NIM : 2000874201195
MK : Hukum Kelembagaan Negara
"Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi sumber daya alam. Kegiatan pembangunan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan selama ini, tidak terlepas dari berbagai
macam dampak negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan pembangunan yang memanfaatkan
berbagai potensi pada ruang darat, ruang laut, ruang udara dan ruang dalam bumi," kata Maret
Priyanta sebagaimana tertuang dalam risalah sidang MK, Kamis (16/11/2023).
Maret Priyanta menerangkan, Pasal 23 dan Pasal 35 UU PWP3K mencerminkan visi dan politik
hukum perlindungan dan pemanfaatan SDA di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jika dimaknai,
ide keseluruhan Pasal 23 berada pada ayat (1), yang menyatakan bahwa 'Pemanfaatan Pulau-Pulau
Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara
menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya'.
"Alasan pulau kecil memiliki pendekatan tersendiri tentu memiliki dasar pertimbangan yang perlu juga
kita perhatikan," ucap dosen FH Unpad, Bandung itu.
Menurut Maret Priyanta, UU PWP3K hadir sebagai respons terhadap pemanfaatan SDA pada ruang
laut yang makin memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya ekosistem pesisir, baik
pencemaran dan perusakan lingkungan fisik laut maupun berdampak pada masyarakat pesisir. UU
PWP3K pada dasarnya mengatur sistem hukum pengelolaan ruang laut, khusus wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang kaya akan potensi SDA sekaligus rentan terhadap dampak lingkungan.
"Pemahaman tanggung jawab negara untuk memberikan keadilan antar generasi dan keadilan
lingkungan terhadap pemanfaatan SDA telah menjadi paradigma yang terus dibangun dengan
landasan UUD 1945 yang secara implisit memberikan tempat bagi pengembangan konsep green
constitution ke depan. Berkenaan dengan hal tersebut dan pertimbangan konsep hukum lingkungan
dan hukum tata ruang yang disampaikan bahwa Pasal 23 ayat (2) UU Pengelolaan WP3K perlu
dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat
serta dimaknai bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya tetap harus
mempertimbangkan kegiatan yang diprioritaskan dengan toleransi bersyarat dan terbatas bagi
kegiatan lain sesuai dengan ketentuan dalam Rencana Tata Ruang," papar Maret Priyanta.
Sebagaimana diketahui, PT Gema Kreasi Perdana mengajukan permohonan judicial review dan
mengantongi nomor 35/PUU-XXI/2023. Dalam permohonannya, pemohon menguji Pasal 23 ayat (2)
yang berbunyi:
Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan sebagai
berikut.
a. Konservasi.
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Penelitian dan pengembangan.
d. Budi daya laut.
e. Pariwisata.
f. Usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari.
g. Pertanian organik.
h. Peternakan dan/atau.
i. Pertahanan dan keamanan negara.
Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak
langsung dilarang:
(k). melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis
dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran
lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.
'tidak sebagai larangan terhadap kegiatan lain selain yang diprioritaskan, termasuk larangan kegiatan
pertambangan, berikut sarana, dan prasarananya'.
'tidak sebagai larangan terhadap kegiatan pertambangan secara mutlak tanpa syarat'
Komentar :
MK sebagai Lembaga yudikatif negara harus menilik lebih dalam unsur-unsur yang terdapat
dalam pasal UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(PWP3K) yang secara jelas pasal 23 ayat 2 menyebutkan mengenai pemanfaatan wilayah perairan
dan pasal 35 huruf k menyebutkan adanya pelarangan terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat
menimbulkan kerusakan ekosistem.
Selanjutnya, MK memiliki 2 (dua) cara untuk Hak Uji (judicial review) yaitu dengan cara Uji
Materiil dan Uji Formil, dengan melakukan pendalaman melalui 2 cara uji tersebut MK dapat
memutuskan tindakan yang dapat diambil selanjutnya. Dalam Kasus ini, MK harus melihat dari kedua
sisi, baik sisi Perusahaan maupun dari sisi Masyarakat dengan cara : Pertama MK harus melihat hasil
Uji kelayakan Perusahaan dan perizinan yang diterbitkan oleh dinas terkait yaitu dinas lingkungan
hidup, Kedua meminta bukti pelanggaran dari unsur masyaraka dan Ketiga mengirim utusan untuk
kelapangan untuk uji lingkungan secara langsung