patch dilengkapi dengan sensor optik yang bekerja dengan prinsip pemantulan
cahaya untuk mendeteksi keberadaan plak pada permukaan gigi. Ketika cahaya dipancarkan
ke gigi, permukaan yang bersih akan memantulkan cahaya dengan karakteristik tertentu.
Namun, plak memiliki sifat optik yang berbeda, sehingga memantulkan cahaya dengan pola
yang berbeda pula. Dengan menganalisis pola pantulan cahaya yang diterima oleh sensor,
patch dapat mengenali adanya plak pada gigi. Sensor optik pada patch mengumpulkan data
mengenai pantulan cahaya dari permukaan gigi. Data ini kemudian diproses dan dianalisis
17
oleh algoritma yang terdapat dalam patch. Algoritma ini melakukan perbandingan antara
pola pantulan cahaya yang diamati dengan pola referensi yang diketahui untuk gigi yang
bersih. Berdasarkan perbandingan ini, algoritma dapat menentukan tingkat keberadaan plak
pada gigi.
Untuk pemantauan lingkungan asam, sirkuit potensiometri elektrokimia terbuka
didirikan dengan chip MCU. Potensial elektroda yang sensitif terhadap pH diambil sampel
dan dikonversi menjadi sinyal digital oleh ADC, kemudian dikirimkan secara nirkabel ke
smartphone untuk pengolahan data oleh chip dan antena NFC. Nilai pH kemudian
ditampilkan di layar. Jika nilai pH menunjukkan adanya lingkungan asam yang berkelanjutan
pada gigi, perintah pengobatan dapat diberikan melalui smartphone. Untuk modul
pengiriman obat, potensial konstan diterapkan pada elektroda melalui DAC untuk pelepasan
fluor secara listrik. Potensial dan durasi pelepasan dapat diatur sesuai kebutuhan untuk
mengatur jumlah fluor yang diberikan.
18
gigi, mencegah perkembangan karies, dan meningkatkan kualitas hidup secara
keseluruhan.
19
BAB IV
KERANGKA KONSEP
4.1. Pendahuluan
4.1.1. Latar Belakang
● Karies gigi ialah masalah kesehatan oral yang sering terjadi dan mempengaruhi
kualitas hidup.
● Deteksi dini karies sangat penting untuk penanganan yang lebih efektif dan
pencegahan kerusakan yang parah.
● Perkembangan teknologi nanobio dan sensor pH membuka peluang untuk
pengembangan alat pencegahan dini karies yang inovatif.
4.1.2. Tujuan
● Mendeteksi karies sedini mungkin sehingga dapat ditangani lebih maksimal
4.1.3. Manfaat
● Melalui makalah yang memiliki kepenulisan yang komprehensif ini, dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pencegahan dini karies, dan
memungkinkan pengguna untuk memantau kondisi mulut serta mengambil
tindakan preventif yang tepat.
4.2. Tinjauan Pustaka
4.2.1. Karies
● Karies gigi ialah penyakit yang membuat terdapat lesi yang berupa demineralisasi
email dan dentin
● Pemeriksaan pengukuran keparahan karies melalui ICDAS dan indeks DMF-T.
● Etiologi karies sifatnya multifaktorial, yang memerlukan faktor-faktor penting
seperti host, agent, mikroorganisme, substrat dan waktu.
● Karies gigi terjadi ketika asam (H+) yang terbentuk akibat fermentasi gula
(sukrosa) oleh bakteri di plak mengikat dan melarutkan kristal hidroksiapatit pada
permukaan dan bawah permukaan email gigi.
20
4.2.2. Oral Wearable Patch
● Oral Wearable Patch adalah perangkat medis yang ditempatkan di dalam mulut
untuk menyampaikan obat secara bertahap melalui mukosa mulut ke dalam aliran
darah, memungkinkan pengiriman obat yang lebih nyaman dan efisien.
4.2.3. Nano pH Sensor
● Nano pH sensor adalah alat nanoteknologi yang berfungsi untuk mengukur
kuantitas fisik dan mengubahnya menjadi sinyal yang bisa dideteksi serta
dianalisis.
4.3. Gagasan Ilmiah
4.3.1. Gambaran Umum
● Oral Wearable Antimicrobial Nanobiopatch berbasis pH sensor adalah sebuah alat
patch fleksibel dengan lapisan sirkuit kontrol dan rangkaian elektroda yang
menggunakan bahan biokompatibel, memungkinkan deteksi pH, tingkat glukosa,
dan resiko plak, serta pengiriman obat yang dapat dikendalikan dan transmisi data
nirkabel untuk pencegahan dini dan pengobatan karies gigi.
4.3.2. Komponen
● Bahan yang digunakan pada alat ini adalah polimida, PDMS, elektroda Ag/AgCL,
dan nanopartikel emas (AuNPs).
4.3.3. Prinsip Kerja
● Prinsip kerja pH sensor pada alat ini melibatkan pengolahan dan transmisi data
yang diperoleh dari perubahan nilai pH dalam lingkungan mikro topikal gigi.
4.3.4. Potensi Efektivitas
● Oral Wearable Antimicrobial Nanobiopatch berbasis pH sensor memiliki potensi
efektivitas tinggi dalam pencegahan dini karies gigi dengan mendeteksi perubahan
pH, memungkinkan intervensi tepat waktu, memantau kesehatan mulut,
pengiriman obat secara tepat sasaran, dan sifat antimikroba.
21
DAFTAR PUSTAKA
Korostynska, O., et al. (2007). State Key Laboratory of Nonlinear Mechanics (LNM), Institute of
Mechanics, Chinese Academy of Sciences, Beijing 100080, China. Journal MDPI Sensors,
7(12); hal. 3027-3042.
Alfalahi, S. N. Y., Failasufa, H., & Rakhmawati, A. K. (2020). Perbandingan Internasional Caries
Detection and Assessment System (ICDAS) dan Indeks DMF-T Untuk Mengukur
Keparahan Karies. In Prosiding Seminar Nasional Unimus (Vol. 3).
Palupi, N. P. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Kesehatan Gigi Dengan
Keparahan Karies Gigi Molar Satu Permanen Pada Anak Usia 8-12 Tahun (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).
Rosier, B. T., Marsh, P. D. & Mira, A. (2018) Resilience of the oral microbiota in health:
mechanisms that prevent dysbiosis. J. Dent. Res. 97, 371–380.
Yuanfang Li, Hao Tang, Ying Liu, Yancong Qiao, Hongqi Xia, Jianhua Zhou. (2022). Oral
wearable sensors: Health management based on the oral cavity, Biosensors and
Bioelectronics: X, Volume 10,100135, ISSN 2590-1370,
ttps://doi.org/10.1016/j.biosx.2022.100135.
Radaic, A. & Kapila, Y. L. (2021). The oralome and its dysbiosis: New insights into oral
microbiome-host interactions. Comput. Struct. Biotechnol. J. 19, 1335–1360.
Rosier, B. T., Marsh, P. D. & Mira, A. (2018). Resilience of the oral microbiota in health:
mechanisms that prevent dysbiosis. J. Dent. Res. 97, 371–380.
22