Anda di halaman 1dari 21

PKKPR Adalah: Pengertian, Fungsi & Persyaratan Pengurusannya

PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan Rencana Tata Ruang (RTR) selain Rencana Detil Tata Ruang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (PKKPR) merupakan salah satu dokumen penting yang wajib dimiliki seorang
pelaku usaha sebelum membangun suatu bangunan bagi usahanya. Hal ini disebabkan PKKPR berlaku
sebagai salah satu persyaratan dasar perizinan berusaha untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB)
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PP
21/2021). Saat ini diketahui banyak pelaku usaha yang terkendala dalam memperoleh perizinan berusaha
bagi usahanya sebab PKKPR yang seharusnya diurus oleh pelaku usaha tidak kunjung rampung. Oleh
karena itu, penting bagi setiap pelaku usaha untuk memahami fungsi dan tata cara pengurusan PKKPR
guna mencegah perolehan perizinan berusaha usaha terhambat akibat ketidaktahuan pengurusan dokumen
ini. Mengenal PKKPR Berdasarkan definisinya sendiri pada Pasal 1 angka 19 PP 22/2021, dijelaskan
bahwa PKKPR adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang
dengan Rencana Tata Ruang (RTR) selain Rencana Detil Tata Ruang.

Berangkat dari definisi tersebut, dapat diinterpretasikan bahwasanya PKKPR dapat diberikan kepada
pelaku usaha untuk melakukan pemanfaatan ruang dalam hal suatu wilayah belum tersedia RDTR atau
RDTR belum terintegrasi dalam sistem OSS. PKKPR dapat untuk diperoleh melalui sistem elektronik
melalui lembaga Online Single Submission (OSS). Namun, PKKPR sejatinya juga dapat dilaksanakan
secara non-elektronik atau luring.

Syarat dan Tata Cara Memperoleh Untuk memperoleh PKKPR, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuh terlebih dahulu. Dalam hal ini, beberapa persyaratan tersebut berkaitan dengan kelengkapan
pendaftaran yang meliputi (Pasal 108 ayat (1) PP 21/2022): Koordinat lokasi; Kebutuhan luas lahan
kegiatan pemanfaatan ruang; Informasi penguasaan tanah; Informasi jenis usaha; Rencana jumlah lantai
bangunan; Rencana luas lantai bangunan; dan Rencana teknis bangunan dan/atau rencana induk kawasan.
Selain itu, terdapat pula beberapa persyaratan penerbitan yang berkaitan dengan persyaratan teknis, yakni:
Lokasi kegiatan; Jenis peruntukan pemanfaatan ruang; Koefisien dasar bangunan; Koefisien lantai
bangunan; Indikasi program pemanfaatan ruang; dan Persyaratan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan
ruang.

Apabila pelaku usaha merasa telah mempersiapkan semua persyaratan tersebut, maka selanjutnya pelaku
usaha dapat mendaftarkan PKKPR melalui lembaga OSS dengan melampirkan dokumen usulan kegiatan.
Dokumen usulan tersebut minimal harus dilengkapi dengan beberapa elemen, seperti koordinat lokasi,
kebutuhan luas lahan kegiatan, informasi penguasaan tanah, informasi jenis usaha, rencana jumlah lantai
bangunan, rencana luas lantai bangunan, rencana teknis bangunan, rencana induk kawasan, dan rencana
penggunaan air baku/air bersih.

Perizinan Jika dokumen-dokumen ini belum lengkap, sistem OSS akan mengembalikannya kepada
pemohon. Namun, jika semua dokumen telah lengkap, sistem OSS akan menerbitkan surat perintah setor
kepada pemohon untuk pembayaran biaya layanan. Setelah pendaftaran berhasil, tahap selanjut PKKPR
adalah penilaian dokumen usulan. Penilaian ini dilakukan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Tata
Ruang dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer. Forum Penataan Ruang juga dapat
terlibat dalam penilaian ini.

Tahapan penilaian melibatkan berbagai rencana tata ruang, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTR-WN), Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan (RTR-Pulau/Kepulauan), Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Nasional (RTR-KSN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW-Kabupaten/Kota), Rencana Zonasi Kawasan Strategis
Nasional Tertentu (RZ-KSNT), dan Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ-KAW). Apabila sudah,
maka penerbitan PKKPR akan dilakukan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Tata Ruang dengan
mempertimbangkan hasil kajian dan pertimbangan teknis pertanahan oleh kantor pertanahan.
Pertimbangan dari Forum Penataan Ruang juga dapat diperhatikan. Penerbitan PKKPR dapat berupa
keputusan yang menyetujui (secara keseluruhan atau sebagian) atau menolak dengan alasan penolakan.
Proses penerbitan PKKPR membutuhkan waktu maksimal 20 hari sejak persyaratan permohonan diterima
secara lengkap dan pembayaran penerimaan negara bukan pajak diterima. Nantinya, PKKPR berlaku
selama 3 tahun sejak diterbitkan.

Prosedur Pelaksanaan

Seperti yang telah disinggung pada sub judul sebelumnya, PKKPR untuk kegiatan berusaha diberikan
dalam hal di rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang belum tersedia RDTR atau RDTR yang tersedia
belum terintegrasi dalam sistem OSS.

Secara garis besar, PKKPR dilakukan dengan tahapan (Pasal 10 ayat (2) Permen ATR/BPN 13/2021):

1. Pendaftaran
Pemohon melakukan pendaftaran dan pembuatan akun pada OSS, dengan rincian:
Pemohon melengkapi dan memasukan dokumen yang diminta pada sistem OSS
Jika dokumen-dokumen tersebut belum lengkap, sistem OSS akan mengembalikannya kepada pemohon.
Jika dirasa semua dokumen telah lengkap, sistem OSS akan menerbitkan surat perintah setor kepada
pemohon untuk pembayaran biaya layanan.

2. Penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RTR;

Ruang Wilayah Nasional (RTR-WN);


Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan (RTR-Pulau/Kepulauan);
encana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR-KSN);
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP);
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW-Kabupaten/Kota);
Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu (RZ-KSNT); dan
Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ-KAW).

3. Penerbitan PKKPR.
Penerbitan PKKPR dilakukan oleh Menteri ATR melalui Direktur Jenderal Tata Ruang dengan
memperhatikan hasil kajian dan pertimbangan teknis serta menggunakan asas berjenjang dan
komplementer.

Kemudian, penerbitan PKKPR dilakukan paling lama 20 hari sejak persyaratan permohonan telah
diterima secara lengkap dan pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diterima.

Lokasi yang Tidak Memerlukan Tahap Penilaian Dokumen PKKPR


Sebagai catatan, ada beberapa jenis lokasi yang tidak memerlukan tahap penilaian dokumen untuk
pelaksanaan PKKPR.

Artinya, lokasi-lokasi yang dimaksud dapat langsung terbit PKKPR-nya tanpa dinilai terlebih dahulu
dokumen-dokumennya.

Lokasi-lokasi yang dimaksud, di antaranya (Pasal 13 Permen ATR/BPN 13/2021):

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang telah memiliki hak pengelolaan (HPL);
Kawasan Industri (KI) yang telah memiliki HPL;
Memerlukan perluasan usaha yang sudah berjalan dan letak tanahnya berbatasan dengan lokasi yang
direncanakan;
Tanah yang sudah dikuasai oleh pelaku usaha lain yang telah mendapatkan KKPR dan akan digunakan
oleh pelaku usaha;
Berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana induk
kawasan dari otoritas/badan penyelenggara; dan
Terletak pada wilayah usaha minyak dan gas bumi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Apa Itu KRK dalam PBG?

Kita tentunya tahu bahwa setiap bangunan wajib memiliki PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Tapi di
samping itu, untuk mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung ternyata juga harus mengurus KRK
terlebih dahulu. KRK sendiri dapat dikatakan sebagai dokumen yang cukup krusial dan penting. Namun
sayangnya, tidak semua orang mengetahui dan memahami tentang dokumen KRK.

Bagi Anda yang masih asing dengan KRK mungkin bertanya-tanya apa itu KRK dan apa hubungannya
dengan PBG. KRK adalah salah satu dokumen atau surat yang dibutuhkan oleh perorangan maupun
perusahaan untuk mengajukan dan mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Keterangan Rencana Kota (KRK) sendiri merupakan dokumen rencana tata ruang yang berisi peta dan
dilengkapi dengan keterangan rinci atau detail mengenai pemanfaatan lahan tanah. Dokumen ini
dikeluarkan atau diterbitkan oleh Dinas Tata Ruang.

Nantinya, dokumen Keterangan Rencana Kota (KRK) akan dijadikan sebagai acuan dalam desain dan
perencanaan. Jadi secara garis besar, sebelum pemilik bangunan mengajukan Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG) untuk bangunan yang akan dibangun, terlebih dahulu harus mengurus Keterangan
Rencana Kota (KRK).

Tujuan Keterangan Rencana Kota (KRK)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dokumen Keterangan Rencana Kota (KRK) merupakan
dokumen yang krusial. Oleh karena itu, keberadaannya pun tidak boleh disepelekan. Tujuan utama dari
perlunya pemilik bangunan mengurus dokumen Keterangan Rencana Kota adalah untuk mengetahui
fungsi lahan, GSB, KDB, RTH.

Dimana hal tersebut dijadikan sebagai acuan perencana dalam mengembangkan desainnya agar sesuai.
Jika belum ada Keterangan Rencana Kota (KRK) maka Persetujuan Bangunan Gedung pun belum bisa
disahkan. Apabila desain tidak sesuai dengan KRK, maka akan menyebabkan pelanggaran.

Selain itu, tanpa kepemilikan KRK pemilik bangunan pun tidak akan bisa mendapatkan dan mengantongi
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Dimana nantinya bangunan tersebut akan menjadi bangunan yang
ilegal serta akan menemui berbagai permasalahan di kemudian hari.

Tidak sampai disitu saja, tujuan lain dari kepemilikan KRK yang juga tidak kalah penting adalah agar
perencana mengetahui rencana tata kota dari lokasi yang diajukan untuk mendirikan bangunan. Dengan
begitu, pemilik bangunan dan juga perencana tidak akan melanggar zona tertentu yang mungkin saja oleh
pemerintah tidak diperbolehkan untuk pendirian bangunan.

Apabila memiliki Keterangan Rencana Kota (KRK), maka rencana pembangunan pun akan lebih tenang
dan aman. Karena artinya proses pembangunan dilakukan secara benar dan sah dimata hukum.

Syarat dan Prosedur Mengurus Surat Keterangan Rencana Kota (KRK)

Untuk mengajukan Keterangan Rencana Kota (KRK) terdapat beberapa syarat yang perlu disiapkan dan
dipenuhi. Dilansir dari rumah.com, berikut ini adalah beberapa syarat untuk mengurus surat Keterangan
Rencana Kota (KRK) yakni antara lain:

 Formulir permohonan yang telah ditandatangani pemohon


 Fotocopy identitas diri (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
 Fotocopy bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di tahun terakhir
 Fotocopy bukti kepemilikan tanah atau lahan yang sah. Bisa berupa sertifikat tanah, akta jual beli, atau
leter C/D SKPT
 Surat pernyataan yang berkaitan dengan permohonan Keterangan Rencana Kota yang diajukan
 Untuk permohonan berbadan hukum, harus melampirkan akte pendiri badan hukum (PT, CV, Firma,
Yayasan, dan lain sebagainya)
 Surat kuasa (apabila pengurusan KRK yang dikuasakan)
 Berbagai dokumen yang dianggap perlu. Misalnya seperti rekom ketinggian bangunan dari instansi teknis
(DishubKominfo) untuk bangunan yang memiliki ketinggian lebih dari 4 lantai. Selain itu, surat
persetujuan atau izin lokasi dari Walikota dimana KRK diajukan.
Apabila dokumen yang diperlukan untuk mengajukan Keterangan Rencana Kota (KRK) telah lengkap,
maka untuk mengurusnya dapat mengikuti prosedur yang berlaku, yakni sebagai berikut:
 Pemohon mengambil dan mengisi formulir permohonan ke Dinas Penataan Ruang daerah tempat
pengajuan KRK. Serta melengkapi persyaratan pendaftaran yang kemudian diserahkan kepada petugas
 Berkas permohonan akan diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan kelengkapannya. Jika berkas yang
diberikan lengkap maka petugas akan memberikan bukti tanda terima berkas untuk diagendakan dan
diberi arsip permohonan. Namun jika belum lengkap, berkas akan dikembalikan kepada pemohon untuk
dilengkapi terlebih dahulu
 Berkas yang sudah lengkap akan diserahkan kepada Back Office (BO) untuk dilakukan penelitian dan
validasi
 Apabila berkas (persyaratan administrasi dan persyaratan teknis) sudah lengkap dan sesuai, selanjutnya
petugas Back Office akan membuat undangan survey untuk peninjauan ke lokasi sebagai salah satu dasar
penerbitan SK Keterangan Rencana Kota
 Permohonan KRK akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan jika telah selesai diproses SK
KRK akan diterbitkan. Penerbitan SK KRK akan ditandatangani oleh Kepala Dinas Penanaman Modal
PTSP dan Tenaga Kerja kota setempat.

Syarat mengurus KRK

1. Fotocopy KTP & KK Pemohon


2. Fotocopy Surat Bukti Hak atas Tanah (Sertifikat Tanah/Akta Jual Beli/Kutipan Letter C)
3. Fotocopy peta bidang dari Badan Pertanahan (jika dibutuhkan)
4. Fotocopy SPPT dan SPPD PBB tahun terakhir
5. Denah Lokasi
6. Siteplan
7. Neraca (untuk usaha)
8. Fotocopy Izin Prinsip jika nilai investasi lebih besar dari sama dengan Rp. 500.000.000,- (termasuk tanah
& bangunan)
9. Surat Kuasa Bermaterai dan Fotocopy KTP Penerima Kuasa jika dikuasakan

Mekanisme dan Prosedur mengurus KRK

1. Pemohon membuka web dpmptsp atau datang dan meminta informasi ke loket perijinan (FO) tentang
persyaratan permohonan pendaftaran perizinan
2. Petugas loket perijinan (FO) memberikan informasi kepada pemohon mengenai persyaratan pendaftaran
Perizinan serta menyerahkan formulir permohonan pendaftaran
3. Pemohon mengisi formulir permohonan pendaftaran serta melengkapi persyaratan kemudian diserahkan
kepada petugas Loket Perijinan (FO)
4. Petugas Loket Perijinan (FO) memeriksa kelengkapan berkas: • Bila berkas lengkap maka petugas FO
memberikan bukti berupa tanda terima berkas ke pemohon selanjutnya berkas diserahkan ke petugas
Back Office (BO) • Bila berkas belum lengkap, petugas FO akan mengembalikan berkas kepada pemohon
untuk dilengkapi.
5. Petugas BO akan melakukan penelitian dan validasi terhadap berkas pemohon
6. Apabila berkas pemohon (dokumen persyaratan administrasi dan dokumen persyaratan teknis) sudah
lengkap dan benar maka petugas BO membuat undangan survey dilampiri dokumen persyaratan teknis
untuk peninjauan ke lokasi dilanjutkan pengisian Berita Acara Hasil Survey sebagai dasar penerbitan SK
KRK
7. Penerbitan SK KRK akan ditanda tangani oleh Kepala Dinas Penanaman Modal PTSP dan Tenaga Kerja
8. SK KRK akan diserahkan kepada pemohon

Mengurus KRK bayar atau gratis?

Untuk mendapatkan Keterangan Rencana Kota (KRK), pemohon tidak perlu mengeluarkan biaya tarif
atau tidak dipungut biaya. Waktu penyelesaian KRK ini memakan waktu lebih singkat selama 12 hari
kerja setelah berkas dinyatakan lengkap. Dalam rentang waktu 12 hari, akan dilakukan proses pengukuran
oleh surveyor

Syarat dan prosedur mengurus surat Keterangan Rencana Kota

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai apa itu Keterangan Rencana Kota (KRK) yang harus dipenuhi
sebelum mengajukan Persetujuan bangunan Gedung (PBG). Karena pentingnya dokumen Keterangan
Rencana Kota (KRK) untuk bangunan, maka dari itu sebagai pemilik bangunan Anda perlu segera
mengurus KRK agar pembangunan yang direncanakan berjalan dengan lancar.

Nah, setelah mengurus KRK, Anda bisa langsung mengajukan pengurusan dokumen Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG). Untuk mengurus PBG sendiri pastinya juga membutuhkan berbagai dokumen
persyaratan yang harus dilengkapi. Serta membutuhkan waktu yang mungkin tidak sebentar. Tapi jangan
khawatir, apabila mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dirasa merepotkan dan menyita waktu
berharga Anda.

Anda bisa menggunakan jasa layanan PBG profesional untuk membantu pengurusan tersebut. Dengan
bantuan jasa layanan PGB, proses pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Anda menjadi lebih
mudah dan tepat. Semoga informasi tadi bermanfaat dan dapat membantu Anda yang berencana atau
sedang mendirikan sebuah bangunan.

Keterangan Rencana Kota (KRK) merupakan salah satu dokumen yang diperlukan ketika ingin
mendirikan bangunan. KRK sendiri berisi peta yang dilengkapi keterangan denah secara rinci beserta
pemanfaatannya. KRK dibutuhkan ketika ingin mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Biasanya, KRK bisa didapatkan dinas penataan ruang daerah setempat atau melalui dinas penanaman
modal dan pelayanan terpadu satu pintu setempat. Nantinya dinas terkait akan melakukan survei untuk
mengetahui luas wilayah yang dapat digunakan untuk mendirikan bangunan melalui KRK tersebut. Untuk
mengurus KRK bisa dilakukan secara offline maupun online.

Cara Buat KRK Offline Berikut ini cara membuat KRK offline dilansir dari https://perizinanjakarta.com/.
Datangi kantor dinas penataan ruang daerah setempat. Mengambil dan mengisi formulir permohonan
yang tersedia di dinas penataan ruang daerah setempat. Berkas permohonan diagendakan kepada
pemohon dan diberi arsip permohonan. Selanjutnya, akan dilaksanakan proses pengukuran dan cek
lapangan. Setelah itu, permohonan akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Pemohon akan
diberitahu jika KRK sudah selesai diproses Sebelum mengambil KRK, pemohon akan diminta untuk
membayar biaya retribusi di loket pembayaran. Kemudian, pemohon sudah dapat mengambil KRK
dengan menunjukkan tanda lunas pembayaran Adapun kisaran biaya restribusi pembuatan KRK yaitu
sebagai berikut. Peta rancangan kawasan untuk satu kavling dengan ukuran kertas F4 yaitu sebesar Rp
49.000 per lembar. Peta rencana kawasan perumahan dengan ukuran kertas DF yaitu sebesar Rp 97.000
per lembar. Peta rencana kawasan perumahan, perdagangan dan jasa dengan ukuran F4 yaitu sebesar Rp
162.000 per lembar. Peta rencana kawasan perumahan, perdagangan dan jasa dengan ukuran DF yaitu
sebesar Rp 324.000 per lembar.

Cara Buat KRK Online Pelayanan berbasis online sudah tersedia di DKI Jakarta.

Berikut tahapannya:

Kunjungi situs resmi dinas penataan ruang daerah setempat atau bisa melalui e-KRK dengan
mengunjungi situs https://jakevo.jakarta.go.id/. Pemohon perlu melakukan registrasi terlebih dahulu.
Setelah berhasil mendaftarkan akun, pemohon dapat memilih menu KRK. Kemudian, pemohon diminta
mengisi formulir sesuai ketentuan. Selanjutnya pemohon perlu melakukan upload berkas dan menentukan
jadwal pengukuran lahan. Surveyor DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta akan melakukan pengukuran sesuai
jadwal yang telah ditentukan pemohon. Selanjutnya, setelah dilakukan pengukuran selama 2 hingga 3
jam, surveyor akan mengirim hasil ukur ke petugas penilai teknis perizinan dan nonperizinan melalui
aplikasi Jakevo. Setelah output disetujui, pemohon dapat mengunduh dokumen KRK yang telah
ditandatangani oleh pejabat sesuai kewenangannya tanpa harus mendatangi kantor UP PTSP.

Syarat Membuat KRK Berikut ini adalah syarat dokumen yang dibutuhkan untuk membuat KRK:

Formulir permohonan yang ditandatangani pemohon Fotokopi identitas diri (KTP)


Fotokopi bukti pembayaran PBB tahun terakhir
Fotokopi bukti penguasaan tanah yang sah, bisa berupa sertifikat atau leter C/D SKPT
Surat pernyataan berkaitan dengan permohonan keterangan rencana kota yang diajukan.
Khusus permohonan berbadan hukum, perlu dilampiri akte pendiri badan hukum (PT, CV, Firma,
Yayasan, dan lainnya)
Surat kuasa (bagi pengurusan yang dikuasakan)
Surat-surat yang dianggap perlu, seperti rekom ketinggian bangunan dari instansi teknis
(DishubKominfo) untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 4 lantai. Selain itu, surat persetujuan atau
ijin lokasi dari wali kota.

Persetujuan Bangunan Gedung, atau disingkat PBG, adalah Perizinan yang dikeluarkan dari pemerintah
kepada pemilik sebuah bangunan gedung atau perwakilannya untuk memulai pembangunan, merenovasi,
merawat, atau mengubah bangunan gedung tersebut sesuai dengan yang direncanakan.

PBG dapat diterbitkan apabila rencana teknis yang diajukan memenuhi standr teknis sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, untuk mengetahui apakah rencana teknis tersebut memenuhi standar
teknis atau tidak, diperlukan sebuah proses konsultasi yang melibatkan tenaga ahli yang memiliki
kemampuan dan keahlian terkait bangunan gedung.

PBG memiliki fungsi:


 Memastikan pembangunan bangunan gedung berstatus legal.
 Memastikan penyelenggaraan bangunan gedung tersebut memenuhi standar yang menjamin keselamatan,
kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi penggunanya.
 Mendata keberadaan rencana bangunan gedung.
PBG dikeluarkan oleh pemerintah sesuai kewenangannya dan dikeluarkan paling lambat 28 hari kerja,
tergantung fungsi dan klasifikasi bangunannya.

Proses yang dilakukan dalam 28 hari tersebut meliputi:

1. Pengajuan
2. Pemeriksaan Rencana Teknis
3. Perhitungan Retribusi
4. Penerbitan PBG

PBG berlaku sekali seumur hidup bangunan yang bersangkutan, untuk memulai mengajukan PBG

Bagaimana cara dan persyaratan untuk memperoleh PBG?

Untuk dapat memperoleh PBG, pemilik bangunan harus memenuhi dua persyaratan utama yaitu punya
dokumen rencana teknis dan dokumen perkiraan biaya pelaksanaan konstruksi. Selain itu, syarat
selanjutnya yaitu adanya kelengkapan dokumen berupa perkiraan biaya pelaksanaan konstruksi.
Kemudian, dokumen rencana teknis diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau pemerintah
daerah provinsi untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau pemerintah pusat untuk memperoleh PBG
sebelum pelaksanaan konstruksi. Dalam hal Bangunan Gedung Fungsi Khusus (BGFK) dokumen rencana
teknis diajukan kepada Menteri.

Adapun dokumen rencana teknik akan diperiksa dan disetujui dalam proses konsultasi yang meliputi:

a. pendaftaran
b. pemeriksaan pemenuhan standar teknis, dan
c. pernyataan pemenuhan standar teknis.
Sementara pendaftaran sendiri dilakukan oleh pemohon atau pemilik melalui Sistem Informasi
Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG). Pemohon atau pemilik yang mendaftar harus menyampaikan
informasi berupa data pemohon atau pemilik, data bangunan gedung, dan dokumen rencana teknis.
Setelah itu, Kepala Dinas Teknis menugaskan sekretariat untuk memeriksa kelengkapan informasi. untuk
BGFK, menteri menugaskan sekretariat pusat untuk memeriksa kelengkapan informasi. Terakhir, setelah
informasi dinyatakan lengkap, sekretariat memberikan jadwal konsultasi perencanaan kepada pemohon
atau pemilik melalui SIMBG.
Izin Mendirikan Bangunan atau IMB dikenal sebagai syarat untuk melakukan pembangunan. Kini IMB
tak lagi berlaku. Penggantinya adalah PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung.
Apa itu PBG?

Pemerintah resmi menghapus aturan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam Undang-undang Cipta
Kerja (UU Ciptaker). Sebelumnya, IMB diwajibkan untuk pembangunan gedung, aturan soal itu diatur
dalam Undang-undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Kini, membangun gedung tidak lagi membutuhkan IMB. Pemerintah sudah menyiapkan penggantinya
yaitu Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Apa itu PBG?

Aturan soal PBG ini ditemui di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Dalam pasal 11 Poin 17 PP tersebut diterangkan PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik
Bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan Gedung.

PP baru tentang PBG ini lebih fokus pada fungsi dan klasifikasi Bangunan Gedung, Standar Teknis,
proses penyelenggaraan bangunan gedung, sanksi administratif, peran masyarakat dan pembinaan.

Untuk membangun gedung, pihak yang membangun harus mencantumkan fungsi bangunan di dalam
PBG. Adapun jenis-jenis fungsinya antara lain fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha, fungsi
sosial dan budaya dan fungsi khusus.

Melihat ketentuan PP tentang apa itu PBG, maka dapat disimpulkan penekanan PBG lebih kepada fungsi
bangunannya yang sesuai dengan tata ruang daerah masing-masing. Selama bangunan yang akan
dibangun sesuai dengan fungsi yang diajukan dan tak melanggar aturan tata ruang, maka proses
konstruksi bisa dimulai tanpa harus mengurus izin ke berbagai instansi terlebih dahulu.

Berbeda dengan IMB yang menekankan perizinan. Dalam PP 36/2005 yang mengatur soal IMB, pihak
yang akan membangun gedung diharuskan memiliki izin sebelum membangun. Ketentuan itu tertuang
dalam pasal 14 PP 36/2005 yang berbunyi:

(1) Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan
gedung.
(2) Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah
daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah, melalui proses permohonan izin
mendirikan bangunan gedung.
(3) Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang
bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung.

Pelaku Usaha Perorangan : a. Kartu Tanda Penduduk elektronik (NIK valid). b. Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) Pribadi dan sudah melakukan kewajiban pelaporan tahun terakhir. c. e-mail d. Nomor
handphone aktif
Pelaku Usaha Badan Usaha : a. Kartu Tanda Penduduk elektronik (NIK valid) penanggung jawab
(direktur utama/direktur). b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pribadi penanggung jawab (direktur
utama/direktur). dan sudah melakukan kewajiban pelaporan tahun terakhir. c. Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) Badan Usaha dan sudah melakukan kewajiban pelaporan tahun terakhir. d. Akta Pendirian
Perusahaan/akta perubahan. e. Pengesahan AHU dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. f. e-
mail badan usaha.

A. Ruang Lingkup Budi daya Kelapa Sawit 1. Skala Usaha Mikro < 25 Ha a. Tingkat Risiko Rendah. b.
Persyaratan Perizinan Berusaha tidak ada. c. Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada. d.
Kewajiban perizinan berusaha Melakukan budi daya sesuai pedoman budi daya yang baik (GAP)

2. Skala Usaha Kecil < 25 Ha a. Tingkat Risiko Rendah. b. Persyaratan Perizinan Berusaha tidak ada. c.
Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada. d. Kewajiban perizinan berusaha Melakukan budi daya
sesuai pedoman budi daya yang baik (GAP).

3. Skala Usaha Menengah > 25 Ha a. Tingkat Risiko Tinggi. b. Persyaratan Perizinan Berusaha : 1)
Persyaratan umum adalah rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar. 2) Persyaratan khusus usaha:

a) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT);
b) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa
bakar serta pengendalian kebakaran;
c) Persetujuan masyarakat hukum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di
atas tanah hak ulayat;
d) Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha
perkebunan mencakup batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan;
e) Kesanggupan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja
dan rencana pembiayaan;
f) Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.
c. Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada.
d. Kewajiban perizinan berusaha :
1) Penerapan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari.
2) Penerapan teknik Budi daya yang baik dan benar.
3) Penerapan sistem pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
4) Penerapan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai
peraturan perundang-undangan.
5) Menyampaikan peta digital lokasi Izin Usaha Perkebunan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta
dan file elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6) Pengusahaan lahan paling lambat 2 (dua) tahun setelah pemberian status hak atas tanah;
7) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) tahun sejak hak guna usaha diberikan.
8) Kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar.
9) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan keragaman sumber daya genetik serta mencegah
berjangkitnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan
10) Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. 11) 1 Menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodic

4. Skala Usaha Besar > 25 Ha a. Tingkat Risiko Tinggi. b. Persyaratan Perizinan Berusaha : 1)
Terintegrasi dengan kebun kelapa sawit (KBLI 01262). 2) Persyaratan Khusus usaha : a) Memiliki
sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT); b) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk
melakukan pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran; c) Persetujuan masyarakat
hukum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di atas tanah hak ulayat; d)
Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha
perkebunan mencakup batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan; e) Kesanggupan memfasilitasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja dan rencana pembiayaan; f)
Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan; 3)
Jangka waktu pemenuhan persyaratan tidak ada. 4) Kewajiban perizinan berusaha :

B. Ruang Lingkup Budi Daya Teh 1. Skala Usaha Mikro < 25 Ha a. Tingkat Risiko Rendah. b.
Persyaratan Perizinan Berusaha tidak ada. c. Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada. d.
Kewajiban perizinan berusaha melakukan budi daya sesuai pedoman budi daya yang baik (GAP).

2. Skala Usaha Kecil < 25 Ha a. Tingkat Risiko Rendah. b. Persyaratan Perizinan Berusaha tidak ada. c.
Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada. d. Kewajiban perizinan berusaha melakukan budi daya
sesuai pedoman budi daya yang baik (GAP).

A. Ruang Lingkup Budi daya Kelapa Sawit


1. Skala Usaha Mikro < 25> 25 Ha
a. Tingkat Risiko Tinggi.
b. Persyaratan Perizinan Berusaha :

1) Persyaratan umum adalah rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar.
2) Persyaratan khusus usaha:

a) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT);
b) Memiliki sumber dayamanusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa
bakar serta pengendalian kebakaran;
c) Persetujuan masyarakat hukum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di
atas tanah hak ulayat;
d) Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha
perkebunan mencakup batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan;
e) Kesanggupan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja
dan rencana pembiayaan;
f) Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.
c. Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada. d. Kewajiban perizinan berusaha :
1) Penerapan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam secara lestari.
2) Penerapan teknik Budi daya yang baik dan benar.
3) Penerapan sistem pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
4) Penerapan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai
peraturan perundang-undangan.
5) Menyampaikan peta digital lokasi Izin Usaha Perkebunan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta
dan file elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6) Pengusahaan lahan paling lambat 2 (dua) tahun setelah pemberian status hak atas tanah;
7) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) tahun sejak hak guna usaha diberikan.
8) Kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar.
9) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan keragaman sumber daya genetik serta mencegah
berjangkitnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan
10) Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
11) 1 Menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik.
4. Skala Usaha Besar > 25 Ha
a. Tingkat Risiko Tinggi.
b. Persyaratan Perizinan Berusaha :
1) Terintegrasi dengan kebun kelapa sawit (KBLI 01262).
2) Persyaratan Khusus usaha :

a) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT);
b) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa
bakar serta pengendalian kebakaran;
c) Persetujuan masyarakat hukum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di
atas tanah hak ulayat;
d) Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha
perkebunan mencakup batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan;
e) Kesanggupan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja
dan rencana pembiayaan;
f) Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan;

3) Jangka waktu pemenuhan persyaratan tidak ada.

4) Kewajiban perizinan berusaha :


B. Ruang Lingkup Budi Daya Teh
1. Skala Usaha Mikro < 25> 25 Ha
a. Tingkat Risiko Tinggi. b. Persyaratan Perizinan Berusaha :
1) Persyaratan umum adalah rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan
kebun masyarakat sekitar.
2) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT);
3) Memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan tanpa
bakar serta pengendalian kebakaran;
4) Persetujuan masyarakat hukum adat, untuk lahan yang digunakan seluruhnya atau sebagian berada di
atas tanah hak ulayat;
5) Kesepakatan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat sekitar tentang aktivitas usaha
perkebunan mencakup batas-batas wilayah kerja perusahaan perkebunan;
6) Kesanggupan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilengkapi dengan rencana kerja
dan rencana pembiayaan;
7) Kesanggupan melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.
c. Jangka waktu Pemenuhan persyaratan tidak ada.
d. Kewajiban perizinan berusaha :
1) Penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan;
2) Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
3) Penerapan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai
peraturan perundang-undangan.
4) Menyampaikan peta digital lokasi Izin Usaha Perkebunan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta
dan file elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5) Pengusahaan lahan paling lambat 2 (dua) tahun setelah pemberian status hak atas tanah.
6) Fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3
(tiga) tahun sejak hak guna usaha diberikan.
7) Kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar.
8) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan keragaman sumber daya genetik serta mencegah
berjangkitnya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan
9) Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
10) Menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik.

Sistem, Mekanisme dan Prosedur

1. Pemohon mengajukan permohonan hak akses OSS RBA oss.go.id


2. Pemohon mengajukan perizinan usaha dengan mengisi/ menginput data pemohon
3. Pemohon mengisi data usaha
4. Pemohon mengisi daftar kegiatan usaha
5. Memverifikasi pemenuhan persyaratan dan melakukan peninjauan lapangan dan output berupa
Persetujuan persyaratan dari daftar kegiatan usaha oleh Dinas teknis
6. Melakukan verifikasi data usaha dan persetujuan daftar kegiatan usaha
7. Pemohon Mendapatkan dan mencetak izin/surat penolakan

Jenis usaha perkebunan terdiri atas:


a. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan;
b. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan; dan
c. Usaha Perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan.

Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas kurang dari 25 hektar dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota
kemudian usaha yang terdaftar diberikan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B).

Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas kurang dari 5 ton TBS per jam dilakukan pendaftaran
oleh bupati/walikota kemudian usaha yang terdaftar diberikan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P).
10. Sedangkan Izin Usaha Perkebunan diwajibkan kepada:
11.  Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas 25 hektar atau lebih, yaitu wajib memiliki Izin Usaha
Perkebunan untuk Budidaya (“IUP-B”).
12.  Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas sama atau melebihi 5
ton TBS per jam, yaitu wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (“IUP-P”).
13.  Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan,
yaitu wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (“IUP”)
14.
15. Terkait izin usaha perkebunan di atas, Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan bermeterai
cukup kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan dengan melampirkan persyaratan-persyaratan yang
diperlukan berdasarkan jenis masing-masing izin.
16.
17. IUP-B, IUP-P, atau IUP yang lokasi lahan budidaya dan/atau sumber bahan baku berada:
18. a. dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, diberikan oleh bupati/walikota;
19. b. pada lintas wilayah kabupaten/kota, diberikan oleh gubernur.

20. Penjelasan lebih lanjut mengenai tata cara perizinannya, dapat dilihat dalam ulasan di bawah ini.

Mengenai perizinan perkebunan kelapa sawit, prosedurnya dapat ditemui pada Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan (“Permentan 98/2013”) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 29/PERMENTAN/KB.410/5/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan (“Permentan 29/2016”) dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 21/PERMENTAN/KB.410/6/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan (“Permentan 21/2017”).

Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. Sedangkan yang
dimaksud perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau
media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil
tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Usaha perkebunan tersebut dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh Pelaku Usaha Perkebunan,
sesuai Perencanaan Pembangunan Perkebunan Nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Perlu diketahui
bahwa badan hukum asing atau perorangan warga negara asing yang melakukan Usaha Perkebunan wajib
bekerja sama dengan Pelaku Usaha Perkebunan dalam negeri dengan membentuk badan hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.

Berdasarkan Permentan 98/2013, jenis usaha perkebunan terdiri atas:


a. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan;
b. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan; dan
c. Usaha Perkebunan yang terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan.

Berikut akan kami jelaskan satu persatu:

Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan


Adalah serangkaian kegiatan pengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan pra-tanam,
penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasi termasuk perubahan jenis tanaman, dan
diversifikasi tanaman.
1. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas kurang dari 25 hektar:
a. Dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota. Pendaftaran Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan
paling kurang berisi keterangan pemilik dan data kebun data identitas dan domisili pemilik, pengelola
kebun, lokasi kebun, status kepemilikan tanah, luas areal, jenis tanaman, produksi, asal benih, jumlah
pohon, pola tanam, jenis pupuk, mitra pengolahan, jenis/tipe tanah, dan tahun tanam.[7]
b. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang terdaftar diberikan Surat Tanda Daftar Usaha
Perkebunan untuk Budidaya (STD-B) yang berlaku selama Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan masih
dilaksanakan.
2. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas 25 hektar atau lebih:
Pengusaha jenis ini wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (“IUP-B”) yang berlaku
selama perusahaan masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan baku teknis dan peraturan perundang-
undangan.

Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan


Adalah serangkaian kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap hasil tanaman
perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi dan memperpanjang daya
simpan.
1. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas kurang dari 5 ton Tandan Buah Segar
(TBS) per jam:
a. Dilakukan pendaftaran oleh bupati/walikota. Pendaftaran tersebut paling kurang berisi data identitas
dan domisili pemilik, lokasi, kapasitas produksi, jenis bahan baku, sumber bahan baku, jenis produksi,
dan tujuan pasar.
b. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan yang terdaftar diberikan Surat Tanda Daftar Usaha
Perkebunan untuk Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P) yang berlaku selama Usaha Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan masih dilaksanakan.
2. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas sama atau
melebihi 5 ton TBS per jam:
Pengusaha jenis ini wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (“IUP-P”), yang berlaku
selama perusahaan masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan baku teknis dan peraturan perundang-
undangan.[
Usaha Perkebunan yang Terintegrasi antara Budidaya dengan Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan
Merupakan Usaha Budidaya Tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh dengan luas
240 hektar atau lebih, dan tebu dengan luas 2.000 hektar atau lebih yang wajib terintegrasi dalam
hubungan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan
yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan wajib memiliki Izin Usaha
Perkebunan (“IUP”) yang berlaku selama perusahaan masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan baku
teknis dan peraturan perundang-undangan.

Syarat dan Tata Cara Permohonan Izin Usaha Perkebunan


IUP-B, IUP-P, atau IUP yang lokasi lahan budidaya dan/atau sumber bahan baku berada:[21]
a. dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, diberikan oleh bupati/walikota;
b. pada lintas wilayah kabupaten/kota, diberikan oleh gubernur.

IUP-B
Untuk memperoleh IUP-B, Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan
bermeterai cukup kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan, dilengkapi persyaratan
sebagai berikut:
a. Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan perubahan terakhir yang telah terdaftar di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, komposisi kepemilikan saham, susunan pengurus dan bidang usaha
perusahaan;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Surat Izin Tempat Usaha;
d. Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan kabupaten/kota dari
bupati/walikota untuk IUP-B yang diterbitkan oleh gubernur;
e. Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari gubernur
untuk IUP-B yang diterbitkan oleh bupati/walikota;
f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta digital calon lokasi dengan skala
1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file elektronik) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
tidak terdapat izin yang diberikan pada pihak lain;
g. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari dinas yang membidangi kehutanan, apabila areal yang
diminta berasal dari kawasan hutan;
h. Rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sekitar, rencana tempat hasil produksi akan diolah;
i. Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
j. Pernyataan kesanggupan:
1) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT);
2) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan
tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
3) memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar yang dilengkapi dengan rencana kerja dan
rencana pembiayaan; dan
4) melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan;
dengan menggunakan format pernyataan dalam Lampiran X Permentan 98/2013.
k. Surat Pernyataan dari Pemohon bahwa status Perusahaan Perkebunan sebagai usaha mandiri atau
bagian dari Kelompok (Group) Perusahaan Perkebunan belum menguasai lahan melebihi batas paling
luas (40.000 hektar untuk perkebunan kelapa), dengan menggunakan format Pernyataan dalam Lampiran
XI Permentan 98/2013.

IUP-P
Untuk memperoleh IUP-P, Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan
bermeterai cukup kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan, dilengkapi persyaratan
sebagai berikut:
a. Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan perubahan terakhir yang telah terdaftar di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, komposisi kepemilikan saham, susunan pengurus dan bidang usaha
perusahaan;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Surat Izin Tempat Usaha;
d. Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan kabupaten/kota dari
bupati/walikota untuk IUP-P yang diterbitkan oleh gubernur;
e. Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari gubernur
untuk IUP-P yang diterbitkan oleh bupati/walikota;
f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta digital calon lokasi dengan skala
1:100.000 atau 1:50.000, dalam cetak peta dan file elektronik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan tidak terdapat izin yang diberikan pada pihak lain, kecuali lokasi yang diusulkan untuk
pendirian industri pengolahan hasil perkebunan;
g. Jaminan pasokan bahan baku dengan menggunakan format dalam Lampiran IV dan Lampiran XII
Permentan 98/2013;
h. Rencana kerja pembangunan usaha industri pengolahan hasil perkebunan;
i. Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
j. Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan dengan menggunakan format Lampiran XIII
Permentan 98/2013.

IUP
Untuk memperoleh IUP, Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan bermeterai
cukup kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan, dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

a. Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan perubahan terakhir yang telah terdaftar di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, komposisi kepemilikan saham, susunan pengurus dan bidang usaha
perusahaan;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Surat Izin Tempat Usaha;
d. Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan kabupaten/kota dari
bupati/walikota untuk IUP yang diterbitkan oleh gubernur;
e. Rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari gubernur
untuk IUP yang diterbitkan oleh bupati/walikota;
f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta digital calon lokasi dengan skala
1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan file elektronik) sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
tidak terdapat izin yang diberikan pada pihak lain;
g. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari dinas yang membidangi kehutanan, apabila areal yang
diminta berasal dari kawasan hutan;
h. Jaminan pasokan bahan baku dengan menggunakan format dalam Lampiran IV dan Lampiran XII
Permentan 98/2013;
i. Rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasil perkebunan termasuk rencana
fasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar;
j. Izin Lingkungan dari gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
k. Pernyataan kesanggupan:
1) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT);
2) memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan pembukaan lahan
tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
3) memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar yang dilengkapi dengan rencana kerja
dan rencana pembiayaan; dan
4) melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan Masyarakat Sekitar perkebunan;
dengan menggunakan format Pernyataan dalam Lampiran X Permentan 98/2013.
l. Surat Pernyataan dari Pemohon bahwa status Perusahaan Perkebunan sebagai usaha mandiri atau
bagian dari Kelompok (Group) Perusahaan Perkebunan belum menguasai lahan melebihi batas paling
luas (100.000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit), dengan menggunakan format Pernyataan dalam
Lampiran XI Permentan 98/2013.

Tata cara perizinannya sendiri adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan bermeterai cukup kepada
gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan;
2. Gubernur atau bupati/walikota dalam jangka waktu paling lambat 10 hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya permohonan telah selesai memeriksa kelengkapan dan kebenaran persyaratan dan
wajib memberikan jawaban menyetujui atau menolak.
3. Apabila hasil pemeriksaan dokumen telah lengkap dan benar, gubernur atau bupati/walikota paling
lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak memberikan jawaban menyetujui harus
mengumumkan permohonan pemohon yang berisi identitas pemohon, lokasi kebun beserta petanya, luas
dan asal lahan serta kapasitas industri pengolahan hasil perkebunan kepada masyarakat sekitar melalui
papan pengumuman resmi di kantor kecamatan, bupati/walikota atau kantor gubernur dan website
pemerintah daerah setempat selama 30 hari sesuai kewenangan.
4. Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, masyarakat sekitar memberikan masukan atas permohonan
secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti dan dokumen pendukung.
5. Gubernur atau bupati/walikota setelah menerima masukan atau tidak ada masukan dari masyarakat
sekitar, dalam jangka waktu 30 hari di atas, melakukan kajian paling lambat 10 hari kerja.
6. Permohonan disetujui dan diterbitkan IUP-B, IUP-P atau IUP setelah dilakukan pengkajian atas
masukan masyarakat sekitar dan tidak ada sanggahan selama jangka waktu pengumuman resmi dan
website pemerintah daerah setempat.
7. IUP-B, IUP-P atau IUP yang diterbitkan wajib diumumkan melalui papan pengumuman resmi di
kantor kecamatan, bupati/walikota atau kantor gubernur sesuai kewenangan dan website pemerintah
daerah setempat.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG) adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai teknis Bangunan Gedung.

Menurut laman resmi SIMBG, PBG berfungsi untuk:

Menjamin legalitas pembangunan bangunan gedung.


Memastikan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung memenuhi standar yang menjamin keselamatan,
kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi penggunanya.
Mencatat data informasi terkait rencana bangunan gedung.
Syarat Pengajuan PBG
Untuk pengajuan PBG, ada beberapa dokumen persyaratan yang perlu dipenuhi, yakni sebagai berikut.

Dokumen Rencana Arsitektur: Data penyedia jasa perencana arsitektur; Konsep rancangan, gambar
denah, dan konsep atau denah terkait lainnya.
Dokumen Rencana Utilitas:Perhitungan kebutuhan air bersih, listrik, limbah, sistem proteksi kebakaran;
Gambar sistem sanitasi dan rancangan terkait lainnya.
Dokumen Rencana Struktur: Gambar rencana struktur bawah, atas, basement; Perhitungan rencana
struktur dengan data penyelidikan tanah (untuk bangunan gedung lebih dari dua lantai).
Dokumen Spesifikasi Teknik Bangunan: keterangan jenis, tipe, dan karakteristik material yang digunakan
secara menyeluruh.
Prosedur Pembuatan PBG
Setelah dokumen siap, selanjutnya lakukan pembuatan PBG dengan mengikuti langkah-langkah berikut:

Buka situs web https://simbg.pu.go.id.


Lakukan pendaftaran dengan membuat akun baru dan melakukan konfirmasi email.
Login jika sudah memiliki akun dan melengkapi data diri pemohon.
Mengisi formulir terkait dan menyimpan data.
Memulai proses permohonan PBG secara online melalui laman simbg.pu.go.id.
Upload dokumen teknis dan administratif serta memantau akun SIMBG untuk pemberitahuan
kelengkapan berkas.
Mengikuti konsultasi dengan Tim Profesi Ahli (TPA) bidang Arsitektur, Struktur, dan MEP jika dokumen
sudah diverifikasi lengkap.
Memperbaiki dokumen sesuai konsultasi dengan TPA.
Menetapkan nilai retribusi daerah dan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) oleh
DPMPTSP.
Pembayaran retribusi daerah oleh pemohon PBG.
Penerbitan Pernyataan Pemenuhan Standar Teknis Bangunan Gedung (Rekomtek).
Penerbitan PBG oleh DPMPTSP setelah proses selesai.
Nah, itulah tadi penjelasan mengenai PBG. PBG adalah singkatan dari Persetujuan Bangunan Gedung
yang berfungsi sebagai perizinan dan pelaporan bagaimana pembangunan gedung dilaksanakan.

Syarat Mendapatkan PBG

Sebelum melakukan pendaftaran untuk pengurusan PBG, Anda perlu menyiapkan dokumen rencana
teknis dan dokumen perkiraan biaya pelaksanaan konstruksi. Dokumen rencana teknis meliputi:
 Data rencana arsitektur
 Dokumen Data rencana struktur
 Data rencana utilitas
 Spesifikasi teknik bangunan gedung.
Sedangkan dokumen rencana arsitektur meliputi:
 Data penyedia jasa perencana arsitektur
 Konsep rancangan
 Gambar rancangan tapak
 Dokumen Gambar denah
 Gambar tampak bangunan gedung
 Dokumen Gambar potongan bangunan gedung
 Gambar rencana tata ruang dalam
 Dokumen Gambar rencana tata ruang luar
 Detil utama dan/atau tipikal.
Ada juga dokumen rencana struktur yang perlu Anda siapkan, meliputi:
 Gambar rencana struktur bawah termasuk detilnya
 Dokumen Gambar rencana struktur atas termasuk detilnya
 Gambar rencana basement
 Perhitungan rencana struktur lengkap dengan data penyelidikan tanah untuk bangunan gedung lebih dari
dua lantai

Prosedur Mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung

Setelah Anda menyiapkan berbagai dokumen persyaratan di atas, saatnya untuk memulai prosedur
pengurusan PBG. Namun Anda sekarang tidak perlu khawatir karena saat ini pengurusan PBG dapat anda
lakukan secara online.

Salah satu keuntungan dari pengurusan PBG secara online adalah Anda tidak perlu mengantri dengan
antrean yang panjang, sehingga akan menghemat waktu dan tenaga Anda. Berikut ini adalah alur untuk
mengurus PBG.

1. Diajukan sebelum pelaksanaan konstruksi


pemohon melengkapi dokumen rencana teknis dan kemudian mengajukannya kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota atau pemerintah daerah provinsi.
2. Melakukan konsultasi
Setelah mengajukan dokumen rencana teknis, pemohon/pemilik melakukan proses konsultasi tersebut,
yang meliputi proses pendaftaran, pemeriksaan pemenuhan standar teknis, dan pernyataan pemenuhan
standar teknis.
3. Pendaftaran melalui SIMBG
Pemohon/pemilik melakukan pendaftaran PBG melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung
(SIMBG). Lakukan pengisian data dan unggah dokumen yang website SIMBG minta seperti data
pemohon atau pemilik, data bangunan gedung, dan dokumen rencana teknis.
4. Pemeriksaan dokumen
Setelah pemohon mengunggah dokumen persyaratan pada website SIMBG, dokumen tersebut selanjutnya
akan malelui tahap pemeriksaan dan validasi oleh petugas.
5. Penerbitan PBG
Jika semua dokumen lengkap dan mendapat persetujuan, maka izin PBG bisa segera terbit.

Anda mungkin juga menyukai