Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK 2

BLOK 14 MODUL 3
KOLIK DAN DISURIA

Disusun oleh : Kelompok 2

Way Wimaba R T 2010016107


Muh. Ari Alfauzan 2110016014
Karina Diva Cantika 2110016017
Achmad Alkaff 2110016033
Farsya Aulia Bahri 2110016053
Elias Fransiskus Pardosi 2110016063
Vhania Yuannisa 2110016069
Naomi Christy Natasha Tambunan 2110016076
Ruth Sheren Romauly Simorangkir 2110016093
Muh Dzulfikar A A 2110016099

Tutor : Dr. dr. Nataniel Tandirogang, M.Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul
“Dispepsia” ini tepat pada waktunya. Laporan ini kami susun dari berbagai sumber ilmiah
sebagai hasil dari Diskusi kelompok Kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselesaikannya laporan ini, antara lain:
1. Dr. dr. Nataniel Tandirogang, M.Si selaku tutor kelompok 6 yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK)
2. dr. Riries Choiru Pramulia Yudia, M.Kes selaku penanggung jawab modul B14M3
yang berjudul “ Kolik dan Disuria”
3. Teman-teman kelompok 2 yang telah menyumbangkan pemikiran dan tenaganya
sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik, serta
dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan
2021 dan pihak-pihak narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyelesaikan laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil
(DKK) ini.

Samarinda, 14 Oktober 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
C. Manfaat 1
1
SKENARIO 2
A. Step 1 Identifikasi Istilah 2
B. Step 2 Identifikasi Masalah 3
C. Step 3 Analisa Masalah 3
D. Step 4 Kerangka Konsep 5
E. Step 5 Learning Objectives 6
G. Step 7 Sintesis 6
DAFTAR PUSTAKA 34
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meskipun sebagian besar masyarakat mungkin pernah mengalami, akan tetapi
istilah kolik disuria mungkin masih tidak umum di telinga banyak masyarakat.
Kolik sendiri merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut seperti obstruksi
usus, atau batu ureter. Sedangkan disuria merupakan gejala nyeri, rasa terbakar,
perih atau gatal pada uretra saat buang air kecil.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah merupakan reaksi inflamasi sel urotelium
yang melapisi saluran kemih. Manifestasi klinis ISK terbagi menjadi ISK atas dan
ISK bawah. Faktor risiko terjadinya ISK dikaitkan dengan umur, gender (wanita
lebih sering), aktivitas keseharian, penyakit yang mendasari, instrumentasi traktus
urinarius dan adanya gangguan berkemih.
Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu di saluran
kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra. Pembentukan batu dapat
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi, kelainan genetik,
dan obat-obatan. Faktor risiko terjadinya pembentukan batu antara lain, terjadinya
BSK diusia muda, faktor keturunan, batu asam urat, batu akibat infeksi,
hiperparatiroidisme, sindrom metabolik, dan obat-obatan.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam diskusi kami ini adalah untuk mengetahui dan
memahami tentang :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi Diare Kronik
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, tatalaksana dari :
a. Inflammatory Bowel Disease (IBD)
b. Irritable Bowel Syndrome (IBS)
BAB II
PEMBAHASAN

KOLIK dan DISURIA

I. SKENARIO TUTORIAL

Aduh……Pinggangku Sakit !!!

Di Instalasi Gawat Darurat sebuah Rumah Sakit tampak seorang bapak dengan usia
sekitar 40 tahun terlihat sangat kesakitan. Dari anamnesis diketahui pasien sedang
mengalami kolik, yang dirasakan pasien sejak dua jam yang lalu dan sempat
menghilang. Dua bulan sebelumnya ada keluhan sering kencing disertai disuria dan
sedikit demam, karena pengobatan yang tidak tuntas keluhan ini masih sering muncul
hingga sekarang. Buang air besar normal. Saat diperiksa oleh dokter didapatkan nyeri
tekan perut kanan tidak terlalu jelas. Didapatkan nyeri ketok di costovertebral angel
kanan. Pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan eritrosit urine lebih dari 30 plp ,
leukosit urine 10-15 plp. Pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal. Pemeriksaan
kimia darah, ureum 55 mg/dl, serum kreatinin 2,5 mg/dl.

A. Step 1 Identifikasi Istilah


1. Kolik : adalah nyeri abdomen akut berupa serangan nyeri viseral intermitten
dengan fluktuasi yang mengikuti peristaltik otot polos, nyeri akibat spasme otot
polos akibat dari obstruksi saluran urin, obstruksi terjadi dilatasi dan spasme
2. Disuria : adalah rasa sakit/nyeri saat miksi karena adanya peradangan mukosa
uretra dan meatus uretra externa
3. Costovertebral angle kanan : adalah sudut yang dibentuk costa 12 dan
processus transversus, tulang lumbal, dan ginjal yang terletak dibelakang
costovertebral, nyeri ketok (+) tandanya didapati infeksi/kerusakan pada ginjal,
salahsatu sudut 90derajat, pem.ketok CVA di posterior/belkang abdomen
4. Serum kreatinin : adalah produk limbah hasil metabolisme otot yang digunakan
selama kontraksi otot. Ureum merupakan zat sisa dari pemecahan protein dan
asam amino di dalam hati. Kadar ureum dapat diukur melalui tes blood urea
nitrogen (BUN). Sebelum dikeluarkan dari tubuh melalui urine. Serum kreatinin
menjadi pertanda baik buruknya fungsi ginjal, karena organ ini yang mengatur
agar kreatinin tetap berada pada kadar normalnya 0,6-1,1 mg/dL pada pria dan
0,5-1,1 mg/dL pada wanita.
5. Ureum : adalah senyawa amonia yg bersumber dr metabolisme dan asam amino
yang diubah dihepar menjadi ureum, zat sisa dari pemecahan protein yg diubah
di hepar

B. Step 2 Identifikasi Masalah


1. Kenapa pasien mengalami kolik yang hilang timbul?
2. Apa yang menyebabkan pasien sering buang air kecil?
3. Mengapa pasien mengalami disuria dan sedikit demam?
4. Apakah ada hubungan antara gejala yang dialami 2 bulan sebelumnya dengan
yang sekarang ?
5. Mengapa bisa terjadi nyeri ketok di CVA kanan
6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab pasien
7. Apa kemungkinan diagnosis dari skenario
8. Apa tatalaksana awal terkait keluhan pasien

C. Step 3 Analisa Masalah


1. Kenapa pasien mengalami kolik yang hilang timbul?

Kolik hilang timbul, mengikuti gerakan peristaltik dan fluktuasi


mengikuti fase peristaltik yang terkena kolik, 15mnt hilang timbul beberapa saat
dan kemudian terjadi lagi selama 15 menit, terjadi peristaltik karena adanya
sumbatan di ureter maka peristaltik mendorong sumbatan agar saluran nya dapat
lancar

Adanya spasme otot yang terkena sumbatan karena ada batu yang
menyebabkan obstruksi meningkatkan tekanan di pelvis renal, melepaskan
prostaglandin yang menyebabkan laktat yang serabut saraf dan menghasilkan
rasa nyeri, sumbatan > hipoksia > nyeri > mengikuti peristaltik, muncul karena
adanya peran dari otot polos > distensi berdampak pada otot polos > kontraksi >
lumen saluran terditensi > hilang timbul karena kontraksi dan relaksasi, nyeri
dirasakan pada CVA menjalar ke dinding depan abdomen di daerah inguinal

2. Mengapa pasien sering buang air kecil?

Dikarenakan ada peradangan di daerah sfingter ada pulpa, yang


menyebabkan demam, karena sering menahan kencing, menyebabkan rasa nyeri
>inflamasi> nyeri setelah (kerusakan di vesica)/sebelum miksi (kerusakan di
uretra), gejala DM, hiperplasia protat

3. Mengapa pasien mengalami disuria dan sedikit demam?

Karena terdapat infeksi, demam > infeksi (reaksi infeksi), disuria >
infeksi pada uretra, menginfeksi secara asending > dari flora normal usus yang
keluar melalui anus dan naik ke uretra, bisa lwt hematogen dan limfogen (naik
ke atas), perempuan lebih sering terkena karena uretra lbh pendek drpd uretra
laki2, demam > reaksi sistem imun, disuria terjadi karena urin terkena mukosa
uretra > diperburuk dgn peristaltik uretra, dan akhirnya ada gatal rasa terbakar

4. Apakah ada hubungan antara gejala yang dialami 2 bulan sebelumnya


dengan yang sekarang ?
Pengobatan tidak tuntas maka obstruksi juga tidak hilang secara total,
resistensi antibiotik yang tidak sampai selesai maka akan menyebabkan bakteri
tidak mati dan terbentuklah bakteri baru yang resisten, terapi simptomatik yg
tidak menyelesaikan infeksi, gejala 2 bulan lalu diuria demam mengarah ke ISK,
kolik dan nyeri CVA mengarah ke batu/endapan pada ginjal.

5. Mengapa bisa terjadi nyeri ketok di CVA kanan?

Ginjal kanan mengalami inflamasi karena infeksi, batu ginjal > batu
obstruksi dan iritasi di nefro (nefritis), peradangan dan ginjal oeradangan jika
disentuh mengalami nyeri, di CVA kanan karena obstruksi > obstruksi bergetar
dan nyeri , obstruksi iritasi pd saluran, infeksi sdh naik, CVA kontak nyeri
dibagian belakang > melakukan ketik nyeri di sebelah kanan, nyeri menjalar
kebagian depan bawah iguinal/kemaluan, ada batu ginjal yg gerakan peristaltik
ke bagian distal

6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab pasien?

Pemeriksaan sedimen urin

• Eritrosit urine >30 plp -› hematuria (normalnya 5-10 plp) (normalnya <5plp,
kerusakan membran glomerulus eritrosit keluar sampai ke urin, jumlah eritrosit
menentuksn luas cedera yang terjadi)

• Leukosit urine 10-15 plp -> leukosituria (normalnya <5 plp) (berkaitan dengan
infeksi dikeluarkan lebih banyak mekanisme kompensasi tubuh melawan
infeksi)

Pemeriksaan kimia darah


• Ureum 55 mg/d -› uremia (normalnya adalah 8-24 mg/dl pada pria dan 6-21
mg/dL pada wanita)

• Serum kreatinin 2,5 mg/dI -> kadar kreatinin tinggi lebih dari normal yang
menandakan adanya gangguan fungi ginjal (normalnya 0,6 - 1,2 mg/dl)

7. Apa kemungkinan diagnosis dari skenario

Gejala utama kolik (mengarah ke otot polos yg ada disaluran )dan disuria
(kesulitan buang air kecil) terjadi masalah di saluran, infeksi saluran kemih atau
batu di saluran kemih dan ada gejala tambahan berupa nyeri CVA kanan (+),
ISK pada ginjal pielonefritis, batu di saluran bagian ginjal piokolelitiasis

8. Apa tatalaksana awal terkait keluhan pasien

Terapi Farmako : Diberikan analgetik selama 7-14hr, diuretik, demam


antipiretik, antibiotik sesuai infeksi (Leukosit normal dan hanya sedikit demam
kemungkinan bukan karena bakteri)

Terapi non farmako : distraksi atau mengalihkan perhatian klien dari nyeri ,
pemijatan, relaksasi, kompresi, edukasi minum air putih >2L/hari, tidak
menahan kencing, diberikan katerisasi jika pasien kesulitan buang air kecil
(dilakukan kolik berlangsung lama dan tdk ada perubahan setelah diberikan obat
lini pertama)
D. Step 4 Kerangka Konsep

E. Step 5 Learning Objectives


1. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme dari kolik dan disuria
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis dan tatalaksana dari ISK
3. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis dan tatalaksana dari BSK
F. Step 6 Belajar Mandiri
Pada tahap ini, mahasiswa akan mencari jawaban dari tujuan pembelajaran
(learning objective) yang sudah disepakati, referensi yang digunakan adalah
buku-buku dan jurnal yang telah disarankan, serta referensi tambahan bila
diperlukan, untuk kemudian dipahami dan dijelaskan kembali pada DKK 2 di step
ke-7 yaitu sintesis.

G. Step 7 Sintesis
1. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme dari kolik dan disuria
a. Kolik

Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang
datangnya mendadak, hilang-timbul (intermitten) yang terjadi akibat
spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan. Perasaan nyeri
bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh perut, ke
daerah inguinal, testis, atau labium. Penyebab sumbatan pada umumnya
adalah batu, bekuan darah, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun
ke ureter.

Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem


kaliks/ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
saraf yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini dirasakan sangat sakit, hilang-timbul sesuai dengan


gerakan peristaltik otot polos. Pertama-tama dirasakan di daerah sudut
kostovertebra kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio
inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Tidak jarang nyeri kolik diikuti
dengan keluhan pada organ pencernaan seperti mual dan muntah.
Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe
yaitu kolik renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena
peningkatan tekanan dinding dan peregangan dari sistem genitourinary.
Non kolik renal disebabkan oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara
klinis sulit untuk membedakan kedua tipe ini. Peningkatan tekanan
pelvis renal oleh karena obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis
dan pelepasan prostaglandin yang secara langsung menyebabkan spasme
otot ureter. Serta kontraksi otot polos ureter ini akan menyebabkan
gangguan peristaltik dan pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari laktat
ini akan menyebabkan iritasi serabut saraf tipe A dan C pada dinding
ureter. Serabut saraf ini akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia
T11 –L1 dari spinal cord dan akan diinterpretasikan sebagai nyeri pada
korteks serebri. Kolik renal terjadi karena obstruksi dari urinary flow
oleh karena BSK, dan diikuti dengan peningkatan tekanan dinding
saluran kemih (ureter dan pelvik), spasme otot polos ureter, edema dan
inflamasi daerah dekat BSK, meningkatnya peristaltik serta peningkatan
tekanan BSK di daerah proksimal.

Peningkatan tekanan di saluran kemih ini serta peningkatan


tekanan aliran darah dan kontraksi otot polos uretra merupakan
mekanisme utama timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga karena
terjadinya peningkatan sensitivitas terhadap nyeri. Peningkatan tekanan
di pelvik renal akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin
sehingga terjadi vasodilatasi dan diuresis dimana hal ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan
langsung pada ureter untuk spasme otot polos ureteral. Permanen
obstruksi saluran kemih oleh karena BSK, menyebabkan lepasnya
prostaglandin sebagai respon terhadap inflamasi. Beberapa waktu
pertama obstruksi ini perbedaan tekanan antara glomerulus dan pelvik
menjadi sama sehingga berakibat GFR (Glomerular Filtration Rate) dan
aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi ini tidak diatasi maka dapat
terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure)

b. Disuria

Disuria biasanya terjadi ketika urin bersentuhan dengan lapisan


mukosa uretra yang meradang atau teriritasi. Hal ini diperburuk oleh dan
berhubungan dengan kontraksi otot detrusor dan peristaltik uretra, yang
kemudian merangsang nyeri submukosa dan reseptor sensorik yang
mengakibatkan nyeri, gatal, atau sensasi terbakar saat buang air kecil.
Berbagai proses inflamasi atau neuropatik dapat meningkatkan
sensitivitas reseptor ini. Kadang-kadang, peradangan dari organ di
sekitarnya, seperti usus besar, dapat menyebabkan disuria.

Penyebab non-infeksi disuria, seperti batu kemih, tumor, trauma,


striktur atau benda asing, dan vaginitis atrofi, dapat terjadi akibat iritasi
pada mukosa uretra atau kandung kemih. Penurunan kapasitas dan
elastisitas detrusor dapat menyebabkan urgensi atau inkontinensia urin
bersama dengan disuria.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, epidemiologi, etiologi,


patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan tatalaksana dari ISK

Definisi

Infeksi saluran kemih adalah invasi mikroorganisme (biasanya Mikroorganisme


tunggal/Bakteri) pada saluran kemih, mulai dari uretra hingga ginjal. Berbagai
istilah pada infeksi saluran kemih dan definisinya :

1. Pielonefritis : infeksi pada ginjal


2. Ureteritis : infeksi pada ureter
3. Sistitis : infeksi pada kandung kemih/buli
4. Ureteritis : infeksi pada uretra

Epidemiologi

Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru
lahir hingga orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode
ISK daripada pria; hal ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.
Namun pada masa neonatus ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki
(2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%).
Insiden ISK ini pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8%.
Bakteriuria asimtomatik pada wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan angka
itu meningkat menjadi 20% pada wanita usia lanjut.

Etiologi

E coli menyebabkan 70-95% ISK atas dan ISK bawah. Berbagai organisme
bertanggung jawab atas sisa infeksi, termasuk S saprophyticus , spesies Proteus ,
spesies Klebsiella , Enterococcus faecalis, Enterobacteriaceae lain, dan ragi.
Beberapa spesies lebih umum pada sub kelompok tertentu, seperti
Staphylococcus saprophyticus pada wanita muda. Namun, S saprophyticus dapat
menyebabkan sistitis akut pada wanita yang lebih tua dan pada pria muda dan
tidak secara otomatis dianggap sebagai kontaminan dalam kultur urin individu
tersebut.

Faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya ISK, yaitu :

1. Faktor-faktor yang meningkatkan stasis urin


- Obstruksi intrinsik (batu, tumor saluran kemih, striktur uretra,
BPH)
- Obstruksi ekstrinsik (tumor, ibrosis yang menekan saluran kemih)
- Retensi urin (misalnya, kandung kemih neurogenik)
- Gangguan ginjal
2. Benda asing seperti:
- Batu saluran kemih
- Kateter (tinggal, kateter kondom eksternal, stent ureter, tabung
nefrostomi, kateterisasi intermiten)
- Instrumentasi saluran kemih (sistoskopi)
3. Faktor anatomi
- Cacat bawaan yang menyebabkan obstruksi atau stasis urin 12
- Fistula (pembukaan abnormal) memperlihatkan aliran urin ke
kulit, vagina, atau aliran tinja
- Uretra wanita lebih pendek dan kolonisasi dari flora normal
vagina
- Kegemukan
4. Mengganggu faktor respon imun
- Penuaan
- Infeksi virus imunodefisiensi manusia
- Diabetes mellitus
5. Gangguan fungsional
- Konstipasi
- Disfungsi berkemih dengan disenergia sfingter pada detrusor
6. Faktor lain
- Kehamilan
- Menopause
- Memiliki pasangan seksual lebih dari satu (wanita)
- Penggunaan agen spermisida, kontrasepsi diafragma (wanita),
mandi busa, feminine sprays
- Personal hygiene yang buruk
- Kebiasaan menunda buang air kecil

Patofisiologi
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berbiak di dalam media
urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara: (1) ascending, (2)
hematogen seperti pada penularan M tuberculosis atau S aureus, (3) limfogen,
dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi.
Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara
ascending. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal
dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina,
prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki
saluran kemih melalui uretra - prostat - vas deferens - testis (pada pria) -
buli-buli – ureter, dan sampai ke ginjal Terjadinya infeksi saluran kemih karena
adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi
(uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan
keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang
menurun atau karena virulensi agent meningkat.

Faktor dari host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran


kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah:

(1) pertahanan lokal dari host, dan

(2) peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral
maupun imunitas seluler.

Diabetes mellitus, usia lanjut, kehamilan, penyakit-penyakit


imunosupresif merupakan keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinya
infeksi saluran kemih dan menyulitkan pengobatannya. Kuman E coli yang
menyebabkan ISK mudah berbiak di dalam urine, di sisi lain urine bersifat
bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies E coli. Derajat
keasaman urine, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik, serta
protein-protein yang ada di dalam urine bersifat bakterisidal. Protein di dalam
urine yang bertindak sebagai bekterisidal adalah uromukoid atau protein
Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel epitel tubuli pars ascenden Loop
of Henle dan epitel tubulus distalis. Setelah disekresikan ke dalam urine,
uromukoid ini mengikat fimbria bakteri tipe I dan S sehingga mencegah bakteri
menempel pada urotelium. Sayangnya protein ini tidak dapat berikatan dengan
pili P sehingga bakteri yang mempunyai jenis pili ini, mampu menempel pada
urotelium. Bakteri jenis ini sangat virulen dibandingkan dengan yang lain. Pada
usia lanjut, produksi uromukoid ini menurun sehingga mudah sekali terjangkit
ISK.

Selain itu, uromukoid mengadakan ikatan dengan neutrofil sehingga


meningkatkan daya fagositosisnya. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih
yang paling baik adalah mekanisme wash out urine, yaitu aliran urine yang
mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urine. Gangguan dari
mekanisme itu menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan
menempel pada urotelium. Supaya aliran urine adekuat dan mampu menjamin
mekanisme wash out adalah jika (1) jumlah urine cukup dan (2) tidak ada
hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan
pada gagal ginjal, menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat, sehingga
memudahkan terjadi infeksi saluran kemih.

Keadaan lain yang bisa mempengaruhi aliran urine dan menghalangi


mekanisme wash out adalah adanya (1) stagnasi atau stasis urine dan (2)
didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat
persembunyian oleh kuman. Stagnasi urine bisa terjadi pada keadaan: (1) miksi
yang tidak teratur atau sering menahan kencing, (2) obstruksi saluran kemih
seperti pada BPH, striktura uretra, batu saluran kemih, atau obstruksi karena
sebab lain, (3) adanya kantong-kantong di dalam saluran kemih yang tidak dapat
mengalir dengan baik, misalkan pada divertikula, dan (4) adanya dilatasi atau
refluks sistem urinaria. Batu saluran kemih, benda asing di dalam saluran kemih
(di antaranya adalah pemakaian kateter menetap), dan jaringan atau sel-sel
kanker yang nekrosis kesemuanya merupakan tempat persembunyian bakteri
sehingga sulit untuk dibersihkan oleh aliran urine.

Faktor dari mikroorganisme

Bakteri diperlengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di


permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor
yang ada di permukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis
bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak
menimbulkan infeksi pada sistitis) dan tipe pili P (yang sering menimbulkan
infeksi berat pielonefritis akut. Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat
dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan
enzim urease yang dapat merubah suasana urine menjadi basa.

Manifestasi Klinis

1. uretritis :

pada pria biasanya ditemukan disuria, adanya duh tubuh, alguria, pruritus
setelah masa inkubasi 2 sampai 14 hari setelah terinfeksi. Pada wanita
biasanya tanpa gejala, namun mungkin didapatkan ketidaknyamanan
pada daerah pinggul atau disuria serta adanya duh vagina

2. sistitis

adanya rasa nyeri di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli


mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. terdapat gejala iritatif
berupa disuria, frekuensi, urgensi berkemih dengan jumlah urin sedikit
3. prostatitis

pada prostatitis bakterial, pasien tampak sakit, demam, mengigil, rasa


sakit di daerah perinel, dan mengeluh adanya gangguan miksi.

4. pielonefritis

gambaran klinis klasik biasanya ialah demam tinggi disertai mengigil,


nyeri di daerah abdomen dan pinggang, disertai mual dan muntah.

Diagnosis

Gambaran klinis ISK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga
menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ-organ lain.
Pada umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat,
epididimis, 19 dan testis) memberikan keluhan yang hebat, sedangkan infeksi
pada organ berongga memberikan keluhan yang lebih ringan. Gejala ISK
obervariasi dan tumpang tindih, meliputi asimptomatik, disuria, polaksuria,
urgensi, nyeri suprapubik, tenesmus, panas sampai menggigi, nyeri
kostovertebral, mual, dan muntah.

Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urine.
Pada urinalisis dicari kemungkinan adanya sel leukosit, eritrosit, ataupun
baktería. Pemeriksaan kultur urine (gold standar) dimaksudkan untuk
menentukan keberadaan kuman, jenis kuman, dan sekaligus menentukan jenis
antibiotika yang cocok untuk membunuh kuman itu.

Sel darah putih (leukosit) dapat diperiksa dengan dipstick maupun secara
mikroskopik. Urine dikatakan mengandung leukosit atau piuria jika secara
mikroskopik didapatkan > 10 leukosit per mm atau terdapat> 5 leukosit
perlapangan pandang besar.

Dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari 10 cfu (colony forming unit) per
mL pada pengambilan contoh urine porsi tengah, sedangkan pada pengambilan
contoh urine melalui aspirasi suprapubik dikatakan bakteriuria bermakna jika
didapatkan > 10 cfu per ml.

2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk mengungkapkan adanya proses
inflamasi atau infeksi. Didapatkannya leukositosis, peningkatan laju endap
darah, atau didapatkannya sel-sel muda pada sediaan hapusan darah menandakan
adanya proses inflamasi akut. Pada keadaan infeksi berat, perlu diperiksa faal
ginjal, faal hepar, faal hemostasis, elektrolit darah, analisis gas darah, serta
kultur kuman untuk penanganan ISK secara intensif. Pemeriksaan faal ginjal
dapat ditemukan peningkatan ureum dan kreatinin serum.
3. Pencitraan
Pada ISK uncomplicated (sederhana) tidak diperlukan pemeriksaan pencitraan,
tetapi pada ISK complicated (yang rumit) perlu dilakukan pemeriksaan
pencitraan untuk mencari penyebab/sumber terjadinya infeksi.
a. Foto Polos Abdomen.
Pembuatan foto polos berguna untuk mengetahui adanya batu radioopak
pada saluran kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal pada
pielonefritis akut. Adanya kekaburan atau hilangnya bayangan garis
psoas dan kelainan dari bayangan bentuk ginjal merupakan petunjuk
adanya abses perirenal atau abses ginjal. Batu kecil atau batu semiopak
kadangkala tidak tampak pada foto ini, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan foto tomografi.
b. PlV
PIV adalah pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien yang
menderita ISK complicated. Pemeriksan ini dapat mengungkapkan
adanya pielonefritis akut dan adanya obstruksi saluran kemih; tetapi
pemeriksaan ini sulit untuk mendeteksi adanya hidronefrosis,
pionefrosis, ataupun abses ginjal pada ginjal yang fungsinya sangat jelek.
c. Voiding sistouretrografi.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengungkapkan adanya refluks
vesiko-ureter, buli-buli neurogenik, atau divertikulum uretra pada wanita
yang sering menyebabkan infeksi yang sering kambuh.
d. Ultrasonografi.
Ultrasonografi adalah pemeriksaan yang sangat berguna untuk
mengungkapkan adanya hidronefrosis, pionefrosis, ataupun abses pada
perirenal/ginjal. Apalagi pada pasien gagal ginjal yang tidak mungkin
dilakukan pemeriksaan PlV. Pada pasien gemuk, adanya luka operasi,
terpasangnya pipa drainase, atau pembalut luka pasca operasi dapat
menyulitkan pemeriksaan ini.
e. CT scan.
Pemeriksaan ini lebih sensitif dalam mendeteksi penyebab ISK daripada
PIV atau ultrasonografi, tetapi biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan
ini relatif mahal.

Tatalaksana

Prinsip Dasar : intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, terapi
simtomatik jika perlu untuk alkalinisasi urin

● Antibiotik Tunggal; Ampisilin 3 gram, Trimetoprim 200 mg ⇒ pasien


bakal kasih respon setelah 48 jam
● Bila infeksi menetap dengan kelainan urinalisis ⇒ Lakukan terapi
konvensional selama 5-10 hari.

Jika terjadi Infeksi Berulang

● Lakukan terapi antimikroba (jika disertai faktor predisposisi)


● Jika tidak disertai faktor predisposisi

o beri asupan cairan yang banyak

o Cuci setelah melakukan senggama lalu diikuti Terapi Antimikroba takaran


tunggal (contoh Trimetoprim 200 mg)

a. Pielonefritis

Terapi bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih parah dan
pemberian terapi suportif dan antibiotik untuk memperbaiki kondisi pasien.
Antibiotik bersifat Bakterisidal. Secara farmakologis dapat melakukan penetrasi
ke jaringan ginjal. Golongan Obat obatan:

1)AminoglikosidadikombinasikandenganAminopenisilin(ampisilin atau
amoksisilin)

2) Aminopenisilin dikombinasikan dengan Asam Klavulanat atau Sulbaktam

3) Karboksipenislin

4) Sefalosporin

5) Fluoroquinolone

b. Sistitis

1. uncomplicatedSistitis⇒beriterapiantimikrobadosistunggaldan jangka
pendek (1-3 hari)
2) Jika gagal ⇒ beri antimikroba yang dapat membasmi E. Coli; Nitrofurantoin,
Trimetoprim-Sulfametoksazol, atau Ampisilin.

3) Untuk mencegah Hiperiritabilitas Buli Buli ⇒ golongan antikolinergik


(propantheline bromide)

4)Untuk Antiseptik Saluran Kemih⇒Fenazopiridin Hidroklorida

c. Uretritis

Pada GO

1) Cefixime 400 Mg Oral

2) Ceftriaxone 1 gram IM dosis tunggal

3) Ciprofloxacin 500 Mg Oral

4) Ofloxacin 400 Mg Oral

Jika infeksi Gonore diikuti infeksi chlamydia beri :

1) Azithromycin,1-1,5gr oral(dosis tunggal)

2) Doxycycline 100mg Oral 2 Kali Sehari Selama 7 Hari 3) Erythromycin


500mg Oral4kalisehariselama 7hari 4) Ofloxacin 200mg oral2kalisehariselama
7hari

d. Urosepsis

1)PemberianAntibiotiksesuaidenganetiologipenyebaburosepsis.

Beri antibiotik yang sensitif terhadap bakteri gram negatif, yaitu golongan
aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin), golongan ampisillin
(yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam), sefalosporin
generasi ketiga, atau golongan fluorokuinolon.

2) Pemberian Terapi Suportif Terhadap Komplikasi

e. Pemberian terapi terhadap toksin dan mediator

Obat-obatan itu diantaranya adalah: anti endotoksin berupa antibodi poliklonal


dan monoklonal yang ditujukan terhadap lipid A, antibodi monoklonal terhadap
TNF, antagonis reseptor terhadap lL-1, antagonis reseptor terhadap PAF.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis dan tatalaksana dari BSK

Definisi

Batu saluran kemih (urolitiasis) adalah adanya batu didalam saluran kemih,
mulai dari ginjal hingga uretra. Komposisi batu yang terbentuk dapat terdiri atas
salah satu atau campuran dari asam urat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, sistin,
struvit, atau xantin. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 4)

Epidemiologi

Data epidemiologi batu saluran kencing menunjukkan bahwa 1 dari 11 orang di


Amerika Serikat mengalami urolithiasis. Penyakit ini bisa terjadi pada semua
kelompok usia, mulai dari <1 hingga >70 tahun, terutama pada usia produktif.
Rasio kejadian pada laki-laki dibandingkan perempuan adalah sebesar 2:1.
Tingkat rekurensi setelah episode pertama sekitar 14%, 35%, dan 52%
masing-masing pada 1, 5, dan 10 tahun.

Di Asia, sekitar 1–19,1% populasi menderita urolithiasis. Prevalensi urolithiasis


sebesar 5–19,1% dilaporkan di Asia Barat, Asia Tenggara, Asia Selatan, serta
Korea dan Jepang. Sementara itu, dilaporkan hanya 1–8% di sebagian besar Asia
Timur dan Asia Utara.

Data epidemiologi urolithiasis di Indonesia masih terbatas. Studi potong lintang


di Makassar melibatkan 199 subjek urolithiasis. Studi ini melaporkan bahwa
penderita paling banyak ditemukan pada kelompok usia 31–45 tahun dengan
rasio laki-laki:perempuan sebesar 4:1. Pasien usia termuda adalah 2 tahun.
Komposisi batu ditemukan terbanyak berupa kalsium oksalat (87,4 %), diikuti
dengan asam urat.
Data epidemiologi yang melaporkan mortalitas karena urolithiasis masih
terbatas. Urolithiasis jarang dilaporkan menyebabkan kematian, tetapi
berhubungan dengan angka rekurensi yang cukup tinggi, yaitu 50–70% dalam 10
tahun pertama. Kematian biasanya disebabkan karena infeksi dan sepsis
pascatindakan, seperti percutaneous nefrolithotomi, dengan mortalitas 25–50%.

Etiologi

Faktor risiko terjadinya pembentukan batu antara lain, terjadinya BSK di


usia muda, faktor keturunan, batu asam urat, batu akibat infeksi,
hiperparatiroidisme, sindrom metabolik, dan obat-obatan. Ada beberapa
prediktor dan faktor risiko pembentukan batu ginjal. Berikut ini adalah yang
paling umum:

● Volume urin yang tidak memadai

Pasien dengan volume urin yang sangat rendah (biasanya kurang


dari 1 liter per hari) meningkatkan konsentrasi zat terlarut (ditunjukkan
oleh urin dengan osmolaritas lebih besar dari 600 mOsm/kg) dan
meningkatkan stasis urin, yang dapat menyebabkan supersaturasi zat
terlarut dan menyebabkan pembentukan batu. Volume urin harian yang
optimal untuk membentuk batu adalah 2.500 ml dengan kadar minimum
yang dapat diterima 2.000 ml.

● Hiperkalsiuria

Paling sering, ini adalah temuan idiopatik. Hal ini dapat menjadi
sekunder untuk peningkatan penyerapan kalsium usus, kalsium serum
sirkulasi yang lebih tinggi, penurunan reabsorpsi kalsium ginjal
(kebocoran kalsium ginjal), hipervitaminosis D, hiperparatiroidisme,
beban protein tinggi, atau asidosis sistemik.

Hiperkalsiuria meningkatkan saturasi urin garam kalsium seperti


oksalat dan fosfat, menyebabkan pembentukan kristal dan batu. Batu
yang mengandung kalsium membentuk sekitar 80% dari semua batu
ginjal. Hiperkalsiuria biasanya didefinisikan sebagai kalsium urin 250
mg atau lebih per 24 jam. Perawatan melibatkan meminimalkan asupan
kalsium oral harian yang berlebihan, mengoreksi defisiensi fosfat yang
menyebabkan peningkatan aktivitas Vitamin D, dan penggunaan tiazid
untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium di nefron.

● Hyperoxaluria

Oksalat secara alami terjadi pada tanaman di mana ia mengikat


erat kalsium dalam cairan jaringan tanaman. Konsumsi bahan nabati
menghasilkan penyerapan oksalat usus dan ekskresi urin. Karena oksalat
tidak memiliki peran nutrisi atau bermanfaat dalam fisiologi manusia,
oksalat diekskresikan dalam urin di mana ia dapat membentuk kristal dan
batu dengan kalsium. Oksalat dianggap sebagai promotor kimia terkuat
dari batu. Oksalat urin normal sampai sekitar 40 mg per hari tetapi kadar
urin 24 jam yang optimal umumnya pada 25 mg/hari atau kurang.
Sayuran berdaun hijau seperti bayam, rhubarb, dan sawi sangat tinggi
oksalatnya.

● Hiperurikosuria

Kadar asam urat urin yang tinggi dapat meningkatkan


pembentukan batu kalsium oksalat dan asam urat. Batu asam urat
menyumbang 5% sampai 10% dari semua batu ginjal. Hiperurikosuria
dapat disebabkan oleh diet protein hewani yang tinggi atau kelainan
genetik yang menyebabkan peningkatan ekskresi asam urat.
Kebanyakan batu asam urat murni disebabkan oleh kadar asam
total urin yang tinggi dan bukan karena peningkatan kadar asam urat
urin. Allopurinol atau febuxostat (Uloric) dapat digunakan untuk
mengurangi produksi asam urat dan kalium sitrat digunakan untuk
aciduria. Tujuan terapi adalah untuk mencapai pH sekitar 6,5 atau lebih.
Natrium bikarbonat juga dapat digunakan untuk meningkatkan pH urin.

● Batu infeksi

Ini disebabkan oleh organisme pemecah urea (Proteus atau


Klebsiella spp tetapi bukan Escherichia coli) yang memecah urea dalam
urin, meningkatkan konsentrasi amonia dan pH yang mendorong
pembentukan dan pertumbuhan batu struvite. Batu infeksi juga disebut
struvite atau triple (Magnesium, Amonium, Kalsium) batu fosfat.
Perawatan termasuk pengendalian infeksi dengan operasi pengangkatan
total semua batu yang dianggap terinfeksi. Inhibitor urease spesifik, asam
aseto hidroksamat, mungkin berguna pada kasus tertentu.

● Hipositraturia

Kadar sitrat urin yang tidak memadai dapat berkontribusi pada


pembentukan nefrolitiasis baru. Sitrat adalah setara urin dari bikarbonat
serum. Ini meningkatkan pH urin, tetapi juga bertindak sebagai
penghambat spesifik agregasi kristal dan pembentukan batu dengan
membentuk kompleks larut dengan kalsium dan magnesium. Kadar
optimal sekitar 300 mg (atau lebih)/L urin. Suplemen kalium sitrat juga
dianjurkan untuk mengoptimalkan pH urin pada kasus batu asam urat
dan aciduria.
Patofisiologi

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama


pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik


maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup
besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal). dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih.

Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di


dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak
sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat) maupun dengan fosfat, membentuk bat
kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam
urat. batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi). batu xanthyn, batu sistein,
dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas
hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan
terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal in misalkan batu asam urat
mudah terbentuk dalam suasanya asam, sedangkan batu magnesium amonium
fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.

Penghambat pembentukan batu saluran kemih

Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga


oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu
zat-zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal beberapa zat yang dapat
menghambat terbentuknya batu saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses
reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses pembentukan inti batu atau kristal,
proses agregasi kristal, hingga retensi kristal. Ion magnesium dikenal dapat
menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,
membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan
berikatan dengan kalsium untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium membentuk garam
kalsium sitrat; sehingga jumlan kalsium yang akan berikatan dengan oksalat
ataupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat atau
kalsium fosfat jumlahnya berkurang.

Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai


inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah:
glikosaminoglikan (GAG) protein Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid,
nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor
batu merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya bat saluran kemih.

Manifestasi Klinis

1. Batu ginjal dan ureter


Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin
bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat
dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga
terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.

Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan
uretero-pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk
ke dalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat
trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa
hematuria mikroskopik.

2. Batu buli-buli

Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri
kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing,
dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan
perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan
(referred pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai
kaki. Pada anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna, di
samping sering menarik-narik penisnya (pada anak laki-laki) atau
menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan).
3. Buli Uretra

Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di uretra sangat


jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel uretra. Angka kejadian
batu uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh batu saluran kemih. Keluhan
yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi
retensi urine, yang mungkin sebelumnya didahului dengan nyeri
pinggang. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli dan
kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum
mengeluh kesulitan miksi. Batu yang berada di uretra anterior seringkali
dapat diraba oleh pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa
maupun pendularis, atau kadang-kadang tampak di metus uretra
eksterna. Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada.
Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau
rektum.

Diagnosis

● Anamnesis

Keluhan pasien mengenai batu saluran kemih dapat bervariasi,


mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan hingga berat (kolik),
disuria, hematuria, retensi urine, dan anuria. Keluhan tersebut dapat
disertai dengan penyulit seperti demam dan tanda gagal ginjal. Selain itu,
perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit batu saluran kemih seperti obesitas, hiperparatiroid
primer, malabsorbsi gastrointestinal, penyakit usus atau pankreas.
Riwayat pola makan juga ditanyakan sebagai predisposisi batu pada
pasien, antara lain asupan kalsium, cairan yang sedikit, garam yang
tinggi, buah dan sayur kurang, serta makanan tinggi purin yang
berlebihan, jenis minuman yang dikonsumsi, jumlah dan jenis protein
yang dikonsumsi. Riwayat pengobatan dan suplemen seperti probenesid,
inhibitor protease, inhibitor lipase, kemoterapi, vitamin C, vitamin D,
kalsium, dan inhibitor karbonik anhidrase. Apabila pasien mengalami
demam atau ginjal tunggal dan diagnosisnya diragukan, maka perlu
segera dilakukan pencitraan.

● Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK sangat bervariasi mulai


tanpa kelainan fisik sampai adanya tanda-tanda sakit berat, tergantung
pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan (komplikasi).
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan antara lain:

a. Pemeriksaan fisik umum : Hipertensi, demam, anemia, syok

b. Pemeriksaan fisik urologi

- Sudut kostovertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran


ginjal

- Supra simfisis : Nyeri tekan, teraba batu, buli kesan Penuh

- Genitalia eksterna : Teraba batu di uretra

- Colok dubur : Teraba batu di buli-buli (palpasi bimanual)

● Pemeriksaan penunjang yang membantu diagnosis:


a. Foto Rontgen abdomen dengan dua proyeksi. Batu asam urat
murni bersifat radiolusen. sementara batu lainnya rata-rata
bersifat radioopak. Hati-hati dengan batu radioopak yang
lokasinya berhimpitan dengan struktur tulang.
b. Pemeriksaan foto pielografi intravena. Untuk batu radiolusen,
dilakukan foto dengan bantuan kontras untuk menunjukkan defek
pengisian. Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada saat pasien
mengalami kolik renal akut karena tidak akan menunjukkan
gambaran sistem pelviokalises dan ureter. Untuk pasien dengan
gangguan fungsi ginjal. pielografi retrograd melalui sistoskopi,
CT urografi atau USG menjadi pilihan.
c. CT urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk
mengevaluasi batu pada ginjal dan traktus urinarius, termasuk
batu asam urat. Modalitas ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas terbaik.
d. Pemeriksaan ultrasonografi dapat melihat semua jenis batu. baik
yang radiolusen maupun radioopak. Selain itu, melalui
pemeriksaan ini dapat juga ditentukan ruang dan lumen saluran
kemih.
e. Pemeriksaan laboratorium seperti urinalisis, pemeriksaan darah
perifer lengkap dan kadar ureum kreatinin serum dilakukan untuk
menunjang diagnosis adanya batu, komposisi, dan menentukan
fungsi ginjal. Pemeriksaan analisa batu diindikasikan pada semua
pasien urolithiasis yang pertama kali untuk mengetahui risiko
rekurensi.
f. Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan yaitu, Retrograde atau
antegrade pyelography dan scintigraphy

Tatalaksana
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang
lebih parah. Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau
harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan


hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah menyebabkan infeksi
saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran
kemih tidak menimbulkan penyulit seperti di atas tetapi diderita oleh
seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita oleh
seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan
sedang menjalankan profesinya; dalam hal ini batu harus dikeluarkan
dari saluran kemih.

Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan


dengan ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi, atau
pembedahan Terbuka

Medikamentosa

NSAID baik tablet maupun supositoria (seperti natrium


diklofenak 100-150 mg/hari selama 3-10 hari) dapat membantu
mengurangi inflamasi dan resiko nyeri berulang. Pemberian obat
golongan α-blocker, juga dapat menurunkan episode nyeri, namun masih
terdapat kontroversi pada beberapa literatur. thiazid yang terkait dengan
efek hipokalsiurik meliputi hidroklorotiazid (25 mg oral, dua kali sehari;
50 mg oral, sekali sehari), klortalidon (25 mg oral, sekali sehari), dan
indapamid (2,5 mg oral, sekali sehari).
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya
kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretik, dan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama


kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal,
batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif
dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.

Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk


mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkuton). Prose
pemecahanan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan enersi laser.
Beberapa tindakan endourologi itu adalah:

1. PNL (Percutoneous Nephro Litholapoxy) adalah usaha


mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan
cara memasukkan alat endoskopike sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu mencadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopiadalah dengan memasukkan
alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau
sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu
yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat
dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/u reterorenoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjan g Dormia

Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran


kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk
mengambil batu ureter.

Bedah terbuka

Di klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai


untuk tindakan tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi
atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan
akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan
infeksi yang menahun.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kolik adalah merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga yang umumnya disebabkan karena hambatan pasase dalam rongga
tersebut. Nyeri ini timbul oleh karena hipoksia, dirasakan hilang timbul, dapat
disertai mual dan muntah.
Disuria biasanya terjadi ketika urin bersentuhan dengan lapisan mukosa
uretra yang meradang atau teriritasi. Hal ini diperburuk oleh dan berhubungan
dengan kontraksi otot detrusor dan peristaltik uretra, yang kemudian
merangsang nyeri submukosa dan reseptor sensorik yang mengakibatkan nyeri,
gatal, atau sensasi terbakar saat buang air kecil.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah merupakan reaksi inflamasi sel
urotelium yang melapisi saluran kemih. ISK adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Manifestasi klinis
ISK terbagi menjadi ISK atas dan ISK bawah.
Batu saluran kemih (BSK) didefinisikan sebagai pembentukan batu di
saluran kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra. Pembentukan
batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-infeksi,
kelainan genetik, dan obat-obatan.

B. SARAN
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, maupun dalam penulisan laporan dan sebagainya, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik
sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan
angkatan 2021 dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan. Dan kami
berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi para pembaca.
DAFTAR ISI

Tjokroprawiro A, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam., Airlangga University Press,


Surabaya, 2015

Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4.


Jakarta: Media Aesculapius. 2014;

Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto

Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI jilid II. Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing, 2015

Saputra, K. P. dkk. 2021. Panduan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih dan


Genitalia Pria. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

Noegroho, B. S. dkk. 2018. Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih.


Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

Anda mungkin juga menyukai