Anda di halaman 1dari 12

Jokowi, Jacob Soetoyo, dan Trilateral Commission

Oleh : Ahmad Sofyan*


Fb : http://www.facebook.com/76.sofyan.ahmad
Twitter : @ibnu1976

Capres PDIP Joko Widodo bersama Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri bertemu
dengan sejumlah dubes asing di rumah pengusaha Jacob Soetoyo pada 14 April 2014 lalu.
Nama Jacob memang masih asing di telinga masyarakat awam, lalu apa hubungan Jacob
dengan Joko Widodo?

Siapa Jacob Soetoyo ?


Tidak banyak informasi soal penguasaha Jacob Soetoyo.
Namun berdasarkan penelusuran detikcom dari beberapa sumber,
Selasa (15/4/2014), Jacob diketahui sebagai seorang salah satu
pengusaha sukses di Indonesia. Dia merupakan presiden direktur,
presiden komisaris, dan komisaris sejumlah perusahaan di bawah
bendera Gesit Group. Salah satunya menjadi presdir PT Gesit
Sarana Perkasa, salah satu perusahaan yang terlibat dalam
pembangunan hotel elite JS Luwansa di Kuningan, Jakarta
Selatan.
Jacob memulai karir bisnisnya sejak tahun 1980. Dia
bergabung ke PT Alakasa Industrindo tbk sebagai komisaris dan ditunjuk sebagai Wakil Presiden
Komisaris PT Alakasa Industrindo tbk pada tahun 2010. Alakasa adalah perusahaan yang bergerak
di bidang manufaktur seperti produksi alumunium. Perusahaan tersebut berada di Jakarta dan
didirikan sejak tahun 1972.
Dia meraih gelar S1-nya di bidang perdagangan dari Concordia University, Montreal Kanada
pada tahun 1978. Lalu mengambil gelar S2-nya di bidang administrasi dari McGill University,
kanada.
Tidak hanya bergerak di bisnis, Jacob juga pernah tercatat dalam barisan dewan pengawas
Center of Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2005. CSIS adalah lembaga

1
pengkajian kebijakan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Dia juga pendiri Yayasan Kebun
Raya Indonesia.
Sebagai orang CSIS, Jacob jelas dekat dengan Sofyan Wanandi? Siapa itu Sofyan Wanandi
? Dialah yang di era reformasi 98-99 dulu mengancam : “Jika Habiebie jadi Presiden Indonesia,
dollar akan naik 15 ribu!”
Saya yang waktu 98-99 sedang tingkat akhir (mau lulus kuliah), ingat betul pernyataan
Sofyan Wanandi itu karena dimuat di media dan televisi. Benar saja, dollar saat itu naik dan
mencapai 15 ribu!. Saya yang butuh peralatan untuk tugas akhir harus menerima kenyataan bahan-
bahan tugas akhir harganya naik (rapidho, kertas kalkir, penggaris staedler dll).
Jacob tumbuh di lingkungan pengusaha sukses. Seperti Jacob, keluarganya juga banyak yang
bergerak di bidang bisnis dan yayasan sosial, seperti Jahja Soetoyo, Meiriana Soetoyo dan Meiriani
Soetoyo. Mereka tergabung dalam JS Brothers Fund Foundation.
Satu hal yang PENTING : Jacob adalah anggota Trilateral Commission Wilayah Asia-
Pasifik dari Gesit Company. Silahkan download file dibawah ini :
http://www.trilateral.org/download/file/PA_list_7-13.pdf
Beberapa nama seperti penasihat Gedung Putih Zbigniew Brzezinsky, Gubernur Bank of
Israel Stanley Fischer, intelektual pro-aneksasi Irak Francis Fukuyama, Samuel P. Huntington,
David Rockefeller, Henry Kissinger, mantan Presiden Bank Dunia dan mantan Menhan AS Robert
McNamara termasuk dari sekian banyak anggotanya.
Lalu apa itu Trilateral Commission? Tulisan sederhana ini akan mengulasnya secara singkat

Profil Tritaleral Commission (TC)


Komisi Trilateral (TC) adalah organisasi non-
pemerintah yang dibentuk di tengah-tengah krisis minyak
Timur Tengah. Kelompok diskusi non-partisan yang didirikan
oleh David Rockefeller1 pada bulan Juli 1973 untuk
mendorong kerjasama yang lebih erat antara Amerika Utara,
Eropa Barat, dan Jepang.
“Kata” Trilateral “berarti” tiga-sisi “. Tiga sisi dalam hal
ini adalah Amerika Utara, Eropa, dan Jepang. Amerika Utara,
Lambang Trilateral Commission Eropa, dan Jepang memiliki beberapa kesamaan, yang paling

2
penting adalah kekayaan mereka, yang terutama berasal dari industri produksi. Bahkan pertanian
pun diindustrialiasi, dalam arti bahwa para petani di negara-negara Trilateral menggunakan banyak
mesin.
Pendiri dan penggerak utama TC pemodal internasional David Rockefeller, pemilik Chase
Manhattan Bank.
Wartawan Bill Moyers berbicara tentang kekuatan dari David Rockefeller dalam sebuah film
dokumenter TV, Pemerintah Rahasia pada tahun 1980: “David Rockefeller adalah hari ini
perwakilan paling mencolok dari kelas penguasa, persaudaraan multinasional laki-laki yang
membentuk ekonomi global dan mengelola aliran modal … warga negara yang diberikan hak
istimewa dari seorang kepala negara … Dia tak tersentuh oleh bea cukai atau kantor paspor dan
hampir tidak berhenti untuk sebuah lampu lalu lintas. “
Dua bulan setelah pertemuan Bilderberg, pada Juli 1972, David meminjamkan tanah
miliknya yang terkenal, Pocantico Hills di lembak Hudson, New York sebagai pusat pertemuan
Trilateral Commission. Sekitar 200 orang banker dan industrialis hadir, yang rata-rata mereka pun
adalah anggota Bilderberg dan CFR.
Pertemuan TC juga terjadi di Tokyo pada 21-23 Oktober 1973. Enampuluh lima orang
mewakili grup Amerika Utara yang semuanya sekaligus member dari Council on Foreign
Relations (CFR).
Sekitar 300 anggota bergabung pada tahun 1973, mereka adalah pengusaha internasional,
bankir, pemerintahan, akademiksi, media, dan kalangan pekerja konservatif.
Komisi Trilateral dibagi menjadi tiga wilayah : Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik. Markas
wilayah Amerika berada di Washington; Eropa di Paris; dan Asia di Tokyo. Pertemuan tahunan
TC pada tahun 2006 diadakan di Tokyo selama tiga hari. Tahun 2007 diadakan di Brussels, dan
2008 dari 25-28 April di Washington DC. Pertemuan itu tertutup untuk umum, dan media yang
tidak berafiliasi dengan TC ditolak aksesnya.
TC tidak hanya berkumpul mengkaji dan merumuskan kebijakan, tetapi mereka sejak dulu
telah berhasil menempatkan orang-orangnya dalam lingkungan penting pemerintahan di dunia.
Saya ambil beberapa contoh :
1. George S. Franklin Jr., salah satu direktur Council Foreign Relations (CFR), dia adalah teman
kuliah David Rockefeller dan menikah dengan Helena Edgell, sepupu David. George
menduduki posisi Sekjen dan Koordinator TC untuk Amerika Utara.

3
2. Henry Kissinger, anggota kunci TC yang pernah menjabat NSA (National Security Advisor).
dan Menlu AS dari 1973 s/d 1977
3. Zbigniew Brzezinski, staff kepresidenan Henry Kissinger. Pakar politik Universitas Columbia,
pendiri Trilateral, dan salah satu direktur CFR.
4. President Ford, menunjuk Robert S Ingersoll (Borg-Warner Corp dan First National Bank of
Chicago) sebagai Menlunya. Ingersoll adalah anggota TC. Pada tahun 1974, Ingersoll
digantikan oleh Charles W. Robinson, seorang pengusaha dan anggota TC. (sumber : Murray
N.Rothbard, Wall Street, Banks, and American Foreign Policy, hal. 61-62)

Contoh lainnya, bagaimana pemerintahan Jepang tahun 1973 dikuasai para trilateralis :
Koichi Kato, Deputi Sekretaris Kabinet.
Kiichi Miyazawa, Menteri Luar Negeri, Direktur Agensi Perencama Kebijakan Ekonomi.
Nobuhiko Ushiba, Menteri Ekonomi, Perwakilan Multirateral Trade Negotiation, Penasehat
Menlu
Saboro Okita, Menlu.
(Sumber : Holly Sklar, Trilateralism: The Trilateral Commission and Elite Planning for World
Management, hal. 93).

Dari contoh-contoh tersebut, tampak jelas karakter dari TC yang selalu berusaha
mempengaruhi policy sebuah negara dengan cara menempatkan orang-orangnya dalam
posisi pemerintahan. Jika mereka tidak dapat menduduki suatu pos kunci, maka mereka
bisa menempatkan orang-orang yang sepaham atau bisa mereka kendalikan.
Bahkan lewat Trilateral Commisision inilah, beberapa calon presiden AS di fit and proper
test dulu, sebelum maju mencalonkan diri.

Profil Pendiri
Mari kita kenali profil para pendiri Trilateral Commissions.

4
David Rockefeller
Dia adalah salah satu orang terkaya dan paling berpengaruh di
dunia. Kekayaan bersihnya mencapai sekitar $2,2-$2,9 trilyun.
David Rockefeller adalah pimpinan keluarga Rockefeller, keluarga
terhormat dan berpengaruh. Dia memiliki koneksi luas dengan
orang-orang kaya dan penting di dunia yang tidak cukup
digambarkan dalam artikel ini.
David juga anggota dari forum-forum penting seperti
Bilderberg group, Bohemian Group, chairman dari Council on
Foreign Relations (CFR), dan pendiri sekaligus anggota Trilateral Commission.
Pandangannya tentang dunia sangat globalis dan pro New World Order (Tatanan Dunia
Baru). Berikut video saat dia dikonfrontir tentang agenda NOW saat berkunjung ke Chili :
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=GFWzDFjBKUw
Dalam buku Memoirs-nya yang terbit pada tahun 2002, halaman 405, David mengaku
sebagai bagian dari rencana jahat Illuminati untuk menguasai Amerika dan dunia.
“Sejumlah orang bahkan percaya bahwa kami (keluarga Rockefeller) merupakan bagian
dari komplotan rahasia yang bekerja melawan kepentingan terbaik Amerika Serikat, karakteristik
keluarga saya dan saya sebagai seorang ‘internasionalis’ dan bersekongkol dengan orang lain di
seluruh dunia untuk membangun lebih global terpadu politik dan struktur ekonomi - satu dunia,
jika Anda mau. Jika itu tuduhannya, saya mengakui bersalah, dan saya bangga karenanya.“
Pada satu kesempatan, David pernah berkata :
“Kita berada di ambang transformasi global. Yang kita butuhkan adalah krisis besar yang
tepat dan bangsa-bangsa akan menerima New World Order.”

5
Zbigniew Brzezinski
Zbigneiw Brzezinski adalah seorang mantan Penasehat US
National Security, pendiri Trilateral Commission, anggota CFR,
Club of Rome, dan Committee of 300. Ia merupakan keturunan
Polish Black Nobility (Old World Order) dan kolega Henry
Kissinger. Dalam bukunya yang berjudul “Technotronic Era”
(1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan kendali
(control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan
segara terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara
terus-menerus dan pemeliharaan file-file agar tetap up-to-date,
yang mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan
perilaku semua warga di samping data lain yang lebih umum.
Zbigniew Brzezinski. Pakar
File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para
geopolitik yang cemerlang. Dia
banyak berperan dalam
penguasa. Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-

perubahan politik di dunia, orang yang mengendalikan informasi. Institusi-institusi kita


salah satunya Ukraina. yang telah ada akan digantikan oleh institusi-institusi
manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi
krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program untuk mengatasinya. Ini, setelah beberapa
dekade berikutnya, akan mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah
Kediktatoran yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang kita
kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir abad ini, kemungkinan penggunaan mindcontrol biokimia
serta rekayasa genetik pada manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir
seperti manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
Buku berjudul “The Technotronic Era” itu dipesan oleh Club of Rome. Buku itu merupakan
pengumuman terbuka tentang cara dan metode yang digunakan untuk mengendalikan Amerika
Serikat di masa mendatang… Brzezinski, saat berbicara untuk Committee of 300, mengatakan
bahwa Amerika Serikat sedang bergerak ‘menuju sebuah era yang berbeda dari pendahulunya; kita
sedang bergerak menuju ‘technotronic era’ yang dapat dengan mudah menjadi sebuah
kediktatoran…’ Brzezinski selanjutnya mengatakan bahwa masyarakat kita ‘sekarang berada
dalam revolusi informasi yang berlandaskan pada fokus hiburan, tontonan (pemberitaan peritiwa-
peristiwa hiburan melalui televisi) yang menjadi racun bagi orang banyak yang tak memiliki

6
tujuan.’ Apakah Brzezinski merupakan seorang peramal? Apakah ia bisa melihat masa depan?
Jawabannya TIDAK; apa yang ia tulis dalam bukunya disalin dari blueprint milik Committee of
300 yang diserahkan ke Club of Rome untuk dilaksanakan.” – John Coleman, “Conspirators
Hierarchy: The Story of the Committee of 300”
Brzezinski juga menjabat sebagai penasehat CSIS (lihat link :
http://csis.org/expert/zbigniew-brzezinski), lembaga think tank yang didirikan oleh dua tokoh
militer Orde Baru, Ali Murtopo dan Soedjono Hoemardani dan memperoleh pengaruh kuat selama
masa Presiden Soherto. Boleh dibilang CSIS dan Golkar adalah dua pilar penting Orde Baru
selama 32 tahun.
Tentang sejarah CSIS, silahkan klik link ini :
http://tikusmerah.com/?p=1204&wpmp_tp=3&wpmp_switcher=desktop

Agenda Politik Trilateral Commission


TC jelas memiliki agenda politik-ekonomi, yang secara pokok dibagi dalam dua poin di
bawah ini :
1. World Management
Dalam bukunya yang berjudul “Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan
kedatangan jaringan kendali (control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan
segara terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara terus-menerus dan pemeliharaan
file-file agar tetap up-to-date, yang mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan perilaku
semua warga di samping data lain yang lebih umum. File-file ini akan menjadi sarana pencarian
informasi oleh para penguasa. Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang
mengendalikan informasi. Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh institusi-
institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi krisis sosial lebih awal dan
mengembangkan program untuk mengatasinya. Ini, setelah beberapa dekade berikutnya, akan
mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah Kediktatoran yang hanya
menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang kita kenal. Akhirnya, jika melihat
pada akhir abad ini, kemungkinan penggunaan mind control biokimia serta rekayasa genetik pada
manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti manusia, dapat
menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”

7
Bentuk praktis dari control-grid ini seperti sistem kependudukan elektronik, sistem
pemerintahan elektronik, kartu elektronik untuk berbagai aplikasi seperti layanan kesehatan,
asuransi dan banyak lagi.

2. Controlling World Assets


Tujuan ini dibagi ke dalam tiga poin :
1. Rakyat, Pemerintahan, dan ekonomi seluruh bangsa harus melayani kebutuhan bank dan
korporasi multinasional. Ditegaskan oleh Zbigniew Brzezinski dalam bukunya Technotronic
Era
2. Kontrol atas sumber daya ekonomi sebagai mantra kekuatan dalam politik moderen.
3. Tentu saja, setiap warga negara harus diarahkan/dididik/digiring untuk selalu percaya bahwa
demokrasi Barat itu ada, kesetaraan itu ada, betatapun kondisi ketidaksetaraan ekonomi terlihat.
4. Para Pimpinan demokrasi kapitalis, sistem dimana kendali ekonomi dan profit, sekaligus
kekuasaan politik, harus bertahan dan bergerak maju melawan sistem demokrasi yang
sejati. (Sumber : Holly Sklar, ibid, hal. 5).
Singkatnya, trilateralisme adalah usaha para elit berkuasa untuk merekayasa ketergantungan
dan demokrasi, di dalam negeri (Amerika) maupun di luar negeri.
Silahkan renungi, setiap kali Amerika dan kawan-kawanya mengatakan “demokrasi” maka
maksud tersirat dari kata tersebut yaitu : “Ketundukkan pada pengaruh/kepentingan Amerika.”
Bukan demokrasi dalam arti partisipasi rakyat dalam ranah politik.
Sejak tragedy WTC 2001, Amerika jelas akan mempromosikan “demokrasi” (ketundukkan
pada Amerika) dan akan memposisikan siapapun sebagai musuh yang menentang demokrasi versi
Washington. Silahkan baca-baca U.S. National Security Strategy.

Mengabadikan America-Centered Transnational Hegemony


Sebagai negara dengan posisi geopolitik yang sangat strategis, berikut sumber daya alamnya
yang berlimpah, Indonesia tidak mungkin dilepaskan begitu saja dari pengaruh Amerika. Hal ini
telah ditegaskan oleh Tan Malaka puluhan tahun lalu, “Jika Amerika hendak menguasai samudra
dan dunia, maka mereka akan menguasai Indonesia lebih dulu dan membuat sendi-sendi
kekuasaan.”

8
Maka dipastikan setiap kekuasaan yang tampil di negeri ini pasca Soekarno, ia harus
mendapat restu atau tidak bebas dari pengaruh-pengaruh kepentingan Barat. Mari kita runut
kembali sejarahnya.

Era Soeharto
Sejak era Soeharto, setiap yang akan menjadi RI-1, selalu harus mendapat restu
internasional, terutama Amerika. Soeharto dengan Mafia Berkeley (Frans Seda, Ali Said, Widjojo,
dan lainnya) membuka lebar-lebar kuku besi Washington di NKRI. Freeport, Caltex, memulai
perkawinan Indonesia dengan liberalisme.
Lembaga think-tank yang berpengaruh di era itu adalah CSIS, yang dikomandoi Ali
Murtopo. Kader-kader CSIS sekarang : Sofyan Wanandi, Jacob Soetoyo. Kelompok CSIS ini juga
dekat dengan Riady Family, (Lippo grup). James Riady pernah muncul sebagai salah satu tim
sukses Clinton.
Ironisnya, Soeharto pun digulingkan oleh induk semang yang dulu mengangkatnya. Lagi,
Sofyan Wanandi kali ini berperan dalam posisi yang berbeda : menggulingkan Soeharto melalui
krisis ekonomi.
Peran IMF dalam krisis ekonomi ini telah diakui oleh mantan Direktur IMF waktu itu
Micahel Camdessus. Dalam wawancara “perpisahan” sebelum pensiun dengan The New York
Times, Camdessus yang bekas tentara Prancis ini mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi
yang melanda Indonesia. “Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden Soeharto
turun,” ujarnya.
Soeharto jatuh karena IMF. Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke,
penasehat ekonomi Soeharto dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System
(CBS) dari Amerika Serikat.
Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang
menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto.
Jika pernyataan Camdessus dan Hanke diatas dihubungkan dengan ancaman Sofyan
Wanandi yang telah saya singgung di awal, ini menunjukkan adanya benang merah antara Sofyan
Wanandi - IMF - Krisis Moneter 1998.

9
Artikel majalah TIME yang memuat pengakuan para
spekulan binaan Soros dalam menciptakan krisis
moneter di Asia Tenggara.

Era Habiebie
Pada era yang singkat inilah sebenarnya nilai dollar kembali berhasil diturunkan hingga level
Rp. 5000/1 dollar. Tapi tidak ada satu pun media yang mengangkat dan mengapresiasi langkah
pemerintah.
Sekaligus ini membantah logika kaum liberalis bahwa sosok Habiebie tidak ramah pasar.
Di era ini sempat muncul Adi Sasono yang mengusung PER (Pos Ekonomi Rakyat) yang
berusaha membantu dan mengangkat ekonomi rakyat kecil dengan bantuan modal dan bimbingan
konseling.
Tapi saying, lagi-lagi kaum liberalis berulah. Mereka, dengan dukungan media massa,
menggelembungkan opini dan citra jika Adi Sasono “anti Cina”. Padahal Adi telah keras
membantah jika dia rasis dan anti satu kelompok.
Dia hanya ingin ekonomi masyarakat kecil yang jumlahnya mayoritas, tapi minoritas secara
kualitas itu bisa maju. Apa itu salah?

Era Megawati dan Gus Dur


Di era reformasi, ada beberapa tokoh nasional yang ditawari bantuan dan datang ke Amerika,
diantaranya adalah : Amien Rais dan Megawati. Keduanya sama-sama membantah soal tersebut
ketika dikonfrontir oleh Metro TV.

10
Pada era Megawati, jual-jualan asset negara dimulai. Satelindo dll. Orang yang berperan
dalam jual-jualan itu adalah Laksamana Soekardi.
Ada tokoh mafia Berkeley yang berperan penting di era Mega : Boediono (sekarang
Wapres).

Era SBY
Sebenarnya SBY tetap presiden yang mendapat restu Washington. Tapi diakhir jabatannya
ini ada beberapa hal positif yang bisa kita lihat :
1. Keberhasilan uji materil UU Migas yang mengatur bagi hasil dan hak mayoritas
pengelolaan. Aksi ini dilakukan pakar hukum, Prof. Yusril Ihza Mahendra dan diluluskan
oleh Mahkamah Konstitusi.
2. Ditetapkannya regulasi baru yang melarang ekspor bahan mentah. Sikap ini jelas membuat
gerah para investor asing di Indonesia, terutama Amerika (Freeport) dan Jepang. Mereka
menolak membangun smelter di Indonesia, Jepang bahkan mengadukan tindakan
Indonesia kepada WTO.

Pasca SBY
Fihak liberal tentu menginginkan
kepentingannya tetap aman di Indonesia.
Karena itu mereka mencari-cari siapa
kira-kira kandidat yang menurut mereka
ramah terhadap kepentingan mereka.
Jika pertemuan di rumah Jacob
adalah bagian dari transaksi kepentingan,
maka sosok Jacob yang anggota Trilateral
Jokowi saat bertemu Jacob Soetoyo (Komisi Trilateral)
jelas merupakan kepanjangan tangan para
14 April 2014 lalu.
trilateralis (Amerika, Eropa, Jepang) di
Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hadirnya Dubes AS dan Inggris di pertemuan Senin malam
tersebut.

11
Jadi , omong kosong jika pertemuan itu tidak bermuatan politik-ekonomi. Jelas itu dagang
kepentingan, kelompok Trilateral menginginkan amannya pasar mereka di Indonesia. Sementara
partai dan capresnya, ingin memastikan dukungan (politik dan materil) sebagai usaha
mengukuhkan misi jelang Pilpres Juli 2014 nanti.
Lalu sampai kapan kita harus berada diketiak mereka? Selama masih ada orang-orang yang
bermental budak, selama masih ada orang yang tega menggadaikan kepentingan nasional demi
keuntungan kelompoknya, selama tidak ada keberanian untuk berkata TIDAK, selama itu pula
NKRI tidak akan pernah mencapai kata MERDEKA.
MERDEKA adalah jargon yang selalu diteriak-teriakan Megawati dan PDIP sejak mereka
ditindas Soeharto dulu. IRONI.
Tulisan ini memang masih terlalu singkat dalam mengurai apa dan bagaimana Komisi
Trilateral ini, sementara di luar negeri kajian-kajian tentang Komisi Trilateral telah biasa dilakukan
dalam lingkup wacana ilmiah. Berbeda dengan di Indonesia, tulisan saya ini pun potensial
disalahpahami sebagai mengandung unsur SARA, black champaign, atau penyerangan pada suatu
individu/kelompok. Kecaman-kecaman muncul atas tulisan ini semakin membuktikan jika kita
belum siap berwacana secara rasional dan ilmiah.
Insya Allah ke depannya saya akan menuliskan sebuah buku tentang apa dan bagaimana
Komisi Trilateral tersebut.

* Penulis adalah peminat dalam kajian politik, sosial, agama, budaya, sejarah, dan intelijen. Pernah
menjadi kolumnis majalah INTELIJEN. Semasa mahasiswa pernah menjabat sebagai staf Kajian Strategis
(Kastra) PP Himpunan Mahasiswa Persis, Sekjen Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Sektor
Informal kota Bandung. Pernah mengadvokasi hak-hak pedagang kaki lima di kota Bandung, anak jalanan,
dan kaum dhu’afa.

12

Anda mungkin juga menyukai