Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN STUDI LAPANGAN

FORENSIK BANGUNAN GEDUNG

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK B

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL BANGUNAN GEDUNG D4

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu proses perencanaan sudah sewajarnya seorang perencana bangunan

infrastruktur hendaknya mempertimbangkan salah satu aspek pada tahap

pasca konstruksi yaitu aspek pemeliharaan. Kenyamanan bagi penghuninya

merupakan persyaratan harus dipenuhi selama bangunan infrastruktur

difungsikan. Tingkat kemudahan pemeliharaan sebuah bangunan infrastruktur

secara signifikan akan mempengaruhi besarnya biaya pemeliharaan setiap

tahunnya.

Forensic engineering merupakan suatu metode yang digunakan untuk

mengungkapkan suatu fakta yang berkaitan dengan kecelakaan, kejahatan,

kejadian bencana dan/atau berbagai jenis kegagalan yang berkaitan dengan

suatu bangunan yang dilakukan dengan cara merekayasa balik. (Agung,

2002)

Kegagalan konstruksi merupakan kegagalan yang bersifat teknis dan non

teknis. Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan

konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana

disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan

sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. Dalam suatu

pekerjaan konstruksi terdapat banyak pihak yang tergabung di dalamnya baik

pemilik proyek, kontraktor, pengawas dan lain-lain. Sumber kegagalan

konstruksi seringkali dipengaruhi oleh faktor alam dan perilaku manusia.


Faktor alam dapat dicontohkan seperti gempa bumi, longsor dan banjir.

(Reski, 2016)

Jakarta (secara resmi bernama Daerah Khusus Ibukota Jakarta/DKI

Jakarta) adalah ibu kota Indonesia dan sekaligus daerah otonom setingkat

provinsi. Jakarta memiliki lima kota administrasi dan satu kabupaten

administrasi. Sementara menurut pengertian secara umum, Jakarta merupakan

kota metropolitan. Jakarta terletak di pesisir bagian barat laut Pulau Jawa.

Dahulu pernah dikenal sebagai Sunda Kelapa, Jayakarta, dan Batavia. Jakarta

juga mempunyai julukan The Big Durian karena dianggap kota yang

sebanding dengan New York City (Big Apple).

Jakarta memiliki luas sekitar 664,01 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan

penduduk berjumlah 11.240.000 jiwa pada tahun 2023. [3] Sebagai pusat bisnis,

politik, dan kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor

pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi

tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat

ASEAN. Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yaitu Bandara Soekarno–

Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta tiga pelabuhan laut, yaitu

Tanjung Priok, Sunda Kelapa, dan Ancol.

Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk

Jakarta. Seluruh wilayah Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian

rata-rata 8 meter dpl dengan titik tertinggi Jakarta adalah 91 meter dpl berada

di Kawasan Buperta Cibubur, Cipayung, Jakarta Timur yang merupakan ujung

terendah dari formasi dataran Jonggol-Jatiluhur. Sementara titik terendahnya

yaitu -1 meter dpl dengan lokasi di wilayah Muara Baru dan Pluit, Jakarta
Utara di mana daerah tersebut mengalami fenomena penurunan tanah sejak

lama.[51] Karena berada di dataran rendah, mengakibatkan banyak dari wilayah

Jakarta sering dilanda banjir, terlebih sebelah selatan Jakarta merupakan

daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai

yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah

Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan

Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan

dengan provinsi Banten.

Sehubungan dengan hal tersebut maka kami melalukan kunjungan

lapangan atau Study Lapangan Pada Kota Metropolitan Jakarta yang memiliki

Pembangunan-pembangunan yaang sangat maju. Study Lapangan merupakan

salah satu bagian dari kegiatan yang berhubungan dengan akademik dan

mendukung proses belajar mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Bangunan

Gedung D4, Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas

Teknik Universitas Negeri Makassar. Kegiatan ini dimaksudkan agar

mahasiswa tidak hanya mendapat pengajaran dari kampus saja tetapi juga

mengetahui dunia kerja yang akan mereka tempuh dan perlu mendapatkan

pengalaman di luar kampus sebagai penyempurnaanya. Pelaksanaan

pendidikan di dalam kampus dititikberatkan pada pengembangan kreativitas,

pembekalan dasar keahlian dan pengembangan wawasan keilmuan akademik.

Selain belajar dikampus mahasiswa juga dapat belajar di lapangan.


Gelora Bung Karno

Stadion Gelora Bung Karno terletak di pusat poros utama yang

menghubungkan delapan stadion dan sarana pendukung lainnya. Bangunan

stadion ini juga salah satu kompleks olahraga yang ada di Jakarta

yang dibangun oleh arsitek dari Uni Soviet dan tidak lepas dari kontribusi pak

Soekarno dalam keterlibatannya merencanakan stadion Utama Gelora Bung

Karno yaitu dalam menggagas konsep atap melingkar. Pada bagian atap

menggunakankonstruksi sistem temu gelang bidang atap selebar 65meter yang

memutar hingga bertemu satu sama lain. Stadionini dibangun sangat megah

dengan skala yang superlatif sehingga mampu menampung kapasitas

penonton kuranglebih 100.000 penonton dan bangunan ini menjadi

kebanggaan masyarakat indonesia karena sering dijadikan tuanrumah untuk

tim sepak bola Garuda Indonesia ketika bertanding dengan tim negara lain,

bahkan sering digunakandalam penyelenggaraan event perlombaan besar

seperti Asian Games dan kegiatan lainnya. Tidak heran stadion inimenjadi

ikonik kota Jakarta karena selalu ramai dikunjungi dan mudah dikenal.

Gambar 1. 1 Tampak Atas Stadion Utama GBK


Monas (Monumen Nasional)

Tugu Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau

Tugu Monas adalah merupakan monumen peringatan setinggi 132 meter yang

didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia

untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Monumen Nasional mulai dibangun pada masa pemerintahan presiden

Sukarno pada 17 Agustus 1961. Kemudian, Monas mulai dibuka untuk umum

pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu Monas memiliki lidah api berlapis emas yang

melambangkan semangat perjuangan bangsa Indonesia yang menyalnyala.

Monumen Nasional terletak di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta

Pusat. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan

perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar

terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan

mendatang.

Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama,

kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi

pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara

seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton

digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan

untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi

rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai

pada bulanOktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya

rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung

pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September

1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir
berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada

museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja

terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen

secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12

Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto. Lokasi pembangunan

monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas

mengalami lima kali penggantian nama yaituLapangan Gambir, Lapangan

Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di

sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan

terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi

pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan

melakukan berbagai aktivitas dalam taman.

gambar 1. 2 Tampak Depan Monas


1.2. Tujuan

1. Memberikan Pengalaman Kepada Mahasiswa Terhadap Struktur

Bangunan Stadion sepak bola dan monumen nasional .

2. Menambah pengetahuan yang selama ini hanya di dapatkan di

perkuliahan

3. Observasi dan pengamatan langsung terhadap struktur Bangunan

tersebut.

1.3. Manfaat

Manfaat yang didapatkan melalui kegiatan study lapangan ini

adalah bertambahnya informasi dan pengetahuan mahasiswa mengenai

bangunan gedung dan strukturnya lewat visualisasi langsung.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Dasar Teori

1. Bangunan Bertingkat

Bangunan bertingkat adalah bangunan yang mempunyai lebih dari satu

lantai secara vertikal. Bangunan bertingkat ini dibangun berdasarkan

keterbatasan tanah yang mahal di perkotaan dan tingginya tingkat permintaan

ruang untuk berbagai macam kegiatan. Semakin banyak jumlah lantai yang

dibangun akan meningkatkan efisiensi lahan perkotaan sehingga daya

tampung suatu kota dapat ditingkatkan, namun di lain sisi juga diperlukan

tingkat perencanaan dan perancangan yang semakin rumit, yang harus

melibatkan berbagai disiplin bidang tertentu.

Bangunan bertingkat pada umumnya dibagi menjadi dua, bangunan

bertingkat rendah dan bangunan bertingkat tinggi. Pembagian ini dibedakan

berdasarkan persyaratan teknis struktur bangunan. Bangunan dengan

ketinggian di atas 40 meter digolongkan ke dalam bangunan tinggi karena

perhitungan strukturnya lebih kompleks. Berdasarkan jumlah lantai, bangunan

bertingkat digolongkan menjadi bangunan bertingkat rendah (2 – 4 lantai) dan

bangunan berlantai banyak (5 – 10 lantai) dan bangunan pencakar langit.

Pembagian ini disamping didasarkan pada sistem struktur juga persyaratan

sistem lain yang harus dipenuhi dalam bangunan.

Aspek struktur adalah aspek yang membahas kekuatan dan stabilitas

bangunan. Struktur meliputi pemilihan jenis sistem struktur dan

konfigurasinya, serta bagaimana sistem ini dapat membentuk ruang, karena di

dalam bangunan gedung struktur bertugas mewadahi fungsi ruang. Sistem


struktur dalam pembahasan ini dibagi menjadi bagian-bagian lebih kecil yang

disebut dengan elemen struktur misal; elemen rangka atap, rangka utama, dan

pondasi. Seluruh bagian atau elemen dari berbagai sistem struktur akan

mempunyai tanggung jawab utama sebagai pemikul beban bangunan. Karena

fungsinya tersebut, sistem struktur tidak dapat dihilangkan namun dapat

digantikan satu jenis struktur dengan struktur yang lain. Ketersediaan ragam

struktur dan elemennya serta kemungkinan pemilihannya adalah bahasan

pokok dalam perancangan struktur. Apapun pilihan yang diajukan akan selalu

benar jika sesuai dengan maksud-maksud atau aspek-aspek lain dalam

bangunan. (Direktori UPI, n.d.)

2. Forensik Bangunan

Suatu bangunan dapat dikatakan layak untuk dihuni apabila bangunan

tersebut telah memenuhi syarat keandalan. Bangunan dinyatakan memiliki ke-

andalan ketika bangunan tersebut mampu untuk mewadahi setiap aktivitas

penghuni berdasarkan fungsi bangunannya, sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang mencakup tentang

keselamatan, kemudahan, kenyamanan, keselamatan, kesehatan dan

persyaratan khusus.

Penyelenggaraan suatu konstruksi dalam pendirian bangunan, terkadang

terdapat hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti kegagalan bangunan

sehingga mengakibatkan kerugian, terutama kerugian secara finansial yang

harus di-tanggung oleh para pihak, seperti bangunan yang tidak dapat

berfungsi sebagai-mana yang telah diperjanjikan karena adanya kerusakan.

Alat forensik beton pertama di dunia ini diberi nama Fire Forensic

Investigation of Structure (F2IS). Alat ini membantu mengevaluasi tingkat


kerusakan pada beton akibat kebakaran. Data tersebut dapat digunakan untuk

mengambil keputusan melakukan perbaikan atau pembongkaran beton.

Kegagalan bangunan bisa terjadi karena faktor teknis dan non-teknis.

Faktor teknis terjadi karena adanya penyimpangan pada spesifikasi yang tidak

sesuai seperti kesepekatan pada kontrak, sedangkan pada faktor non-teknis

bisa terjadi karena proses pra kontrak, tidak kompetennya badan usaha

dan/atau tenaga kerja, serta tidak profesionalnya tata kelola manajerial di

antara para pihak yang terlibat dalam konstruksi. Untuk mengetahui siapakah

yang bertanggungjawab atas kegagalan bangunan tersebut maka diperlukanlah

seorang ahli, yang sesuai dengan ke-ilmuannya benar-benar mampu di

bidangnya secara independen dapat membantu dan mengambil keputusan

dalam terjadinya kegagalan bangunan yang dikenal dengan forensic

engineering. (KAMALUDDIN, 2020).

Rekayasa forensik melibatkan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa untuk

menyelidiki kerusakan atau kegagalan struktur. Tujuan utamanya adalah

menjawab pertanyaan-pertanyaan penting seperti apa kerusakannya, seberapa

parah kerusakannya, kapan terjadinya, dan mengapa kegagalan itu terjadi.

Pendekatan analisis multi-level diperlukan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan tersebut. Selain itu, rekayasa forensik juga berperan dalam

mencegah masalah serupa terjadi di masa depan pada gedung dan

infrastruktur.

Kerusakan pada struktur beton pada usia dini dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. Pertama, kelemahan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi,

seperti ketidakcukupan pemadatan beton dan penempatan tulangan yang tidak

tepat, dapat menyebabkan korosi dini pada tulangan baja. Iklim juga
memainkan peran penting, karena paparan yang berkepanjangan terhadap

polusi, hujan asam, dan fluktuasi kelembaban dapat merusak beton dan

menyebabkan retakan permukaan. Jumlah semen yang tidak memadai dan

perbandingan air-semen yang berlebihan selama proses pencampuran dapat

melemahkan matriks beton, mengurangi daya tahan beton. Ketebalan penutup

beton yang tidak memadai untuk tulangan, yang sering terjadi akibat

penempatan dan pembengkokan yang tidak benar, dapat menyebabkan

karbonasi dan korosi dini. Beton yang berpori atau tidak terkompaksi dengan

baik, ditandai dengan pemadatan yang tidak memadai, merupakan kelemahan

utama yang memengaruhi integritas struktural kolom, dinding, balok, dan

pelat. (Sumartini & Tandedi, 2023).

Dari kejadian- kejadian fenomena alam seperti gempa mengakibatkan

kerugian baik asset kepemilikan pribadi, swasta ataupun pemerintah yang

sangat besar sekali. Maka untuk menyelamatkan asset-aset tersebut diperlukan

seorang ahli teknik yang benar-benar independen untuk dapat membantu dan

mengambil keputusan untuk menghadapi bencana, dan yang benar-benar

menguasai dalam bidangnya yang dikenal sebagai Forensic Engineering.

Forensic Engineering adalah seseorang atau team yang harus sesuai dengan

bidangnya seperti teknik struktur, teknik geoteknik, teknik hidro, teknik

transportasi dan lain sebagainya yang mampu memberikan saran-saran

perbaikan. Forensic Engineering melakukan investigasi untuk menentukan

apa yang menyebabkan kerusakan pada struktur suatu konstruksi bangunan.


Adapun tahapan-tahapan dari melaksanakan kegiatan forensik & penilaian

bangunan adalah sebagai berikut:

1.1. Tahapan Pelaksanaan

Tahapan yang digunakan dalam Evaluasi Kinerja Bangunan terdiri dari

beberapa tahapan pendekatan umum dalam pelaksanaannya, adalah

sebagai berikut:

 Memahami bangunan yang akan dievaluasi: Memahami desain awal

bangunan dan spesifikasi teknik kinerja untuk sistem bangunan,

termasuk pengarahan dari tim fasilitasi;

 Persiapan penelusuran bangunan: Penelusuran merupakan sebuah

peluang untuk melihat bangunan yang sedang digunakan oleh

penghuni;

 Pengembangan strategi Evaluasi Kinerja Bangunan: Menggunakan

hasil dari tahap satu dan dua tersebut diatas untuk membantu uraian

strategi spesifikasi bangunan, termasuk evaluasi yang dilakukan dan

kebutuhan masukan data;

 Pemantauan dan koleksi data: Pada tahap ini termasuk: pembacaan

meter untuk penggunaan energi dan air, data kinerja lingkungan

(temperatur, kelembaban relatif, tingkat suara, tingkat polusi,

kecepatan aliran udara), umpan balik kenyamanan penghuni dari

kelompok pengguna bangunan yang berbeda, umpan balik pengelolaan

dan desain, pengecekan lokasi dan investigasi;

 Menafsirkan dan melaporkan data yang telah dikoleksi: Pada tahapan

ini tergantung pada hasil koleksi data secara alami, seperti: data
konsumsi energi sebagai bagian dari audit energi dan dapat dibangun

hirarki penggunaan energi;

 Mengoptimalkan kinerja bangunan: Keberhasilan dari evaluasi kinerja

bangunan harus menghasilkan perubahan untuk memperbaika area

bangunan yang memiliki kinerja buruk atau kurang, seperti:

mengurangi konsumsi energi melalui pemograman ulang sistem

pengendalian. Hal ini boleh termasuk dalam elemen komisi ulang;

 Pemantauan ulang (jika telah sesuai): Untuk setiap perubahan pada

sistem dari tahap keenam, tingkat kinerja baru harus di verifikasi

dengan pemantauan lebih lanjut;

 Umpan balik kepada tim desain: Pada tahap akhir ini, menyajikan

umpan balik untuk tim desain sehingga pelajaran dari hasil studi dapat

dimasukan kedalam pekerjaan desain yang akan datang.

1.2. Perangkat dan Teknik Pelaksanaan

Perangkat dan teknik pelaksanaan dapat mengikuti beberapa opsi yang

diadopsi untuk ketersediaan waktu dan biaya sesuai dengan jenis

bangunan, adalah sebagai berikut:

 Penelusuran: Penelusuran oleh seorang evaluator dan mengunjungi

bangunan yang sementara sedang dihuni untuk mengulas bagaimana

sebuah bangunan dapat merespon secara singkat;

 Audit Energi: Audit energi dimaksudkan untuk menentukan berapa

banyak dan bagaimana energi yang sedang digunakan pada sebuah

bangunan. Audit tersebut dilakukan menurut kententuan yang berlaku,

dan termasuk didalamnya pembacaan meteran di seluruh bangunan

termasuk tingkat sub-meternya.


 Detail Profil Energi: Profil energi merupakan hasil sebuah analisis

energi secara detail selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih.

Tujuannya adalah ditampilkan bagaimana dan kapan energi digunakan

oleh sistem bangunan, perangkat dan hasil secara langsung dari

aktifitas pengguna bangunan;

 Analisis Forensik: Analisis forensik melibatkan pemeriksaan data atau

informasi tentang sebuah sistem yang tidak memiliki kinerja dan

identifikasi alasan dari kinerja buruk pada sebuah bangunan;

 Tempat Pengukuran: Tempat pengukuran melibatkan pengamatan dari

beberapa kualitas fisik bangunan, seperti: suhu, kelembaban, aliran

udara, atau penggunaan energi, di lokasi yang cukup representatif;

 Survei Penghuni: Survey penghuni digunakan untuk menemukan

bahwa penghuni memikirkan tentang kinerja dari bangunan yang

mereka gunakan.

3. Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan salah satu bentuk pembelajaran outdoor dimana

terjadi kegiatan observasi untuk mengungkap fakta–fakta guna memperoleh

data langsung di lapangan. Selain itu, dapat memberikan deskripsi, eksplanasi,

prediksi, inovasi dan juga pengembangan pendidikan. Mahasiswa seharusnya

memiliki pengetahuan, pengalaman lapangan, kemampuan dan memiliki

komitmen yang tinggi dalam segala hal yang menyangkut kehidupan sosial

masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu mendapat bimbingan mengenai

penelitian atau studi lapangan yang memberikan dasar “teori” yang tidak

hanya cara (metode) penelitian saja, namun terjun langsung kelapangan untuk

mempraktikkan sebuah teori di tengah kehidupan masyarakat.


Studi Lapangan (Field Trip) adalah pengumpulan data secara langsung ke

lapangan dengan mempergunakan teknik pengumpulan data seperti observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Pengertian studi lapangan yaitu, “studi

lapangan pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara

specifik dan realitas tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat ditengah-

tengah kehidupan masyarakat. (Ahmad & Laha, 2020).

Tujuan dilaksanakannya Studi Lapangan (Field Trip) ini agar terjadi

distribusi informasi maupun pengalaman dari pihak yang sudah lebih mampu

atau berkompeten kepada peserta kunjungan studi, sehingga kemampuan dan

pola pikir peserta didik yang mengikuti kunjungan studi lebih meningkat. Ini

dapat dilihat dari peningkatan kompetensi peserta didik dari sebelum

mengikuti kunjungan studi dibandingkan dengan setelah mengikuti kunjungan

studi. Namun kegiatan belajar dengan field Trip ini tidak akan dapat terlaksana

jika tidak didukung oleh semua pihak terkait. (Syardiansah, 2018).

Studi Lapangan menerapkan prinsip-prinsip pengajaran modern yang

mana memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran. Mahasiswa dapat

berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para instruktur

maupun dosen pembimbing serta mengalami dan menghayati langsung apa

yang dilakukan, memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman

yang terintegrasi dan terpadu, serta membuat materi yang dipelajari di

universitas menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada

di masyarakat, serta tentunya juga dapat lebih merangsang kreativitas

mahasiswa.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Study Lapangan ini dilaksanakan di DKI Jakarta


Tanggal : 6&10 Juni 2023
Lokasi : Stadion Utama Gelora Bung karno Dan Monas
Koordinat : 6°13′7″S 106°48′9″E(GBK) & 106.827194 (MONAS)

3.2 Alat

Alat alat yang digunakan dalam kegiatan Study Lapangan:


a. Rompi
b. ATK

Kegiatan uji forensik bangunan pada gedung Gelora Bung Karno dan Monas
Tidak di Lakukan karena tidak adanya izin oleh pihak manajemen gedung
tersebut.

3.3 Metode Yang di gunakan

Metode yang kami gunakan untuk mencari informasi sebagai bahan


pembuatan laporan hasil Study Lapangan adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data dimana
penelitian atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang
mereka saksikan selama penelitian. Kami melakukan pengamatan
terhadap Gedung yang kami teliti secara langsung di lapangan.
b. Wawancara
Wawancara atau temu duga adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan
untuk memperoleh informasi. Bentuk informasi yang diperoleh
dinyatakan dalam tulisan, atau direkam secara audio, visual, atau audio
visual.
c. Diskusi
Diskusi adalah pertukaran pikiran, gagasan dan pendapat antara dua orang
atau lebih. Yang bertujuan untuk mencari kesepakatan pendapat. Kami
melakukan diskusi terkait cara perawatan bangunan pasca gempa dan
penjagaan terhadap bangunan.
d. Metode Online
Kami mencari data yang berhubungan dengan Gedung yang kami teliti
melaui media internet.
BAB VI PEMBAHASAN

4.1 Stadion Utama Gelora Bung Karno

Stadion Utama Gelora Bung Karno merupakan titik pertemuan

dari delapan poros utama yang menghubungkan berbagai stadion dan

sarana pendukung lain yang berada di kompleks Gelora Bung Karno.

Sejak awal Stadion Utama GBK telah diproyeksikan untuk memuat lebih

dari 100 ribu penonton di bawah naungan atap. Untuk itu, bangku

penonton dibuat menggunakan dipan kayu jati, jenis kayu yang amat baik,

hingga mampu menampung 102 ribu orang pada akhirnya. Selain itu,

untuk menjadikannya berbeda dari stadion lain di dunia, konstruksi atap

bangunan Stadion Utama GBK menggunakan sistem temu-gelang: bidang

atap selebar 65 meter memutar hingga bertemu satu sama lain membentuk

lingkaran raksasa serupa gelang.

Gambar 4. 1 Stadion Utama Gelora bung Karno


Gambar 4. 2 Foto sebelum observasi di Gelora bung Karno

Gambar 4.3 Tampak depan struktur Gelora Bung Karno


Bangunan Stadion Utama GBK berbentuk lingkaran, berlantai 5 dengan

lapangan bola dan jalur olahraga lari berbentuk track. Terdapat 3 jalur

masuk utama dan 12 pintu masuk yang ditandai dengan angka romawi dan

masing-masing pintu dibagi menjadi 2 sektor.

 Lantai 1 berupa lapangan utama dan perkantoran serta ruang-ruang

atlit.

 Lantai 2 hingga 5 berupa podium penonton.


 Podium VIP terdapat dilantai 2.

 Lantai 2 dan 3 dikenal sebagai Tribun Bawah.

 Lantai 4 dan 5 disebut tribun atas.


4.1.1 Lokasi

Bangunan stadion yang berada dalam Kompleks Gelora “Bung

Karno”, merupakan kawasan hijau yang berada di kawasan zona cagar

budaya Kompleks Gelora “Bung Karno”, Senayan Jakarta Selatan.

Bangunan berupa stadion ini berada di tengah-tengah kompleks pusat

kegiatan olahraga, kawasan Senayan, Jakarta Selatan.

Gambar 4. 3 Lokasi Gelora Bung Karno

4.1.2 Kondisi Bekisting

Gedung olahraga Stadion Utama Gelora Bung Karno memiliki luas

lapangan bola sebesar 7350 m², luasan lantai satu sebesar 31548 m²,

luasan lantai dua sebesar 19498 m², luasan lantai tiga sebesar 14362 m²,

luasan lantai empat sebesar 11353 m², luasan lantai lima sebesar 4691.2

m², dan luas lahan taman sebesar 7376 m².


4.1.3 Signifikasi Komponen Bangunan

Berikut Tabel signifikansi untuk bangunan cagar budaya secara umum :

Table 1 signifikansi untuk bangunan cagar budaya secara umum

klasifikasi Deskripsi
Istimewa Komponen ini memiliki kategori
istimewa yang luar biasa adalah
barang langka atau luar biasa yang
memiliki tingkat tertinggi berdasarkan
material asli dan keutuhan atau
merupakan bagian integral untuk
memahami properti secara
keseluruhan. Kehilangan komponen
ini akan memiliki dampak serius dan
negatif pada signifikansi warisan
properti secara keseluruhan.
Kehilangan ini akan tidak dapat
tergantikan. Pemugaran komponen ini
bertujuan mempertahankan
karakteristik utama yang membuat
properti menjadi menarik dan unik.

Penting
Item dalam kategori ini memiliki
tingkat penting berdasarkan materi
aslinya dan menunjukkan elemen
pentingnya, dengan tingkat perubahan
yang tidak terlalu mengurangi dari
makna itu. Komponen ini penting
untuk memahami tempat secara
keseluruhan. Kehilangan komponen
ini akan memiliki dampak negatif
pada signifikansi warisan properti
secara keseluruhan. Pemugaran
komponen ini bertujuan
mempertahankan karakteristik penting
yang penting bagi pentingnya properti.

sedang Material, bangunan atau elemen yang


memiliki peringkat signifikansi sedang
umumnya telah diubah atau
dimodifikasi elemen atau unsur-
unsurnya, tetapi memberikan
kontribusi kepada karakter
keseluruhan dan pentingnya properti.
Kehilangan komponennya akan
mengurangi makna keseluruhan dari
properti dan konteks terhadap elemen
yang memiliki nilai istimewa dan
penting.

Kurang Material, bangunan dan elemen yang


memiliki nilai signifikansi kurang, tapi
masih memberikan kontribusi kecil
untuk karakter
dan signifikansi keseluruhan situs.
Kehilangan komponennya akan
memiliki dampak kecil pada
pentingnya properti secara
keseluruhan. Mereka seharusnya tidak
perlu dihilangkan karena masih
memberikan kontribusi pada konteks
komponen yang memiliki siginifkansi
istimewa dan penting.

Netral Komponen di peringkat memiliki nilai


netral tidak memberikan kontribusi
positif atau negatif terhadap karakter
dan signifikansi situs secara
keseluruhan. Kehilangannya tidak
akan menggaggu atau mengurangi
nilai penting properti dan
keberadaannya tidak akan
memberikan efek/dampak pada
signifikansi properti

Intrusive / Mengganggu Elemen intrusive dapat merusak


karakter dan signifikansi seluruh
properti. Penghapusannya akan
mengurangi dampak negatif pada
signifikansinya. Penggantian yang
tidak sesuai atau perubahan pada
elemen yang intrusive akan
berdampak negatif pada elemen
sekitarnya dan pada nilai penting
properti sebagai heritage
4.1.4 Sistem Struktur Stadion Utama Gelora Bung Karno

Sistem struktur yang digunakan pada Stadion Utama Gelora Bung

Karno antara lain Sebagai berikut :

a) Pada stadion utama Gelora Bung Karno digunakan pondasi

tiang pancang dan struktur beton bertulang

Gambar 4. 4 Pondasi Tiang Pancang

b) Sistem struktur dan kontruksi atap pada stadion GBK ini

adalah model atap temu gelang yang merupakan

pengembangan dari struktur lipat yang berbentuk oval.

Rangka atap ini terbagi atas 5 bagian, sehingga seluruhnya

berjumlah 480 bagian. Atap dengan bahan kerangka baja

mempunyai berat tidak kurang dari 5000 ton ditopang oleh

kapstan (rangka atap) sebanyak 96 buah kapstan, yang

masing-masing sepanjang 66 meter. Dengan cantilever

sepanjang 18 meter ke bagian luar stadion dan 48 meter ke


bagian dalam stadion yang tidak memiliki tiang penyangga

di bagian tengah. Penyangga atap seluruhnya berada di tepi

mengelilingi bangunan stadion utama ini.

Gambar 4. 5 Rangka atap stadion gbk

Gambar 4. 6 Detail Struktur Rangka Lipat


c) Pada stadion GBK ini menggunakan balok space truss yang

punya kekakuan besar sehingga memungkinkan bentangan

yang sangat panjang, dan disusun berjenjang seperti pada

struktur longa. Bentuk balok space truss tersebut

disesuaikan dengan bentuk bidang momen yang bekerja

pada tiap balok tersebut.

Gambar 4. 7 Detail Balok space Truss

d) Stadion GBK juga menggunakan struktur beton bertulang


Gambar 4. 8 struktur beton bertulang

4.1.5 Material yang digunakan pada stadion GBK

Untuk menciptakan sebuah bangunan tentu memerlukan material,

dan material yang digunakan pada pembangunan stadion ini adalah:

a. Pondasi tiang pancang

b. Semen/ beton

c. Besi untuk penulangan

d. Menggunakan besi baja Martin sebagai kontruksi atapnya.

Selama dua setengah tahun pembangunan Stadion GBK, 2,5 juta

meter kubik tanah harus digali di lokasi yang kira-kira memerlukan

800.000 truk. Beton yang harus dicor sebanyak 100.000 meter

kubik dan memerlukan 800.000 sak semen. Jika disejajarkan,

panjang sak semen itu mencapai 640 kilometer atau sepanjang

Jakarta hingga Semarang. Beton bertulang untuk stadion utama juga

tak kalah fantastis. Sebanyak 21.000 ton besi beton.

4.1.6 Ukuran/ dimensi bangunan

a. Luas bangunan: 144.000 m2


b. Luas area: 19.750 m2.

c. Elemen bangunan: lapangan sepak bola, lintasan atletik, dan

arena tribun

4.2 Monas

Monumen Nasional atau yang disingkat dengan Monas atau Tugu

Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang

terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Tugu ini

dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan

semangat perjuangan yang menyala-nyala dari rakyat Indonesia.

Bangunan Ini memiliki 3 lantai yaitu

 Lanatai 1 Museum Nasional Indonesia

 Lantai 2 Pelataran dan ruang kemerdekaan


 Lantai 3 Pelataran Puncak dan api kemerdekaan

Gambar 4. 9 Foto sebelum observasi di Monumen Nasional

4.2.1 Lokasi

Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan


Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan
Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan
beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan
Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan
Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
Gambar 4. 10 Lokasi Monumen Nasional

4.2.2 Pembangunan Monas

Monas dibangun untuk mengenang dan melestarikan perjuangan

bangsa Indonesia pada masa revolusi Kemerdekaan 1945. Selain itu,

Monas dibangun sebagai inspirasi bangkitnya semangat indonesia.

Monas merupakan proyek ambisi Presiden Soekarno di awal 1960-

an. Waktu itu, Indonesia tengah mencalonkan diri sebagai tuan

rumah Asian Games ke-4 tahun 1962.

Pembangunan Monas dimulai 17 Agustus 1961. Proses konstruksi

memakan waktu hingga 14 tahun. Pembangunan Monas

dilaksanakan dalam dua tahap dengan mengambil perencanaan,

kontruksi, dan material dalam negeri. Pembangunan Monas

dilaksanakan dalam dua tahap dengan mengambil perencanaan,

kontruksi, dan material dalam negari.


Tahap pertama dikerjakan pada 1961 oleh Panitia Monumen

Nasional yang diketuai langsung presiden. Tahap pertama secara

resmi dikerjakan pada 17 Agustus dengan menancapkan pasak beton

pertama oleh presiden. Total sekitar 284 pasak beton yang digunakan

pondasi. Ada 360 pasak bumi untuk pondasi Museum Sejarah

Nasional. Pengerjaan pondasi rampung pada Maret 1962. Dinding

museum yang ada didasar bangunan rampung Oktober.

Tahap kedua dikerjakan pada 1966 oleh Panitia Pembina Tugu

Nasional yang diketuai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tahap

kedua fokus pada pembangunan fisik. Pengerjaan terhenti karena ada

peristiwa Gerakan 30 September. Pengerjaan dilanjutkan lagi pada

1969 hingga 1975 dengan menambah diaroma di museum sejarah.

Secara resmi Monas diresmikan dan dibukan untuk umum pada 12

Juli 1975 oleh Presiden Soeharto.


Gambar 4.11 Penggalian Tanah di sisi timur laut, 1961

Gambar 4.12 Poer-poer Pondasi Tiang Museum, 1962

Gambar 4.13 Pembetonan plafon gantung ruang Museum, 1963


Gambar 4.14 Pemasangan Marmer, 1964

Gambar 4.14 Pemasangan Scafolding, 1964

Gambar 4.15 Pembangunan Pelataran Puncak, 1965


Gambar 4.16 Pembuatan Lidah Api, 1965

Gambar 4.17 Pemasangan LIift pada Rongga Bangunan, 1965

4.2.3 Bentuk Struktur Monas


Struktur utama Monas terdiri dari lima bagian utama: dasar,
batang, lidah api, puncak, dan museum. Dasar Monas terbuat dari
marmer dan memiliki luas sekitar 46.000 meter persegi. Bagian batang
adalah menara setinggi 137 meter yang terdiri dari alabaster dan dihiasi
dengan relief yang menggambarkan sejarah Indonesia.
 Lantai 1 Museum Nasional Indonesia

Gambar 4.18 Ukuran Struktur Monas

Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu

Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan


sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah

80×80 m dan di tumpu Kolom 60x60. Museum ini dapat menampung

pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis marmer ini

terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah,

sehingga menjadi total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah

Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa orde Baru.

Gambar 4.19 Gambar struktur Lantai 1 Monas

Gambar 4.20 Museum Nasional

 Lantai 2 Pelataran dan ruang kemerdekaan

Pelataran Cawan berbentuk lumpang segi empat yang melingkari

badan Tugu Nasional. Pelataran ini berukuran 45x45 meter, terletak

pada ketinggian 17 meter dari halaman Tugu Nasional. Dari Pelataran

Cawan ini, pengunjung dapat melihat area Taman Monas seluruhnya.


Gambar 4.21 Pelataran bawah/ cawan

Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari

pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi

pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara

ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter di bawah

tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran

yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya

merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan

RI (17-8-1945).

Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan

berbentuk amphitheater. Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga

berputar dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan

simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya

naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam

kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia,


peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas dan

bendera merah putih dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia

Gambar 4.22 Ruang kemerdekaan


Gambar 4.23 Gerbang Kemerdekaan

Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak

kaca dalam pintu gerbang berlapis emas. Pintu mekanis ini terbuat dari

perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga Wijaya

Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang

melambangkan kesucian. Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat

di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam. Pintu ini dikenal dengan

nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka

seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian

oleh rekaman suara Soekarno tengah membacakan naskah proklamasi

pada 17 Agustus 1945.


 Lantai 3 Pelataran Puncak dan api kemerdekaan

Sebuah lift (elevator) pada pintu sisi selatan akan membawa

pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di

ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11

orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50

orang, Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang

terbuat dari besi.

Gambar 4.24 Tangga Darurat Pelataran Puncak

Gambar 4.25 Lift Monas


Gambar 4.26 pelataran puncak dan lidah api Monas

Gambar 4.27 Pelataran Atas Monas

Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala

lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35

Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan

berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini

sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih

kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas

seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah


abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas

ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.

Anda mungkin juga menyukai