Anda di halaman 1dari 10

NFECE 3 (1) (2014)

Journal of Non Formal Education and


Community Empowerment
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jnfc

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN DIALOGIS PAULO FREIRE PADA


PROGRAM PAKET B DI SEKOLAH ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH
DESA KALIBENING SALATIGA JAWA TENGAH

Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Kurang unggulnya mutu lulusan lembaga pendidikan Indonesia dipicu oleh paradigma pendidikan tradisional yang Paulo Freire
sebut dengan banking concept of education. Pembelajaran dialogis merupakan model pembelajaran menempatkan anak sebagai aktor
Diterima February 2014
utama perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan,
Disetujui Maret 2014 evaluasi serta faktor pendorong dan penghambat pembelajaran. Pendekatan penelitian kualitatif. Subyek penelitian kepala sekolah,
Dipublikasikan April pendamping dan warga belajar program paket B Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah. Pengumpulan data menggunakan
wawancara, observasi, dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data melalui tahap
2014 reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan. Hasil penelitian adalah a) perencanaan pembelajaran anak memiliki
________________ kebebasan dalam menentukan tempat, materi dan media belajar, fungsi pendamping sebagai dinamisator layaknya teman b)
pelaksanaan pembelajaran menggunakan strategi student learning center metode problem-solving, suasana belajar menyenangkan, alam
Keywords: dan masyarakat merupakan laboratorium dan sumber belajar bagi anak c) evaluasi belajar menggunakan teknik self-evaluating dan
Dialogic Learning Paulo bentuk karya melalui pendidikan keterampilan fungsional sebagai bekal kehidupan d) faktor pendukung meliputi motivasi belajar
Freire yang tinggi dan suasana belajar menyenangkan, minimnya sarana prasarana dan pembagian jam belajar menjadi faktor penghambat
pembelajaran. Saran yang direkomendasikan oleh penulis pendamping mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
____________________ membuat jadwal pelajaran sehingga lebih efektif dan efisien. Pelaksanaan pembelajaran ditentukan batas jam belajar malam sebab
akan mencabut anak dari akar pendidikan keluarga yang sejatinya adalah pendidikan paling utama. Evaluasi bentuk karya
pendamping lebih mengarahkan pada keterampilan fungsional sebagai bekal anak memperoleh pekerjaan.

Abstract
___________________________________________________________________
Less eminent quality of educational institutions graduates Indonesia triggered by traditional educational paradigm Paulo
Freire calls the banking concept of education. Dialogic learning is a learning model puts the child as the main actor of
planning, implementation and evaluation of learning. The purpose of this study describes the planning, implementation,
evaluation, and factors driving and inhibiting learning. Qualitative research approach. Principal research subjects, mentors
and people learn programming package B Qaryah tayyibah Alternative School. Collecting data using interviews, observation
and documentation. Examination of the validity of data using triangulation of sources. Analysis of the data through the stages
of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results are a) planning the children's learning have freedom
in deciding where, materials and media learning, functions like a chaperone as dynamist friend b) implementation of student
learning using learning center strategy problem-solving methods, fun learning environment, nature and society is a source of
laboratory and learning for children c) learning evaluation techniques and forms of self-evaluating functional skills through
education works as a stock life d) supporting factors include high motivation to learn and fun learning environment, lack of
infrastructure and the distribution of hours of studying to be a factor inhibiting learning. Suggestions recommended by the co-
authors were able to improve the quality of learning by creating a timetable so that more effective and efficient. Implementation
of the learning specified limit evening study hours because it would deprive the child of the true roots of family education is the
most important education. Evaluate the work of companion more direct form the functional skills to get a job.

© 2014 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6331
Gedung A2 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: ikarizqimeilyacute@yahoo.co.id

7
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

PENDAHULUAN sekedar dipandang sebagai ajang transfer of


knowledge dimana masih menggunakan sistem
Paulo Freire merupakan tokoh ceramah, anti dialog, hafalan serta dikte yang
pendidikan nonformal yang kontroversial. Ia cenderung bersifat teoritik, proses penjinakan,
menggugat sistem pendidikan yang telah mapan pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber
dalam masyarakat. Menurut Freire sistem pada suatu realitas masyarakat di tempat warga
pendidikan yang ada saat ini sama sekali tidak belajar itu berada. Hingga saat ini, sekolah
berpihak pada warga belajar tapi sebaliknya masih mempertahankan dan menstimulasi
justru mengasingkan dan menjadi alat melalui sikap-sikap dan praktik banking system of
penindasan oleh para penguasa. Freire education yang mencerminkan teacher-center
mengecam metode belajar yang sering dimana kebijakan-kebijakan selalu
dijumpainya dalam kelas sekolah yang ia sebut menggunakan sistem top-down yaitu seluruh
sebagai banking concept of education, sebagaimana kegiatan pembelajaran telah ditentukan dari atas
yang dijelaskan Paulo Freire berikut ini: bukan berdasar pada kebutuhan dan keinginan
Education thus becomes an act of depositing, warga belajar. Terjadi oposisi biner dalam relasi
in which the students are the depositories and the antara guru dengan warga belajar yang
teacher is the depositor. Instead of communicating, the membuat keduanya berjarak sebagai subyek dan
teacher issues communiques and makes deposits which obyek.
the students patiently receive, memorize, and repeat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
This is the “banking” concept of education, in which tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4
the scope of action allowed to the students extends only Ayat (1) menyebutkan bahwa, pendidikan
as far as receiving, filing, and storing the deposits diselenggarakan secara demokratis dan
(Freire, 2005: 72) berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
Berdasarkan pernyataan tersebut, keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
pendidikan gaya bank adalah pendidikan bangsa. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran
dengan hubungan guru dan warga belajar Paulo Freire yang menghendaki sekolah benar-
disemua tingkatan identik dengan watak benar hadir sebagai rumah yang demokratis,
bercerita. Warga belajar lebih menyerupai damai, dan mendamaikan.
bejana-bejana yang akan dituangkan air (ilmu) Education as the practice of freedom-as
oleh gurunya. Dalam sebuah ruangan kelas, opposed to education as the practice of domination-
guru hanya memindahkan dalil, rumus-rumus denies that man is abstract, isolated, independent, and
dan sejumlah ketentuan-ketentuan lainnya yang unattached to the world; it also denies that the world
sering kali tidak bisa dipertanyakan ke nara exists as a reality apart from people. Authentic
didik untuk apa dan mengapa ia belajar itu. reflektion considers neither abstract man nor the world
Semakin banyak wadah ini menerima dan without people, but people in their relations with the
menyimpan, maka semakin bagus gurunya. world (Leach, 1982: 187)
Semakin patuh nara didik, maka semakin Berdasarkan pernyataan tersebut,
baguslah ia. Hal ini sebenarnya merupakan dijelaskan bahwa hubungan yang ideal antara
proses dehumanisasi. Dalam bahasa Freire, pendidik dan warga belajar bukanlah hierarkikal
dehumanisasi berarti keadaan dimana seseorang sebagaimana dalam banking concept of education,
kurang dari manusia atau tidak lagi manusia. tetapi merupakan hubungan dialogikal.
Hal tersebut diperkuat oleh Susanto Pembelajaran dialogis adalah konsep
(2007: 6) yang menyatakan bahwa kurang pembelajaran yang mempertegas posisi atau
unggulnya mutu lulusan lembaga pendidikan peran pendidik dan warga belajar tidak berada
Indonesia selama ini antara lain dipicu oleh dalam posisi bawah, melainkan setara atau
paradigma pendidikan yang masih tradisional sederajat dalam proses saling belajar. Tidak ada
(ideologi konservatif) yakni pendidikan yang saling dominasi antara kedua belah pihak,
8
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

namun saling mengisi dan melengkapi. Proses


dialogis ini merupakan satu metode agenda
besar pendidikan Paulo Freire yang disebutnya
sebagai problem-solving atau metode hadap-
masalah yang mana seseorang dapat mengetahui
bila “mempermasalahkan” realitas natural,
kultural, dan historis yang melingkunginya
(Freire, 1984: 9). Pendidik bertugas
mengedepankan suatu materi dihadapan warga
belajar untuk meminta pertimbangan tentang
materi tersebut. Problem-solving dianggap berhasil
ketika warga belajar tidak menjadi penghafal
Gambar 1: Komponen Perencanaan
informasi, tetapi ketika ia tahu dengan kritis
Pembelajaran
informasi yang dimilikinya, apa kaitan informasi
(Sumber: Arikunto, 1990: 216)
itu dengan dirinya, serta bagaimana
memanfaatkannya untuk melakukan suatu Freire (2004: 176) menjelaskan
karakteristik pembelajaran dialog yang perlu
peruban. Jadi warga belajar bukan hanya
semata-mata sosok tunggal yang hanya diajar, dipahami. Pertama, pendidikan dialogis adalah
pendidikan yang senantiasa berorientasi pada
melainkan aktor bebas yang memiliki hak
penyelesaian masalah yang terjadi sesuai dengan
mendapatkan pengetahuan sesuai dengan apa
konteks zaman. Pendidikan dialogis
yang ia butuhkan. Warga belajar bukan hanya
mengarahkan warga belajar untuk berani
pendengar yang semata-mata patuh, tetapi juga
rekan penyelidik yang kritis dalam dialog membicarakan masalah-masalah yang terjadi
dalam lingkungannya serta berani untuk turun
bersama pendidik. Warga belajar merupakan
aktor utama dalam perencanaan, pelaksanaan langsung dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut dengan baik. Proses belajar dalam
dan evaluasi pembelajaran.
konteks dialogis tidak mengharapkan warga
Tujuan penelitian ini adalah
belajar hanya menerima pelajaran, akan tetapi
mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran
proses mencari dan menemukan sendiri materi
dialogis Paulo Freire mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi serta faktor pendukung pelajaran.
Kedua, pendidikan dialogis
dan penghambat pembelajaran pada program
Paket B di sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah berpandangan bahwa nalar dan kesadaran
warga belajar bukanlah sebuah wadah kosong
Desa Kalibening Salatiga Jawa Tengah.
yang pasif dan siap diisi oleh pengetahuan, nilai
Sudjana (2000: 17) menjelaskan
dan norma yang dianggap telah mapan
pengelolaan merupakan serangkaian kegiatan
sebagaimana dalam banking system of education,
merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan, mengendalikan, dan melainkan nalar dan kesadaran warga belajar
timbul sebagai potensi yang harus dituangkan
mengembangkan terhadap segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan sumberdaya dalam perwujudan kritis, aktif, kreatif, serta
progresif dalam mendorong lahirnya proses
manusia, sarana dan prasarana secara efektif
transformasi sosial.
dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Ketiga, dalam pendidikan dialogis
Arikunto (1990: 216) menyebutkan komponen-
dimulai dengan menghilangkan kontradiksi
komponen yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan pembelajaran terdiri atas enam sekat antara guru dan warga belajar. Tidak ada
subyek yang membebaskan dan tidak ada obyek
komponen, yaitu: siswa atau warga belajar,
pendidik atau guru, kurikulum, metode, media yang dibebaskan, keduanya adalah subyek
dalam pendidikan. Hal tersebut yang nantinya
atau sarana, dan konteks atau lingkungan.
akan menumbuhkan adanya dialog. Dengan

9
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

dialog maka akan terjadi komunikasi. Dengan 1. Membebaskan, berarti keluar dari
komunikasi itulah maka akan muncul kesadaran belenggu legal keformalistikan yang
kritis warga belajar yang tidak berperan sebagai selama ini menjadikan pendidikan tidak
obyek yang hanya menerima kebenaran dari kritis.
pendidik. 2. Keberpihakan, berarti memperoleh
pengetahuan yang ingin diketahui
merupakan hak bagi seluruh warga
belajar.
3. Partisipatif, antara pengelola, warga
belajar, keluarga, serta masyarakat
Gambar 2: Sistem Pendidikan Hadap-
dalam merancang bangun sistem
Masalah
pendidikan harus sesuai kebutuhan
(Sumber: Paulo Freire, 2008: 21)
(memahami kebutuhan nyata
Menurut Freire, ketika seseorang sudah
masyarakat).
memasuki ruang dialog, maka yang dilakukan
4. Berbasis kebutuhan, adalah bagaimana
kemudian adalah bersama dengan orang lain
materi belajar menjawab kebutuhan
untuk membicarakan sesuatu. Dialog hanya bisa
akan pengelolaan sekaligus penguatan
tumbuh dalam kondisi yang penuh cinta,
daya dukung sumberdaya yang tersedia
harapan, kepercayaa kepada orang lain serta
untuk menjaga kelestarian serta
sikap kritis. Cinta tidak akan mungkin tumbuh
memperbaiki kehidupan.
dalam situasi yang penuh dominasi, yang ada
5. Kerjasama, yaitu tidak ada lagi sekat-
hanyalah cinta sadisme pada penguasa serta
sekat dalam proses pembelajaran, juga
masokisme pada pihak yang dikuasai.
tidak perlu ada dikotomi guru dan
Di samping itu, dialog menuntut adanya
warga belajar, semuanya adalah orang
kerendahan hati, agar seseorang tidak menjadi
yang berkemauan belajar.
sombong, egois apalagi arogan. Kerendahan hati
6. Sistem evaluasi berpusat pada subjek
ini menandakan kesadaran akan tidak adanya
didik, yaitu berkemampuan
manusia yang sempurna, sehingga yang ada
mengevaluasi diri sehingga tahu persis
hanyalah kemauan untuk terus berusaha
potensi yang dimilikinya, dan berikut
meningkatkan pengetahuan dari apa yang belum
mengembangkannya sehingga
diketahui, saling melengkapi antara satu dengan
bermanfaat bagi yang lain.
yang lain demi tercapainya tujuan bersama.
7. Percaya diri, yaitu pengakuan dalam
Dengan mendasarkan diri pada cinta,
bentuk apapun atas keberhasilan
kerendahan hati dan keyakinan, maka dialog
bergantung pada subjek pembelajar itu
tersebut akan berkembang menjadi sebuah
sendiri.
bentuk hubungan horisontal, dimana sikap
saling mempercayai antara para pelakunya
METODE PENELITIAN
merupakan sebuah keharusan.
Terakhir, karakteristik utama dari
Berdasarkan pada pokok permasalahan
pendidikan dialogis dalam pandangan Paulo
yang dikaji, mengenai pengelolaan pembelajaran
Freire adalah konsientisasi. Konsientisasi
dialogis Paulo Freire, maka penelitian ini
merupakan sebuah proses dimana manusia
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam
Moleong (2002: 6) menjelaskan metode
perubahan.
kualitatif adalah penelitian yang dimaksud
Bahruddin (2007: 8-9) menjelaskan
untuk memahami fenomena tentang apa yang
bahwa dialogis sebagai sebuah model
dialami oleh subyek penelitian secara holistik
pembelajaran memiliki tujuh prinsip yang
dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-
melandasi pelaksanaan pembelajaran.
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
10
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

yang alamiah dan dengan memanfaatkan memegang teguh prinsip bahwa pada
berbagai metode ilmiah. Subyek penelitian hakikatnya anak selaku subyek didik adalah
adalah kepala sekolah, pendamping dan warga aktor bebas yang unik memiliki minat, latar
belajar program paket B Sekolah Alternatif belakang, potensi, bakat, kemampuan berbeda-
Qaryah Thayyibah Desa Kalibening Salatiga beda yang harus dikembangkan sesuai dengan
Jawa Tengah. Fokus penelitian adalah kebutuhan dan yang disukai oleh anak.
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta faktor Dalam perspektif dialogis, Bahruddin
pendorong dan penghambat pengelolaan (2008:56-59) menjelaskan bahwa pembelajaran
pembelajaran. Sumber data primer penelitian akan efektif apabila materi pembelajaran yang
adalah kepala sekolah, pendamping dan warga dipilih berdasarkan pada kebutuhan warga
belajar, sumber data sekunder diperoleh melalui belajar yang nantinya akan memiliki tiga
pustaka buku serta dokumentasi data-data manfaat. Pertama, materi pembelajaran yang
sekolah. Teknik pengumpulan data didasarkan pada kebutuhan warga belajar akan
menggunakan wawancara, observasi dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Apa
dokumentasi. Teknik keabsahan data yang kita ajarkan dalam kelas merupakan hal
menggunakan ketekunan pengamatan lapangan yang benar-benar dibutuhkan mereka, bukan
dan triangulasi sumber. Teknik analisis data suatu hal yang mubadzir karena warga belajar
melalui tahap reduksi data, penyajian data dan tidak membutuhkannya. Kedua, materi belajar
penarikan simpulan. yang didasarkan kepada kebutuahn dapat
membangkitkan motivasi warga belajar dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN mengikuti proses pembelajaran. Dalam kajian
psikologi belajar terungkap bahwa warga belajar
Selama ini perencanaan pembelajaran akan merasa senang mempelajari sesuatu yang
di persekolahan kita cenderung sangat memang mereka butuhkan. Dengan demikian,
dominatif. Artinya, segala materi pembelajaran pemenuhan kebutuhan mereka merupakan
bersifat dari atas ke bawah, bukan berdasarkan alternatif cara untuk membangkitkan motivasi
pada kebutuhan nyata warga belajar. Mulai dari mereka untuk mengikuti proses pembelajaran.
aturan-aturan sekolah, tugas-tugas sekolah Ketiga, pembelajaran yang didasarkan kepada
hingga sistem evaluasi yang digunakan. Selain kebutuhan warga belajar mempunyai manfaat
itu, dalam konteks pemilihan materi yang dalam pendidikan diistilahkan dampak
pembelajaran misalnya, jarang atau bahkan pengiring (nurturen effect) memberi contoh
tidak pernah didasarkan pada kebutuhan warga kepada mereka hidup humanis. Mereka diberi
belajar. Materi yang disediakan merupakan contoh sikap untuk menghargai keinginan orang
asumsi pakar, perancang kurikulum dan lain, tidak memaksakan kehendak manakala
pendidik, bukan berdasar pada kebutuhan warga dihadapkan kepada keinginan orang banyak.
belajar. Berbeda dengan pernyataan tersebut, Terkait dengan analisis kebutuhan ini,
proses perencanaan pembelajaran pada program penentuan materi atau topik bahasan pelajaran
paket B di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah dalam perencanaan pembelajaran pada program
selalu menggunakan model dialogis dengan Paket B di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah
semangat membebaskan menempatkan anak dilakukan melalui proses identifikasi atau
benar-benar sebagai aktor utama penentu assesmen kebutuhan belajar menggunakan
kebijakan dan keberlangsungan kegiatan belajar. teknik diskusi. Setiap anak memiliki hak untuk
Rencana pembelajaran disusun berdasarkan menentukan topik materi apa yang akan
Kurikulum Nasional Paket B yang hanya dipelajari disetiap rombongan belajar (kelas)
dijadikann sebagai referensi atau rujukan dengan untuk kemudian dirangkum seluruh materi dari
menekankan bahwa setiap anak memiliki seluruh usulan individu tersebut dan disepakati
kebebasan dalam menentukan isi atau topik materi mana yang akan dipelajarai terlebih
materi yang ingin dipelajari. Semuanya dahulu melalui proses penentuan prioritas
11
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

kebutuhan belajar. Seperti yang dijelaskan oleh dibangun menggunakan kaidah lokalitas.
Rifa’i (2008: 38) apabila pembelajaran itu sesuai Kaidah ini dimaksudkan bahwa komponen
dengan kebutuhan, maka warga belajar akan terpadu anak, pendamping, pengelola, pengurus,
belajar secara optimal yang pada akhirnya akan orangtua, dan masyarakat saling bekerja sama
memperoleh hasil belajar seperti yang dan partisipatif dijalin dalam sistem
diharapkan. Dengan menggunakan cara ini, persahabatan. Bagi anak-anak program Paket B
paling tidak bisa menjembatani antara materi di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah sekolah
yang dipersyaratkan dalam kurikulum dengan adalah tempat bermain bersama masyarakat,
materi yang benar-benar dibutuhkan oleh warga desa sebagai laboratorium untuk belajar, sebagai
belajar. penyedia pengetahuan luas tanpa tergantung
Dalam metode perencanaan pada ketersediaan fasilitas. Ada atau tidaknya
pembelajaran pada program paket B di Sekolah media pembelajaran tidak menjadi penghalang
Alternatif Qaryah Thayyibah terdapat istilah pembelajaran bagi anak. Sekolah memiliki
Student Learning Center. Artinya semua keterdekatan yang erat dengan masyarakat dan
pembelajaran berjalan berdasarkan keinginan alam dengan seoptimal mungkin dimanfaatkan
anak. Anak ingin belajar apa dan bagaimana dengan segala potensi yang ada sebagai media
semua dikembalikan sesuai dengan kesepakatan belajar. Hal tersebut sesuai dengan Undang-
kelasnya masing-masing. Sistem ini Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
menempatkan warga belajar sebagai individu Pendidikan Nasional Pasal 4 Ayat (6) yang
yang memiliki keinginan dan karakteristik berbunyi pendidikan diselenggarakan dengan
keberagaman. Untuk itu, dalam sistem memberdayakan semua komponen masyarakat
perencanaan pembelajaran memberikan melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
kebebasan kepada warga belajar untuk mengenal pengendalian mutu layanan pendidikan.
dan merancang sistem pembelajarannya sendiri. Kemudian pada Pasal 8 dan 9 juga
kegiatan belajar menurut Freire adalah kegiatan menerangkan hak dan kewajiban masyarakat
yang bersifat aktif, dimana warga belajar dalam penyelenggaraan pendidikan, serta
menciptakan sendiri pengetahuannya. Dengan berkewajiban memberikan dukungan sumber
kata lain warga belajar mencari sendiri apa yang daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
akan dipelajarainya. Dalam hal ini mereka Prinsip membebaskan dalam pelaksanaan
didorong untuk terus menerus bertanya serta pembelajaran pada program Paket B Sekolah
memperanyakan realitas diri maupun Alternatif Qaryah Thayyibah ditunjukan dengan
lingkungan yang melingkupinya. Fungsi tidak adanya seragam, tata tertib dan jadwal
pendamping dalam perencanaan pembelajaran mata pelajaran tetap, yang ada hanya jadwal
adalah dinamisator ketika terjadi sebuah waktu belajar. Selain itu waktu dan tempat
kebekuan di forum yang sedang berlangsung. belajar pada program paket B Sekolah Alternatif
Pendamping hanya memancing agar anak Qaryah Thayyibah adalah berdasar pada
memberikan masukan atau usualan berkaitan kesepakatan antara anak dan pendamping. Bila
dengan apa yang akan dilakukan berikutnya. anak sepakat bahwa materi tertentu tidak harus
Sedangkan selebihnya proses perencanaan lebih ditatapmukakan, mereka tidak akan
menekankan pada keaktifan anak sendiri, mempelajarinya di kelas melainkan akan
meskipun hal ini menekankan pada mempelajarinya di luar ruang kelas berdasarkan
keikutsertaan anak untuk memberikan kompetensi yang harus dikuasai menurut materi
kontribusinya, hal ini tidak membuat mereka tersebut. Hal inilah yang menjadi prinsip dari
canggung atau malu untuk mengungkapkan ide Qaryah Thayyibah bahwa belajar pada dasarnya
serta argumentasinya di depan anak-anak lain. bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja
Pihak-pihak yang terlibat dalam selama manusia ingin terus belajar.
perencanaan pembelajaran pada program paket Jika dalam pelaksanaan pembelajaran di
B di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah persekolahan kita cenderung menggunakan
12
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada dengan mencatat, menghafal, mengingat dan
guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari mengulangi ungkapan-ungkapan tanpa
guru kepada warga belajar, metode memahami arti yang sesungguhnya dari
pembelajaran lebih banyak menggunakan ungkapan-ungkapan tersebut. Pemilihan materi
ceramah, dan materi belajar lebih pada belajar dilakukan berdasarkan tematik atau
penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi, berdasar kebutuhan tema tiap mata pelajaran
hal tersebut berbeda dengan metode yang dipelajari. Situasi yang disediakan problem-
pembelajaran yang digunakan pada program solving bebas. Anak tidak diberikan suatu
paket B di Sekolah Alternatif Qaryah informasi yang harus dipatuhi, anak diberi
Thayyibah. Metode pembelajaran pada Program kesempatan seluas-luasnya untuk mengajukan
paket B di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah masalah atau soal sesuai dengan apa materi
direalisasikan dengan penggunaan metode yang telah disepakati bersama sebelumnya
problem-solving (hadap masalah). Hal tersebut (problematik), kemudian anak diberi waktu
sesuai dengan pendapat Paulo Freire yang untuk menemukan sendiri (inquiry/discovery)
menyatakan bahwa anak hanya akan dapat mengenai jawaban dari masalah atau soal yang
mengetahui bila mempermaslahkan. Dalam ada melalui buku, pengalaman, internet, dan
proses pelaksanaan pembelajaran selalu sumber-sumber belajar lain. Semua pendapat
ditanamkan bahwa pemahaman bukan hafalan- anak ditampung tanpa mempermasalahkan
hafalan dan mengetahui tidak sama dengan benar salahnya jawaban yang diberikan anak
menelan pengetahuan mentah-mentah. Metode (brainstorming). Setelah semua menemukan
problem-solving (hadap masalah) dalam jawabannya masing-masing, anak
pendidikan dialogis Paulo Freire digunakan berdiskusi/sharring untuk menemukan
untuk menggusur metode bercerita (ceramah) kesepakatan jawaban yang paling tepat dari
yang sering digunakan dalam banking system of masalah atau soal yang dimunculkan di awal.
education. Isi pelajaran yang yang diceritakan Hal tersebut dimaksudkan agar dari berbagai
baik yang menyangkut nilai-nilai maupun segi- ide-ide yang mereka temukan, dapat ditemukan
segi empiris realitas dalam proses cerita satu struktur yang integratif dari pengetahuan
cenderung manjadi kaku dan tidak hidup. yang sedang dipelajari.
Sehingga pendidikan dalam bahasa Freire Terlahir sebagai sekolah alternatif,
“menderita penyakit” cerita ini. Freire (2000: 50- suasana belajar yang disediakan saat
51) menjelaskan kata-kata telah dikosongkan dari pelaksanaan pembelajaran, pendamping
makna sesungguhnya dan menjadi pembicara boros diperankan sebagai teman dan sahabat yang
kata yang asing dan mengasingkan. Ciri yang sangat mendampingi anak belajar. Tidak ada lagi sekat-
menonjol dari pendidikan bercerita ini adalah sekat dalam proses pembelajaran, tidak ada
kemerduan kata-kata, bukan kekuatan hubungan vertikal diantara keduanya, juga tidak
mengubahnya. Freire melanjutkan empat kali ada dikotomi guru dan murid, semuanya adalah
empat sama dengan enam belas, ibukota Para adalah orang yang berkemauan belajar. Dalam
Balem. Murid-murid mengungkapkan ini tanpa terminologi Paulo Freire (2000: 57) dijelaskan
memahami apa arti dari empat kali empat, atau bahwa dalam pendidikan yang membebasakan
tanpa menyadari makna sesungguhnya dari kata “ibu tidak ada subyek yang membebasakan dan tidak
kota” dalam ungkapan “ibukota Para adalah ada obyek yang dibebaskan, karena tidak ada
Balem”, yakni apa arti Balem bagi Para dan apa arti dikotomi antara subyek dan obyek. Peran
Para bagi Brazil. pendamping adalah memaparkan masalah
Dalam proses pembelajaran, warga tentang situasi eksistensi yang dikodifikasi untuk
belajar harus memaknai pendekatan ilmiah membantu warga belajar agar memiliki
dalam berdialektika dengan dunia sehingga pandangan yang kritis terhadap realita. Secara
dapat menjelaskan realita secara utuh dan benar, filosofis, menempatkan guru sebagai mitra,
maka sesungguhnya mengetahui itu tidak sama fasilitator, dan teman dalam mencari dan
13
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

berdialog daripada hanya memindahkan semata-mata dari hasil akhir, tetapi juga dari
informasi yang harus diingat oleh warga belajar. proses pencapaiannya.
proses dialog yang harus dijalankan oleh warga Penilaian dalam proses pembelajaran di
belajar bukanlah proses dominasi dan hegemoni, persekolahan kita cenderung mengarah pada
akan tetapi sebuah proses yang mendasarkan penilaian produk. Ironisnya hasil akhir itulah
diri pada kemanusiaan yang diharapkan dapat yang menentukan nasib warga belajar. penilaian
memicu secara konsisten munculnya kesadaran yang dikembangkan dengan sistem ini jelas
kritis diantara keduanya. Seperti penuturan dominatif dan kurang menghargai proses
Paulo Freire (2000:62) berikut Guru tidak lagi belajar. nasib anak cenderung divonis dari
menjadi orang yang mengajar, tetapi orang yang performance akhir, tanpa dilihat dari bagaimana
mengajar dirinya sendiri melalui dialog dengan para usaha mereka. Berbeda dengan sistem evaluasi
murid, yang pada giliranya di samping diajar mereka tersebut, teknik evaluasi pembelajaran pada
mengajar. program Paket B di Sekolah Alternatif Qaryah
Suasana tersebut membangun Thayyibah dilaksanakan dalam bentuk self-
kemandirian dan percaya diri yang besar bagi evaluating atau evaluasi diri, yaitu pandangan
anak karena mereka terbiasa memutuskan dan dan sikap anak terhadap dirinya untuk
menentukan sendiri apa yang mereka butuhkan. menentukan dan mengarahkan konsep diri
Di Qaryah Thayyibah belajar merupakan dalam mengenal bakat, kelemahan, kepandaian
kegiatan yang menyenangkan, dinamis, tidak dan kegagalannya. Bersama dengan
ada paksaan bagi anak untuk bisa menguasai pendamping, anak melakukan dialog
semua pelajaran, tidak monoton dan setiap saat membangun konsep berkenaan dengan apa yang
memungkinkan menculnya sesuatu yang baru. telah mereka ketahui dan yang belum mereka
Dengan bebas anak mampu memanfaatkan ketahui, apa yang telah mereka lakukan dan
segala fasilitas seperti sawah, kebun, sungai, kesulitan apa yang mereka hadapi. Siapa yang
buku, internet dan lain-lain untuk tahu mengajari yang belum tahu, maka dengan
mengembangkan wawasan dan sendirinya terjadi saling mengevaluasi
pengetahuannya. Apabila ada anak yang nakal, antarteman. Konsep diri inilah yang
maka secara demokratis dikelola sendiri oleh mempengaruhi dalam menafsirkan pengalaman
anak. Karena semua diatur dan disepakatkan yang telah diperoleh. Tidak ada yang lebih
oleh dan untuk anak sendiri secara partisipatif, pintar dari yang lain, karena kepintaran masing-
sehingga pendamping tidak bertindak melewati masing diukur oleh dirinya sendiri. Hal tersebut
batas kewenangannya yaitu memarahi apalagi sesuai dengan penuturan Bahruddin (2007: 8-9)
harus menghukum. yang menyebutkan bahwa sistem evaluasi
Dalam pengelolaan pembelajaran, hendaknya berpusat pada subjek didik, yaitu
penilaian bukanlah istilah asing. Paling tidak, berkemampuan mengevaluasi diri sehingga tahu
pada akhir sebuah proses pembelajaran biasanya persis potensi yang dimilikinya, dan berikut
dilakukan penilain. Tujuannya tidak lain adalah mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi
untuk melihat pencapaian hasil belajar. Dalam yang lain. Hakikatnya penilaian itu bukan hanya
proses pembelajaran, penilaian dapat dipilah dilakukan sesaat, akan tetapi harus dilakukan
menjadi dua, yakni penilaian yang mengarah secara berkala dan berkesinambungan.
pada produk dan penilaian yang mengarah pada Evaluasi pada program Paket B di
proses (Nunan, 1999:107). Penilaian yang Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah tidak
mengarah pada produk cenderung melihat mengenal jenis evaluasi sumatif dalam bentuk
pencapaian hasil belajar pada hasil akhir, yang ujian baik mid semester maupun akhir semester.
biasanya dilakukan melalui instrumen tes. Penghargaan pada anak program Paket B
Sedangkan penilaian yang mengarah kepada Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah tidak
proses melihat pencapaian hasil belajar bukan didasarkan pada nilai-nilai yang diciptakan
karena keberhasilan dan kesuksesan yang
14
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

mereka raih malalui raport dan ranking. Akan digunakan sebagai bekal ia memperoleh atau
tetapi lebih pada penghargaan secara positif menciptakan lapangan pekerjaan.
dan total yang didasarkan pada pengakuan atas Pengembangan keterampilan fungsional yang
keberadaan diri mereka sehingga mereka merasa diberikan kepada anak program paket B di
merdeka. Kecerdasan anak tidak diukur dengan Sekolah alternatif Qaryah Thayyibah dilakukan
nilai (kecerdasan intelektual) tapi sejauh mana melalui tiga macam pendidikan keterampilan
tingkat emosional dan kecerdasan religinya, fungsional. Pertama pertanian. Pertanian dipilih
sehingga muncul semangat kebersamaan antar dengan alasan potensi dan karakteristik
anak. Persaingan pun tak lagi berupa persaingan geografis Kota Salatiga yang terletak di lereng
yang saling menjatuhkan. Kualitas anak tidak Gunung Merbabu membuat daerah Salatiga
diukur dengan membandingkan satu anak menjadi sejuk dan memiliki tekstur tanah yang
dengan anak yang lain, tetapi dari bertambahnya subur, sangat tepat bila dikembangkan jenis
pengetahuan yang dimiliki. Kepercayaan diri pertanian dan perkebunan. Kedua adalah
anak selaku subyek didik dipupuk setiap hari keterampilan Teknologi Informasi dan
melalui pendamping dengan tidak menghakimi Komunikasi. Ketiga adalah pendidikan
kekurangan dan menilai anak itu pintar dan keterampilan penerbitan majalah.
bodoh. Dengan begitu secara tidak langsung Dalam pengelolaan pembelajaran tentu
kepercayaan diri anak akan tumbuh dan tidak terlepas dari adanya faktor pendukung dan
keberanian untuk melakukan inovasi-inovasi faktor penghambat. Faktor pendukung
akan tumbuh melalui proses belajar mandiri. pengelolaan pembelajaran dialogis pada
Senada dengan tidak adanya evaluasi program paket B di Sekolah Alternatif Qaryah
sumatif, pihak Qaryah Thayyibah tidak Thayyibah salah satunya adalah tersedianya
memaksa dan tidak pula menghalangi bagi akses internet 24 jam. Selain itu, lokasi sekolah
anak-anak program Paket B yang ingin yang berada di dalam lingkungan desa membuat
mengikuti Ujian Nasional (UN). Pengelola anak-anak tersebut tidak perlu jauh-jauh ke kota
Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah hanya untuk belajar. Kemauan, motivasi dan
bertugas memfasilitasi bagi anak yang kemandirian yang tinggi dari anak dengan
memutuskan untuk mengikuti UN. Tugas-tugas segala keterbatasan dengan tidak bergantung
sekolah dan pekerjaan rumah pada program pada apapun dan siapapun, serta suasana yang
paket B di Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah menyenangkan diselimuti rasa persahabatan dan
diganti dengan menggunakan bentuk karya yang kekeluargaan, bebas dari ancaman dalam segala
dibuat oleh setiap anak. Indikator keberhasilan aspek, menjadikan pengelolaan pembelajaran
pencapaian belajar anak dinilai melalui sejauh pada program paket B di Sekolah Alternatif
mana ketercapaian target-target yang telah Qaryah Thayyibah berjalan begitu dinamis.
dibuat anak hingga batas akhir waktu yang telah Sedangkan faktor penghambat
ditentukan. Karya-karya tersebut kemudian pembelajaran adalah rendahnya dukungan
ditampilkan dalam acara Gelar Karya pada tiap finansial dan sikap pemerintah terhadap nasib
akhir bulan. Di Sekolah Alternatif Qaryah sekolah alternatif, karena rata-rata sekolah
Thayyibah hanya ada tiga nilai, terendah adalah alternatif sekarang sangat bergantung pada
good, lalu excellent dan tertinggi adalah individu masing-masing. Selain itu, kurangnya
outstanding. alat teknis laboratorium IPA dan buku bacaan
Menurut paulo freire (2000: 60) pada perpustakaan. Fasilitas peralatan teknis
hakikatnya belajar merupakan proses untuk eksperimen ilmu pengetahuan alam di Sekolah
mendapatkan pengetahuan, skill atau Alternatif Qaryah Thayyibah kurang memadahi,
keterampilan dan sikap. Bagi anak-anak kembali lagi terbentur masalah dana, sekolah
program paket B di Sekolah Alternatif Qaryah tidak memiliki anggaran untuk pengadaannya.
Thayyibah, mereka lebih dibekali dengan Kemudian pendidik yang berstatus sebagai PNS
pendidikan keterampilan fungsional yang bisa harus mampu membagi jadwal pendampingan
15
Ika Rizqi Meilya, Fakhruddin, dan Rasdi Ekosiswoyo/ NFECE 3 (1) (2014)

dengan pendamping yang lain. Tentunya hal Bahruddin, Ahmad. 2007. Pendidikan Alternatif
tersebut akan berakibat pada penerapan jam Qaryah Thayyibah. Yogyakarta: LKIS
belajar anak yang tidak menentu. Selain itu juga Yogyakarta
belum sepahamnya pemahaman masyarakat Bahrudin. 2008. Pembelajaran Humanis: Sebuah
tentang hakekat belajar yang sesungguhnya, Alternatif Konsep Pembelajaran
yaitu orientasi para orangtua anak terhadap Memanusiakan Manusia. Telabang:
penyediaan ijazah membuat hakekat belajar Jurnal Kependidikan, 1 (1): 51-66
yang sesungguhnya belum sepenuhnya dapat Freire, Paulo. 1984. Pedagogi Hati. Yogyakarta:
terlaksana. LKIS Yogyakarta
Freire, Paulo. 2004. The Political of Education:
KESIMPULAN DAN SARAN Culture, Power, and Liberation,
diterjemahkan oleh Agung Prihantoro
Pendamping hendaknya mampu dan Arif Yudi Hartanto, Polotik
meningkatkan kualitas pembelajaran dengan Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan
membuat jadwal pelajaran sehingga pelaksanaan dan Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka
pembelajaran lebih efektif dan efisien. Pelajar
Pelaksanaan pembelajaran ditentukan batas jam Freire, Paulo. 2005. Pedagogy of the Oppressed.
belajar malam sebab akan mencabut anak dari New York: The Continum International
akar pendidikan keluarga yang sejatinya adalah Publishing Group
pendidikan paling utama. Evaluasi pembelajarn Leach, Tom. 1982. Paulo Freire: Dialogue, Politics
pendamping lebih intens dalam mempersiapkan and Relevance. International Journal of
materi Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan Life Long Education, 1 (3): 185-201
(UNPK), dan evaluasi bentuk karya Moleong, Lexy. 2000. Metodologi Penelitian
pendamping lebih mengarahkan pada Kualitatif. Bandung: PT Remaja
pendidikan keterampilan fungsional, sehingga Rosdakarya
setelah lulus anak memiliki bekal memperoleh
pekerjaan. Rifa’i, Achmad. 2008. Desain Sistematik
Pembelajaran Orang Dewasa. Semarang:
DAFTAR PUSTAKA UNNES Press
Susanto. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki
Arikunto, Suharsimi. 1990. Pengelolaan Kelas dan Milenium III. Yogyakarta: Adicita
Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Sistem
Jakarta: CV Rajawali Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdikbud

16

Anda mungkin juga menyukai