Anda di halaman 1dari 40

Pengelolaan tambang berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan

Oleh : Dr. Alexander Sonny Keraf


(Menteri Negara Lingkungan Hidup 1999-2001)

PELATIHAN HUKUM PERTAMBANGAN


ANGKATAN XI 26-27 Juli 2022

Diselenggarakan oleh:
BALAI DIKLAT TAMBANG BAWAH TANAH, BPSDM, KEMENTERIAN ESDM
Bekerja Sama dengan
PUSAT STUDI HUKUM ENERGI DAN PERTAMBANGAN (PUSHEP)
Pengelolaan Pertambangan
Ramah Lingkungan
Sonny Keraf
Jakarta, 26 Juli 2022
Pengelolaan Pertambangan Berkelanjutan

 Yang ingin dicapai dengan pengelolaan pertambangan


berkelanjutan:
 Economic sustainability: profit bagi usaha tambang
 Ecological sustainability: kelestarian lingkungan hidup
dengan pengelolaan lingkungan dan penerapan best mining
practices
 Socio-cultural sustainability: manfaat sosial ekonomi bagi
masy sekitar serta perlindungan praktek-praktek budaya masy
sekitar
 Visi ini sudah jadi keharusan: beralih ke green mining
Dasar pertimbangan

 Sumber daya alam, khususnya minerba, adalah kekayaan alam milik


negara (yang terbatas) yang harus diusahakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 45)
 Tetapi di pihak lain:
 Negara harus menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan
sumber daya alam, baik bagi generasi sekarang maupun bagi
generasi yang akan datang
 Negara harus menjamin keberlangsungan dan keberlanjutan
Bumi untuk keberlanjutan kehidupan (termasuk kehidupan
manusia)
Dasar hukum (1)
 Konstitusi:
 Pembukaan: Negara ini didirikan antara lain untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk dari
bencana lingkungan hidup
 Pasal 28 H: Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat
 Pasal 33: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional.
Dasar hukum (2)

 Minimal ada beberapa undang-undang berikut yang menjadi dasar


pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan hidup:
 Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
 Undang-undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
 Undang-undang No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
 Undang-undang No 41/1999 tentang Kehutanan
 Undang-undang No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil
 Undang-undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas
Beberapa ketentuan pokok (1)
 Rencana kegiatan/usaha harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang: gugur dengan sendirinya
kalau bertentangan atau tidak sesuai dengan rencana tata ruang
 Larangan menambang:
 Pasal 35 UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau2 Kecil: setiap Orang
secara langsung atau tidak langsung dilarang:
 Menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan Ekosistem terumbu karang;
 Melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial,
dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan
dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya;
 Melakukan penambangan minyak dan gas pada wilayah yang apabila secara teknis,
ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau
pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya;
 Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau
ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau
pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya;
Beberapa ketentuan pokok (2)
 UU 41/1999 tentang Kehutanan:
 Pasal 24 Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar
alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional.
 Pasal 38 (1) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya
dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. (2) Penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. (3)
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai
oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
(4) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka. (5)
Pemberian izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berdampak penting dan cakupan yang
luas serta bernilai strategis dilakukan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Beberapa ketentuan pokok (3)
 KLHS: Kajian lingkungan hidup strategis dimaksudkan untuk memastikan apakah suatu
wilayah pertambangan masih sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan:
kalau sudah melampaui maka tidak boleh dikeluarkan lagi izin pertambangan baru
 Amdal: studi ilmiah untuk memastikan bahwa suatu rencana kegiatan dan/atau usaha
akan mempunyai dampak yang dapat dikelola/dikendalikan/ditangani dengan
serangkaian mekanisme dan prosedur ilmiah/baku serta dengan menerapkan teknologi-
teknologi yang tepat sesuai dengan peta dan rona permasalahan lingkungan setempat
 Izin lingkungan: izin yang diberikan kepada suatu rencana usaha pertambangan yang
dinilai layak secara lingkungan sesuai dengan hasil studi Amdal
 Izin pertambangan: hanya bisa diberikan setelah suatu rencana kegiatan pertambangan
mendapat izin lingkungan
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (1)
 Pasal 12:
 (1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
 (2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun,
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan: a. keberlanjutan proses dan
fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c.
keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
 Pasal 13:
 (1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
 (2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c.
pemulihan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (2)
 Pasal 14:
 Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: c. baku mutu
lingkungan hidup; d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; k. analisis risiko lingkungan hidup; l.
audit lingkungan hidup;
 Pasal 20:
 (1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
 (2) Baku mutu ingkungan hidup meliputi: a. baku mutu air; b. baku mutu air limbah; c. baku mutu air
laut; d. baku mutu udara ambien; e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan; dan g. baku mutu lain
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan
persyaratan: a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan b. mendapat izin dari Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (3)
 Pasal 47:
 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
 (2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengkajian
risiko; b. pengelolaan risiko; dan/atau c. komunikasi risiko.
 Pasal 48: Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit
lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup.
 Pasal 49:
 (1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada: a. usaha dan/atau kegiatan tertentu
yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup; dan/atau b. penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
 (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan audit lingkungan hidup.
 (3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi
dilakukan secara berkala.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (4)

 Pasal 50:
 (1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), Menteri dapat
melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independen untuk
melaksanakan audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
 (2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
 Pasal 51:
 (1) Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal
49 dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup.
 (2) Auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (5)
 Pasal 53:
 (1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
 (2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Pasal 54:
 (1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup.
 (2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d.
restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (6)
 Pasal 55:
 (1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan
fungsi lingkungan hidup.
 (2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
 (3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup dengan menggunakan dana
penjaminan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (7)
 Pasal 57:
 (1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: a. konservasi sumber
daya alam; b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau c. pelestarian fungsi
atmosfer.
 (2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi kegiatan: a. perlindungan sumber daya alam; b. pengawetan sumber daya
alam; dan c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
 (3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu
tertentu.
 (4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi: a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; b. upaya perlindungan
lapisan ozon; dan c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (8)
 Pasal 59:
 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
 (2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya
mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
 (3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya
diserahkan kepada pihak lain.
 (4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
 (5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang
harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
 (6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (9)

 Pasal 60: Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah


dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
 Pasal 61:
 (1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya
dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
 (2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (10)
 Pasal 65:
 (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
 (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
 (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup.
 (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 (5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (11)
 Pasal 67: Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
 Pasal 68 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
 a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan
tepat waktu;
 b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
 c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (12)

 Pasal 69: (1) Setiap orang dilarang:


 a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup;
 e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
 f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
 menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
 Pasal 71-73: Pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (bunyi pasal ini tentu berubah sesuai dengan ketentuan ttg
kewenangan pemberian izin yang baru).
 Pasal 74-75: tentang PPLH
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (13)

 Pasal 76-83: tentang sanksi administratif


 Pasal 87 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib
membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
 Pasal 88 Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya
menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang
menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
 Pasal 89-93: tentang hak gugat dan gugatan administratif
 Pasal 94-96: tentang penyidikan dan pembuktian
Beberapa ketentuan teknis dalam UU LH (14)

 Pasal 97-120 tentang Ketentuan Pidana:


 Berkaitan dengan semua ketentuan sebagaimana
diuraikan di atas
 Termasuk ancaman pidana bagi Pejabat Pemberi
izin dan pejabat berwenang (pasal 111-112)
 Pidana korporasi (pasal 116-120)
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (1)
 Pasal 8A:
 (1) Menteri menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional secara sistematis, terpadu,
terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.
 (2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan mempertimbangkan: a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan menurut data dan
informasi geospasial dasar dan tematik; b. pelestarian lingkungan hidup; c. rencana tata ruang
wilayah dan/atau rencana zonasi; g. jumlah dan luas WP; h. ketersediaan lahan Pertambangan; i.
jumlah sumber daya dan/atau cadangan Mineral atau Batubara;
 Pasal 27 (1) Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah
menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah
konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (2)
 Pasal 32 Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa U'IUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah
sebagai berikut: a. letak geografis b. kaidah konservasi; c. daya dukung lindungan lingkungan; d.
optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan e. tingkat kepadatan penduduk
 Pasal 65 (1) Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan Usaha Pertambangan wajib memenuhi
persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
 Pasal 69 Pemegang IPR berhak: a. mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah
 Pasal 70 Pemegang IPR wajib: a. melakukan kegiatan Penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah IPR diterbitkan; b. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan
Pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku; c. mengelola
lingkungan hidup bersama Menteri; (Catatan: ada sanksi adaministratif (pasal 151) dan sanksi pidana
(pasal 159: penjara 5 tahun dan denda 100 m)
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (3)
 Pasal 73:
 (1) Menteri melaksanakan pembinaan di bidang pengusahaan, teknologi Pertambangan, serta
permodalan dan pemasaran dalam usaha meningkatkan kemampuan IPR.
 (2) Menteri bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kaidah teknis pada IPR yang meliputi: a.
keselamatan Pertambangan; dan b. pengelolaan lingkungan hidup termasuk Reklamasi dan
Pascatambang.
 Pasal 79: IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya
wajib memuat:
 a. nama perusahaan; b. luas wilayah; c. lokasi penambangan; e. pengangkutan dan penjualan; g. jangka
waktu tahap kegiatan; h. penyelesaian masalah pertanahan; i. lingkungan hidup, termasuk reklamasi
dan pascatambang; j. dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang; k. jangka waktu berlakunya
IUPK; l. perpanjangan IUPK; m. hak dan kewajiban; n. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di
sekitar wilayah pertambangan; q. penyelesaian perselisihan; r. keselamatan dan kesehatan kerja; s.
konservasi mineral atau batubara; u. penerapan kaidah keekonomian dan keteknikan pertambangan
yang baik; x. penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan mineral atau
batubara;
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (4)
 Pasal 86 (1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) yang melakukan kegiatan
dalam WIUPK wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan
dan persyaratan finansial
 Pasal 86A:
 (1) SIPB diberikan untuk pengusahaan pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk
keperluan tertentu.
 (4) SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan
dari badan usaha milik daerah/badan usaha milik desa, Badan Usaha swasta dalam rangka
penanaman modal dalam negeri, koperasi, atau perusahaan perseorangan, yang telah
memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
 (7) Pemegang SIPB dapat langsung melakukan Penambangan setelah memiliki dokumen
perencanaan Penambangan.
 (8) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdiri atas: a. dokumen teknis
yang memuat paling sedikit informasi cadangan dan rencana Penambangan; dan b. dokumen
lingkungan hidup.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (5)
 Pasal 86E Pemegang SIPB berhak:
 a. mendapat pembinaan di bidang keselamatan Pertambangan,
lingkungan, teknis Pertambangan, dan manajemen dari Menteri;
 c. melakukan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (termasuk UU LH dan lainnya yang
terkait)
 Pasal 86F Pemegang SIPB wajib:
 a. menerapkan kaidah Pertambangan yang baik;
 b. menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (6)

 Pasal 91:
 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menggunakan jalan Pertambangan dalam
pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan.
 (2) Jalan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibangun
sendiri oleh pemegang IUP dan IUPK atau bekerjasama dengan: a. pemegang
IUP atau IUPK lain yang membangun jalan Pertambangan; atau b. pihak lain
yang memiliki jalan yang dapat diperuntukkan sebagai jalan Pertambangan,
setelah memenuhi aspek keselamatan Pertambangan.
 (3) Dalam hal jalan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak tersedia, pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan sarana
dan prasarana umum termasuk jalan umum untuk keperluan Pertambangan
setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (6)
 Pasal 95 Pemegang IUP dan IUPK wajib: a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik; b.
mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia; c. meningkatkan nilai tambah sumber
daya mineral dan/ atau batubara; d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
setempat; dan e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.
 Pasal 96 Dalam penerapan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau IUPK wajib
melaksanakan: a. ketentuan keselamatan Pertambangan; b. pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Pertambangan, termasuk kegiatan Reklamasi dan/atau Pascatambang; c. upaya konservasi Mineral dan
Batubara; dan d. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan Usaha Pertambangan dalam bentuk
padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media
lingkungan.
 Pasal 97 Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai
dengan karakteristik suatu daerah.
 Pasal 98 Pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air
yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (7)
 Pasal 99:
 (1) Pemegang IUP atau IUPK wajib men5rusun dan menyerahkan rencana Reklamasi
dan/atau rencana Pascatambang.
 (2) Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan
lahan Pascatambang.
 (3) Dalam pelaksanaan Reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha
Pertambangan, pemegang IUP atau IUPK wajib: a. memenuhi keseimbangan antara
lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi; dan b. melakukan
pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 (4) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyerahkan lahan yang telah dilakukan
Reklamasi dan/atau Pascatambang kepada pihak yang berhak melalui Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (8)
 Pasal 100:
 (1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyediakan dan menempatkan dana jaminan Reklamasi danlatau
dana jaminan Pascatambang.
 (2) Menteri dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan Reklamasi dan/atau Pascatambang dengan
dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP atau IUPK tidak
melaksanakan Reklamasi dan/atau Pascatambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.
 Pasal 108:
 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
 (2) Pemegang IUP dan IUPK wajib mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat yang besaran minimumnya ditetapkan oleh Menteri.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (9)
 Pasal 113 (1) Suspensi kegiatan Usaha Pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan IUPK jika
terjadi: a. keadaan kahar; b. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau
seluruh kegiatan Usaha Pertambangan; dan/atau c. kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak
dapat menanggung beban kegiatan Operasi Produksi sumber daya Mineral dan/atau Batubara yang dilakukan
di wilayahnya.
 Pasal l23A:
 (1) Pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi sebelum menciutkan atau
mengembalikan WIUP atau WIUPK wajib melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga mencapai
tingkat keberhasilan LOOo/o (seratus persen).
 (2) Eks pemegang IUP atau IUPK yang IUP atau IUPK berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal l2l ayat
(1) wajib melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100%
(seratus persen) serta menempatkan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang.
 (3) Dalam hal WIUP atau WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria untuk
diusahakan kembali, dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang yang telah
ditempatkan ditetapkan menjadi milik Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. (ada sanksi administratif)
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (10)
 Pasal 87B:
 (1) Penyediaan data dan informasi Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87A dilakukan
oleh pusat data dan informasi Pertambangan yang dikelola oleh Menteri.
 (2) Pusat data dan informasi Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengelola informasi
paling sedikit tentang: a. peta informasi geospasial dasar dan tematik; b. peta WP; c. jumlah
pemegang IUP, IUPK, IPR, dan SIPB; d. potensi sumber daya; e. sebaran potensi; f. jumlah investasi; g.
informasi peruntukan dan tata ruang wilayah; h. volume produksi; i. Reklamasi dan Pascatambang; j.
data geologi; k. sarana dan prasarana Usaha Pertambangan; l. peluang dan tantangan investasi; dan
m. pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pendampingan.
 Pasal 91:
 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menggunakan jalan Pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan
Usaha Pertambangan.
 (2) Jalan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibangun sendiri oleh pemegang
IUP dan IUPK atau bekerjasama dengan: a. pemegang IUP atau IUPK lain yang membangun jalan
Pertambangan; atau b. pihak lain yang memiliki jalan yang dapat diperuntukkan sebagai jalan
Pertambangan, setelah memenuhi aspek keselamatan Pertambangan.
 (3) Dalam hal jalan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak tersedia,
pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum
untuk keperluan Pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (11)
 Pasal 95: Pemegang IUP dan IUPK wajib: a. menerapkan kaidah teknik pertambangan
yang baik; b. mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia; c.
meningkatkan . . . nilai tambah sumber daya mineral dan/ atau batubara; d.
melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan e.
mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.
 Pasal 96: Dalam penerapan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau
IUPK wajib melaksanakan: a. ketentuan keselama.Lan Pertambangan; b. pengelolaan
dan pemantauan lingkungan Pertambangan, termasuk kegiatan Reklamasi dan/atau
Pascatambang; c. upaya konservasi Mineral dan Batubara; dan d. pengelolaan sisa
tambang dari suatu kegiatan Usaha Pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas
sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan.
 Pasal 97: Pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar dan baku mutu
lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu daerah. Pasal 98 Pemegang IUP dan IUPK
wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (12)
 Pasal 99:
 (1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyusun dan menyerahkan rencana Reklamasi dan/atau rencana
Pascatambang
 (2) Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan Pascatambang.
 (3) Dalam pelaksanaan Reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan, pemegang IUP atau
IUPK wajib: a. memenuhi keseimbangan antara lahan yang akan dibuka dan lahan yang sudah direklamasi; dan b.
melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 (4) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyerahkan lahan yang telah dilakukan Reklamasi dan/atau Pascatambang
kepada pihak yang berhak melalui Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pasal 100:
 (1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyediakan dan menempatkan dana jaminan Reklamasi danlatau dana
jaminan Pascatambang.
 (2) Menteri dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan Reklamasi dan/atau Pascatambang dengan dana
jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP atau IUPK tidak
melaksanakan Reklamasi dan/atau Pascatambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (13)
 Pasal 113:
 (1) Suspensi kegiatan Usaha Pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan IUPK jika terjadi: a.
keadaan kahar; b. keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh
kegiatan Usaha Pertambangan; dan/atau c. kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat
menanggung beban kegiatan Operasi Produksi sumber daya Mineral dan/atau Batubara yang dilakukan di
wilayahnya.
 Pasal l23A:
 (1) Pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan
WIUP atau WIUPK wajib melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100%
(seratus persen).
 (2) Eks pemegang IUP atau IUPK yang IUP atau IUPK berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal l2l ayat (1)
wajib melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100% (seratus persen)
serta menempatkan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang.
 (3) Dalam hal WIUP atau WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria untuk diusahakan
kembali, dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang yang telah ditempatkan ditetapkan
menjadi milik Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (14)
 Pasal 141: (1) Pengawasan atas kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh
pemegang IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, atau SIPB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal l4O, antara lain: a. teknis Pertambangan; b.
produksi dan pemasaran; c. keuangan; d. pengolahan data Mineral dan Batubara; e.
konservasi sumber daya Mineral dan Batubara; f. keselamatan Pertambangan; g.
pengelolaan lingkungan hidup, Reklamasi, dan Pascatambang; h. pemanfaatan barang,
jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; i.
pengembangan tenaga kerja teknis Pertambangan; j. pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat setempat; dan k. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi
Pertambangan.
 Pasal 145 (1) Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan Usaha
Pertambangan berhak: a. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam
pengusahaan kegiatan Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan/atau b. mengajukan gugatan melalui pengadilan terhadap kerugian
akibat pengusahaan Pertambangan yang menyalahi ketentuan.
Beberapa ketentuan teknis dalam UU Minerba (15)

 Ada sanksi administratif (pasal 151-157): Sanksi administratif


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis;
b. denda; c. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
Eksplorasi atau Operasi Produksi; dan/atau d. pencabutan IUP, IUPK,
IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan.
 Ada sanksi pidana (pasal 158-165): ada juga pidana korporasi (pasal
163)
 Catatan: pembatasan luas masa konsesi dengan peluang
perpanjangan dimaksudkan untuk evaluasi, pengawasan dan
penertiban atas kepatuhan peraturan yang berlaku
Pemberdayaan masyarakat
 Pasal 108 UU Minerba:
 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
 (2) Pemegang IUP dan IUPK wajib mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat yang besaran minimumnya ditetapkan oleh Menteri.
 (3) Penyusunan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Menteri, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat
 Pasal 74 UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas:
 (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
 (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
 (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai