Anda di halaman 1dari 20

HUKUM ADAT

BAB VI. HUKUM BADAN PRIBADI MHA SEBAGAI SUBJEK HUKUM


(Sartika Intaning Pradhani, S.H., M.H.)
The Legal Powers of Natural Persons (Ter Haar)
Kemampuan Cakap Hukum Orang (Ter Haar)
● Laki-laki dan perempuan dewasa sama-sama mempunyai kompetensi hukum, dibatasi oleh
keluarga
○ Perempuan yang menikah dibatasi oleh dominasi laki-laki berdasarkan jenis perkawinan
○ Belum tentu dianggap cakap hukum
● Ayah sebagai contoh dominasi laki2 bagi perempuan yang masih single dengan pengaruh dari
kebiasaan setempat
● Suami lebih dominan ketika sudah menikah dibandingkan istrinya
● Suami istri yang meninggalkan kediaman rumah orang tua dan hidup sendiri belum tentu cakap
hukum, karena masih dalam kewenangan orang tuanya (bisa dalam bentuk bantuan dari orang
tua untuk membangun rumah, biaya perkawinan, transfer bulanan, dll) → tidak menjadi ukuran
kecakapan hukum
● Menjadi dewasa dalam hukum adat bukan karena umur tertentu atau bukan karena menikah,
namun tumbuh dianggap sebagai bukan anak lagi (dengan menjaga keuangan sendiri yang
terpisah dari orang tua)

Pengecualian
● Orang tua sudah meninggal dan ketika anak paling besar belum menikah, apakah termasuk
belum mandiri? Merantau dan bisa mengurus diri sendiri dan ketika bekerja sendiri belum
menikah apakah juga dikatakan belum mandiri?
○ Diukur dari kemampuan pengelolaan keuangan sudah mandiri
● Dianggap cakap hukum berdasarkan:
1. Legislasi (peraturan perundang-undangan)
2. Putusan pengadilan
3. Hukum islam
4. Dalam praktek di masyarakat)

Pemikiran Djojodigoeno tentang Cakap Hukum (Pradhani)

● MMV = minderjarig (tidak cakap hukum → belum cukup umur), meerderjarig (cakap hukum),
voogdij (perwalian) → tidak ada konsekuensi dalam ranah hukum kecuali ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan → menjadi peristiwa hukum (perdata, perkawinan, pidana)
● Dalam hukum adat tidak mengenal adanya MMV. Lalu bagaimana menentukan sah atau
tidaknya perbuatan dalam hukum adat?

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
○ Dilihat pada pemenuhan asas-asas hukum → sah atau tidaknya perbuatan hukum dan
pertanggungjawaban atas delik adat (pernikahan, transaksi tanah, dll)
● Dalam hukum adat, tidak membedakan hukum publik dan privat. Ada perbuatan hukum karena
bertentangan dengan kepatutan, ketertiban, dan kesadaran hukum masyarakat
● Pertanggungjawaban tidak ditentukan berdasarkan cakap hukum pelaku, melaknkan dari reaksi
masyarakat yang diputuskan berdasarkan kesepakatan
Co: seorang difabel mencuri, yang dikenakan sanksinya yaitu pihak keluarganya sehingga tidak
terbebas dari perbuatan yang dilakukan

Hukum Pribadi (Soekanto)


Ruang Lingkup
● Pengaturan hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum
● Subjek hukum mempunyai hak → dapat bersikap/berperilaku → dapat berakibat hukum
○ Apakah setiap subjek berperilaku dapat berakibat hukum? Apakah setiap subjek cakap
berperilaku hukum

Siapakah yang Merupakan Subjek dari Hukum Pribadi menurut Hukum Adat?
● Pribadi kodrati sebagai subjek hukum (natural person)
○ Setiap pribadi kodrati berhak untuk bersikap/berperilaku hukum, tetapi tidak setiap pribadi
kodrati dianggap mampu/cakap melakukan perbuatan hukum → kedewasaan
● Pribadi hukum sebagai subjek hukum (rechts person)

Status Badan Hukum Pribadi Menurut Hukum Adat (Sudiyat)


Cakap/Mandiri (Status Badan Pribadi Lengkap)
● Dapat menentukan sendiri nasibnya dan mengurus serta mengatur sendiri harta kekayaannya
● Dapat bertindak mandiri dalam semua perbuatan hukum, inklusif ke muka Hakim dan para
pejabat kekuasaan lainnya, yaitu bertindak sendiri secara mandiri, tanpa pengawasan,
bantuan/izin orang lain
● Dalam hukum adat jangan diimajinasikan cakap berarti cakap dalam semua cabang hukum.
Konteksnya tidak dalam semua hal.
● Usia 17 tahun diubah menjadi 18 tahun. Diangap sudah dewasa karena mempunyai KTP, bisa
mencoblos dll. → secara hukum negara sudah cakap, namun secara hukum adat "apakah sudah
mampu untuk membayar?"
● Hukum adat tidak melihat umur atau perkawinan, tetapi sejauh mana dapat mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri.

Dasar Hukum Kecakapan Hukum/Kelengkapan Status Badan Pribadi


● Sistem Hukum Privat Indonesia
○ Peralihan dari keadaan minerajrig menjadi meerderjarig
○ Status yang didapatkan secara tiba-tiba. Awalnya seseorang sama sekali tidak cakap
berbuat dan secara tiba-tiba menjadi cakap berbuat
● Hukum Adat
Pertumbuhan kedewasaan dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk kodrat alam dan secara
berangsur-angsur memberikan kecakapan berbuat pada orang muda menurut perkembangan
jiwa-raganya

Kapankah Subjek Hukum Dianggap Dewasa dan Cakap Melakukan Perbuatan Hukum
Kepatutan bisa berbeda perspektif dari satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
Van Vollenhoven
● Jawa: apakah seorang anak masih menjadi tanggungan orangtuanya/tidak; sehingga
perkawinan semata tidak menjadi ukuran tercapainya kemandirian jika masih menumpang hidup
pada orangtua
● Aceh: minderjarig kecapakan hukumnya terbatas, ditentukan berdasarkan asas kepatutan dan
berakhir berdasarkan akal-sehat
● Gayo: Anak-anak yang masih menjadi tanggungan orantuanya dianggap belum
cakap/dewasa/mandiri

Ter Haar
● Menikah dan hidup
● Berhenti berperan menjadi anak dalam suatu keluarga
● Ditentukan berdasarkan PUU

Soepomo
● Sudah kuat gawe (mampu bekerja untuk bekerja secara mandiri)
● Cakap mengurus harta benda serta keperluannya sendiri
● Cakap untuk melakukan segala tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk
mempertanggungjawabkan segala tindakannya

Djojodigoeno
● Memperhatikan petunjuk-petunjuk kodrat alam
● Berangsur-angsur memberikan kecakapan berbuat kepada anggota mudanya menurut
perkembangan jiwa-raganya dimana pelaksanaannya berlainan antara satu lingkungan hukum
dengan lingkungan hukum lain
○ Tanda-tanda orang muda itu tidak lagi dianggap sebagai rakyat/anak/belum mandiri
○ Jalannya proses memperoleh kecakapan berbuat secara berangsur-angsur

Putusan Pengadilan
● Putusan MA No. 53K/Sip/1955, tanggal 1 Juni 1955 à seseorang dianggap dewasa apabila
usianya telah mencapai 15 tahun
● Putusan MA No. 601K/Sip/1976, tanggal 2 November 1976 à untuk daerah Jakarta, seseorang
yang telah mencapai umur 20 tahun dan cakap bekerja dianggap sudah dewasa
● Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 67/1957, tanggal 21 Agustus 1957
Anak perempuan (meskipun tidak diketahui umurnya) dianggap telah dewasa dan mempunyai
kecakapan bertindak; sehingga harus menanggung segala resiko atas perbuatan hukumnya
berdasarkan fakta persidangan sebagai berikut:
● anak perempuan masih tinggal serumah dengan ibunya
● anak tersebut mempunyai mata pencaharian sendiri, berjualan di Pasar Pematang Siantar
● segala penghasilan usahanya untuk dirinya sendiri
● selain berjualan,dia juga melakukan perhubungan langsung dengan orang lain
● di Kota Pematang Siantar, banyak perempuan, termasuk gadis memperdagangkan perhiasan.
● ibu anak perempuan tersebut bertandatangan dalam surat hutang hanya sebagai saksi
● Dengan kecakapan hukum maka harus menanggung atas segala resiko hukum

Peraturan Perundang-undangan
● UU Perkawinan
○ diizinkan: 19 tahun perempuan & laki-laki; <19 tahun, dispensasi pengadilan; <21 tahun:
harus izin dari orangtua
● UU Perlindungan Anak
○ Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
● UU Perlindungan Disabilitas
○ setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

MHA sebagai Subjek Hukum (Simarmata & Steni)

● Membedakan subjek hukum dengan


masyarakat hukum adat. Dalam PUU
publik bisa memebntuk badan hukum
perdata (pemerintah membentuk
BUMN)
● Kekerabatan paling kecil yaitu keluarga
→ marga → desa
● Perkumpulan bisa dari profesi yang
sama, kesenian (komunitas seni),
pemakaman (iuran untuk pengelolaan
makam), religius (pengajian). Tidak
mengenal pemisahan antara subjek
hukum publik dengan perdata. Muncul
dari kebiasaan setempat (internal)

Persamaan dan Perbedaan Subjek Hukum Perdata dalam MHA dan Subjek
Hukum Perdata Menurut PUU
Subjek Hukum Perdata dalam MHA Subjek Hukum Perdata dalam Hukum Perdata
Muncul berdasarkan kebiasaan setempat Dibentuk berdasarkan PUU

Dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan Dibentuk untuk melayani kebutuhan anggotanya


anggota berdasarkan tradisi masa lalu dan baik pada masa kini maupun masa depan
kebutuhan masa kini
Dibentuk oleh MHA untuk menjalankan Dapat dibentuk badan hukum publik (pemerintah)
urusan tertentu di tingkat kampung. Bisa untuk menjalankan urusan-urusan yang
diinisiasi oleh lembaga-lembaga adat yang membutuhkan perbuatan hukum perdata
sudah ada atau sekelompok orang yang
bersepakat membentuk perkumpulan
Mempunyai pengurus yang bisa terpisah dari Mempunyai pengurus dan harta kekayaan sendiri
lembaga adat dan memiliki kekayaan atau
perlengkapan sendiri

BAB VII. HUKUM KEKERABATAN (Sartika Intaning Pradhani, S.H.,


M.H.)
The Law of Relationship (Ter Haar)
● Hubungan biologis menghasilkan ekspresi yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi sosial dan
hukum, terjadi secara umum dimana saja berdasarkan hubungan-hubungan orangtua dan anak.
● Hukum kekerabatan ada sebagai konsekuensi dari hubungan biologis kemudian berimplikasi
secara sosial, mengikat secara hukum yang umum di semua tempat berdasarkan hubungan
antara orang tua dan anak-anak

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
● Isi hubungan biologis ini beragam yang erat kaitannya dengan sistem perkawinan dari
orangtuanya → hubungan hukum juga muncul karena manusia yang baru lahir memiliki
kesamaan keturunan/leluhur.
● Sejauh mana hubungan biologis ini memiliki konsekuensi hukum dan bagaimana dia bekerja?
Apakah konsekuensi ini bersifat bilateral atau unilateral? Faktor apa yang mempengaruhi
bekerjanya kedua hal tsb?
○ Adanya kekhususan dari masing-masing komunitas dalam membangun konstruksi ttg
bagaimana kekerabatan itu bekerja. Sebagai prior knowledge, penting mengetahui upaya
umum (misalnya kekerabatannya parental, atau matrilineal, dan bagaimana itu bekerja di
masing2 komunitasnya menghasilkan keunikannya tersendiri)

● Masyarakat adat adalah masyarakat yang terbentuk karena struktur berdasarkan kekerabatan.
● Fakta terkait hubungan yang memberikan rekomendasi dan larangan bagi perempuan dan laki2
untuk menikah atau tidak menikah → menjadi bagian dari pemahaman atas hubungan
kekerabatan
● Kekerabatan sebagai basis dari waris → hukum waris
● Kekerabatan berperan sebagai basis kewajiban kolektif untuk perbuatan melawan hukum.
● Masyarakat yang terikat secara genealogis atau kerabat tentu tingal di suatu wilayah yang sama
dan otomatis melakukan pengelolaan terhadap tanah → hukum tanah
Dengan demikian, kinship dan kekerabatan menjadi suatu logika berfikir ttg bagimana
pengorganisasian masyakarat dilakukan, bagaimana melakukan hukum perkawinan, waris, mengapa
munculnya hukum, dan bagaimana menegakkan hukum dalam masyarakat serta pengadministrasian
tanah.

Hubungan Anak dengan Orangtua


Pertanyaan
1. Kapan, dan sejauh mana anak yang lahir memiliki hubungan dengan ayah dan ibunya?
2. Sejauh mana anak yang lahir punya hubungan kekerabatan dengan ayah dan ibunya?
3. Bagaimana ketika anak itu kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya, siapa yang harus
bertanggungjawab mengurus anak tsb?
4. Apakah ada perilaku hukum yang dapat membuat orang yang sebelumnya tidak memiliki
hubungan hukum dengan suatu kerabat jadi memiliki hubungan hukum dengan kerabat
tersebut?

● Hubungan darah sebagai konsep umum memiliki perbedaan dengan hubungan khusus tentang
anak dan orangtua.
● Hubungan anak dengan orang tua dalam konteks unilateral, di patrilineal dan matrilineal akan
mengatur secara berbeda bagaimana hubungan anak dengan kerabat dari pihak ibu (patrilineal,
karena anak lebih dekat dengan kerabat di pihak ayah) dan sebaliknya.
● Implikasi dari patrilineal dan matrilineal ini melahirkan duty to support, right to care, dan hak
kewenangan untuk melepaskan anak ketika ia menikah, dan juga ketika dalam pembagian
waris.
● Hubungan antara anak dengan orang tua ini lahir karena dia mempunyai seorang ibu dan ayah,
namun, anak yang lahir bukan hanya berhubungan dengan mereka saja, tetapi juga dengan
kerabat dari kedua orangtuanya.

Anak yang Lahir di Dalam Perkawinan


● Ibu adalah perempuan yang melahirkan anak ke dunia ini
● Ayah adalah laki-laki yang menikah dengan ibu anak ini, dan secara biologis melakukan
hubungan seksual dan membuat ibu melahirkan anak.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
● Di dalam hukum adat, tidak terlalu penting kapan anak dilahirkan dan kapan pernikahan
dilangsungkan, yang penting anak yang lahir setelah terjadinya pernikahan, dianggap sebagai
anak yang sah.
● Namun di dalam hukum islam, anak yang sah adalah anak yang lahir minimal 6 bulan setelah
pernikahan berlangsung
● Dalam kondisi poligami, anak dari perkawinan pertama memiliki status yang lebih superior dari
anak yang lahir dari perkawinan setelahnya → berhubungan dengan waris
● Hukum adat melarang perkawinan antara anak dengan ayahnya atau anak dengan ibunya
● Hubungan anak dengan orangtua adalah hubungan yang saling menjaga, memelihara.

Anak yang Lahir di Luar Perkawinan


● Bagi suku Minahasa, Ambon, Timor, Mentawai → memiliki hubungan yang sama dengan ibunya
seperti anak yang lahir dalam perkawinan (seperti anak sah)
● Lainnya → adanya respon yang kuat terhadap ibu yang belum menikah dengan anaknya, seperti
dikucilkan, dibunuh dengan cara ditenggelamkan, diberikan kepada raja untuk menjadi budak
agar melindungi anak dan ibu dari kenyataan yang pahit
● Ada juga kenyataan lain yaitu, laki-laki yang ditunjuk perempuan sebagai ayah dari anaknya
akan dipaksakan untuk menikah baik mereka sudah berhubungan (pacaran/tunangan) atau
belum.
● Pernikahan darurat juga dapat dilakukan dengan laki-laki manapun untuk menimbulkan anak
yang lahir dalam perkawinan (Jawa: nikah tambelan, Bugis: pattongkoq siriq)
● Kepala desa di Jawa → mendorong untuk menikah
● Sumatera Selatan → rapat marga untuk menikah
● Bali → apabila laki menolak untuk menikah akan diberikan hukuman.

Pengucilan
● Dianggap tidak efektif, kecuali di beberapa tempat di Nias
● Sehingga, fenomena perempuan yang hamil diluar nikah lebih bisa ditoleransi tapi tetap dengan
ada sanksi sosial
1. Anak yang lahir diintimidasi, dikecam, dibully dengan bahasa yang menyakitkan hati (anak
haram di Jawa, astra di Bali, dll)
2. Pembayaran adat di Bali yang diwajibkan sebagai simbol untuk meminta agar anak ini
tinggal dan menjadi bagian dari komunitas untuk mengesahkan agar anak menjadi bagian
dari komunitas → ibu dan anak akan mempunyai hubungan hukum di komunitas tsb.
3. Di Bali, anak yang lahir sebeum perkawinan dari pasangan yang sudah tinggal bersama
karena mereka akan menikah → dianggap sebagai anak yang sah

Minahasa
● Secara adat, anak yang lahir di luar perkawinan dianggap tidak memiliki ayah, kecuali di
Minahasa.
● Di Minahasa tidak membedakan anak sah dengan tidak sah.
● Tetapi jika ayah ingin membangun hubungan hukum yang jelas dengan anak yang lahir di luar
perkawinan dan ayah ini tidak tinggal bersama dengan ibu yang melahirkan, untuk menjalin
hubungan hukum, ayah akan memberikan hadian yaitu lilikur sebagai bukti dan simbol yang
konkrit bahwa laki-laki ini mengakui bahwa anak yang lahir dari perempuan merupakan anaknya.

Istri Melahirkan Anak yang Bukan dari Suaminya


● Suaminya tetap bertindak sebagai ayah dari anak tersebut berdasarkan hukum adat, kecuali
suami tsb menolak hubungan kebapakan dengan anak tersebut
● Di Minahasa, secara biologis, ayah adalah ayah, kecuali laki-laki tersebut ingin memiliki
hubungan hukum.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
Anak yang Lahir Setelah Perceraian
● Menurut hukum adat, ketika lahirnya masih 9 bulan setelah perceraian, maka ayah dari anak
tersebut adalah mantan suaminya.
● Dalam perceraian, kadang, pihak kerabat baik dari ayah maupun ibu bisa lebih berhak dari pihak
satunya → menikah berdasarkan kekerabatan yang mana?
○ Dalam patrilineal, ketika uang sudah dibayar lunas, yang lebih berhak adalah ayah
○ Dalam matrilienal, yang lebih berhak adalah ibu

Hubungan Orangtua dengan Anak


● Jika ada ayahnya, ia akan bertindak sebagai wali dari anak perempuannya, sesuai dengan
hukum Islam
● Orangtua dan anak, waris lebih dipengaruhi dari hubungan darah, daripada pengabdian
● Hubungan anak dengan orangtua dapat diakhiri. Ayah dapat memutus hubungan hukum dengan
ayahnya (Bali: pegat mapianaq, Angkola: mangaliplip) dengan pernyataan secara terang.
● Adopsi: memisahkan anak dari orang tua kandung dan tidak memiliki hubungan hukum →
masuk ke keluarga orangtua angkatnya, dan dalam hubungan kekerabatan tsb akan
melanjutkan keturunan dan berimplikasi sebagai ahli waris.
● Adopsi berbeda dengan mengangkut anak. Karena mengangkut anak belum tentu mengadopsi.

Hubungan Anak dengan Kerabat dari Kedua Orangtuanya


Perbedaan Hubungan antara Anak yang Lahir di Luar dan Dalam Perkawinan dengan
Ibu
Apakah anak yang lahir di luar perkawinan mempunyai hubungan dengan kerabat dari ibunya
sebagaimana anak yang lahir di dalam perkawinan?
● Di Rejang, tidak. Anak yang lahir di luar perkawinan dianggap bukan anggota dari komunitas
adat ibunya (dikucilkan)
● Di Jawa, tidak ada perbedaan anak yang lahir di luar dan dalam perkawinan. Keduanya pasti
merupakan bagian dari komunitas adat ibunya. Anak ini bisa memiliki hubungan kekerabatan
dengan ayah dan kerabatnya, jika ayahnya mengakui hubungan hukum dengan anak tersebut.
→ harus ada pengakuan dari ayah dan diikuti pembayaran atau pemberian sesuatu untuk
menunjukkan hubungan hukum yang konkrit antara ayah dan anak.

Sistem Kekerabatan Parental/Bilateral


● Di beberapa wilayah hukum, ada satu wilayah hukum yang tidak membedakan antara kerabat
ayah dan ibu, sehingga anak yang lahir pasti bagian dari kerabat ayah DAN ibu, yaitu sistem
kekerabatan parental atau bilateral.
● Implikasinya terhadap larangan perkawinan, perkawinan yang disarankan, pembagian waris, dll.
● Aceh dan Jawa: orang tidak hidup di dalam kesatuan trah, tetapi dalam keluarga-keluarga yang
berkumpul bersama di wilayah yang sama.
○ Perkawinan endogami bisa terjadi di level desa (tetangga saling menikah)
○ Tetapi, eksogami dan endogami berdasarkan kekerabatan tidak terjadi
● Borneo dan Celebes: sistem bilateral dengan kekhususan tempat tinggal matrilocal (mengikuti
istri), sehingga anak lebih dekat dengan kerabat ibu dibanding ayahnya. Hukum adat tidak
membedakan antara kerabat ayah dan ibu, tetapi kerabat ibu memiliki peranan yang lebih
penting terhadap pertumbuhan karena tinggal bersama kerabat ibunya.
○ Ada perkembangan, orang yang awalnya menikah berdasarkan kekerabatan lebih baik
menikah dengan orang yang masih dari suku dan keturunan leluhur yang sama, karena
orang-orang berdasarkan tempat tinggal lebih menetap, hubungannya jadi berkembang
menjadi berdasarkan tempat tinggal.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
Sistem Kekerabatan Unilateral
● Dibagi menjadi 2, yaitu matrilineal yang mengikuti garis ibu dan patrilineal yang mengikuti garis
ayah.
● Menentukan pembagian tanah, perumahan, aset, gelar, status, pengorganisasian sosial
● Di Indonesia, lebih dominan unilateral sebagai basis pengorganisasian masyarakat yang bersifat
eksogami.
● Ada juga double unilateral, dimana anak lahir akan ikut kerabat ibu dan anaknya, tetapi memiliki
perbedaan dengan parental.
● Konsekuensi unilateral → anak yang lahir akan punya perbedaan hubungan sosial dgn kerabat
ayah dan ibu
○ Anak yang lahir dari matrilineal, kerabat ibu akan lebih dominan, kerabat ayah juga penting,
karena ttp sebagai wali bagi anak perempuannya
Co: di Minangkabau, kerabat ayah terlibat dalam acara dan mengasistensi anak tersebut.
○ Anak yang lahir dari patrilineal, kerabat ayah lebih dominan, tetapi kerabat ibu juga tetap
penting dan bisa memberikan rekomendasi dan saran.
Co: di Batak, marga asli ibunya akan menjadi kandidat terbaik untuk dinikahkan dengan
anak lelakinya.
Co: di Sumba, paman dari ibu juga berkontribusi dalam pembayaran uang jujur (bride-price)
ketika anak lelaki ingin menikah.
● Terjadinya kekerabatan unilateral berdasarkan tipe perkawinannya
○ Pembayaran uang jujur → ketika lunas, anak akan masuk ke dalam klan ayahnya.
Sehingga kalau tidak lunas, anak yang lahir akan masuk ke dalam kekerabatan ibu.
○ Pernikahan karena adopsi → ketika dalam keluarga tidak memiliki anak laki, keluarga itu
bisa mengadopsi anak laki untuk menikah dengan anak perempuannya dan akan mengikuti
garis keturunan patrilineal ibunya.
Co: Sartika Simanjuntak yang merupakan anak perempuan satu2nya ingin menikah,
kemudian, bapaknya memiliki ide untuk mengadopsi anak laki-laki untuk menikah dengan
Sartika. Sehingga anak yang lahir memiliki marga Simanjuntak.

Pengasuhan Anak Yatim Piatu


Melihat anak ini lahir dari kekerabatan apa? Bilateral atau unilateral?

Kekerabatan Bilateral
● Orang tua yang masih hidup, akan lanjut mengasuh anak tersebut.
Co: di Dayak Ngaju, ketika ayah dianggap sebagai orang luar, anak tsb akan diasuh dari ibu
yang meninggal.
● Ketika kedua orang tua meninggal, yang mengasuh adalah yang paling mampu mengasuh
mereka. Faktor: tempat tinggal keluarga, kontribusi uang terbanyak (untuk di Dayak)
● Anak yang lebih dewasa boleh memilih ingin tinggal dengan siapa.
● Prinsip: next of kin dan who is best suited for the job
● Ketika tidak ada yang bisa, pengadilan yang akan memutuskan.

Kekerabatan Unilateral
● Dilihat yang meninggal adalah orangtua yang merupakan kerabatnya atau bukan.
● Di Minangkabau yang menganut kekerabatan matrilineal, anak tersebut tinggal dengan keluarga
ibu ketika ayahnya meninggal
○ Tetapi ketika ibunya yang meninggal, biasanya anak akan diasuh oleh kerabat ibunya
dengan tetap adanya campur tangan dari ayahnya
● Di Batak yang menganut kekerabatan patrilineal, anak tersebut tinggal dengan keluarga ayah
ketika ibunya meninggal

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
○ Di Bali dan Batak, janda dapat tinggal bersama kerabat suaminya, baik sebagai janda atau
menikahi adik lelaki suaminya. Apabila ia ingin kembali ke kerabatnya atau menikah
dengan orang lain, anaknya akan diasuh oleh kerabat suami yang meninggal.
● Ketika kedua orang tuanya meninggal, anak akan diasuh oleh kepala persekutuan atau siapa
yang paling dituakan disitu.
● Ketika keluarga kecil tinggal jauh dari kerabatnya,
○ Ayah yang meninggal di kekerabatan patrilineal, ibu tetap dianggap keluarga dari keluarga
kecil tersebut, dan anak dapat tinggal bersamanya. Meskipun begitu, properti akan berada
di bawah kontrol kekerabatan ayahnya dengan dapat digunakan untuk kepentingan anak.

Adopsi
● Adopsi adalah seorang anak yang tidak merupakan bagian dari suatu kelompok dibawa ke
dalam suatu kelompok sehingga ia memiliki hubungan kekerabatan dengan kelompok baru.
● Dilakukan oleh orang yang sudah menikah dan dewasa
● Dapat dibatalkan dengan alasan khusus.
○ Di Bali: ketidakcocokan
○ Di Borneo: harus membayar denda ketika ingin membatalkan
● Dalam kekerabatan patrilineal, yang diadopsi ga selalu anak laki-laki untuk menikah dengan
anak perempuan satu-satunya ketika ingin menikah. Keluarga patrilineal yang hanya memiliki
anak lelaki juga bisa mengadopsi anak perempuan untuk diberikan ke keluarga lain.
Co: boru Simanjuntak memberi anak kepada laki-laki dari marga Nasution

Macam-Macam Adopsi
1. Adopsi Pihak Luar ke Dalam Kelompok
● Prinsip terpenting yaitu terang dan tunai. Terang dilakukan dengan upcara adat yang
disaksikan dengan kepala desa. Tunai dilakukan dengan pertukaran secara materil yang
berharga agar anak dapat masuk ke dalam keluarga yang mengadopsi. Setelah dilakukan
kedua prinsip ini, anak sudah dipisahkan dari keluarga asli ke keluarga angkat dan bisa
melanjutkan garis keturunan keluarga angkat.
● Seorang anak dipisahkan dari lingkungan sebelumnya dan dibawa ke dalam keluarga
angkat dengan imbalan barang-barang bernilai magis yang setara.
● Motifnya: takut akan kepunahan sebuah keluarga
● Keluarga tanpa anak bertindak sebagai bagian dari garis keturunan.
● Meskipun anak itu diadopsi oleh sepasang orang tua, tindakan itu adalah urusan seluruh
keluarga.
● Anak itu dibebaskan sepenuhnya dari kelompok kerabat aslinya dan menggantikan anak
kandung dari orang tua angkatnya
● Pengangkatan anak sah/dilaksanakan dengan upacara yang disaksikan ketua prinsip
terang (Nias, Gayo, Lampung, Borneo)
2. Adopsi di Dalam Kekerabatan
Co: Nyentanayang di Bali
● Anggota keluarga istri dapat diadopsi. Bentuk adopsi di luar kelompok semakin sering
● Jika istri utama tidak memiliki anak, tetapi istri kedua memiliki, maka anak-anak istri kedua
menjadi anak dari istri utama melalui adopsi.
● Langkah hukum adopsi; (1) memisahkan anak dari keluarganya; (2) pembayaran adat
kepada ibunya. Diumumkan di Desa dan harus mendapat izin dari pejabat yang membuat
akta yang sah. Anak itu sendiri mendapat hadiah
● Anak itu sepenuhnya terputus dari orang tuanya yang lama, dan terputus dalam warisan,
dan merupakan anggota penuh dari keluarga barunya
● Motifnya: takut meninggal tanpa anak sehingga menderita kepunahan garis keturunan.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
● Seorang janda juga dapat mengadopsi anak untuk melanjutkan keturunan suaminya yang
telah meninggal
3. Adopsi Keponakan di Celebes dan Jawa
● Adopsi bukan hanya untuk keturunan.
● Tujuan utama pengangkatan anak bisa untuk menambah pekerja di rumah, untuk
mengurus rumah, tanah, sehingga implikasinya akan berhak atas bagian-bagian tanah
tertentu.
● Motifnya: untuk mendapatkan keturunan untuk membawa garis seseorang, untuk
mendapatkan pekerja lain, harapan akan mendapatkan anak yang akan dilahirkan nanti,
empati terhadap anak yatim → pengakuan kepala desa jarang dibutuhkan, kecuali (tidak
terang)
● Karena pengangkatan tidak menjadikan terang → anak angkat diperlakukan sepenuhnya
sebagai miliknya sendiri, tetapi bukan anak sah dan tidak mewaris dari orang tua angkat.
Tetapi, anak tetap mempertahankan hak waris dalam harta orang tua asalnya
(kandungnya). Anak juga memiliki klaim atas harta orang tua angkatnya.

BAB VIII. KONSEP-KONSEP DASAR HUKUM PERKAWINAN ADAT


(Agus Sudaryanto, S.H., M.Si)
Pengertian dan Asas Perkawinan
Overview
● Pengertian dan Asas Perkawinan
● Proses dan Sahnya Perkawinan
● Sistem dan Bentuk Perkawinan
● Harta dan Akibat Putusnya Perkawinan

Perkawinan dimaknai bukan hubungan personal, merupakan urusan kompleks karnea merupakan
urusan masalah keluarga, tetangga, masyarakat.
● Salah satu ciri khas hukum adat adalah komunal, karena perkawinan melibatkan banyak pihak.
● Berkaitan dan berdimensi aspek magis religius, maka dianggap sbg sesuatu yang luar biasa,
dan orang yang melakukan perkawinan dianggap melakukan sesuatu yang istimewa dan kuat
○ Hal-hal transendental memiliki masalah
■ Menurut hukum adat (Joy Biguno) → perkawinan merupakan inisiasi penerimana
pembentukan keluarga baru atau semua yang baru. Jadi perkawinan merupakan
hubungan paguyuban (interaksi antara istri, anak, suami), bukan merupakan
patembayan, karena bukan merupakan nirlaba (mencari keuntungan), hanya kasih
sayang.

Pengertian
Pasal 1 UUP: Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
● Ada aspek agama, religiusitas, gaib, dan transendental

Pasal 26 KUHPer: Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan


perdata
● Perkawinan dianggap perjanjian, tetapi sama dengan perjanjian yg lain (sama dgn jual beli, dll)
● Aspek transendentalnya tidak kuat

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
Asas Perkawinan
1. Komunal, karena melibatkan banyak pihak
2. Berkaitan dan berdimensi aspek magis religius, maka dianggap sbg sesuatu yang luar biasa.
Orang yang melakuakn perkawinan dianggap melakukan sesuatu yang istimewa dan kuat

Proses dan Sahnya Perkawinan


Syarat Sahnya Perkawinan
● Pasal 2 (1) UUP: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
● Pasal 2 (2): Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
● Hukum islam (syarat-rukun) → 1-5 rukun, 6-10 syarat
1. Suami 6. Baligh/dewasa
2. Isteri 7. Akal sehat
3. Saksi 8. Tidak ada paksaan
4. Wali nikah 9. Islam
5. Akad nikah → kelihatannya sepele 10. Tidak ada hubungan mahram
namun memiliki akibat hukum dan
pertanggungjawaban yang tidak
ringan
● Pasal 26 KUHPer: perkawinan hanya hubungan perdata jika memenuhi persyaratan pasal 1320
KUHPer, yaitu
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
● Hukum adat tergantung agama atau kepercayaan, dan adanya pengakuan masyarakat karena
hukum adat bersifat komunal

Proses Perkawinan
Perkawinan
● Kawin pinang → disebut normal
Prosesnya:
1. Nontoni/perkenalan 3. Pertunangan
2. Peminangan/pelamaran 4. Akad nikah
● Kawin tanpa pertunangan → abnormal karena melewati proses pertunangan
○ Kawin lari → keduanya masih single dan setuju untuk kawin
○ Kawin bawa lari
■ Jika salah satu pihak sudah menikah
■ Apabila ada ancaman/tipuan

Sistem dan Bentuk Perkawinan


Sistem Perkawinan
1. Endogami
○ Calon suami diharuskan mencari istri di lingkungan kerabat, marga, atau masyarakatnya
sendiri (internal)
○ Co: Toraja, Bali, Dayak
2. Eksogami
○ Calon suami diharuskan mencari di istri di luar lingkungan kerabat, marga, atau
masyarakatnya sendiri (eksternal)
○ Co: Minang, Batak, Lampung

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
3. Eleutherogami
○ Tidak mengharuskan mencari di dalam atau di luar lingkungan kerabat, marga, atau
masyarakatnya → boleh internal/eksternal
○ Batasannya: hal-hal yang dilarang oleh agamanya
○ Co: Jawa, Aceh, Kalimantan

Batasan/Larangan Nikah
1. Agama (nasab, semenda, sesusuan = kekerabatan)
2. Perbedaan status/kedudukan
3. Perbedaan kekayaan
a. Nyalindung kagelung/glundung suling → istri kaya suami miskin
b. Manggih kaya/glundung semprong → suami kaya istri miskin

Bentuk Perkawinan
1. Patrilineal: jujur
○ Pemberian barang/non barang dari calon suami ke istri dalam prosesi perkawinan
○ Diberikan sebelum akad nikah
○ Besar kecilnya jujur tergantung status atau stratifikasi sosial
○ Menjaga keseimbangan antara kerabat perempuan dan laki laki → makna jujur
2. Matrilineal: semenda
○ Suami dikerabat perempuan dianggap sebagai orang luar
○ Berkaitan dengan perkawinan bertandang, artinya suami beraktivitas bukan untuk istri dan
anak tetapi untuk kemenangannya sendiri
○ Co: Minang
3. Parental: bebas
○ Bebas berarti jika sudah menikah sudah lepas tanggung jawab kekeluargaannya, jadi bisa
mandiri
○ Co: Jawa, Kalimantan

BAB IX. HUKUM WARIS ADAT


Hukum Waris Adat
Pengertian
1. Ter Haar → aturan hukum yang berkaitan dengan penerusan dan peralihan hak (harta
kekayaan) yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi
2. Soepomo → peraturan yang berkaitan proses penerusan dan pengoperan hukum yang berwujud
dan tidak berwujud dari generasi manusia kepada turunannya
3. Iman Sudiyat → aturan dan keputusan hukum yang bertalian proses penerusan dan peralihan
harta kekayaan materiil dan non-materiil dari generasi ke generasi

- Hukum waris barat → falsafah hidup orang barat, sangat liberal (universal)
- Hukum waris islam → dari wahyu, Al-qur'an, hadist, ijtihad, dll (universal)
- Hukum waris adat → dari pengalaman dan pandangan hidup bangsa Indonesia (berlaku secara
spesifik, berlaku secara lokalitas, berlaku scr kontekstual (kondisi, wilayah, etnik))
Proses Pewarisan
● Penerusan → proses pewarisan ketika pewaris sudah meninggal dunia, sama dengan
hukum waris BW dan islam,
● Pengoperan → pewarisan beralih ketika pewaris masih hidup, perbedaan pewarisan barat
dan islam.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT

Prinsip Hukum Waris Adat


Sistem pewarisan sangat dipengaruhi struktur masyarakat dan bentuk perkawinan
1. Proses pewarisan dimulai saat pewaris masih hidup (tdk ada yang fundamental), praktiknya
ketika masih hidup sudah mulai melakukan pewarisan tapi ada yang belum diwariskan/sebagian,
dan disempurnakan ketika pewaris meninggal dunia
2. Anak adalah ahli waris utama (pertama), dalam adat Jawa, urutan pergantian tempatnya
/lembaga hidup waris apabila ahli waris meninggal dunia bisa diganti ahli waris yang lain. Anak
yg mendapat paling banyak/dapat menutup ahli waris yang lain.
→ Dalam Adat Jawa suami isteri tidak ada hubungan waris mewaris → baru ada setelah ada
yurisprudensi.
3. Tidak mengenal legitime portie/furudhul muqaddarah.
- Pasal 852 KUHPer anak laki 1:1 dengan perempuan.
- Hukum islam melihat surat an-nisa, anak laki dua kali bagian anak perempuan.
- Hukum waris islam bisa disimpangi 1:1 anak perempuan dan laki2, mengacu pasal 183 KHI
→ bisa secara kekeluargaan, bisa secara musyawarah, kuncinya keikhlasan ahli waris laki
laki.
- Menurut adat kontekstual, tidak mengenal legitime portie karena sangat bervariatif porsi ahli
waris dalam hukum adat.
Co: di Jawa bisa opsional → 2:1 sepikul segendong atau 1:1 sigar semangka

Urutan Prioritas Ahli Waris


1. Anak/keturunan
2. Orangtua pewaris
3. Saudara pewaris/keturunannya
4. Kakek dan nenek pewaris
5. Saudara dari orangtua dan keturunannya

Hibah
- Tidak dikenal hibah kepada ahli waris. Apabila pewaris masih hidup tetap ada proses pewarisan
→ kalau dalam islam dan KUHPer tetep hibah.
- Kalau pewarisan saat masih hidup minim konflik dan orang tua menjadi lebih tenang, agar
menghindari menjadi kaya mendadak atau revolusioner (sesuatu yang mendadak tidak baik.
Dalam hukum adat yang baik adalah evolusioner atau secara berkala)

1. Pemberian bekal dasar hidup, misal orang tua membangun bengkel untuk anaknya bertahan
hidup atau juga pembangunan rumah oleh orang tuanya.
2. Warisan berupa hukum materiil (pusako: rumah) dan non-materiil (sako: nama, gelar dato,
jabatan/fungsi, pusaka)
3. Asas pewarisan itu menurun dan terdapat lembaga hidup waris/pengganti

Perubahan Hukum Waris


Hukum waris adat dapat berubah → bisa bertumbuh, berkembang
1. Faktor Internal
● Perkembangan masyarakat (sistem kemasyarakatan perkawinan)
● Makin erat ikatan keluarga
● Longgarnya ikatan keluarga luas atau besar
2. Faktor Eksternal
● Pengaruh hukum lainnya (hukum islam, KUHPerdata)
● Pengaruh aturan pemerintah dan putusan pengadilan/yurisprudensi

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
Hukum Waris Adat Jawa
Perubahan hukum waris adat Jawa memungkinkan apabila memenuhi 3 unsur → bisa menjadi adat
yang baru
Unsur:
1. Syarat materiil → perbuatan hukum /peristiwa hukum/ perilaku tsb sudah menjadi kebiasaan
masyarakat yang baik
2. Akibat hukum
3. Syarat intelektual

BAB X. HUKUM TANAH ADAT (Dr. Rimawati, S.H.,M.Hum.)


Hukum Tanah Adat
Tanah:
● Unsur esensial bagi negara agraris
● Bagi individu/kelompok tanah sebagai penopang kehidupan (tempat tinggal, timbuh dan
berkembang serta melakukan usaha)
● Konsekuensinya: konflik tanah dalam mempertahankan kepentingan masing-masing pihak

Kedudukan Tanah dalam Hukum Adat


1. Sifat → merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang
bagaimanapun juga masih bersifat tetap kadangkala semakin menguntungkan
2. Fakta → kenyataannya tanah itu adalah
● Tempat tinggal persekutuan (masyarakat)
● Memberikan penghidupan kepada persekutuan
● Tempat tinggal dimana para warga persekutuan yg meninggal di kuburkan
● Tempat tinggal bagi dayang-dayang pelindung persekutuan dan roh para leluhur
persekutuan

Jenis Hak Atas Tanah dalam Hukum Adat


1. Hak Komunal/Bersama
1. Hak desa/masyarakat → hak purba/ulayat (UUPA)
2. Hak kerabat
2. Hak Perorangan
1. Hak milik
2. Hak wewenang pilih → didahulukan untuk membuka izin HAT
3. Hak menikmati hasil → semua org bisa memungut hasil hutan, mengambil, berburu,
mengambil hasil laut
4. Hak pakai → mirip sama menikmati hasil
5. Hak imbalan jabatan → pengurus suatu anggota adat memiliki hak imbalan, spt mendapat
tanah
6. Hak wewenang beli → berhak untuk membeli HAT

Setiap anggota MHA memiliki hak milik wilayah hukum adat, untuk memiliki wilayah, tp bukan untuk
dinaikkan statusnya untuk memiliki sepenuhnya. Hanya memiliki untuk menikmati hasil atas
tanahnya, tp kalo tanahnya mau ditransaksikan, berarti tidak jual lepas (spt jual tahunan, jual gadai)

Hak Ulayat
Hak Persekutuan Atas Tanah
● Hak Persekutuan Atas Tanah = Hak Pertuanan = Hak Ulayat
● Hak ulayat → hak yg dipunyai oleh persekutuan/ masyarakat hk adat (MHA) utk menguasai
tanah isinya dalam suatu wilayah.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
● Sifatnya: religio-magis
● Akibatnya: persekutuan memperoleh hak untuk menguasai tanah, memanfaatkan, memungut
hasil dari tumbuh-tumbuhan dan atau pohon-pohonan dan atau binatang yang hidup di atas
tanah tersebut.
● Van Vollenhoven → Beschikkingsrecht (lingkungan kekuasaan)

Istilah "Tanah yang Merupakan Wilayah yang Dikuasai Persekutuan)


● Patuanan (Ambon) ● Limpo (Sulawesi Selatan)
● Panyampeto (Kalimantan) ● Nuru (Buru)
● Wewengkon (Jawa) ● Ulayat (Minangkabau)
● Prabumian (Bali) ● Torluk (Angkola)
● Pawatasan (Kalimantan) ● Paer (Lombok)
● Totabuan (Boolang Mongondow) ● Golat (Batak)

Van Vollenhoven: Ciri-Ciri Hak Persekutuan Atas Tanah


1. MHA dan anggota berhak memanfaatkan tanah (menikmati hasil, memetik, mentransaksikan)
2. Pihak luar dibolehkan memanfaatkan asal ada izin (izin dari ketua adat/salah satu anggota dgn
sepengetahuan ketua adat)
3. Warga boleh mengambil sebatas utk keperluan keluarganya
4. MHA bertanggungjawab atas segala hal
5. Hak tersebut tidak dapat diperalihkan

Hak Ulayat
Jenis Hak Ulayat
1. Hak ulayat berlapis satu → terdapat pada persekutuan desa
2. Hak ulayat berlapis dua → terdapat pada persekutuan daerah

Sifat Hak Ulayat


1. Berlaku ke dalam → hak ulayat menjamin kehidupan daripada anggota-anggotanya yang ada
dalam lingkungan ulayat tersebut.
2. Berlaku ke luar → Beschikkingsrecht dapat juga berlaku terhadap orang-orang luar yaitu
orang-orang yang bukan Anggota Persekutuan.
Caranya dia harus mendapatkan ijin dari kepala Persekutuan, dan sebelumnya harus membayar
pancang/uang sewa kepada persekutuan.

Objek Hak Ulayat Cara MHA Mempertahankan Hak Ulayat


● Tanah ● Meletakkan tanda batas (sawen)
● Air ● Adanya pejabat yang mengawasi
● Tumbuh-tumbuhan ● Bukti tertulis (surat pikukuh, piagam,
● Binatang kekancingan

Hak Ulayat dalam UUPA


● Pasal 3: Pelaksanaan hak ulayat sepanjang masih ada harus sesuai kepentingan
nasional-negara dan tidak boleh bertentangan dg UU dan peraturan lain yg lebih tinggi.
● Pasal 5: Hukum agraria yg berlaku atas bumi, air dan ruang-angkasa ialah Hukum Adat,
sepanjang tidak bertentangan kepentingan nasional-negara dan peraturan perundangan lainnya.
● Memasukkan kambing ke dalam kandang macan (H. Adat disaneer, disesuaikan, dibatasi =
aanvullend adatrecht).

Hubungan Hak Ulayat dengan Hak Perseorangan


● Semakin maju dan bebas penduduk dalam usaha pertaniannya, maka semakin lemah hak
ulayatnya. Jika hak ulayat ini lemah, maka hak perorangan (hak milik) akan berkembang/ kuat.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
● Hak ulayat dan hak perorangan itu bersangkut paut dalam hubungan kempis-mengembang,
desak-mendesak, batas-membatasi tiada henti.
● Jawa → sistem bluburan, matok galeng-gilir wong, matok galeng matok wong, dapat diwariskan
hak menggarap, tanah gogolan/pekulen (tanah jasa) menjadi milik/yasan.

Hak Perorangan Atas Tanah


Hak yg diberikan kepada warga persekutuan atau orang luar atas tanah di wilayah ulayat.

Jenis Hak Perorangan


1. Hak milik, yasan.
2. Hak wenang pilih (mendahulu)
3. Hak menikmati hasil (sau atau beberapa panen)
4. Hak imbalan jabatan (Batak: saba na bolak, Ambon: dusun dati raja, Bali: bukti dan Jawa: tanah
bengkok/ lungguh).
5. Hak wenang beli (pemilik tanah berbatasan, anggota kerabat, warga persekutuan).

Hukum Tanah dalam Peraturan Perundang-undangan


Pengaruh Pemerintah terhadap Hukum Tanah Adat
1. Pengaruh Raja
Pada kenyataannya, raja juga mempunyai pengaruh dalam perkembangan Hukum Tanah,
dengan dua kemungkinan yaitu:
● Merusak pengaturan Hukum Tanah
● Memperkuat pengaturan Hukum Tanah.
2. Pengaruh Pemerintah Penjajah
Pengaruh pemerintahan kolonial dalam Hukum Tanah yang cukup penting adalah sebagai
berikut:
1. Pajak bumi atau landrent dari Raffles
2. Cultuurstelsel dari Gubernur Jenderal Van den Bosch
3. Agrarisch Wet, Agrarisch Besluit, Domein Verklaring
4. Vervreemdingsverbod (S. 1875 No. 179)
3. Hukum Tanah Adat dalam UUPA
● Hak-hak yang ada di dalam UUPA sebagaimana yang termuat dalam Pasal 16 (1) UUPA:
hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah: (hak yang melekat
atas tanah)
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut
● Cara perolehan hak perorangan khususnya hak milik menurut UUPA dibandingkan dengan
cara perolehan dalam Hukum Adat
● Fungsi sosial di dalam hak milik menurut UUPA dibandingkan dengan yang ada dalam
Hukum Adat.
- Fungsi Sosial Hak atas tanah: Pasal 6 UUPA semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial, yang berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanah tersebut dipergunakan semata-mata untuk
kepentingan pribadi.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT

BAB XI. HUKUM DELIK ADAT (Dr. Rimawati, S.H.,M.Hum.)


Hukum Delik Adat
Pengertian
Hukum delik adat atau hukum pidana adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur peristiwa
atau perbuatan kesalahan yang berakibat terganggunya keseimbangan masyarakat sehingga perlu
diselesaikan (dihukum) agar keseimbangan masyarakat tidak terganggu.
● Ter Haar → perbuatan sepihak yang oleh pihak lain dengan tegas atau secara diam-diam
dinyatakan perbuatan yang mengganggu keseimbangan
● Van Vollenhoven → perbuatan yang tidak boleh dilakukan walaupun merupakan kesalahan kecil
● Hilman → perbuatan (berwujud atau tidak berwujud apakah ditujukan terhadap manusia atau yg
ghaib) yang telah menimbulkan kegoncangan atau mengganggu keseimbangan masyarakat
harus dipulihkan dgn hukuman denda atau dengan upacara adat

Unsur Hukum Pidana Adat


1. Ada perbuatan yang dilakukan seseorang, kelompok atau pengurus (pimpinan/pejabat) adat
2. Perbuatan itu bertentangan dengan norma-norma hukum adat;
3. Perbuatan itu dipandang dapat menimbulkan kegoncangan karena mengganggu keseimbangan
dalam masyarakat;
4. Ada reaksi dari masyarakat → sanksi adat

Sifat Hukum Pidana Adat


1. Menyeluruh dan menyatukan, yang dijiwai sifat kosmis
● Tidak membedakan antara pelanggaran yang bersifat pidana dengan yang bersifat perdata
2. Ketentuan yang terbuka untuk segala peristiwa atau perbuatan yang terjadi
3. Membeda-dedakan permasalahan
● Jika terjadi pelanggaran dilihat bukan semata perbuatan dan akibat tetapi juga latar
belakang dan siapa pelakunya.
4. Peradilan dengan permintaan
● Berdasarkan adanya permintaan atau pengaduan, adanya tuntutan atau gugatan dari pihak
yang dirugikan atau yang diperlakukan tidak adil
5. Tindakan reaksi atau koreksi tidak hanya terhadap pelaku tetapi pertanggungan jawab terhadap
keluarga atau kerabat atau masyarakat adat
6. Lapangan berlakunya terbatas pada lingkungan masyarakat adat

Sifat Aturan Hukum Mengenai Pelanggaran Adat


1. Diutamakan rasa keadilan kekeluargaan untuk penyelesaian yang membawa kerukunan dan
keselarasan
2. Sistem pelanggaran adalah terbuka ,tidak terikat pada pasal 1 kuh pidana
3. Perbuatan salah tidak dilihat karena dolus atau culpa tetapi dilihat akibatnya [berat atau ringan]
hukum pidana barat dilihat perbuatan dolus atau culpa
4. Dijiwai pancasila dan bersifat tradisional – magis – religius

Jenis-Jenis Delik Adat


1. Mengganggu keamanan

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
a. Pertikaian
b. Pencurian d. Pembunuhan
c. Perampokan e. Penganiayaan
2. Mengganggu ketertiban
a. Terkait tata tertib masyarakat → berjudi, rusuh, mengganggu kegiatan ibadah, menghina
b. Terkait etika → menjatuhkan martabat/jabatan
c. Terkait kesopanan dan kesusilaan → berzina, tidak sopan
d. Terkait masalah perjanjian → mengingkari janji utang piutang, pinjam meminjam,
menyelewengkan titipan, masalah gadai
e. Melakukan kesalahan yang berhubungan dengan kelestarian hutan
f. Melakukan kesalahan terhadap peliharaan atau hewan ternak, serta hasil alam

Delik-Delik Tertentu
1. Delik yang Tergolong Berat
Dikatakan berat karena berhubungan dengan bagian dari dunia nyata dan gaib
1. Melakukan penghinaan → terhadap kepala suku yang merupakan bagian utama dari
masyarakat adat → secara tdk langsung menghina seluruh masyarakat adat
2. Membocorkan rahasia masyarakat → sama saja dengan membuka aib sendiri, ganjarannya
hukuman mati
3. Melakukan pembakaran → melahirkan ketidakseimbangan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari
4. Incest → hubungan seksual antara:
a. laki-laki dan perempuan yang menurut hukum adat hal tersebut tidak boleh terjadi.
b. laki-laki dan perempuan yang memiliki hubungan darah tergolong dekat (klan/marga)
c. laki-laki dan perempuan yang berbeda kasta.
d. anak dan orang tua.
2. Delik yang Berhubungan Dengan Kepentingan Masyarakat
1. Hamil di luar pernikahan → reaksinya membayar denda, membasuh dusun, laki-laki harus
menikahi perempuan tsb (apabila tidak, harus kasih uang ke perempuan tsb)
2. Membawa lari anak perempuan → dapat merusak nama baik kelaurga dan menimbulkan
masalah besar antara kedua belah pihak
3. Perbuatan zina → reaksi yang terjadi adalah keluarga yang merasa dihina dapat
membunuh laki-laki yang berbuat zina tersebut.
3. Delik Adat yang Umum Terjadi
● Delik adat yang umum terjadi karena perbuatan tersebut merupakan hal yang sifatnya
umum tetapi juga dilarang oleh adat sehingga ada sanksi adat yang mengatur.
● Misalnya: orang yang melakukan pembunuhan wajib melakukan pembasuhan dusun. Hal
tersebut bertujuan agar masyarakat yang ada didalamnya tidak terkena bencana sebagai
akibat dari perbuatan salah satu anggota masyarakat hukum adat.
4. Delik Adat yang Menurut Suku Lain sebagai Hal yang Biasa
● Proses pemenggalan kepala sebagai salah satu syarat dalam upacara masyarakat adat
Nuaulu di Maluku Tengah merupakan hal yang biasa terjadi.
● Namun menurut suku lain salah satu contohnya adalah suku Bugis hal tersebut adalah
suatu pelanggaran berat karena berhubungan dengan hidup dan mati seseorang.
5. Delik Adat Terkait dengan Harta Benda
● Jenis delik ini biasa dikatakan pencurian karena berhubungan dengan harta benda milik
orang lain.
● Biasanya dalam suatu hukum adat, apabila ada yang melakukan pencurian maka orang
tersebut harus membayar denda sebagai akibat dari perbuatannya.
● Pencurian di sini bisa terjadi terkait pencurian terhadap harta benda milik bersama MHA,
seperti hasil hutan, benda-benda keramat masyarakat hukum adat.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT

Peradilan Adat
Merupakan acara untuk memeriksa, mempertimbangkan, menyelesaikan perkara:
● Pemeriksaan perkara
● Pihak yang berhak memeriksa
● Saksi-saksi dan sumpah

Contoh Konflik Masyarakat Adat


1. Konflik Sambas dan Sampit, Poso Mal-Ut
2. Konflik Masyarakat Adat Bali (Kemoning dan Budaga, Kintamani)
3. Konflik Balinuraga, Lampung Selatan

Penyelesaian Konflik Masyarakat Adat


● UU 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
● Peradilan adat

Tradisi Penyelesaian Sengketa Masyarakat Hukum Adat


1. Nilai filosofi kebersamaan (komunal)
2. Pengorbanan
3. Nilai supernatural
4. Keadilan

Penyelesaian Delik Adat


1. Penyelesaian antara pribadi, keluarga, dan tetangga
● Apabila terjadi delik adat maka sebisa mungkin diselesaikan di tempat kejadian tersebut
terutama untuk delik adat yang sifatnya ringan.
2. Penyelesaian kepala adat
● Pelibatan Kepala Adat
● Jika, dua pihak yang bermasalah memiliki hukum adat yang berbeda maka diadakan
pertemuan antara dua kepala adat untuk membahas hal tersebut.
3. Penyelesaian kepala dusun
● Apabila terjadi delik adat dan akhirnya menimbulkan perselisihan di dalam masyarakat
yang terdiri dari suku-suku atau campuran maka akan melibatkan peran kepala desa
4. Penyelesaian keorganisasian/kelembagaan
● Jika delik yang terjadi tidak dapat diselesaikan melalui cara-cara yang sebelumnya, maka
kelembagaan dapat dilibatkan untuk menyelesaikannya.

Sanksi Adat
● Sanksi → sanctum (bahasa latin ) = penegasan (bevestiging/bekrachtiging)
● Kata Penegasan bisa memiliki arti positif yaitu hadiah dan juga dapat bersifat negatif seperti
hukuman.

Pemberlakuan Sanksi Adat


● Sanksi yang diberlakukan untuk pelaku (INDIVIDU) sebagai orang yang melanggar dan sanksi
yang berlaku secara kolektif karena berhubungan dengan kehidupan orang banyak.
○ Contoh kasus penerapan sanksi secara perorangan adalah pembunuhan atau pencurian
● Sanksi yang diberlakukan secara kolektif dalam hal ini juga berhubungan dengan kedudukan
keluarga atas orang yang melakukan pelanggaran sehingga pihak keluarga juga menanggung
akibat dari perbuatan anggota keluarganya.
Wujud Sanksi Pidana Adat (I Made Widnyana)
1. Adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelaku sehingga pelaku harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)


HUKUM ADAT
2. Upacara adat merupakan salah satu prosesi dalam pelaksanaan sanksi tersebut.
3. Keseimbangan kosmis menjadi tujuan yang juga diprioritaskan dalam penerapan sanksi adat.
4. Eksistensi dari pemberlakuan sanksi adat tidak lepas dari proses perkembangan masyarakat itu
sendiri.
5. Sanksi adat diterapkan di luar pengadilan
6. Sanksi adat memiliki bentuk yang variatif.

Bentuk Sanksi Adat (Soepomo)


1. Sanksi berupa pemaksaan untuk menikahi gadis yang telah dirusak masa depannya. dalam hal
ini disebut sebagai kerugian immateriil.
2. Melakukan pembayaran terhadap orang yang telah dirugikan dan → pembayaran berupa uang
adat/denda adat
3. Melakukan aktivitas-aktivitas dalam bentuk selamatan yang bertujuan untuk membersihkan
segala kotoran gaib dari masyarakat setempat.
4. Melakukan permintaan maaf.
5. Sanksi berupa hukuman badan dengan bagian terberat adalah hukuman mati sebagaimana
ketentuan adat yang berlaku.
6. Menjadikan pelaku sebagai orang asing atau mengusir pelaku dari kawasan masyarakat hukum
adat.

Atina Putri Indira (Hukum Adat D)

Anda mungkin juga menyukai