Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : Dwi Febriani

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 043026713

Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4335/Administrasi Pertanahan

Kode/Nama UPBJJ : 50/Samarinda

Masa Ujian : 2022/23.1 (2022.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Berdasarkan Pasal 5 UU 2/2012, pemilik tanah baru wajib melepaskan tanahnya setelah
pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Jadi, selama belum ada pemberian ganti kerugian atau putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap, Anda tidak wajib melepaskan tanah Anda. Pasal 123 angka 8
UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 34 ayat (5) UU 2/2012 mengatur bahwa musyawarah
penetapan bentuk ganti kerugian dilaksanakan oleh ketua pelaksana pengadaan tanah
bersama dengan penilai dengan para pihak yang berhak. Namun, berdasarkan Pasal 37 UU
2/2012 yang tidak diubah oleh UU Cipta Kerja, musyawarah tersebut dilakukan oleh lembaga
pertanahan. Hal tersebut menimbulkan kerancuan terkait siapa pihak yang berwenang
melakukan musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian Keberatan atas Besarnya Ganti
Kerugian. Pada dasarnya, jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya
ganti kerugian, Anda selaku pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada
pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari setelah musyawarah
penetapan ganti kerugian. Nantinya, pengadilan negeri akan memutus bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak diterimanya pengajuan
keberatan. Nilai ganti kerugian yang dinilai oleh penilai tersebut merupakan nilai pada saat
pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang bersifat final
dan mengikat. Besarnya nilai ganti kerugian tersebut kemudian disampaikan kepada
lembaga pertanahan disertai dengan berita acara yang kemudian menjadi dasar untuk
menetapkan bentuk ganti kerugian. Bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa uang,
tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui
oleh kedua belah pihak.
Pembagian kewenangan pemerintah pusat, perlu diperhatikan hal berikut :
a) Melakukan penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan
kriteria izin lokasi.
b) Memberikan izin lokasi lintas provinsi.
Membatalkan izin lokasi atas usulan pemerintah provinsi dengan pertimbangan
kepala kantor wilayah BPN provinsi.
c) Melakukan pembinaan, pengendalian, dan monitoring terhadap pelaksanaan izin
lokasi.
Untuk kewenangan pemerintah daerah provinsi, perlu diperhatikan hal berikut.
a. Melakukan penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan persyaratan.
1) Kompilasi bahan koordinasi.
2) Pelaksanaan rapat koordinasi.
3) Pelaksanaan peninjauan lokasi.
4) Penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan
dari kantor wilayah BPN provinsi dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi
terkait.
5) Melakukan pembuatan peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan izin lokasi
yang diterbitkan.
6) Menerbitkan surat keputusan izin lokasi.
7) Pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat keputusan izin
lokasi atas usulan kabupaten/kota dengan pertimbangan kepala kantor wilayah BPN
provinsi.
b. Monitoring dan pembinaan perolehan tanah.
Untuk kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota, perlu diperhatikan hal berikut.
1) Menerima permohonan dan memeriksa kelengkapan persyaratan.
2) Kompilasi bahan koordinasi.
3) Melaksanakan rapat koordinasi
4) Melaksanakan peninjauan lokasi.
5) Menyiapkan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari
kantor pertanahan kabupaten/kota dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait.
6) Membuat peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan izin lokasi yang diterbitkan.
7) Menerbitkan surat keputusan izin lokasi.
8) Melakukan pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat keputusan
izin lokasi dengan pertimbangan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.
9) Monitoring dan pembinaan perolehan tanah.

2. Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat, sehingga biasanya dianggap
membentuk satu landuse transport system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan
baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang
macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang
tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.
Suatu rencana kota juga tak pernah lepas dari rencana tata guna lahan serta rencana
transportasi.

3. Dalam kaitan ini peranan contact personal sangat penting dalam menentukan kualitas
pelayanan. Setiap organisasi memerlukan service exellence yaitu suatu sikap atau cara
karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. elhaitammy dalam Manajemen
Jasa oleh Fandi Tjiptono menyatakan terdapat empat unsur pokok dalam konsep service
exellence yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Empat hal tersebut
selama telah menjadi sorotan dan kebutuhan masyarakat dalam menuntut pelayanan prima.
Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi. Untuk
mencapai hal tersebut dibutuhkan sekali karyawan yang terampil, berpenampilan menarik
dan rapi, bersikap sopan dan ramah terhadap pelanggan, memperlihatkan gairah dalam
bekerja dan melayani pelanggan. Selain itu dukungan sumber daya dalam suatu sistem yang
dapat mewujudkan pola kerja yang cepat, tepat, nyaman dan aman telah menjadi prioritas
utama sebelum memprioritaskan pelanggannya. Komitmen pimpinan untuk fokus kepada
kualitas pelayanan juga tidak kalah pentingnya dibanding dengan hal-hal lainnya. Sebagai
penggerak utama organisasi maka pimpinan memiliki peran sentral dalam membawa
perusahaan atau organisasi yang hendak memberikan kepuasan kepada pelanggannya.
Berbagai konsep dan teori mengenai ”pelayanan publik” dimaksudkan sebagai pencerahan
dan menambah wawasan atau dapat menjadi acuan yang diterapkan oleh berbagai instansi
pemerintah yang khusus memiliki Unit Pelaksana Teknis pelayanan kepada masyarakat
seperti Kantor Pertanahan.

4. Berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) UUPA, hak atas tanah memberikan hak kepemilikan atas
tanah oleh negara kepada orang-perorangan atau badan hukum dengan bentuk tanah hak
milik, hak guna usaha (selanjutnya disebut HGU), hak guna bangunan (selanjutnya disebut
HGB), hak pakai, hak sewa, hak untuk membuka tanah, hak memungut hasil, serta beberapa
hak yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan
hak sewa tanah pertanian.
Secara hukum, status kepemilikan tanah dan bangunan yang dapat diperoleh oleh WNA
hanya sebatas hak pakai atas tanah dengan jangka waktu tertentu, hak sewa untuk
bangunan, hak milik atas satuan rumah susun (selanjutnya disebut sarusun) dan rumah
tempat tinggal atau hunian.
Jadi, berdasarkan Pasal 42 UUPA, hak atas tanah yang selain dapat dimiliki oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia, dapat juga dimiliki oleh warga negara asing
atau badan hukum asing untuk digunakan sebagai tempat tinggal atau untuk membuka
suatu usaha adalah hak pakai.

Anda mungkin juga menyukai