Anda di halaman 1dari 14

Makalah

makalah pengaruh kepemimpinan terhadap budaya


organisasi

Dosen Pembibing :
RUSLI
Disusun oleh :
Kelompok Satu (1)
Jordi Alfayer 21010052M
Muh. Abienasutinhilim 21010036M
Wahyu Sa’ban 21010072M
Ade Ardiansyah 21010148M
Egy Bastian 21010158M

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ( STIE )


BIMA
TAHUN AJARAN 2023/2024

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian. Tidak ada satupun manusia di
dunia ini yang dapat hidup tanpa tergantung ataupun memerlukan bantuan orang lain. Manusia
selalu hidup berkelompok, bersuku-suku hingga berbangsa-bangsa. Oleh karena itu konsekuensinya
setiap individu harus dapat beradaptasi dengan kelompok, agar dapat diterima dan merasa aman
serta nyaman didalamnya. Untuk menjadi orang yang diterima orang lain, diperlukan usaha-usaha
tertentu untuk mencuri hati orang lain tersebut. Hal ini merupakan arah seseorang untuk menjadi
pemimpin dari kelompoknya. Diharapkan nantinya kepemimpinan seseorang dapat menyentuh
berbagai segi kehidupan manusia seperti cara hidup, kesempatan berkarya, bertetangga,
bermasyarakat bahkan bernegara.

Antara kepemimpinan dengan budaya organisasi memiliki hubungan yang sangat erat.
Kepemimpinan dan budaya organisasi merupakan fenomena yang sangat bergantung, sebab setiap
aspek dari kepemimpinan akhirnya membentuk budaya organisasi. Bila kita memasuki ruang
perkantoran suatu organisasi akan berbeda dengan kantor organisasi lain yang memiliki pemimpin
yang berbeda. Fenomena yang kita dapatkan pada suatu organisasi, seperti : etos kerja karyawan,
team work, kesejukan, ketenangan, sikap, keramah tamahan, integritas, dll, yang kesemuanya
menggambarkan kepemimpinan yang ada dalam organisasi tersebut dan juga menggambarkan
budaya yang ada dalam organisasi. Sehingga dikatakan bahwa melihat kepemimpinan suatu
organisasi itu sama dengan melihat budaya yang ada dalam organisasi tersebut, perumpamaannya
bagaikan dua sisi mata uang yang memiliki nilai yang sama.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi bagian pembahasan pada makalah ini, antara lain:

1. Apa itu kepemimpinan ?

2. Tipe tipe kepemimpinan?

3. Peran Pemimpin dalam Membangun Budaya Organisasi

4. Apa itu budaya Organisasi ?

5. Apa saja Tugas, fungsi dan tanggung jawab kepemimpinan?

6. Apa saja dimensi-dimensi budaya organisasi ?

7. Apa saja Jenis dan Nilai budaya organisasi ?

8. Bagaimana cara mempertahankan budaya ?

1.3 TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya maka tujuan dari penulisan
makalah ini, antara lain:

1. Pengertian kepemimpinan ?
2. Tipe tipe kepemimpinan?

3. Peran Pemimpin dalam Membangun Budaya Organisasi

4. Pengertian budaya Organisasi ?

5. Tugas, fungsi dan tanggung jawab kepemimpinan?

6. Dimensi-dimensi budaya organisasi ?

7. Jenis dan Nilai budaya organisasi ?

8. Bagaimana cara mempertahankan budaya ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan mendapat perhatian dari berbagai ahli, karena gejala ini menunjukkan
peranannya yang seringkali menentukan di dalam hidup bernegara dan bermasyarakat.
Kepemimpinan tidak hanya berarti memimpin terhadap manusia, tetapi juga mempimpin terhadap
perubahan. Seorang pemimpin tidak hanya mempengaruhi bawahan, tetapi juga sebagai sumber
inspirasi dan motivasi bawahannya. Oleh karena itu, pandangan berbagai penapsiran kepemimpinan
semakin beragam dalam perkembangannya.

Terry (dalam Kartono, 1994;49) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas


mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok.
Sedangkan R. Tannenbaum (dalam Harsey dan Balnchard, 1984:9) mengemukakan bahwa
kepemimpinan sebagai pengaruh antarpribadi yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan
melalui proses komunikasi pada pencapaian tujuan tertentu.

Pandangan lain yang dikemukakan oleh Stonner (1989:459) mengemukakan bahwa kepemimpinan
adalah sebagai proses mengarahkan dana mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari
para anggota kelompok. Sedangkan Koontz at.al. (1984:506) memberikan pengertian kepemimpinan
sebagai mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. Definisi yang
hampir sama dengan Koontz, dikemukakan oleh Hosmer (dalam Timpe, 1999:21), yang mengatakan
bahwa pemimpin adalah individu dalam suatu organisasi yang mampu mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain dalam organisasi. Usaha mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam
organisasi bertujuan tercapai usaha kelompok yang terkoordinasi dan terpadu.

Dari berbagai pandangan mengenai kepemimpinan tersebut, maka pemimpin dalam kehidupan
organisasi mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan
dalam kehidupan kelompok. Di samping kedudukannya yang strategis, kepemimpinan mutlak
diperlukan, di mana terjadi interaksi kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan
organisasi.

Dari berbagai definisi kepemimpinan yang telah diuraikan di atas, maka ada beberapa perbedaan dan
persamaan penekanannya. Sebagian menekankan kepada kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan pada situasi tertentu. Sedangkan yang lainnya
menekankan pada bagaimana kemampuan seorang pemimpin mengarahkan orang lain untuk
bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Stogdill (1974:7-16) secara rinci mengemukakan
implikasi dari definisi tersebut yaitu:

1. Kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan kelompok (leadership as a focus of


group processes).

2. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh (leadership as personality


and its effects).

3. Kepemimpinan sebagai suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham (leadership as the
art of induling compliance).

4. Kepemimpinan adalah pelaksana pengaruh (leadership as the exercise of influence).

5. Kepemimpinan adalah tindakan dan perilaku (leadership as act and behavior).

6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi (leadership as a from of


persuation and inspiration).

7. Kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan (leadership as a power


relation).

8. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an instrument of goal


attainment).

9. Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi (leadership as an effect of interaction).

10. Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan (leadership as a differentiated role).

11. Kepemimpinan adalah sebagai inisiasi struktur (leadership as the initiation of structure).

Dari berbagai pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut
pendekatan apapun mempunyai sifat universal dan merupakan gejala sosial.

2.2 Tipe –tipe Kepemimpinan

Daniel Goleman seorang psikolog dan penulis “Emotional Intelegence” menjelaskan dalam
salah satu literaturnya bahwa kepemimpinan dapat dibagi menjadi 6 tipe yaitu :

1. Koersif.

Pemimpin bertipe ini akan meminta sesuatu dikerjakan sesuai dengan yang ia inginkan. Ia tak
mengenal alasan dan tidak mendengarkan orang lain. Baginya, tujuan sudah jelas hingga orang lain
cukup mengerjakan apa yang ia inginkan. Pemimpin tipe ini akan banyak menggunakan kata – kata
“Lakukan apa yang aku minta”, “Laksanakan saja” hingga orang – orang disekitarnya akan merasa
kurang dihargai dan memungkinkan menimbulkan bibit – bibit perpecahan karena banyak orang –
orang yang tidak menyukai tetapi takut akan kekuasaan yang dimiliki sang koersif hingga mereka
hanya bisa berkata “dibelakang”. Para pemimpin koersif akan membuat system reward dan
punishment menjadi tidak berarti. Hasil kerja dianggap sebagai kewajiban yang harus dilakukan.
Sehingga motivasi para pengikut bisa jadi menurun karena kurangnya penghargaan.

Tetapi bukan berarti koersif selalu berimplikasi negative walaupun sebagian besar akan menghasilkan
suasana yang tidak kondusif, kepemimpinan ini dibutuhkan saat organisasi atau lembaga dalam
keadaan krisis sehingga dibutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan jelas tujuannya sehingga
tidak dibutuhkan banyak orang untuk memberikan pendapat. Saat situasi membutuhkan kecepatan
dan satu tindakan tanpa adanya inovasi untuk mengembalikan organisasi kembali “on the Track”
Koersif dibutuhkan dengan kehati – hatian dan pertimbangan matang.

2. Otoritatif.

Bedakan antara otoritatif dalamkepemimpinan dengan kata otoriter. Otoriter akan lebih dekat
kepada tipe koersif, mereka tak ingin dibantah, berbeda dengan otoritatif yang mereka mendapatkan
kekuasaan dengan persetujuan dan kejelasan visi yang ia paparkan. Otoritatif akan menjadikan orang
lain bergerak menuju sebuah visi yang sudah ditentukan dengan bersemangat karena ia akan
memberikan penghargaan yang pantas dan tujuan yang jelas tidak hanya untuk jangka pendek tetapi
juga jangka panjang. Pemimpin tipe ini akan membawa perubahan – perubahan karena mereka
adalah orang – orang yang percaya diri, mereka juga memiliki empati yang besar hingga orang lain
akan merasa nyaman dalam kepemimpinan ini.

Sebagai agen perubahan, tipe otoritatif akan menjadi pemimpin yang efektif saat organisasi
membutuhkan visi baru sesuai perubahan jaman. Mereka akan kesulitan saat krisis karena kadang
saat krisis membutuhkan keputusan yang cepat dan kadang tak “manusiawi”. Otoritatif akan
menjadi bintang saat ia tak menghadapi tim yang “sekaliber” dirinya. Bila ia bergerak dengan sebuah
tim ahli dengan kemampuan sama, maka ia akan merasa kesulitan dan dianggap “Angkuh” karena ia
memandang orang lain tak memiliki pengetahuan yang sama dengannya.

3. Afilitatif

Dalam kalimat Ki Hajar Dewantara, seorang pemimpin memiliki tiga tugas yaitu menjadi Tauladan,
Motivator dan Pemberi jalan bagi pengikutnya. Afilitatif adalah mereka yang berfungsi sebagai
Pemberi Jalan. Ia akan banyak berkerja bersama pengikut/karyawannya. Ia akan banyak memikirkan
mereka dan bagaimana agar mereka bahagia. Ia akan banyak bertukar pikiran dengan orang lain
dalam membahas suatu masalah hingga orang lain akan merasa selalu dilibatkan dan suasana kerja
menjadi kondusif. Ia menjadikan setiap orang merasa penting dan bisa mencurahkan ide – ide tanpa
takut dicemooh atau dihina untuk kemajuan organisasi. Ia membuat orang lain merasa tergantung
pada dirinya karena pemimpin afilitatif bagaikan lilin di tengah kegelapan. Ia menyinari banyak orang
tetapi membakar dirinya.

Pemimpin afilitatif akan sangat terbuka dengan yang terjadi pada dirinya sama halnya dengan ia
terbuka dengan apa yang terjadi pada orang lain. Bagi orang – orang yang tidak mengenalnya dengan
baik akan mengira ia seorang yang lemah dan tidak berkepribadian karena ia selalu ingin orang lain
bahagia. Tugasnya adalah membangun harmoni dan menjadikan hal tersebut sebagai kekuatan
dalam organisasi. Layaknya seorang pelatih dalam kejuaraan dunia, ia akan memperhatikan
pemainnya satu persatu untuk memastikan mereka siap dan pantas menjadi juara sebelum, saat dan
sesudah pertandingan apapun hasilnya.

4. Demokratis

pemimpin dengan tipe ini akan sangat senang melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan,
mendengarkan pendapat mereka, memberikan arahan dan penjelasan akan suatu permasalahan. Ia
membangun rasa percaya, hormat dan tanggung jawab dengan memberikan mereka kesempatan
untuk bicara mengenai solusi dan melaksanakannya saat telah menjadi konsensi bersama. Sehingga
pemimpin mengetahui kekhawatiran dan harapan anggotanya akan sesuatu yang mereka hadapi. Ia
tak menutupi apa yang terjadi agar mereka semua memiliki rasa kebersamaan. Ia tak bertujuan
untuk menyenangkan semua orang tetapi menumbuhkan saling paham bahwa jalan yang mereka
ambil adalah yang terbaik terlepas dari pro kontra selama pertemuan.

Pemimpin demokratis akan berfungsi efektif saat semua anggotanya memiliki pola pemikiran yang
sama tinggi dan setara hingga saat keputusan dicapai mereka dengan rasa tanggung jawab akan
mampu menjalankannya dengan baik, bila kelompok mereka tak setara maka kelemahan yang
dirasakan adalah pertemuan – pertemuan tiada akhir yang tak berujung. Kurangnya ketegasan atau
keberanian untuk mengambil keputusan langsung saat keadaan mulai menghadapi kebuntuan akan
mengakibatkan permasalahan tak kunjung selesai. Sehingga emosi setiap anggota takkan mudah
untuk diarahkan untuk kebersamaan hingga dapat terjadi konflik akibat tak kunjung terlihatnya sinar
terang jalan keluar.

5. Pacesetting.

Tipe kepemimpinan ini menuntut kesempurnaan. Ia akan menetapkan standar yang sangat tinggi dan
mencontohkan kepada anggotanya bagaimana ia bisa melakukannya dengan baik dan meminta
semuanya untuk melakukan hal yang sama. Saat seseorang tak mampu mencapai standar, maka ia
akan mungkin digantikan oleh orang baru. Pemimpin tipe ini akan dengan senang hati mengambil
alih tugas anggotanya yang tak sesuai sehingga rasa percaya dalam kelompok akan sangat rendah
karena ia merasa hanya dia yang mampu mengerjakannya. Para anggota akan merasa tersingkirkan
dan kemudian merasa malas hingga akhirnya ia digantikan. Suasana tertekan akan menjadi tema
dalam lingkungan organisasi dengan pemimpin pacesetting.

Pemimpin jenis ini membutuhkan anggota yang dapat memotivasi dirinya sendiri untuk melangkah
dan mendapatkan standar tinggi yang diharapkan. Dengan demikian organisasi akan bergerak
dinamis dan setiap standar yang ditetapkan akan menjadi sebuah lecutan untuk terus meningkatkan
kemampuan dan pemikiran yang sesuai. Yup, setiap kepemimpinan memiliki cirri dan kesesuaian
dengan situasi yang terjadi saat itu.

6. Coaching.

Pemimpin dengan gaya ini akan menjadi seorang dirigen dalam sebuah okestra. Ia akan meminta
sebuah kesempurnaan dengan cara dan jalan yang ditunjukkan olehnya. Ia membuat orang lain
berkembang karena dengan perkembangan orang lain akan membantunya dalam mengembangkan
organisasi. Gaya coaching akan menggali kemampuan terpendam anggota, membuatnya sadar akan
potensi dan bagaimana caranya untuk mengasah keterampilan tersebut menjadi berkilau dan
berharga untuk didapatkan. Mereka memasukkan visi jangka panjang organisasi dalam benak
anggota, melibatkan mereka tentang bagaimana cara mencapai tujuan tersebut secara individu dan
membantu mereka menemukan kelemahan – kelemahan mereka dan bagaimana memperbaikinya.

2.3 Peran Pemimpin dalam Membangun Budaya Organisasi

Pemimpin tipe ini haruslah memiliki waktu yang luas sehingga penggalian potensi anggota akan
berlangsung dengan maksimal dan pada akhirnya mencapai tujuan yang diharapkan. Menyamakan
persepsi dan merangsang mereka untuk berbuat akan menjadi sebuah pembicaraan yang panjang
dan dilakukan dengan face to face karena bila dilakukan berkelompok akan mengurangi efeknya atau
disesuaikan dengan tujuan yang diinginkan.

Salah satu contoh situasi yang berbeda-beda di mana seorang pemimpin menjalankan perannya,
adalah fase/tahap-tahap sebuah organisasi dalam siklusnya. Peran seorang pemimpin pada saat
organisasi baru dibentuk dan pada saat organisasi sudah mulai “menua”, sangatlah berbeda.
a. Fase Pendirian: Pemimpin sebagai Penggerak Organisasi

Pada masa-masa awal sebuah organisasi berdiri, fungsi seorang pemimpin adalah memberikan
pasokan energi yang dibutuhkan agar sebuah organisasi dapat “lepas landas”. Peran yang sering kali
dianggap paling penting adalah memberikan visi;arah dan tujuan kemana organisasi menuju. Yang
tidak kalah penting adalah sebagai pusat dan pemberi energi bagi seluruh karyawan di kala mencoba
berbagai strategi, menghadapi berbagai kegagalan, dalam upaya membangun sebuah organisasi yang
tangguh. Energi yang kuat datang dari seorang pemimpin yang dapat memberi keyakinan,
membangkitkan motivasi yang pada dasarnya memberi napas bagi seluruh organisasi. Sebagai pusat
penggerak seluruh organisasi.

b. Fase Pembentukan: Pemimpin sebagai Pencipta Budaya

Setelah sebuah organisasi berhasil memiliki SDM yang potensil untuk hidup dan tetap bertahan
hidup, maka seorang pemimpin “menularkan” semangat kewirausahaan, kepercayaan diri dan nilai-
nilai yang dianutnya kepada para bawahannya. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga cara:

Ia hanya merekrut orang-orang yang memiliki nilai-nilai, memiliki visi, dan pola tingkah laku yang
sama dengannya;

Ia mengkomunikasikan, mensosialisasikan, serta melakukan indoktrinasi kepada para bawahannya


tentang nilai-nilai dan cara berpikir dan bertingkah laku yang ia inginkan;

Ia memberikan contoh kepada para bawahannya bagaimana seharusnya berpikir dan bertingkah
laku, sehingga para bawahannya akan menjadikannya tokoh panutan dan menginternalisasi nilai-nilai
yang dianut pemimpinnnya. Di sini terlihat jelas peran seorang pemimpin dalam menciptakan budaya
kerja yang diinginkan. Sifat, kepribadian, dan tingkah laku seorang pemimpin menjadi embrio sebuah
budaya dalam organisasinya. Karenanya, konsistensi antara apa yang dikatakan dan diharapkan
dengan apa yang dilakukan menjadi faktor krusial.

c. Fase Pemeliharaan: Pemimpin sebagai Pemelihara Budaya

Sering kali sebuah organisasi mengalami kegagalan karena lalai mempertahankan competitive edge-
nya. Produk yang cepat usang, nilai tambah yang tidak terus ditingkatkan adalah sebagian contoh
penyebab runtuhnya sebuah organisasi. Budaya organisasi memegang peranan penting di sini.
Sebuah contoh, budaya “inovasi” dan “mengutamakan kebutuhan pelanggan” yang telah berhasil
dibentuk pada masa pembentukan dan pemeliharaan, gagal dipelihara keberadaannya. Apa yang
tercipta dengan baik pada masa muda sebuah organisasi-energi yang besar dan visi yang kuat dari
sang pemimpin-meluntur pada saat organisasi tersebut bertambah usianya. Kegagalan seorang
pemimpin pendiri sering kali terjadi pada masa ini, di mana ia tidak berhasil menciptakan para
pemimpin penerus, yang mampu memelihara budaya organisasi yang telah terbentuk.

d. Fase Perubahan: Pemimpin sebagai Agen Perubahan

Kegagalan sering kali juga terjadi karena para pemimpin tidak dapat beradaptasi dan mengikuti
cepatnya perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Prinsip dan nilai-nilai yang secara kaku diterapkan,
budaya yang solid terbentuk, sering kali justru membawa malapetaka pada saat prinsip, nilai dan
budaya yang dianut sudah tidak sesuai lagi dengan perubahan zaman. Pemimpin pada sebuah
organisasi yang sudah “mature” harus terus-menerus mengevaluasi, apakah nilai dan budaya yang
dianut masih mendukung pada saat perubahan terjadi. Perubahan nilai dan budaya justru harus
dimulai dari sang pemimpin. Pemimpin menjadi orang pertama dan yang paling ingin untuk berubah.
Ia adalah orang yang berdiri di garis paling depan upaya perubahan. Seorang pemimpin perubahan.
2.4 Pengertian Budaya Organisasi

Kebudayaan dalam bahasa inggris adalah “Culture” dalam bahasa Latin adalah “Colere” dan dalam
bahasa Indonesia juga diistilahkan dengan peradaban atau budi yang dalam Bahasa Arab disebut
dengan “Akhlaq”. Di Indonesia kebudayaan secara etimologi berasal dari kata Sansakerta yaitu
“Buddhayah”, bentuk jamak dari kata “Buddhi” (akal) sehingga dikembangkan menjadi budi-daya,
yaitu kemampuan akal budi seseorang atau sekelompok manusia.

Budaya adalah perilaku konvensional masyarakatnya, dan ia mempengaruhi semua tindakan. Budaya
adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga
merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Budaya organisasi adalah satu wujud
anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan
bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.

Budaya merupakan pola asumsi yang diciptakan, atau dikembangkan agar orang dapat menyesuaikan
diri dengan kehidupan organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang sulit
didiagnosis. Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya
organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi
mempengaruhi perilaku kita ditempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang
berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi dalam kaitannya dengan pandangan keluar dan
kemampuan bertahan terhadap perubahan.

Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu
organisasi. Cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua
anggota organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya
sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi (Eliott Jaeques).

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia, dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Disamping itu, Mohammad Hatta memberi definisi kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu
bangsa. Sedangkan Zoetmulder memberi definisi kebudayaan adalah perkembangan terpimpin oleh
manusia budayawan dari kemungkinan-kemungkinan dan tenaga-tenaga alam terutama alam
manusia, sehingga ia merupakan sutau kesatuan yang harmonis.

Budaya organisasi dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai.
Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki
organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling
cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.

Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya
manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan
peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada
tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka
selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda
dengan budaya yang dominan di bagian lainnya.

2.5 Tugas, Fungsi dan Tanggung Jawab Kepemimpinan

 Tugas Kepemimpinan
Tugas kepemimpinan yaitu, melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti yang telah disebutkan
sebelumnya yang terdiri dari: merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi.

Terlaksananya tugas-tugas tersebut tidak dapat dicapai hanya oleh pimpinan seorang diri, tetapi
dengan menggerakan orang-orang yang dipimpinnya. Agar orang-orang yang dipimpin mau bekerja
secara erektif seorang pemimpin di samping harus memiliki inisiatif dan kreatif harus selalu
memperhatikan hubungan manusiawi. Secara lebih terperinci tugas-tugas seorang pemimpin
meliputi: pengambilan keputusan menetapkan sasaran dan menyusun kebijaksanaan,
mengorganisasikan dan menempatkan pekerja, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan baik secara
vertikal (antara bawahan dan atasan) maupun secara horisontal (antar bagian atau unit), serta
memimpin dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan.

 Fungsi kepemimpinan yaitu :

Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat
penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi
kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :

> Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan
fasilitasnya.

> Fungsi sebagai Top Manajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing,
commanding, controling, dsb.

Pengambilan keputusan

Pengembangan imajinasi

Pendelegasian wewenang kepada bawahan

Pengembangan kesetiaan para bawahan

Pemrakarsaan, penggiatan dan pengendalian rencana-rencana

Pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya

Pelaksanaan keputusan dan pemberian dorongan kepada para pelaksana

Pelaksanaan kontrol dan perbaikan kesalahan-kesalahan

Pemberian tanda penghargaan kepada bawahan yang berprestasi

Pertanggungjawaban semua tindakan

Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka kepemimpinan tersebut harus
dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Hadari Nawawi
(1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungn langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan
berada diluar situasi itu Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sosial
keiompok atau organisasinya.

 Tanggung Jawab Kepemimpinan :


Kepemimpinan yang juga merupakan seni dalam mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama
untuk mencapai tujuan, memerlukan tanggung jawab orang yang berfungsi sebagai pemimpin.
Menurut Drs. Hidjirachman Ranupandojo et.AL., dengan mengutip pendapat Robert C. Miljus dalam
buku “Effective Leadership and the motivation of Human Resources” (1992:152) mengatakan bahwa
tanggung jawab para pemimpin adalah sebagai berikut :

 Menentukan tujuan pelaksanaan kerja realitas (dalam artian kuantitas, kualitas, keamanan
dan sebagainya)

 Melengkapai para karyawan dengan sumber-sumber dana yang diperlukan untuk


menjalankan tugasnya.

 Mengkomunikasikan pada karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka.

 Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.

 Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang partisipasi apabila


memungkunkan.

 Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif.

 Menilai pelaksanaan pekerjaan yang menkomunikasikan hasilnya.

 Menunjukan perhatian pada karyawan.

2.6 Dimensi Budaya Organisasi

Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ini mempengaruhi perilaku yang
mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidaksepakatan atau bahkan konflik. Gibson (1996)
menyebutkan 7 dimensi budaya, yaitu hubungan manusia dengan alam, individualisme versus
kolektivisme, orientasi waktu, orientasi aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.

Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi, menurut


Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya
organisasi, yaitu:

1. Inovasi dan pengambilan resiko sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan
berani mengambil resiko.

2. Perhatian ke hal yang rinci sejauh mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan
kecermatan, anaisis dan perhatian kepada rincian.

3. Orientasi hasil sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mendapatkan hasil itu.

4. Orientasi orang sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil dari orang-
orang di dalam organisasi itu.

5. Orientasi tim sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya
individu-individu.

6. Keagresifan sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai.
7. Kemantapan sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankanya status quo
sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.

Berbagai pola asumsi dasar yang telah dipelajari kelompok dalam memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi (masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal) kepada anggota/generasi baru
sebagai arah yang benar untuk menduga, berfikir dan merasa dalam menghadapi masalah itu. Hal ini
penting dilakukan agar organisasi (perusahaan) dapat terus berjalan sebagaimana yang diharapkan.

2. 7 Jenis dan Nilai Budaya Organisasi

v Jenis budaya organisasi

1. Berdasarkan Proses informasi

Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi budaya
organisasi berdasarkan proses informasi sebagai berikut

a. Budaya Rasional

Dalam budaya ini, proses informasi individual (kalrifikasi sasaran pertimbangan logika, perangkat
pengarahan) diasumsikan sebagai sarana abagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi,
produktifitas dan keuntungan atau dampak).

b. Budaya Ideologis

Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat dan
inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan revitalisasi (dukungan datri luar, perolehan sumber
daya dan pertumbuhan).

c. Budaya Konsensus

Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipatif dan konsensus) diasumsikan
untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim, moral dan kerjasama kelompok).

d. Budaya Hierarkis

Dalam budaya ini, pemro sesan informasi formal (dokumetasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan
sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol dan koordinasi).

2. Berdasarkan Tujuan

Talidzuduhu Ndraha membagi budaya organisasi berdasarkan tujuannya, yaitu:

a. Budaya organisasi Perusahaan

b. Budaya organisasi Publik

c. Budaya organisasi Sosial

v Nilai-Nilai Budaya Organisasi

Nilai-nilai dan dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya organisasi. Keduanya juga
memainkan peranan penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki lima komponen
kunci, Nilai (1) adalah konsep kepercayaan, (2) mengenai perilaku yang dihendaki, (3) keadaan yang
amat penting, (4) pedoman menyeleksi atau mengevaluasi kejadian dan perilaku, (5) urut dari yang
relative penting.

Saskhein dan Kisher (dalam buku Jeny Eoh, 2001) mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri
dari dua komponen, yaitu:

1. Nilai (value), yaitu sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi untuk mengetahui apa yang
benar dan apa yang salah.

2. Keyakinan (belief), yaitu sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam organisasi.

Sedangkan Davis (dalam buku Jeny Eoh, 2001) mengemukakan bahwa dalam budaya perusahaan
terdapat dua macam keyakinan, yaitu

1. Keyakinan bimbingan (guiding belief), yaitu menentukan visi, misi dan nilai-nilai dasar
organisasi.

2. Keyakianan harian, yaitu mencirikan cara kegiatan dalam organisasi harus dilakukan: cara
berkomunikasi, pengambilan keputusan dan cara kotrol dilakukan.

Perubahan dari budaya nasional yang menjadi yang lainnya mengakibatkan banyak perubahan pada
sikap seseorang dan gaya hidupnya. Organisasi budaya dapat disebut sebagai lingkungan psikologis
mental atau harapan kognitif yang membimbing sikap.

Kepemimpinannya dipandu dengan enam prinsip, yaitu:

a. Jangan hanya memberi perintah, tapi komunikasikan.

b. Pemimpin harus mendengar tanpa prasangka.

c. Mempraktekkan disiplin tanpa formalitas.

d. Kapten yang terbaik memberi tanggung jawab bukan perintah.

e. Crew yang berhasil tampil dengan taat.

f. Perubahan yang benar harus permanen.

Beberapa ahli berdebat bahwa budaya kerja sama yang jelas dan kuat menjadi kunci kelangsungan
organisasi dan sukses.

2.8 Mempertahankan Budaya Organisasi

Robbins mengatakan bahwa budaya organisasi itu tidak muncul dari ruang yang hamppa atau dari
langit. Jadi ada suatu kekuatan yang mempenagruhi terciptanya suatu budaya organisasi. Asal mula
budaya organisasi di sini pendiri membangun nilai tertentu di organisasinya, kemudian
dikembangkan dan dipakai sebagai rujukan oleh anggota organisasi.

Robbins mencatat bahwa ada tiga kekuatan yang berperan dalam mempertahankan suatu budaya,
sebagai berikut:

1. Praktik seleksi, dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan dipekerjakan sangat
dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan tentang seberapa baiknya kandidat akan
cocok dengan organisasi akan sangat berpengaruh terhadap upaya pelestarian budaya
organisasi.
2. Manajemen puncak, melalui keteladanannya dalam berperilaku dalam menegakkan norna-
norma yang ada akan menentukan tetap tegaknya budaya yang telah disepakati.

3. Sosialisasi, yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu.
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra kedatangan, suatu kurun waktu
pembelajaran yang dilakukan sebelum seseorang karyawan baru bergabung secara resmi
dengan organisasi.

Sosialisasi kemudian dilakukan pada tahap perjumpaan, tahap dalam mana pegawai baru
menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan
dan kenyataan dapat berbeda. Tahap sosialisasi selanjutnya adalah apa yang disebut dengan tahap
metamorfosis, suatu tahap dalam proses sosialisasi dimana para pegawai baru menyesuaikan diri
pada nilai dan norma kelompok kerjanya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya
manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan
peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada
tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka
selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda
dengan budaya yang dominan di bagian lainnya.

Ditingkat berikutnya, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai. Ditingkatan yang
paling dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
organisasi. Asumsi dasar ini biasanya mendasari kepercayaan dan niali-nilai anggota organisasi.

3.2 Saran

Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki
organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling
cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.

Setiap pemimpin ditandai dengan adanya pengikut. Setiap pemimpin membutuhkan tanggung jawab
dan setiap pemimpin haruslah mengambil keputusan. Saat kita berfikir untuk diri sendiri pun, kita
menjadi pemimpin untuk diri kita sendiri. Kenali dengan baik tipe anda dan berlarilah dimana
bendera finish berkibar.jangan bertanding pada permainan yang dirimu sendiri tak tahu bagaimana
memainkannya.Jangan meminta sesuatu pada orang lain yang kita sendiri tak mampu melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://aroxx.blogspot.co.id/2013/10/dimensi-budaya-organisasi.html

https://dansite.wordpress.com/2011/03/22/hubungan-antara-kepemimpinan-dengan-budaya-
organisasi/

http://imeldablogadress.blogspot.co.id/2016/01/kepemimpinan-dan-budaya-organisasi.html

http://makalahpsikologi.blogspot.co.id/2010/07/nilai-nilai-budaya-organisasi.html

http://www.geocities.ws/endang.komara/Pemimpin_dan_Pembentukan_Budaya_Organisasi.htm

Anda mungkin juga menyukai