18/433009/PFI/00438
Aizid (2012: 22) berpendapat bahwa nenek moyang kita percaya bahwa roh
leluhur yang sudah mati merupakan pelindung dalam kehidupan. Mereka juga
beranggapan bahwa roh-roh itu masih tinggal di gunung-gunung, pohon-pohon
besar, dan sebagainya. Lebih kurang 1.500 SM, nenek moyang melakukan
upacara yang ada hubungannya dengan kepercayaan penyembahan roh nenek
moyang yang telah mati, yang kemudian lebih dikenal sebagai bayangan roh
nenek moyang. Orang-orang kemudian meniru bayang-bayang tersebut melalui
bentuk yang kita sebut sebagai wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya
Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah
ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi.
Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis
toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di
Ensiklopedia Indonesia halaman 987 (Pratamayoga, 2018).
Pendapat kedua menyebutkan bahwa ada dugaan wayang berasal dari India,
yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Penganut keyakinan ini
sebagian besar adalah sarjana Inggris, negara Eropa yang pernah menjajah India.
Namun sejak tahun 1950-an, buku-buku pewayangan seolah sudah sepakat bahwa
wayang memang berasal dari Pula Jasa dan sama sekali tidak diimpor dari negara
lain (Aizid, 2012: 23).
Ada pula peneliti dan penulis buku lainnya yang menyatakan bahwa wayang
berasal dari Cina. Dalam buku Chineesche Brauche und Spiele in Europa, Prof.
G. Schlegel menuliskan bahwa dalam kebudayaan Cina Kuno terdapat pagelaran
semacam wayang. Menurutnya pada pemerintahan Kaisar Wu Ti, sekitar tahun
140 sebelum Masehi, ada pertunjukan bayang-bayang semacam wayang di Cina.
Pertunjukan ini kemudian menyebar ke India. Dari India kemudia dibawa ke
Indonesia. Untuk memperkuat hal ini, dalam majalah Koloniale Studien, seorang
penulis mengemukakan adanya persamaan kata antara bahasa Cina Wa-yaah
(Hokian), Wo-yong (Kanton), dan Woying (Mandarin), yang berarti pertunjukan
bayang-bayang, yang sama dengan wayang dalam bahasa Jawa (Aizid, 2012: 28-
29).
Referensi: