Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH

Disusun oleh:

1. Ni Luh Tika Mulyantini D 14/365201/PN/13730


2. Indah Putri Utami 14/365732/PN/13741
3. Ahmad Khoirudin S N 14/365738/PN/13742
4. Astri Eka Putri 14/365748/PN/13744
5. Dwi Arum Permatasari 14/365773/PN/13748

Golongan : A5 Sore/1
Nama Asisten :M. Imaduddin Suria

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan kegiatan
praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah, serta menyelesaikan laporan
dengan baik
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sangat berperan
penting dalam proses kegiatan praktikum ini. Terutama pada dosen pembimbing,
asisten koreksi Kak Suria dan asisten praktikum, yang telah mendampingi, memberi
bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuan kepada kami. Tak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman Golongan A5 sore yang telah
membantu saat praktikum berlangsung.
Akhirnya, semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk penlitian lanjutan dan
dapat menjadi referensi untuk pengembangan ilmu pengetahuan kedepannya. Kami
menyadari sebagai manusia tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu , kami akan
menerima jika ada saran maupun kritik terhadap laporan praktikum yang telah kami
susun ini.

Yogyakarta, 30 September 2016

Penyusun
ACARA I

PRAKTIKUM KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH

TRILOGI BIOMASSA

Disusun oleh:

1. Ni Luh Tika Mulyantini D 14/365201/PN/13730


2. Indah Putri Utami 14/365732/PN/13741
3. Ahmad Khoirudin S N 14/365738/PN/13742
4. Astri Eka Putri 14/365748/PN/13744
5. Dwi Arum Permatasari 14/365773/PN/13748

Golongan : A5 Sore/1
Nama Asisten :M. Imaduddin Suria

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
Abstrak
Praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah Acara 1 dengan judul “Trilogi
Biomassa” dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2016 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
Departemen Tanah dan rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pembuatan biochar dan pembuatan pupuk organik
cair yang dibantu dengan larva lalat hitam Hermetia illucens. Bahan yang digunakan antara lain jerami,
seresah, kayu, air, sayuran busuk dan buah busuk. Sedangkan alat yang dibutuhkan antara lain tong besi
dan drum plastik. Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan biochar dan pupuk organik cair.
Pembuatan biochar dilakukan dengan teknik open firing sedangkan pada pembuatan pupuk organik cair
dilakukan dengan bantuan larva lalat hitam Hermetia illucens. Dari hasil praktikum ini didapatkan
biochar yang berasal dari kayu menggunakan teknik open firing.
Kata kunci: biochar, Hermetia illucens, open firing, pupuk organik cair

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian modern saat ini berfokus pada peningkatan hasil produksi. Berbagai upaya
dilakukan agar tercapainya peningkatan hasil produksi tersebut. Di antaranya adalah
penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang sering melebihi dosis yang dianjurkan. Hal
tersebut banyak menimbulkan masalah baru seperti matinya organisme bermanfaat hingga
tercemarnya lingkungan. Residu dari bahan kimia pada hasil panen terutama pestisida kimia
masih banyak yang tertinggal dan angkanya pun cukup tinggi. Tanah pertanian yang
dilakukan pemupukan dengan pupuk kimia/sintetis pun menjadi menurun dalam segi
kesuburannya. Banyak petani yang hanya melakukan pemupukan unsur hara makro saja
seperti N, P dan K. Padahal selain membutuhkan unsur hara makro, tanaman pun
membutuhkan unsur hara mikro.
Walaupun unsur hara mikro hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit bagi tanaman,
kekurangan unsur hara mikro dapat menjadi faktor pembatas dalam budidaya tanaman. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan
pupuk organik baik dalam bentuk padat maupun dalam bentuk cair. Pupuk organik dinilai
mempunyai kandungan unsur hara yang cukup lengkap meskipun terdapat dalam jumlah
yang rendah. Selain menggunakan pupuk organik, solusi yang dapat diterapkan lainnya
adalah dengan menggunakan biochar. Selain mudah dilakukan biaya pembuatan pupuk
organik dan biochar tergolong murah.
Pupuk merupakan material yang berisi kandungan hara yang dibutuhkan oleh tanah
untuk meningkatkan kandungan hara tanah. Kadar hara dalam tanah yang cukup dapat
memaksimalkan pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman menjadi sehat dan diharapkan
tidak terjadi kelainan seperti kerdil. Berdasarkan lama ketahanannya, pupuk dibagi menjadi
tiga jenis yaitu biochar, pupuk organik cair, dan kompos.
Limbah sayur dan buah dapat digunakan untuk membuat pupuk organik cair.
Pemanfaatan limbah tersebut dapat bermanfaat bagi kesuburan tanah di suatu lahan. Selama
ini, mayoritas orang berpikir bahwa limbah sayur dan buah tidak dapat dimaksimalkan
pemanfaatannya. Padahal, jika dilihat dari kandungan limbah tersebut, limbah buah dan sayur
masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair.
Limbah sayur dan buah merupakan bagian dari biomassa berair yang dapat
dikembalikan ke dalam tanah. Biomassa sendiri merupakan material yang menyusun
organisme yang dapat dimanfaatkan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman. Selain limbah
sayur dan buah yang termasuk dari biomassa cair, biomassa juga terdiri dari bagian lunak dan
bagian keras. Adapun yang termasuk biomassa bagian lunak yaitu daun dan kotoran ternak.
Sedangkan yang termasuk biomassa bagian keras yaitu kayu, bambu, ranting, dan cabang.
Seperti halnya limbah buah dan sayur, daun dan kotoran ternak juga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk. Pupuk yang dapat dibuat dengan daun dan kotoran ternak
adalah pupuk kompos. Pupuk kompos dapat dibuat dengan cara dekomposisi dan
rekomposisi. Sedangkan, kayu, ranting, bambu, dan cabang dapat dimanfaatkan sebagai
biochar.
Pengolahan limbah organik ini ditujukan agar petani dapat memanfaatkan limbah di
sekitar untuk dibuat pupuk. Selain itu, adanya pengalihan limbah organik yang dimanfaatkan
ulang diharapkan mampu meminimalisir pembuangan limbah organik sehingga tidak menjadi
terbuang percuma karena seperti yang kita tahu bahwa limbah tersebut akan terdekomposisi
dengan sendirinya tapi tidak bisa dimanfaatkan karena telah tercampur dengan limbah yang
lain.

B. Tujuan
1. Mempelajari dan memahami trilogi biomassa
2. Mengetahui dan mempraktikkan cara membuat pupuk organik cair dan biochar
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami dari
pada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara
makro N, P, K rendah tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat
diperlukan pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik mencegah
terjadinya erosi, pergerakan permukaan tanah (Crusting) dan retakan tanah, mempertahankan
kelengasan tanah serta memperbaiki pengatusan dakhil (Internal drainase). Pemberian pupuk
organik kedalam tanah dapat dilakukan seperti pupuk kimia (Sutanto, 2002).
Pupuk organik sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu pupuk organik padat dan
pupuk organik cair. Pupuk organik cair adalah jenis pupuk berbentuk cair tidak padat mudah
sekali larut pada tanah dan membawa unsur-unsur penting untuk pertumbuhan tanaman.
Pupuk organik cair mempunyai banyak kelebihan diantaranya, pupuk tersebut mengandung
zat tertentu seperti mikroorganisme jarang terdapat dalam pupuk organik padat dalam bentuk
kering (Syefani dan Lilia dalam Mufida, 2013). Sedangkan menurut Taufika (2011), pupuk
organik cair adalah pupuk yang kandungan bahan kimianya rendah maksimal 5%, dapat
memberikan hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman pada tanah, karena bentuknya yang
cair. Maka jika terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah maka dengan sendirinya
tanaman akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang dibutuhkan. Pupuk
organik cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan terjadi penumpukan konsentrasi
pupuk di satu tempat, hal ini disebabkan pupuk organik cair 100 persen larut. Pupuk organik
cair ini mempunyai kelebihan dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara dan tidak
bermasalah dalam pencucian hara juga mampu menyediakan hara secara cepat. Saat ini,
biomassa berkontribusi lebih dari 2% dalam pemenuhan kebutuhan energi terutama yang
berasal dari kayu bakar dan arang
Biomassa merupakan material yang menyusun organisme yang dapat dimanfaatkan
dalam tanah. Biomassa cair berasal dari limbah organik rumah tangga yaitu sayur dan buah-
buahan. Perombakan limbah organik rumah tangga tersebut dengan bantuan reaktor
biokompos Hermetia illucens. Hasil perombakan larva lalat hitam dapat digunakan sebagai
pupuk organik cair.
Hermetia illucens adalah lalat hitam yang berguna dan menjadi sahabat manusia
karena tidak menyebarkan penyakit. Lalat ini merupakan serangga endemik di tropika, dan
sekarang tersebar di seluruh dunia. Larva lalat hitam dengan mudah dapat dijumpai pada
tumpukan kompos yang busuk.
Larva lalat hitam merombak sayur dan buah busuk melalui saluran pencernaannya.
Larva mengeluarkan enzim katalitik yang mampu mencerna selulosa, protein, lemak, dan
karbohidrat dalam limbah sayur dan buah. Enzim tersebut dihasilkan oleh mikrobia yang
terdapat di dalam tubuh larva terutama bakteri dalam usus larva tersebut (Kim et al., 2014).
Hasil penelitian Supriyatna dkk (2015) menunjukkan aktivitas enzim perombak dipengaruhi
oleh temperatur, menurut mereka enzim amilase optimum pada 40°C, enzim lipase pada
40°C, dan enzim protease pada 45°C.
Biomassa lunak berasal dari kotoran ternak dan daun. Melalui proses pengomposan
material daun dan kotoran ternak dapat menghasilkan pupuk organik padat. Pengomposan
dilakukan melalui dua tahapan yaitu proses dekomposisi dan sintesis. Beberapa faktor yang
mendorong keberhasilan pengomposan yaitu ketersediaan bahan dasar dengan nisbah C/N
25:1, aliran udara selama proses pengomposan berjalan dengan lancar, kelembaban udara
dipertahankan 40-60%, suhu ideal 40°C-60°C. Proses dekomposisi akan berjalan dengan baik
jika kandungan air selama proses pengomposan tercukupi (Sutanto, 2002).
Bahan pembenah tanah lainnya adalah biochar. Pada saat ini, biochar mendapatkan
peningkatan perhatian sebagai salah satu upaya yang menjanjikan untuk mengikat karbon
pada pedosfer, yang dapat membantu memperlambat perubahan iklim global (An dan Huang,
2015). Karena biochar mempunyai luas area yang dan pori-pori internal yang besar, biochar
tidak hanya dapat menyerap dan memperbaiki kontaminan pada tanah tetapi juga dapat
meningkatkan sifat fisik dan sifat kimia pada tanah, mengurangi kehilangan nutrisi dan
memicu pertumbuhan tanaman (Zhu et al., 2015). Biochar dinilai sebagai teknik mitigasi
jangka panjang yang potensial untuk mengurangi gas rumah kaca, meningkatkan sifat fisik
tanah, mengikat karbon dan meningkatkan hasil tanaman. Biochar kaya akan C dan
diproduksi dengan memanaskan biomasa pada lingkungan yang mengandung oksigen yang
rendah (dikenal sebagai pirolisis). Kandungan C pada biochar dapat mencapai 80% akan
tetapi biasanya bervariasi antara 55-70%, bergantung pada kondisi pada saat dilakukan
pirolisis dan tipe bahan yang digunakan. Aplikasi biochar biasanya dikombinasikan dengan
pupuk, hal ini disebabkan biochar tidak banyak mengandung nutrisi yang tersedia bagi
tanaman. Penggunaan biochar secara potensial dapat mengurangi kebutuhan pupuk karena
biochar dapat mengikat nutrisi tanah. Sebagai hasilnya, biaya penggunaan pupuk dapat
dikurangi karena pupuk berada dalam tanah lebih lama disebabkan pengaruh biochar. Pada
saat ditambahkan pada tanah, biochar sangat lambat teroksigenasi dan dirubah menjadi stabil
tetapi humus yang aktif secara kimia (Lychuk et al., 2015).
III. METODOLOGI
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara 1 yang berjudul
“Trilogi Biomassa” dilaksanakan pada hari Jum’at, 26 Agustus 2016 di Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah, Departemen Tanah, dan di rumah kaca, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Bahan yang digunakan pada acara ini yaitu seresah daun kering,
jerami, ranting, kayu bakar, sayur, buah busuk. Sedangkan alat yang digunakan adalah korek
api, tong besi untuk biochar, dan drum plastik untuk Pupuk Organik Cair.
Cara kerja pada praktikum “Trilogi Biomassa” ini adalah tahapan pertama yaitu
membuat biochar. Mula-mula kayu bakar, jerami, dan ranting dimasukkan ke dalam drum,
kemudian dibakar sampai membara. Setelah itu, direndam dalam POC sehingga menjadi
biochar. Tahapan kedua yaitu pembuatan POC. Limbah sayur dan buah dimasukkan ke dalam
tong khusus yang telah terdapat pipa L, ember, penutup, kantung, dan kran plastik. Ditunggu
selama lima minggu untuk mengubah limbah buah dan sayur tersebut menjadi cairan dengan
bantuan larva lalat hitam (Hermetia illucens). Larva lalat hitam tersebut akan merombak
bahan organik yang terdapat pada drum dan akan dihasilkan cairan. Cairan tersebut sudah
dapat digunakan sebagai pupuk organik cair pada saat cairan tersebut sudah tidak berbau dan
berwarna kecoklatan. Pupuk organik cair yang dihasilkan dapat digunakan dalam proses
pembuatan biochar ataupun langsung diaplikasikan pada tanaman. Akan tetapi sebelum
diaplikasikan ke tanaman, pupuk organik cair perlu diencerkan terlebih dahulu. Pada
pembuatan biochar dilakukan dengan teknik open firing. Seresah, jerami dan ranting
dimasukkan secara bertahap ke dalam tong lalu kayu dimasukkan paling terakhir. Seresah,
jerami dan ranting serta kayu kemudian dibakar secara bertahap. Setelah kayu berubah
menjadi arang, tong disiram dengan air. Penyiraman dengan air bertujuan untuk
mendinginkan arang dan untuk memecah arang sehingga terbentuk pori-pori pada arang.
Setelah itu, biochar yang telah jadi kemudian direndam dalam pupuk organik cair. Biochar
baru siap digunakan sampai pupuk organik cair tersebut sudah meresap semuanya ke dalam
biochar. Biochar kemudian dapat diaplikasikan ke tanah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk
membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa
dengan umur tanaman akan terjadi, dan merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang
paling sering digunakan. Biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang secara kasar
berasal dari hasil fotosintesis (Sitompul dan Guritno, 1995). Biomassa adalah jumlah bahan
organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat.
Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam satuan gram, atau
dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa
diukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr per m2atau ton per ha
(Brown, 1997 Cit., Onrizal, 2004). Sedangkan laju produksi biomassa adalah laju akumulasi
biomassa dalam kurun waktu tertentu, sehingga unit satuannya juga menyatakan per satuan
waktu, misalkan kg per ha per tahun (Barbour et al., 1987 Cit., Onrizal, 2004).
Seluruh biomassa (material yang menyusun organisme) dapat dikembalikan ke dalam
tanah melalui 3 jalan (Yuwono, 2016) :
1. Bagian keras (berkayu), contoh: kayu, bambu, cabang, ranting, termasuk kertas,
dibuat menjadi biochar (arang hidup), melalui proses pirolisis (pembakaran tanpa
oksigen) yang menghasilkan arang, diteruskan proses menghidupkan dengan
perendaman dalam POC sehingga menjadi biochar. Biochar dapat diaplikasikan
langsung ke dalam tanah, sebagai mulsa di permukaan tanah atau diikutkan serta
dalam proses pengomposan. Biochar dalam tanah dapat bertahan beberapa abad.
2. Bagian berair (cair), contoh: sayur, buah, daging, susu, dibuat menjadi pupuk organik
cair dalam reaktor biokompos Hi (menggunakan larva lalat hitam atau Hermetia
illucens). Pupuk organik cair (POC) dapat digunakan sebagai sumber hara ,
diaplikasikan lewat tanah atau lewat daun tanaman, sebagai sumber inokulan untuk
pengomposan, atau sumber nutrien, organik dan mikroba yang digunakan untuk
menghidupkan biochar. POC bermanfaat untuk jangka yang sangat singkat.
3. Bagian lunak, contoh: daun, korotan ternak atau kotoran sapi, dibuat menjadi kompos
melalui proses komposting. Komposting terdiri dari dua proses : (1) dekomposisi atau
perombakan/penguraian, dan (2) rekomposisi/sintesis. Kompos dalam tanah dapat
bermanfaat sampai 3-5 tahun.
Gambar 1.1. Trilogi Biomassa
Menurut Yuwono (2016) limbah organik sayur, buah atau sisa makanan umumnya
memiliki kadar air yang tinggi (> 60%), sehingga deperlukan teknik pengelolaan secara cepat
agar tidak mengalami pembusukan dan biomassa dapat dimanfaatkan kembali. Salah satu
teknik pemanfaatan biomassa tersebut adalah dengan mengkonversinya menjadi pupuk
organik cair menggunakan reaktor biokompos HI. Reaktor biokompos HI memanfaatkan
larva Hermetia illucens, yang memiliki beberapa unggulan keunggulan meliputi aktivasi
tanpa listrik, tenaga lebih efisien, tanpa penggunaan bahan kimia, tanpa air, tanpa mikrobia
biang (aktovator). Reaktor tertutup sehingga aman dari gangguan hewan pengaduk sampah
dan tidak menjadi sarang nyamuk atau serangga lainnya.
Hermetia illucens merupakan jenis serangga keluarga lalat yang jauh beda dengan
lalat sampah (Musca domestika) pada umumnya dengan sifat yang tak dimiliki lalat lain.
Larva lalat Black soldier Fly (Hermetia illucens) dapat digunakan untuk mengkonversi
limbah seperti limbah industri pertanian, peternakan, ataupun kotoran manusia. Menurut
Istirokhah (2015), siklus hidupnya relatif singkat, sekitar 40 hari. Fase metamorfosis terdiri
atas fase telur selama 3 hari, maggot 18 hari, prepupa 14 hari, pupa 3 hari, dan lalat dewasa 3
hari. Lalat itu mati setelah kawin. Hermetia illucens betina bisa menghasilkan 300-1.000
telur. Lalat jenis ini menyembunyikan telur di tempat aman, seperti di sela-sela kardus atau
tumbuhan segar dan hidup. Siklus hidup dari lalat Hermetia illucens dapat dilihat pada
Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Siklus hidup lalat hitam (Hermetia illucens)


Lalat hitam tersebut pada fase larvanya menjadi detritivora pembentuk
kompos. Larva lalat hitam dapat digunakan pada pengolahan kotoran sapi, kendali lalat
rumah domestik, dan biokonversi limbah organik. menguraikan sampah limbah sayur dan
buah menjadi lebih cepat mengalami proses dekomposisi lalu menjadi bahan organik.
Setelah itu hasil penguraian sampah oleh lalat hitam dapat digunakan sebagai pupuk cair
yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Larva lalat tersebut akan
menghampiri bioreaktor berisi sampah karena media yang lembab, bukan kering atau basah
dan dalam keadaan cuaca yang panas. Lalat tersebut akan datang paling banyak di siang
hari. Sementara itu maggot yang baru saja menyelesaikan tugas mengurai sampah, dalam tiga
hari akan bermetamorfosis menjadi prepupa (fase puasa). Prepupa memiliki kandungan
protein hingga 45 persen, lemak 35 persen. Dengan kandungan protein tinggi, prepupa dapat
dimanfaatkan sebagai pakan unggas dan ikan.
Bahan dasar yang diguakan dalam pembuatan pupuk organik cair adalah limbah
sayur serta buah yang mulai membusuk. Limbah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
ember yang diberi lubang di bagian atasnya. Setelah beberapa hari, akan datang lalat hitam
yang kemudian bertelur pada limbah organik tersebut. Satu ekor induk lalat hitam dapat
menghasilkan sebanyak 500 butir telur, yang dalam tiga hari akan menetas menjadi larva lalat
hitam. Larva tersebut yang kemudian bertugas merombak limbah organik menjadi pupuk
organik cair. Larva akan memakan limbah organik, kemudian dikeluarkan melalui sistem
pembuangan dalam bentuk zat cair perwarna kecoklatan. Ukuran larva lalat hitam yang lebih
besar dari larva lalat lain membuat perombakan menjadi lebih cepat. Dalam satu hari, 10.000
larva lalat hitam mampu mengurai 1 kilogram limbah organik dan menghasilkan 200 gram
pupuk organik cair (Kim et al., 2014).
Dalam saluran pencernaannya, larva mengeluarkan enzim katalitik yang mampu
mencerna selulosa, protein, lemak dan karbohidrat dalam limbah sayur dan buah. Enzim
tersebut dihasilkan oleh bakteri dalam usus larva tersebut (Kim et al., 2014). Hasil penelitian
Supriyatna dkk. (2015) menunjukkan aktivitas enzim perombak dipengaruhi oleh temperatur,
enzim amilase optimum pada 40 ℃, enzim lipase pada 40 ℃, dan enzim protease pada 45℃.
Kim et al. (2011) melaporkan banyak sekali enzim di dalam perut larva Hermetia illucens
yaitu: Alkaline phosphatase, Esterase (C4), Esterase lipase, Lipase, Leucine arylamidase,
Valine arylamidase, Cystine arylamidase, Trypsin, α-Chymotrypsin, Acid phosphatase,
Naphthol-AS-BI-phosphohydrolase, α-Galactosidase, β-Galactosidase, β-Glucuronidase, α-
Glucosidase, β-Glucosidase, N-Acetyl-β-glucoaminidase, α-Mannosidase, dan α-ucosidase.
Hasil utama berupa cairan mengandung unsur hara, enzim, mikroba. Analisis cairan
reaktor tanpa pengolahan, secara tipikal adalah pH (7), Daya Hantar Listrik ( 8,29 mS/cm)
dan redoks (-36 mV). Cairan ini dapat digunakan langsung atau diolah terlebih dahulu
sebagai pupuk cair, kemudian setelah diencerkan diaplikasikan lewat daun atau dikucurkan
ke tanah. Cairan dapat juga digunakan sebagai sumber mikroba dalam pembuatan kompos
padat (Kim et al., 2011).
Biochar dapat bertahan lama di tanah bahkan dapat bertahan di dalam tanah hingga
berabad-abad. Sangat berbeda dengan bahan organik yang berasal dari hewan ataupun
tumbuhan yang jika diberikan ke tanah hanya dapat bertahan sampai beberapa bulan (Lychuk
et al., 2015). Hal ini disebabkan unsur hara dilepaskan oleh biochar secara perlahan-lahan.
Sehingga masuk akal jika jika ditambahkan ke dalam tanah, biochar dapat bertahan lebih
lama dibandingkan dengan bahan pembenah tanah lainnya. Pada pembuatan POC indikator
POC tersebut bahan organik yang ada pada POC yang sudah matang sudah berbentuk cairan.
Indikator selanjutnya bahwa POC telah siap digunakan adalah warna larutan sudah berwarna
kecoklatan. Pada POC yang belum matang, akan tercium bau busuk sedangkan pada POC
yang sudah matang tidak akan tercium bau busuk. Indikator lainnya adalah pada POC yang
sudah matang, sudah tidak terdapat lagi larva maupun lalat hitam yang berkeliaran. Hal ini
disebabkan sudah tidak ada lagi bahan organik yang bisa dirombak oleh larva tersebut.
Sehingga larva keluar dari drum melalui lubang yang telah disediakan. Sedangkan pada POC
yang belum matang, masih terdapat larva dan lalat hitam karena masih banyaknya bahan
organik yang dapat dirombak oleh larva tersebut.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Biochar dibuat dengan teknik open firing yaitu dibakar pada tong terbuka secara
bertahap lalu disiram air untuk membuka pori-pori dari arang menyebabkan luas
permukaan dari arang tersebut lebih besar sehingga dapat menyerap unsur hara lebih
banyak juga mempecepat masuknya unsur hara ke dalam arang.
2. Pembuatan POC dilakukan dengan bantuan lalat Hermetia illucens yaitu dengan
memasukkan bahan organik ke dalam drum plastik lalu menunggu lalat hitam datang
dan bertelur. Larva lalat hitamlah yang bertugas untuk merombak bahan organik
3. Indikator POC yang telah matang atau siap digunakan antara lain warnanya yang
sudah berwarna kecoklatan, tidak tercium bau busuk, sudah tidak ada lagi lalat dan
larva.

B. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah untuk bahan-bahan yang dibawa oleh praktikan
sebaiknya lebih diperhitungkan dan lebih dijelaskan, sehingga tidak ada bahan yang
terbuang percuma.
DAFTAR PUSTAKA
An, C. and Huang, G. 2015. Environmental concern on biochar: capture, then what?.
Environ. Earth. Sci (74): 7861-7863.
Istirokhah. 2015. Siklus Hidup Black Soldier (Hermetia Illucens) Dalam Media Bungkil
Kelapa Sawit Dengan Penambahan Silase Ikan.
<http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/54685>. Diakses tanggal 28
September 2016.
Lychuk, T.E., Roberto, C.I., Hill, R.L., McGill, W.B. and Williams, J.R. 2015. Biochar as
aglobal change adaptation: predicting biochar impacts on crop productivity and soil
quality for a tropical soil with the environmental policy integrated climate model.
Mitig. Adapt. Strateg. Glob. Change (20): 1437-1458.
Kim,W., Bae,S. Park,K. Lee,S. Choi,Y., Han,S. & Y. Koh 2011. Biochemical
characterization of digestive enzymes in the black soldier fly, Hermetia illucens
(Diptera: Stratiomyidae). Journal of Asia-Pacific Entomology. 14 : 11–14.
Kim,E, Park,J., Lee,S. & Y. Kim. 2014. Identification and physiological characters of
intestinal bacteria of the black soldier fly, Hermetia illucens. Korean journal of
applied entomology. Volume 53 (1): 15-26.
Mufida, L. 2013. Pengaruh penggunaan konsentrasi FPE kulit pisang terhadap jumlah daun,
kadar klorofil dan kadar kalium pada tanaman seledri. IKIP PGRI Semarang,
Semarang.
Onrizal. 2004. Model Penduga Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Taman
Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat. Tesis Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor,Bogor
Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Supriyatna,A., Jauhari,AA. dan D.Holydaziah. 2015. Aktivitas Enzim Amilase, Lipase, Dan
Protease Dari Larva Hermetia illucens yang diberi pakan jerami padi. Jurnal kajian
islam sains dan teknologi. Vol 9 (2): 18-32.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Taufika, R. 2011. Pengujian beberapa dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman wortel. Jurnal Tanaman Hortikultura (14): 142-147.
Yuwono, N.W. 2016. Trilogi Biomassa. <http//:nasih.staff.ugm.ac.id/?page id=1549>.
Diakses pada tanggal 24 September 2016.
____________. 2016. Reaktor Biokompos HI. <http//:nasih.staff.ugm.ac.id/?page id=1549>.
Diakses pada tanggal 24 September 2016.
____________. 2016. Pemanfaatan reaktor biokompos HI untuk menghasilkan pupuk
organik cair dengan bahan limbah sayur dan buah. Prosding Seminar Nasional
“Kontribusi Akademisi dalam Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan”.
Zhu, Q., Wu, J., Wang, L., Yang, G. And Zhang, X. 2015. Effect of biochar on heavy metal
speciation of paddy soil. Water Air Soil Polltion (226): 429-438.
ACARA II

PRAKTIKUM KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH


KOMPOS

Disusun oleh:

1. Ni Luh Tika Mulyantini D 14/365201/PN/13730


2. Indah Putri Utami 14/365732/PN/13741
3. Ahmad Khoirudin S N 14/365738/PN/13742
4. Astri Eka Putri
14/365748/PN/13744
5. Dwi Arum Permatasari 14/365773/PN/13748

Golongan : A5 Sore/1
Nama Asisten :M. Imaduddin Suria

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
Abstrak
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara II “Kompos”, dilaksanakan
pada Jumat, 2 September 2016 pukul 15.30 WIB. Tempat pelaksanaan praktikum ini adalah di
Laboratotium Kesuburan dan Kimia Tanah dan Rumah Kaca, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, antara lain
ember, plastik bening, dedak, EM4 dan bahan baku kompos (limbah buah, limbah sayur, seresah,
jerami, dan kotoran hewan). Hasil pengamatan kompos berbahan dasar limbah buah busuk diperoleh
nilai pH 5.96 ; DHL sebesar 94.2 mS; tekstur belum hancur; berbau tidak menyengat; dan berwarna
coklat. Pada bahan baku jerami diperoleh nilai pH 6.75 ; DHL sebesar 37.6 mS; tekstur belum hancur;
berbau menyengat; dan berwarna coklat. Pada bahan baku sayur busuk diperoleh nilai pH 4.27 ; DHL
sebesar 48.8 mS; tekstur remah; berbau tidak menyengat; dan berwarna coklat kekuningan. Pada bahan
baku seresah diperoleh nilai pH 5.32 ; DHL sebesar 36.6 mS; tekstur belum hancur; berbau tidak terlalu
menyengat; dan berwarna coklat. Pada bahan baku kotoran hewan diperoleh nilai pH 7.25 ; DHL
sebesar 86.2 mS; tekstur belum hancur; berbau tidak terlalu menyengat; dan berwarna coklat.
Kata kunci : Pupuk Organik, Kompos, Pengomposan

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pupuk dalam arti luas, yaitu suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik,
kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Banyak
pupuk yang tersedia di pasaran dan perlu untuk kita ketahui baik itu yang tergolong pupuk
organik maupun pupuk anorganik. Kedua jenis pupuk tersebut tentunya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Pupuk organik adalah sisa-sisa seresah tanaman, limbah
atau kotoran hewan yang dapat diubah di dalam tanah menjadi bahan organik tanah. Pupuk
organik yang beredar di pasaran ada dua, yaitu pupuk organik cari dan pupuk organik padat.
Salah satu contoh pupuk oraganik padat adalah kompos. Kompos merupakan zat akhir suatu
proses fermentasi tumpukan sampah/seresah tanaman danadakalanya pula termasuk bangkai
binatang. Kompos memiliki berbagai sifat yang menguntungkan tanah seperti memperbaiki
struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan, memperbesar daya ikat air tanah dan
sebagainya. Pengomposan adalah proses dari pembuatan kompos dimana proses perombakan
dan stabilaisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang
terkendali. Pembuatan kompos harus dapat sesuai dengan indikator mutu kompos. Dengan
demikian,untuk mengetahui cara pengomposan dan indikator mutu kompos dilakukanlah
praktikum ini.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami pengertian pengomposan
2. Mengetahui dan memahami indikator mutu kompos
3. Mengetahui jenis kompos yang paling efektif untuk kesuburan tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengomposan dikenal secara luas dengan merubah limbah organik menjadi bagian
dari tanah yang sangat berguna. Pengomposan pada umumnya didefinisikan sebagai
pengeontrolan konversi aerobik dari bahan bakunya. Pengomposan mengikutsertakan
oksidasi biologis dan stabilisasi dari bahan organik dengan bantuan cacing tanah dan
mikroorganisme. Meskipun ini merupakan peran mikroorganisme yang secara biokimia
mendegradasi bahan organik, cacing tanah merupakan pengendali krusial dalam proses ini
dimana ia meningkatkan aerasi dan memecah substrat, yang mana secara drastis
meningkatkan aktivitas mikroba (Hanc and Marketa, 2016 cit. Dominguez and
Edwards,2011).
Pengomposan memerlukan keadaan yang menguntungkan untuk pertumbuhan
mikrobia. Proses tersebut dapat bersifat aerobik maupun anaerobik, tetapi akan lebih cepat
dan tidak berbau apabila prosesnya dalam keadaan anaerobik. Pengomposan anaerob kadang
menghasilkan bahan beracun asam organik, ethylene, dan lain lain. Untuk optimalisasi laju
dekomposisi, bahan harus dipertahankan tetap lembab, hangat, dengan ketersediaan hara
untuk mikrobia yang cukup. Untuk menghancurkan mikrobia secara pasti, suhu yang pasti
pada waktu tertentu harus dicapai dalam campuran bahan yang dikomposkan. Untuk
menghancurkan secara sempurna patogen tumbuhan dalam pengomposan hampir tidak
mungkin, karena suhu kompos di bagian luar biasanya lebih dingin daripada suhu yang
diperlukan untuk membunhu mikroba (Miller and Donahue, 1990).
Teknologi pengmposan telah ditetapkan menjadi metode yang paling efektif dalam
merubah bahan organik menjadi secara potensial aman digunakan, stabil dan juga sebagai
bahan yang sehat yang dapat digunakan sebagai amandemen tanah, sebagai pupuk organik,
atau sebagai pembentuk gambut jika tidak pernah di jamah (dinodai). (Zhang and
Xiangyang,2016 cit. Chen et.al.,2014). Bagi biomassa yang memeiliki lignoselulosa yang
tinggi, pengomposan secara tradisional membutuhkan waktu yang lama, menghasilkan gas
yang berbau seperti NH3 dan H2S, dan menghasilkan produk kompos dengan kualitas rendah
yang tidak cocok untuk penggunaan komersil (Zhang and Xiangyang,2016 cit. Gabhane et
al., 2012)
Reaksi yang terjadi pada proses pengomposan dijelaskan oleh Diaz (2007) dalam
bukunya yang berjudul “Compost Science and Technology” bahwa proses eksotermik
menghasilkan energi dalam bentuk panas, yang mengakibatkan peningkatan temperature
dalam berat. Proses secara spontan, sehingga, memasuki tahap termofilik, dimana
dilangsunkan dan diikuti oleh dua masa mesofolik. Saat pengomposan ada pengeluaran
secara sementara dari fitotoksin (metabolit perantara, ammoniak, dll). Pada proses akhir,
fitotoksisitas ini sepenuhnya teratasi dan produk akhirnya sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman. Proses pengomposan mengarah kepada produksi akhir dari karbon
dioksida, air, mineral dan bahan organik stabil (kompos). Prosesnya bermula dari oksidasi
dari bahan organik yang mudah terdegradasi, proses pertama ini disebut dekomposisi. Tahap
kedua, stabilisasi, menyangkut tidak hanya mineralisasi dari molekul yang terdegradasi
lambat, tetapi juga termasuk proses yang lebih kompleks seperti humifikasi dari senyawa
lignoselulosik.
Pembuatan kompos dengan aktivator mikroba dekomposer akan mempercepat proses
pematangan kompos. Pembuatan kompos secara konvensioanal membutuhkan waktu untuk
pematangan 3 - 4 bulan, sedangkan kompos yang ditambahkan biodekomposer membutuhkan
waktu 2 - 3 minggu. Penambahan mikroba aktif potensial ke dalam bahan kompos, tidak
hanya mempercepat pematangan kompos tapi juga bermanfaat untuk tanaman. Sejumlah
mikroba mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan enzim enzim yang berguna untuk
membantu ketersediaan hara (Margarettha et.al., 2015). Kompos yang baik adalah kompos
yang sudah mengalami pelapukan dengan ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan
pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu ruang (Yuniwati et al.,
2012).
III. METODOLOGI
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara II “Kompos”,
dilaksanakan pada Jumat, 2 September 2016 pukul 15.30 WIB. Tempat pelaksanaan

praktikum ini adalah di Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah dan Rumah Kaca,
Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan
bahan yang digunakan pada praktikum ini, antara lain ember, plastik bening, dedak, EM4 dan
bahan baku kompos (limbah buah, limbah sayur, seresah, jerami, dan kotoran hewan).
Adapun cara kerja yang dilakukan sebagai berikut. Alat dan bahan disiapkan terlebih
dahulu. Untuk masing-masing bahan baku, dicacah secukupnya hingga ukurannya lebih kecil
(< 2 cm). Dedek dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian bahan baku yang sudah
dicacah dimasukkan diatas dedek tersebut dan bagian atas ditutupi dengan dedek secukupnya.
Setelah itu, ditambahkan air secukupnya, kemudian ditambahkan larutan EM4 dan jika kadar
airnya masih kurang ditambahkan air lagi sampai kadar airnya 30%-40%. Kantong plastik
diikat dan diberikan label sesuai bahan baku masing-masing. Untuk proses pengadukan
kompos dilakukan setiap dua hari sekali. Setelah 14 hari, apabila kompos menjadi sudah
hancur (remah) dan tidak berbau menyengat, dan kompos sudah matang, dilakukan uji pH,
DHL, suhu, warna dan bau kompos.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Data Hasil Kompos (Acara II) Gol. A5 Sore
Kelompok PH DHL Tekstur Bau Warna
1(Seresah) 5.32 36.6 Belum hancur + Coklat
2(Jerami) 6.75 37.6 Belum hancur +++ Coklat
Coklat
3(Kotoran sapi) 7.25 86.2 Belum hancur + kehitaman
4(Buah Busuk) 5.96 94.2 Belum hancur + Coklat
Coklat
5(Sayur Busuk) 4.27 48.8 Remah - kekuningan
Keterangan :
+ : Bau tidak menyengat
+++ : Bau menyengat
- : Tidak ada bau
Pengomposan merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung
dalam sisa-sisa bahan organik dengan suatu perlakuan khusus yang bertujuan agar tanaman
lebih mudah memanfaatkannya. Hasil proses inilah yang lazim disebut pupuk kompos.
Pengomposan juga merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang mengandung bahan
organik biodegradable (dapat diuraikan mikroorganisme). Proses perubahan sampah menjadi
kompos dilakukan secara aerobik (memerlukan oksigen). Dari berbagai macam sampah, yang
dapat dijadikan kompos antara lain sampah dapur (kupasan sayur), potongan rumput,
endapan teh atau kopi, sampah kebun, kulit buah-buahan, daun-daunan, sisa hidangan dan
kertas serta kotoran sapi (Suprijadi and Tejaswarwana, 1994).
Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik
yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian antara lain : Pupuk organik
mengandung unsur hara makro dan mikro.Pupuk organik dapat memperbaiki struktur
tanah.Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah
berpasir, memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah, dan membantu proses
pelapukan dalam tanah (Cahaya and Nugroho, 2009). Tujuan pembuatan kompos adalah
memecahkan permasalahan limbah organik yaitu pertama membuang limbah tersebut pada
suatu tempat yang aman dan mengolah limbah tersebut menjadi bahan yang bermanfaat.
Mendaur ulang limbah organik lebih menguntungkan dan telah biasa dilakukan pada bidang
pertanian yaitu untuk pupuk kompos (Notohadiprawiro et al., 1991).
Kompos memiliki indokator mutu sebagai standar dalam pembuatannya, antara lain
struktur remah dan lunak dalam hal ini bahan bakunya ketika dipanen tidak mengumpat atau
berlumur, warna cenderung gelap kehitaman, ketika kompos yang dihasilkan terlalu gelap ini
disebabkan suasana terlalu basah (anaerob) dan terlalu cerah disebabkan suasana terlalu
kering (aerob). Intikator mutu kompos lainnya, yaitu kadar airnya sekitar 30% dicirikan
melaluidiperas dengan tangan tidak ada air yang menetes, aromanya menyerupai humus tanah
(yakni tidak berbau busuk menyengat/agak harum), reaksi (pH) berkisar 6-7 bila terlalu
rendah ini dikarenakan kurang aerasi, dan kadar bahan organik sekitar 30%-60% dengan
nisbah C/N sekitar 15 (Cahaya and Nugroho, 2009)
Dari hasil pengamatan semua limbah bahan baku kompos, tekstur yang belum hancur
ialah limbah seresah, jerami, kotoran sapi, dan buah busuk. Tekstur yang masih kasar atau
belum hancur menunjukkan bahwa belum terjadinya proses dekomposisi sempurna yang
disebabkan kandungan selulose dan lignin. Menurut Dalzell (1991) menyatakan bahwa
kecepatan dekomposisi bahan organik sebagai bahan kompos dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain mutu bahan kompos, yang mana nampak dari nilai C/N rasio bahan dasar.
Semakin tinggi kandungan selulose dan lignin bahan dasar kompos, maka semakin besar nilai
C/N rasionya sehingga akan semakin sulit didekomposisi (Jutono, 1993).
Nilai pH yang netral merupakan indikator mutu kompos yang harus terpenuhi.
Seperti hasil yang diperoleh saat praktikum ini, hanya limbah sayur busuk yang pHnya dalam
katergori masam. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya aerasi. Menurut Dalzell et al.,(1991)
menyatakan bahwa pola perubahan pH kompos berawal dari pH agak asam karena
terbentukknya asam-asam organik sederhana, kemudian pH meningkat pada inkubasi lebih
lanjut akibat terurainya protein dan terjadinya pelepasan amonia.
DHL yang tinggi pada limbah buah busuk menunjukkan bahwa kadar garam-garam
terlarut pada kompos tersebut tinggi sedangkan DHL yang rendah seperti pada limbah
lainnya dikarenakan kadar garam kompos tergolong sangat rendah, karena bahan dasar
kompos tidak ada yang banyak mengandung garam-garam terlarut. (Dalzell et al.,1991)
Menurut Pratiwi et al.,(2013), ciri fisik kompos terbaik yaitu berwarna coklat
kehitaman, beraroma tanah, dan struktur yang remah. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini
sebagai berikut. Dari segi warna, kompos dari limbah sayur busuk belum matang dikarenakan
warnanya masih coklat kekuningan, sedangkan untuk kompos dari limbah buah busuk,
kotoran sapi, seresah dan jerami hampir matang dengan warna coklat hingga coklat
kehitaman. Untuk teksturnya, kompos dari limbah sayur busuk yang memiliki tekstur remah
dan yang lain belum hancur. Hasil data warna dan tekstur yang diperoleh telah sesuai dengan
teori menurut Zaman dan Sutrisno (2007), yaitu kompos yang matang berwarna coklat tua
sampai coklat kehitaman dengan tekstur remah. Dari semua jenis kompos, kompos yang
paling efektif untuk kesuburan adalah kompos dari bahan dasar limbah jerami karena pH
yang mendekati netral yaitu 6,75. Menurut Tan (1993), sifat kimia kompos yang matang
adalah kisaran pH 6,5-7,5. Selain itu pada pH netral tanah, unsur hara banyak tersedia serta
akan mudah diserap oleh tanaman (akar tanaman) dan pada pH netral tanah tersebut aktivitas
mikroorganisme maksimum sehingga berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan
pertumbuhan tanaman. Untuk bau, kompos dari limbah sayur busuk tidak mengeluarkan bau.
Bau yang diperoleh sesuai dengan teori, seharusnya kompos yang sudah matang tidak berbau
menyengat dan berbau harum seperti tanah (Zaman and Sutrisno, 2007). Namun,untuk yang
lain seperti dari limbah seresah, kotoran sapi, dan buah busuk baunya tidak menyengat dan
untuk jerami baunya sangat menyengat yang menandakan komposnya belum matang.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengomposan merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang
terkandung dalam sisa-sisa bahan organik dengan suatu perlakuan khusus
yang bertujuan agar tanaman lebih mudah memanfaatkannya. Hasil proses
inilah yang lazim disebut pupuk kompos.
2. Kompos memiliki indokator mutu sebagai standar dalam pembuatannya,
antara lain struktur remah dan lunak dalam hal ini bahan bakunya ketika
dipanen tidak mengumpat atau berlumur, warna cenderung gelap
kehitaman, ketika kompos yang dihasilkan terlalu gelap ini disebabkan
suasana terlalu basah (anaerob) dan terlalu cerah disebabkan suasana
terlalu kering (aerob). Intikator mutu kompos lainnya, yaitu kadar airnya
sekitar 30% dicirikan melaluidiperas dengan tangan tidak ada air yang
menetes, aromanya menyerupai humus tanah (yakni tidak berbau busuk
menyengat/agak harum), reaksi (pH) berkisar 6-7 bila terlalu rendah ini
dikarenakan kurang aerasi, dan kadar bahan organik sekitar 30%-60%
dengan nisbah C/N sekitar 15.
3. Hasil pengamatan kompos berbahan dasar limbah buah busuk diperoleh
nilai pH 5.96 ; DHL sebesar 94.2 mS; tekstur belum hancur; berbau tidak
menyengat; dan berwarna coklat. Pada bahan baku jerami diperoleh nilai
pH 6.75 ; DHL sebesar 37.6 mS; tekstur belum hancur; berbau
menyengat; dan berwarna coklat. Pada bahan baku sayur busuk diperoleh
nilai pH 4.27 ; DHL sebesar 48.8 mS; tekstur remah; berbau tidak
menyengat; dan berwarna coklat kekuningan. Pada bahan baku seresah
diperoleh nilai pH 5.32 ; DHL sebesar 36.6 mS; tekstur belum hancur;
berbau tidak terlalu menyengat; dan berwarna coklat. Pada bahan baku
kotoran hewan diperoleh nilai pH 7.25 ; DHL sebesar 86.2 mS; tekstur
belum hancur; berbau tidak terlalu menyengat; dan berwarna coklat. Dari
hasil pengamatan ini yang paling efektif untuk kesuburan tanah adalah
yang sesuai dengan indikator mutu kompos yaitu pH mendekati netral 6.75
bahan baku jerami.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini adalah dapat diaplikasikannya
secara langsung hasil kompos yang dibuat dan waktunya jangan terlalu cepat agar
dapat dipahami secara benar hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahaya, A., and Nugroho, A.D. 2009. Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Limbah
Padat Organik (Sampah Sayuran dan Ampas Tebu).Skripsi. Fakultas Teknik,
Universitas Diponogoro. Semarang.
Dalzell, H.W., A.J. Biddlestone, K.R. Gray and K. Thurairajan. 1991. Produksi dan
Penggunaan Kompos pada Lingkungan Tropis dan Subtropis. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia.

Diaz, L. F.,Bertoldi,M. de.,Bidlingmaier,W. 2007. Compost Science and Technology: Waste


Management Series 8. Boston,MA. Elsevier. ISBN. 9780080439600 0080439608
008054598X 9780080545981.

Hanc, A. and Marketa,D. 2016. Effect of composting and vermicomposting on properties of


particle size fractions. Bioresource Technology 217 :186–189.

Jutono. 1993. Perombakan Bahan Organik Tanah.Yogyakarta : Pasca Sarjana Universitas


Gajah Mada

Margarettha, H.Nasution, and M. Syarif. 2015. Pemanfaatan kompos aktif dalam budidaya
pepaya organik di desa Kasang Pudak. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat 30 : 16 -
22.

Miller, R.M. and R. L. Donahue. 1990. Soils, an Introduction to Soils and Plant Growth, 6 th
Ed. Prentice Hall International Editions Englewood. New Jersey.

Notohadiprawiro, T., Suryanto, Hidayat, M.S. and Asmara,A.A. 1991. Nilai Pupuk Sari
Kering Limbah (Sludge) Kawasan Industri dan Dampak Penggunaannya Sebagai

Pupuk atas Lingkungan . Agric. Sci.Vol. 4, No.7.

Pratiwi, I. G. A. P., Atmaja, I. W. D., and Soniari, N. N. 2013. Analisis Kualitas Kompos
Limbah Persawahan dengan Mol Sebagai Dekomposer. E-Jurnal Agroekoteknologi
Tropika 2 : 2301-6515.
Suprijadi and R. Tejasarwana. 1994. Prospek pupuk organik dan pengelolaannya pada padi
sawah di lahan tadah hujan. Tropika. 5 (3) : 42-49.

Tan, K. H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

Yuniwati, M., Frendy, I., Padulemba, A. 2012. Optimasi Kondisi proses pembuatan kompos
dari sampah organik dengan cara fermentasi menggunakan EM4.Jurnal Teknologi 5
(2): 172-181.

Zaman, B. And E. Sutrisno. 2007. Studi pengaruh pencampuran sampah domestik, sekam
padi, dan ampas tebu dengan metode Mac Donald terhadap kematangan kompos.
Jurnal Presipitasi 2 : 1-7.

Zhang, L. and Xiangyang, S. 2016. Improving green waste composting by addition of


sugarcane bagasse and exhausted grape marc. Bioresource Technology. 218: 335–343.
ACARA III

PRAKTIKUM KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH


NILAI KESUBURAN TANAH, MANAJEMEN KESUBURAN TANAH,DAN
PENGARUH PEMUPUKAN

Disusun oleh:

1. Ni Luh Tika Mulyantini D 14/365201/PN/13730


2. Indah Putri Utami 14/365732/PN/13741
3. Ahmad Khoirudin S N 14/365738/PN/13742
4. Astri Eka Putri
14/365748/PN/13744
5. Dwi Arum Permatasari 14/365773/PN/13748

Golongan : A5 Sore/1
Nama Asisten :M. Imaduddin Suria

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
Abstrak
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah Acara III yaitu Nilai Kesuburan
Tanah, Manajemen Kesuburan Tanah, Pengaruh Pemupukan dilaksanakan pada Jumat, 9 September
2016 di Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Tujuan dari praktikum ini adalah (1) mengetahui tingkat kesuburan tanah secara aktual
dan (2) mengetahui pengaruh pupuk terhadap kesuburan tanah. Kesuburan tanah dapat didefinisikan
sebagai kemampuan tanah untuk menyediakan substrat atau nutrisi dimana tanaman dapat tumbuh dan
berkembang. Pemupukan merupakan suatu proses penambahan bahan yang diberikan ke dalam tanah
baik yang organik maupun yang non organik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara
dari dalam tanah dan bertujuan meningkatkan produksi tanaman. Nilai kesuburan tanah adalah status
suatu tanah dalam hal kesuburan atau kandungan unsur hara yang ada dalam tanah. Dari pengamatan
menggunakan metode liebig diperoleh hasil bahwa media tanah lebih baik daripada media pasir kuarsa
atau campuran keduanya. Sedangkan pemberian biochar pada pengaruh pemupukan terhadap tanaman
sawi meningkatkan pertumbuhan tanaman sawi. Sedangkan hasil observasi manajemen pemupukan
diperoleh hasil bahwa penggunaan pupuk pada petani padi berlebih dikarenakan keinginan memperoleh
hasil yang paling optimal.
Kata kunci: Kesuburan, Nilai Kesuburan Tanah, Padi, Pupuk, Unsur hara.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk
berbagai macam aktivitas guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya
yang digunakan untuk keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang dapat
pulih (reversible) dan dapat pula sebagai sumberdaya yang dapat habis. Dalam usaha
pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar
serta tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman berasal dari
kondisi tanaman yaitu kondisi genetik dari tanaman. Hal tersebut sangat berpengaruh karena
proses kerja dan metabolisme tanaman berada dalam tubuh tanaman itu sendiri. Selain faktor
internal, terdapat pula faktor eksternal yang berpengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan
tanaman. Faktor eksternal dapat dikatakan sebagai faktor lingkungan tanaman yang
mempengaruhi kinerja metabolisme tanaman. Faktor eksternal antara lain suhu, radiasi
matahari, edafik, iklim dan lain-lain. Tanaman dapat menyerap unsur hara baik unsur hara
mikro maupun unsur hara makro. Perbedaan keduanya menitikberatkan pada intensitas suatu
unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Contoh unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman
yaitu, Zn, Mg, Si, B, Mo, dan beberapa unsur lain. Unsur hara mikro dibutuhkan tanaman
jumlah sedikit tetapi bersifat mutlak atau harus ada agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Beberapa contoh unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman antara lain, C, H, O, N, S, P.
Unsur hara makro sangat dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Tanah menyediakan
banyak unsur hara yang bisa digunakan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman. Akan tetapi,
unsur hara tersebut belum tentu tersedia sehingga membutuhkan penambahan pupuk.
Pemupukan merupakan salah satu cara penambahan unsur hara ke dalam tanah baik
secara langsung maupun tidak langsung agar tanaman mendapat nutrisi yang cukup untuk
proses pertumbuhannya. Pemupukan yang efektif dan efisien akan tercapai apabila diketahui
terlebih dahulu kondisi dan nilai kesuburan dari suatu kompleks tanah dan jenis tanaman
yang dibudidayakan sehingga kompleks tanah dapat diberi suatu formula pupuk yang sesuai
dengan kondisi spesifik lokasi dan tanaman. Untuk memenuhi dan memelihara kesuburan
diperlukan manajemen kesuburan tanah yang baik dimana sebelum melakukan pemupukan
telah diketahui nilai kesuburan tanah yang akan diberi pemupukan.
B. Tujuan
1. Mengetahui nilai kesuburan tanah secara aktual
2. Mengetahui cara memelihara kesuburan tanah yang dilakukan petani
3. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap tingkat kesuburan tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kesuburan tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk menyediakan
substrat atau nutrisi dimana tanaman dapat tumbuh dan berkembang. Kesuburan sendiri
merupakan fungsi dari kekayaan tanah yang berupa nutrisi, lengas, mineral, dan bahan
organik tanah (Du and Zhou, 2009). Definisi kesuburan tanah dibedakan lagi menjadi dua
yaitu kesuburan tanah aktual, yaitu kesuburan tanah hakiki (asli/alamiah) dan kesuburan
tanah potensial, yaitu kesuburan tanah maksimum yang dapat diperoleh dengan intervensi
teknologi yang mengoptimumkan semua faktor, misalnya dengan memasang instalasi
pengairan untilk lahan yang tidak tersedia air secara terus menerus atau yang lainnya
(Anonim, 2012). Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam
(kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH 6-6,5,
mempunyai aktivitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan unsur haranya yang
tersedia bagi tanaman adalah cukup dan tidak terdapat pembatas-pembatas tanah untuk
pertumbuhan tanaman (Sutejo, 2002).
Nilai kesuburan tanah tidak dapat diukur atau diamati tetapi hanya dapat diperkirakan
(ditaksir). Perkiraan nilainya dapat dilakukan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi
tanah yang terukur, yang kemudian dihubungkan/dikaitkan dengan penampilan
(performance) tanaman menurut pengalaman atau hasil penelitian sebelumnya. Kesuburan
tanah juga dapat ditaksir dengan mengamati keadaan tanaman secara langsung. Dengan cara
pertama hanya dapat diketahui sebab-sebab yang menentukan kesuburan tanah, sedangkan
dengan cara kedua hanya dapat diketahui tanggap (reaksi) tanaman terhadap keadaan tanah
yang dihadapinya (Anonim, 2012).
Manajemen hara yang baik untuk produksi tanaman adalah didasarkan pada
pengetahuan tentang hara yang dibutuhkan tanaman dan ketersediaan hara di dalam
tanah.Perawatan manajemen hara dapat didasarkan pada jumlah hara yang terambil dari
dalam tanah oleh tanaman saat panen. Agar produksi tanaman dapat berhasil dan
berkelanjutan dalam waktu yang lama, tanah harus mengandung sejumlah hara yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman, terutama nitrogon, fosfor, dan kalium. Aspek penting kesuburan
tanah dalam hubungannya dengan P adalah serapan P oleh tanaman selama periode
kekurangan (stress) air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman melalui proses
difusi menunjukkan bahwa serapan P oleh kecambah jagung berkurang sesuai dengan
penurunan kadar air tanah atau peningkatan stress/kekurangan air. Pengaruh kekurangan air
terhadap serapan P tanaman dapat dikurangi dengan pemberian P yang tinggi (Lopulisa,
2004).
Masing–masing metode pemberian pupuk K ada kelebihannya dengan pertimbangan
makin menyebar menyebabkan K makin banyak kontak dengan bahan - bahan tanah, dan
kondisi ini sangat merugikan apabila pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan
menfiksasi K tinggi. Sedangkan apabila pemberian pada tempat tertentu (tugal atau alur)
maka konsentrasi pada bagian-bagian tertentu tinggi sebaliknya bagian lain sedikit. Terlalu
banyak konsentrasi K dapat merusak tanaman muda atau perakaran, yang akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Suwarno, 2003).
Penggunaan pupuk urea yang semakin tinggi dosisnya berpengaruh nyata
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah rimpang
induk, bobot rimpang kering dan bobot kering batang + daun/rumpun). Warna daunnya
terlihat lebih hijau gelap dan pertumbuhannya pada tinggi tanaman lebih tinggi pada tanaman
yang dipupuk urea dosis 300 kg/ha. Rendahnya status hara N tanah, menyebabkan respon
tanaman terhadap komponen pertumbuhan meningkat dengan pemberian pupuk urea dosis
300 kg/ha (Rahardjo, 2010).
Efektivitas pemupukan sangat tergantung pada saat pupuk diberikan. Pemberian
pupuk pada saat yang tidak tepat hanya merupakan pemborosan sebab pupuk akan terbuang
percuma dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman pada saat itu. Ada dua hal yang
berpengaruh terhadap efektivitas pemupukan yaiitu kondisi cuaca dan kondisi fase tanaman.
1. Kondisi cuaca
Kondisi cuaca adalah fakta yang menentukan keberhasilan suatu aplikasi pemupukan. Hal
utama yang perlu diperhitungkan adalah jangan sekali-kali melakukan pemupukan pada saat
hari akan hujan, dan pada saat siang terik. Oleh karena itu, pemupukan sebaiknya dilakukan
sebelum atau sesudah matahari bersinar terik. Kalau cuaca tidak panas pemupukan dapat
dilakukan kapan saja.
2. Kondisi fase tanaman
Pertumbuhan tanaman dibagi atas dua, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase
vegetatif tanaman akan membentuk daun dan pucuk-pucuk tanaman muda. Sedangkan pada
fase generatif tanaman membentuk bunga, buah dan umbi. Pemupukan pada fese yang tidak
tepat bukan hanya berarti pemborosan, tetapi kadang dapat meracuni tanaman sehingga
pertumbuhannya tidak bagus (Prihmantoro, 2003)
Pupuk organik berperan untuk memperbaiki struktur tanah, memperbaiki daya serap
tanah terhadap air, mengandung kondisi kehidupan dalam tanah, dan mengandung nutrisi
bagi tanaman (Anonim, 2011). Biochar merupakan inisiator proses degradasi dalam tanah
dan bersifat meminimalisir efek rumah kaca. Biochar merupakan salah satu solusi yang
digunakan dalam mengatasi residu pirolisis karena pengaruh iklim sehingga kondisi tanah
semakin miskin unsur hara. Biochar dapat memperbaiki dan menata ulang tekstur tanah
menjadi lebih baik dan menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Penambahan biochar dapat
meningkatkan proses nitrifikasi dan menetralkan rasio C:N tanah (Ameloot, et al., 2013).
Biochar dapat meningkatkan proses nitrifikasi sebesar 5% dan mengembangkan kondisi tanah
asam dengan memperkecil masa emisi N 2O dan populasi pengoksidasi ammonia (He, et al.,
2016). Selain itu, biochar digunakan untuk remediasi tanah yang memiliki banyak kandungan
logam berat dan usnur polutan. Secara tidak langsung, biochar mempunyai efek positif baik
untuk jangka pendek ataupun jangka panjang (Tang, et al., 2013).
Analisis tanah ataupun tanaman digunakan untuk mengetahui status hara dalam tanah dan
tanaman, untuk mengetahui kelestarian kesuburan tanah dan produktivitas lahan dengan
mengetahui kadar hara dalam tanah, menduga produksi tanaman dan menghitung keuntungan
apabila dilakukan pemupukan, untuk mengetahui hara yang menjadi faktor pembatas
sehingga nantinya dapat diperbaiki dan dibuat rekomendasi pemupukan, serta dapat
digunakan untuk menilai lahan secara ekonomi (Rosmarkam dan Nasih, 2007).
III.METODOLOGI
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah Acara III yaitu Nilai
Kesuburan Tanah dan Pengaruh Pemupukan dilaksanakan pada Jumat, 9 September 2016 di
Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Adapun alat dan bahan yang digunkan antara lain tanah sawah, pasir kuarsa,
benih padi, toples kecil, dan air. Alat dan bahan tersebut digunakan untuk mengetahui nilai
kesuburan tanah. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk digunakan alat
dan bahan antara lain, bibit sawi hijau, biochar, tanah sawah, ember, dan air. Pengamatan
dilakukan selama 14-18 hari setelah penanaman, kemudian dilakukan analisis lanjut agar
dapat diperoleh kesimpulan dari hasil perlakuan yang telah dilakukan.
Prosedur penentuan tingkat kesuburan tanah secara aktual menggunakan metode
neubauer. Metode tersebut merupakan metode sederhana dengan mempergunakan sedikit
tanah dan benih dalam jumlah relatif banyak. Benih yang digunakan pada metode ini yaitu
benih padi. Tanah permukaan di lahan sawah pada ketinggian 0-10 cm diambil pada 10-15
titik kemudian tanah tersebut di homogenkan dan di kering anginkan sampai menjadi remah-
remah. Selanjutnya, tanah kering mutlak sebanyak 100gr dimasukkan ke dalam toples plastik
ukuran 500mL. Kemudian 100gr pasir kuarsa bersih ditimbang dan dicampur dengan tanah
yang sudah ditimbang. Selanjutnya, ditambahkan air sebanyak 200mL dan diaduk sampai
merata. Disiapkan pula, media dengan 200gr tanah kemudian dimasukkan dalam toples dan
diberi air secukupnya. Benih padi dimasukkan dalam masing-masing media sebanyak 50 biji.
Setelah 2 sampai 3 hari atau setelah bibit muncul ditambahkan air sampai permukaan padatan
terendam. Selanjutnya tanaman dipelihara dengan kondisi padatan terendam setinggi 2 cm
sampai padi berumur 14 hari. Setelah 14 hari, akar tanaman dibersihkan dari pasir dan tanah
yang melekat dengan bantuan air. Tanaman ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam
kantung kertas, tanaman dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 65 o C selama 24 jam. bobot
kering tanaman ditimbang, tinggi tanaman dan panjang akar serta PH tanah diukur. Untuk
kontrol digunakan media pasir kuarsa sebanyak 200gr.
Pengamatan manajemen kesuburan tanah dilakukan dengan narasumber di Dusun
Kowang, Desa Taman Martani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Wawancara
dilakukan pada Hari Minggu, 4 September 2016 pada pukul 14.30 WIB. Segala hal yang
ditanyakan kepada narasumber disesuaikan dengan lembar pengamatan yang sudah
disediakan.
Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pupuk terhadap kesuburan tanah
antara lain, tanah sawah dimasukkan ke dalam ember plastik ukuran 2 L, kemudian setiap
ember ditanami bibit sawi yang sudah disediakan. Salah satu ember diberi campuran biochar
sedangkan ember yang lain hanya diisi media tanah biasa. Perawatan berupa penyiraman
dilakukan sesuai perlakuan pada setiap hari sampai panen yaitu 2mst. Selanjutnya
pengamatan dilakukan setiap minggu meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, dan kenampakan
visual. Pada akhir percobaan tanaman dipotong tepat pada pangkal batangnya kemudian
bobot segar dan bobot kering tanaman ditimbang. Bobot kering diperoleh setelah jaringan
tanaman tersebut dioven pada temperatur 60oC selama lebih dari 48 jam.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pupuk merupakan suatu bahan tambahan yang mengandung unsur-unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, nutrisi
harus selalu tersedia didalam tanah agar bisa diserap oleh akar. Nutrisi yang ada didalam
tanah mempunyai berbagai fungsi yang nantinya dapat membantu meningkatkan
produktivitas tanaman. Selain meningkatkan produktivitas tanaman, pemberian unsur hara
dari pupuk juga dapat memperbaiki sifat biologi, fisika, dan kimia tanah. Pupuk yang
diberikan ke tanaman ada dua macam yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik
merupakan pupuk yang terbuat dari sisa makhluk hidup kemudian mengalami dekomposisi,
misalnya pupuk kompos dari sisa tanaman dan kotoran sapi dari sisa ataupun kotoran
binatang ternak. Berbeda dengan pupuk anorganik, pupuk tersebut terbuat dari bahan-bahan
kimia sehingga mempunyai presentase konsentrasi yang tinggi.
Sedangkan pemupukan merupakan cara atau metode pemberian nutrisi ke tanaman
baik melalui akar, daun, atau organ tanaman yang lain. Pemupukan yang diberikan kepada
tanaman disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi tanaman sehingga pemberian pupuk efektif
dan efisien baik bagi tanaman maupun lingkungan yang ada disekitarnya. Banyak metode
yang bisa digunakan dalam pemupukan mulai dari metode sebar sampai penyuntikan
langsung ke jaringan tanaman.
Nilai kesuburan tanah adalah proses yang mendiagnosis masalah unsur hara
padatanah sehingga dapat diketahui kandungan dan untur hara suatu tanah dan kriteria
kesuburannya sehingga dapat dianjurkan dosis pemupukan. Sedangkan manajemen
kesuburan tanah yaitu cara memelihara kesuburan suatu tanaman agar tetap terjaga
( Suwarno, 2003). Kesuburan tanah ditentukan oleh faktor fisika, kimia dan biologi tanah.
Faktor fisika tanah meliputi kedalaman solum, tekstur, struktur, kelembaban dan tata udara
tanah. Faktor kimia tanah meliputi reaksi tanah (pH tanah), KPK, kejenuhan basa, bahan
organik, banyaknya unsur hara, cadangan unsur hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan
tanaman. Faktor biologi tanah antara lain aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam
proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara (Triyanto, 2016).
Struktur tanah yang remah pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman
dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah
dan panjang akar yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan
dengan akar yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan
akar pada tanah berstruktur remah lebih cepat dibandingkan akar tanaman pada tanah padat,
sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia
banyak pada tanah remah.
Salah satu sifat kimia tanah adalah keasaman atau pH (potensial of hidrogen), pH
adalah nilai pada skala 0-14, yang menggambarkan jumlah relatif ion H+ terhadap ion OH-
didalam larutan tanah. Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran
0-6, artinya larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH-, sebaliknya jika
jumlah ion H+ dalam larutan tanah lebih kecil dari pada ion OH- larutan tanah disebut
bereaksi basa (alkali) atau miliki pH 8-14. Tanah yang mengandung unsur-unsur hara yang
optimum untuk nutrisi tanaman dan tidak terlalu masam ataupun alkalin serta bebas dari
unsur-unsur toksik disebut mempunyai kesuburan kimia yang baik. Tanah yang memiliki
kesuburan biologi yang baik jika tanah memiliki bahan organik tinggi yang menunjang
keaneka ragaman hayati di dalam tanah, tanah mengandung mikrobia penambat N tinggi dan
tanah mengandung mikrobia penambat P tinggi.
Hukum minimum Liebig menyatakan bahwa penambahan unsur hara yang bukan
merupakan hara pembatas akan sia-sia bila status hara lain yang menjadi pembatas tidak
diselesaikan terlebih dahulu. Pada aplikasi pemupukan, harus diketahui terlebih dahulu
kandungan hara yang terdapat di dalam tanah saat itu, dengan demikian akan dapat diketahui
dengan persis kadar hara yang terdapat di dalam tanah. Dengan diketahuinya kadar hara di
dalam tanah, akan dapat ditentukan dosis pemupukan serta pupuk apa yang harus
diaplikasikan pada lahan. Apabila kadar hara dalam tanah tidak diketahui, maka pemupukan
yang dilakukan kurang efisien menurut hukum Liebig, karena penambahan unsur yang bukan
unsur pembatas bagi tanaman tidak akan mengubah keadaan tanah atau tanaman.
Dalam kebutuhan unsur hara tanaman, unsur-unsur hara yang dibutuhkan dibagi
menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur-unsur hara
yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah yang relatif besar. Yang termasuk unsur hara
makro yaitu N, P, K, Mg, Ca, dan S. Sedangkan unsur hara mikro adalah unsur yang
diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Walaupun hanya diserap dalam jumlah kecil, tetapi
amat penting untuk menunjang keberhasilan proses-proses dalam tumbuhan. Unsur hara
mikro antara lain B, Cu, Zn, Fe, Mo, Mn, Cl, Na, Co, Si, dan Ni.
Selain unsur hara makro dan mikro, unsur hara dapat dibedakan menjadi unsur hara
esensial dan non esensial. Adapun kriteria unsur hara esensial yaitu:
 Tanaman harus mampu menyelesaikan siklus hidupnya tanpa adanya unsur mineral
 Fungsi dari elemen tidak harus diganti oleh unsur mineral lain
 Unsur harus terlibat langsung dalam metabolisme tanaman
Tingkat kebutuhan tanaman terhadap nitrogen tergolong tinggi.
Tanaman menyerap unsur N dalam bentuk ion nitrat dan ammonium. Nitrogen yang
tersedia bagi tanaman mempengaruhi proses pembentukan protein dan klorofil pada daun
tanaman. Unsur K yang tersedia untuk tanaman berada dalam bentuk ion K + . Akan tetapi,
kandungan tersebut relatif kecil dalam tanaman sehingga harus dilakukan penambahan secara
manual, seperti KCl, K2SO4, KNO3, dan K-Mg-SO4. Apabila tanaman mengalami defisiensi
Kalium akan tampak gejala pada daun yang akan terus menyebar ke jaringan lain dari
tanaman. Bersamaan dengan N dan K, unsur P dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang
fungsional. Unsur P dapat diserap kedalam tanaman dalam bentuk ortofosfat primer,
pirofosfat, dan metafosfat serta fosfat organik. Kondisi P yang cukup sangat baik untuk
kondisi perakaran tanaman.
Pada praktikum dilakukan pengamatan pada tanaman padi dan sawi yang ditanam di
media berbeda. Pada pengamatan padi digunakan media tanah, tanah dan pasir, dan kuarsa
(kontrol). Sedangkan pada pengamatan tanaman sawi dilakukan pengamatan di media tanah
dengan penambahan biochar dan tanpa penambahan biochar. Dilihat apakah ada perbedaan
dari jenis media yang digunakan bila dikaitkan dengan kandungan unsur dalam media
tersebut. Berikut adalah hasil pengamatannya :

Gambar 3.1. Tinggi Tanaman Padi


Dari grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa benih padi yang ditumbuhkan pada
media tanah mempunyai hasil yang paling tinggi dibandingkan dengan kuarsa ataupun tanah
yang diberi campuran pasir. Hal tersebut disebabkan rendahnya hara yang ada dalam pasir
kuarsa dan rendahnya tingkat KPK media jenis pasiran. Tanah yang digunakan merupakan
tanah jenis lempung sehingga tanah tersebut mempunyai KPK dan kandungan hara yang
lebih tinggi dibandingkan kedua media lain.

Gambar 3.2. Bobot Segar Tanaman Padi


Terlihat bahwa bobot segar tanaman padi tertinggi terdapat media tanah kemudian
yang kedua tertinggi adalah media tanah dan pasir, dan kuarsa. Hasil bobot segar dari
tanaman dipengaruhi oleh kondisi lengas dan tingkat evaporasi pada lingkungan media tanam
dan tanaman padi. Pada media pasir kuarsa kadar lengas rendah karena pasir tidak mampu
menahan atau mengikat air sehingga air mudah mengalami evaporasi.

Gambar 3.3 Bobot Kering Tanaman Padi


Hasil bobot kering tanaman padi tertinggi pada media tanah kemudian media pasir dan
tanah dan yang terendah adalah pada kuarsa. Hal tersebut dikarenakan pada media tanah
kadar lengas memang tertinggi sehingga berpengaruh pada bobot padi. Dari selisih bobot
antara bobot kering dan segar dapat diketahui kandungan air yang disimpan oleh tanaman
padi.

Gambar 3.4. Rerata Jumlah Daun Tanaman Sawi


Rerata jumlah daun yang paling banyak yaitu pada media tanah dengan campuran
biochar. Hal tersebut telah sesuai dengan teori bahwa dengan penambahan biochar dapat
menambah kesuburan tanah dengan meningkatkan unsur hara. Biochar mempunyai efek
positif baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang (Tang, et al., 2013)

Gambar 3.5. Rerata Tinggi Tanaman Sawi


Dari grafik tersebut, diketahui bahwa pemberian biochar dapat mendukung pertumbuhan
tanaman sawi. Hasil tinggi tanaman tertinggi pada media tanah dan biochar. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa biochar akan memberikan tambahan unsur bagi tanaman sehingga
pertumbuhan tanaman pun akan optimal.
Gambar 3.6. Bobot Segar Akar Tanaman dengan Biochar

Gambar 3.7. Bobot Segar Akar Tanaman Tanpa Biochar


Gambar 3.9. Bobot Kering Akar Tanaman Tanpa Biochar

Hasil bobot akar tanaman pada saat segar dan kering tertinggi pada media tanah dan
biochar. Hal tersebut dikarenakan media yang mengandung biochar akan mengalami ikatan
yang lebih kuat dan kompleks pertukaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan media tanpa
biochar. Adanya biochar dapat menambah kesuburan tanah.

Gambar 3.10. Bobot Segar Tajuk Tanaman Sawi Dengan Biochar


Gambar 3.11. Bobot Segar Kering Tajuk Tanaman Sawi Tanpa Biochar

Gambar 3.12. Bobot Kering Tajuk Tanaman Sawi Dengan Biochar


Gambar 3.13. Bobot Kering Tajuk Tanaman Sawi Tanpa Biochar
Pada grafik terlihat hasil bobot tajuk tanaman sawi, diperoleh hasil bobot kering dan segar
tajuk dan akar tertinggi dimiliki oleh media tanah tanpa biochar. Tetapi bobot kering dan
segar tajuk dan akar tidak berbeda jauh dengan bobot kering dan segar tajuk dan akar pada
media tanah dan biochar.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Dusun Kowang, Desa Taman
Martani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman., dapat diketahui bahwa fisiografi daerah
adalah berupa dataran dengan topografi yang datar. Tingkat erosi di daerah ini termasuk
dalam kategori ringan karena memiliki fisiografi datar. Penggunaan lahan yang paling
mendominasi di daerah tersebut adalah berupa lahan untuk sawah dan lahan untuk tanaman
pangan. Sistem pengairan yang digunakan adalah tadah hujan. Jeluk mempan di lahan sawah
tersebut tersebut yaitu sekitar 0 - 20 cm. Jenis tanah di daerah Kowang adalah tanah alluvial
atau tanah antisol. Tanah alluvial ini adalah tanah yang belum berkembang (tanah muda)
yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. Cuaca pada saat kita
melakukan pengamatan tersebut terpantau berawan.
Petak yang diamati memiliki luas kurang lebih 714 m 2. Panjang petak adalah 52 m
dan lebarnya adalah 14m. Jarak lahan dari aspal yaitu sekitar 600 meter dan akses ke jalan
besar yang termasuk kategori sedang. Lahan sawah tersebut memiliki pematang dengan
ukuran lebar 30 cm dan tinggi sekitar 50 cm. Tidak terdapat tanaman yang tumbuh di atas
pematang tersebut.
Keadaan tanah permukaan (top soil) yang terdapat pada lahan yang kami amati
tersebut memiliki tekstur yang sedang dengan struktur gumpal. Warna dari tanah tersebut
adalah kelabu, dan kondisi kelengasan tanah saat kita amati dalam kondisi lembab. Lahan
sawah milik Pak Untung tersebut ditanami padi varietas Sidenuk. Usianya saat itu adalah 105
hari dan rencananya akan dipanen pada usia 110 hari. Jarak tanam yang digunakan Pak
Untung adalah 22 cm x 20 cm. Pengolahan lahan milik Pak Untung menggunakan traktor 2
roda.
Mengenai pupuk yang digunakan, Pak Untung menggunakan kotoran sapi, pupuk
urea, pupuk ZA, pupuk NPK, dan pupuk organik cair yaitu Multiplant. Kotoran sapi yang
diaplikasikan sebanyak 20 ton/ha dengan jenis pupuk kotoran sapi. Kotoran sapi tersebut
telah didiamkan selama 4 bulan sehingga dapat dipastikan pupuk tersebut telah
terdekomposisi dan siap digunakan untuk tanaman. Pupuk Urea yang digunakan sebanuyak
250 kg/ha dan diberikan pada saat 3-7 hari setelah tanam. Pupuk NPK yang digunakan
sebanyak 350 kg/ha. Pupuk tersebut diaplikasikan dua kali yaitu pada saat 3-7 hari setelah
tanam dan 21-28 hari setelah tanam. Untuk pupuk ZA, Pak Untung mengaplikasikannya
sebanyak 250 kg/ha dan diberikan dua kali juga yaitu pada saat 21-28 hari setelah tanam dan
35-40 hari setelah tanam. Untuk pengaplikasian pupuk organic cair Pak Untung
menyesuaikan dosis yang dianjurkan pada label pupuk yaitu 30 ml pupuk caik dicampurkan
dengan air sebanyak 14 liter.
Menurut Anonim (2013), secara umum rekomendasi pupuk untuk tanaman padi
sebagai berikut, Urea sebesar 200 kg - 250 kg, SP36 100 kg - 150 kg dan KCl 75 kg - 100 kg.
Jika menggunakan NPK dosisnya adalah 100-150 kg urea dan 300 kg NPK. Maka
berdasarkan rekomendasi di atas, pupuk yang digunakan Pak Untuk sedikit melebihi
rekomendasi. Tetapi hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena saat observasi tampak
bahwa keadaan tanaman padi di lahan Pak Untung baik-baik saja, bahkan terlihat subur dan
siap panen. Hal tersebut sangat lumrah karena ternyata Pak Untung adalah salah satu
penyuluh swadaya dan petani teladan di daerah Kowang yang sering mengikuti pelatihan-
pelatihan dari para penyuluh untuk kemudian disuluhkan kembali ke petani lainnya.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nilai kesuburan tanah yang diperoleh dari metode neubauer menunjukkan bahwa
media tanah memiliki nilai kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan pasir kuarsa
sehingga tanah dapat digolongkan dalam kondisi tanah yang subur.
2. Cara memelihara kesuburan tanah yang dilakukan oleh Bapak Untung dengan
mengolah tanah sebelum ditanami dengan menggunakan traktor 2 roda untuk
menggemburkan tanah, menggunakan kotoran sapi, pupuk urea, pupuk ZA, pupuk
NPK, dan pupuk organik cair yaitu Multiplant.
3. Pengaruh pemberian pupuk / biochar terhadap media tanah sawah pada
pertumbuhan tanaman sawi menunjukkan hasil pertumbuhan yang baik sehingga
dapat dikatakan bahwa penambahan biochar dapat meningkatakan kesuburan tanah.

B. Saran
Praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah Acara III sudah sangat baik.
Hanya saja diperlukan adanya pemberian bekal yang lebih banyak kepada praktikan
sehingga pada saat ditanya oleh petani, praktikan dapat memberikan jawaban yang benar
dan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Ameloot, N., S.D. Neve, K. Jegajeevagan, G. Yildiz, D. Buchan, Y.N. Funkuin, W. Prins, L.
Bouckaert, S. Sleutel. 2013. Short-term CO2 and N2O emissions and microbial
properties of biochar amended sandy loam soils. Soil Biology and Biochemistry, 57:
401-410.

Anonim. 2011. Pupuk dan Pemupukan. <


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19718/4/Chapter%20II.pdf>. Diakses
pada 26 September 2016

Anonim. 2012. Mengembalikan Kesuburan Tanah. <http://pertaniansehat.com/read/2012/


05/24/mengembalikan-kesuburan-tanah.html>. Diakses pada 16 September 2016.

Anonim. 2013. Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik


Lokasi.<http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/pupuk/index.php/perangkat-uji/80-
rekomendasi-pemupukan-padi-sawah-spesifik-lokasi>. Diakses pada 29 September
2016.

Du, C. and J. Zhou. 2009. Evaluation of Soil Fertility Using Infrared Spectrodcopy- A
Review. In Lichtfouse, E (Editor). Climate Change, Intercropping, Pest Control and
Beneficial Microorganism. Springer, New York.

Handayanto, E. 1998. Pengelolaan kesuburan tanah secara biologi untuk menuju sistem
pertanian sustainabel. Habitat 4 (10) : 104 - 110.

He, L., X. Zhao, S. Wang, and G. Xing. 2016. The effect of rice-straw biochar addition on
nitrification activity and nitrous oxide emissions in two oxisols. Soil and Tillage
Research, 164: 52-62.

Lopulisa 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Grafindo Persada, Jakarta.

Prihmantoro, H. 2003. Memupuk Tanaman Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta.


Rahardjo Mono 2010. Pengaruh Pupuk Urea, Sp36, dan KCl terhadap pertumbuhan dan
produksi temulawak (Curcuma Xanthorhiza Roxb). Jurnal Littri Vol.16 (III) : 98-105.

Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono.2007. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisisus, Yogyakarta.

Sumarni, N., R. Rosliani dan A.S. Duriat. 2010. Pengelolaan fisik, kimia dan biologi
tanah untuk meningkatkan kesuburan lahan dan hasil cabai merah. Jurnal Hortikultura 20 (2):
132-133.

Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tang, J., W. Zhu, R. Kooka. and A. Katayama. 2013. Characteristics of biochar and its
application in remediation of contaminated soils. Journal of Bioscience and
Bioengineering, 116(6): 653-659.
Triyanto. 2016. Pentingnya Mengembalikan Kesuburan Tanah dengan Bahan Organik.
https://kabartani.com/pentingnya-mengembalikan-kesuburan-tanah-dengan-bahan-
organik.html. Diakses pada 28 September 2016.
LAMPIRAN
ACARA IV

PRAKTIKUM KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH


METODE PEMUPUKAN, SIFAT PUPUK, DAN BIOPORI

Disusun oleh:

1. Ni Luh Tika Mulyantini D 14/365201/PN/13730


2. Indah Putri Utami 14/365732/PN/13741
3. Ahmad Khoirudin S N 14/365738/PN/13742
4. Astri Eka Putri
14/365748/PN/13744
5. Dwi Arum Permatasari 14/365773/PN/13748

Golongan : A5 Sore/1
Nama Asisten :M. Imaduddin Suria

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
Abstrak
Praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah Acara IV dilaksanakan pada hari
Jumat, 16 September 2016 di Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah, Departemen Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan praktikum ini adalah mengenal berbagai cara
pemupukan tanaman serta mengetahui pentingnya lubang biopori dalam peningkatan kualitas tanah.
Praktikum dilaksanakan dengan mengamati sifat-sifat pupuk yang tertera pada label yaitu sifat pupuk
(ukuran butir, warna, higroskopisitas, kadar lengas, dan BV), sifat kimia (senyawa kimia, kadar hara,
sifat fisiologis atau kemasaman), kemasan, produsen, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, aplikasi
(cara dan takaran penggunaan), dan keterangan lain yang diperlukan. Kemudian membuat lubang
biopori. Biopori merupakan ruangan atau pori-pori dalam tanah yang dibentuk secara alami dengan
adanya aktivitas makhluk hidup di dalam tanah seperti, akar tanaman, cacing, rayap dan
mikroorganisme lainnya. Lubang resapan biopori merupakan lubang yang digali vertikal ke dalam
tanah berbentuk slindris, dengan kedalaman tertentu misalnya 50 cm.
Kata kunci : pupuk, biopori.

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesuburan tanah merupakan kunci utama untuk memperoleh hasil panen yang tinggi
pada kegiatan budidaya. Kesuburan tanah berhubungan dengan unsur-unsur hara di dalam
tanah yang menjadi zat penting untuk tanaman. Kesuburan tanah akan berkurang seiring
berjalannya waktu jika tidak dilakuan kegiatan pemupukan. Pemupukan merupakan proses
penambahan nutrisi pada tanah maupun tanaman dengan tujuan mensuplai unsur yang
dibutuhkan tanaman yang telah berkurang. Dalam melakukan pemupukan perlu diperhatikan
juga metode yang digunakan saat memupuk. Metode pemupukan diantaranya adalah injeksi,
broadcasting, ringplacement, spot placement, foliar application. Setiap metode pemupukan
memiliki kekurangan dan kelebihannya sehingga petani harus mampu menerapkan metode
tersebut sesuai kondisi., baik kondisi tanaman mau pun kondisi lahan.
Selain metode aplikasi pupuk, hal yang perlu diperhatikan adalah jenis pupuk yang
digunakan untuk tanaman. Pengaplikasian pupuk perlu memperhatikan istilah 5T yaitu tepat
cara, jenis, dosis, sasaran, dan tepat waktu. Pada kemasan pupuk pasti disajikan keterangan
lengkap terkait 5T tersebut. Untuk itu, maka perlu dilakukan identifikasi tentang sifat fisik,
sifat kimia, higroskopisitas, kelarutan, kemasaman, cara bekerjanya, aplikasi dan dosis agar
proses pemupukan menjadi efektif dan efisien.
Berkaitan dengan kesuburan tanah, perlu dibuat lubang biopori buatan yang disebut
lubang resapan biopori atau disingkat LRB. LRB adalah lubang yang dibuat vertical ke dalam
tanah. LRB berfungsi sebagai tempat penyerapan air, mengurangi kebanjiran karena
meminimalisir aliran air di permukaan, dan menyuburkan tumbuhan disekitarnya. Oleh
karena itu, praktikum berikut membahas tentang metode pemupukan, sifat pupuk, dan
pembuatan lubang resapan biopori.
B. Tujuan
1. Mengenal berbagai metode pemupukan tanaman
2. Mengenal berbagai jenis pupuk dan mencirikan sifat-sifat pupuk
3. Mengetahui pentingnya lubang biopori dalam peningkatan kualitas tanah, dan
memahami pembuatan serta proses aplikasi lubang biopori.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk menurut pengertian umum adalah bahan yang diberikan kepada komplek tanah
tumbuhan supaya langsung atau tidak langsung dapat menambah zat makanan tanaman yang
tersedia dalam tanah. Sedangkan dalam arti sempit pupuk adalah bahan yang ditambahkan
dalam kompleks pertukaran tanah-tanaman untuk melengkapi keadaan makanan dalam tanah
yang tidak cukup mengandung unsur makanan tambahan (Sastrosoedirjo dan Rifai, 1979).
Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik atau hasil industri dan
mengandung unsur hara yang diperlukan tanaman. Berdasarkan jumlah jenis unsur hara yang
dikandungnya, pupuk anorganik ini dibagi dalam beberapa golongan, yaitu: (1). Pupuk
tunggal : yaitu pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara, misalnya urea (mengandung
unsur N); TSP (mengandung unsur P) dan KCL (mengandung unsur K). (2). Pupuk majemuk;
yaitu pupuk yang mengandung unsur N, P dan K sekaligus. Contohnya adalah Amofos
(mengandung unsur dan P), Nitroposka (mengandung unsur N, P dan K). Berdasarkan jenis
hara utama yang dikandung, pupuk anorganik dibagi dalam beberapa golongan, yakni : pupuk
nitrogen, pupuk fosfor dan pupuk kalium (Suryati, 2009).
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan
baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk
berbeda dari suplemen tambahan. Pupuk mengandung bahan baku pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormontumbuhan membantu kelancaran
proses metabolisme. Ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah
material suplemen (Gutser et al., 2005).
Pemupukan ialah pemberian bahan yang dimaksudkan untuk menambah hara tanaman
(pupuk) pada tanah. Pemberian bahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki suasana
tanah, baik fisik, kimia ataupun biologi. Metode umum pemupukan adalah sebagai berikut
(Foth, 1988):
a. Sebar rata (broadcast) yaitu menyebarkan pupuk merata di atas permukaan tanah.
Penyebaran merupakan metode umum pemakaian pupuk campuran dalam jumlah
besar dari pupuk padat dengan truk penyebar sebelum tanam.
b. Penyuntikan yaitu penempatan pupuk cair dan anhidrous amonia ke dalam tanah.
Penyuntikan anhidrous amonia penting untuk mencegah kehilangan karena
penguapan.
c. Penugalan (banding), pemakaian pupuk pada waktu tanam dalam jalur dekat biji
untuk merangsang pertumbuhan awal tanaman. Pupuk dan biji tanaman dipisah
dengan jarak beberapa centimeter untuk mencegah tekanan osmotik yang tinggi.
Pupuk biasanya ditempatkan di samping atau di bawah biji untuk tanaman jagung
dan sayuran.
d. Pemakaian melalui daun (foliar), pemakaian pupuk pada bagian tanaman di atas
tanah dengan semprotan. Digunakan dalam jumlahnya kecil unsur hara mikro.
e. Pembenaman (bedding), penempatan pupuk pada dasar alur, dan kemudian
dibenamkan atau menutup pupuk sebelum tanam.
f. Pemakaian di atas permukaan tanah (top dressing), pemakaian pada permukaan
tanah sesudah tanaman tumbuh.
g. Irigasi, pemakaian pupuk dalam air irigasi. Sangat umum untuk pemakaian
nitrogen.
Sistem pertanian yang intensif menitikberatkan pada hasil yang lebih tinggi.
Akibatnya terjadi peningkatan kebutuhan tanaman akan seluruh unsur hara esensial. Tidak
hanya unsur makro primer, tepati juga unsur makro sekunder dan unsur mikro. Namun, sejak
puluhan tahun yang lalu, pupuk yang diberikan pada tanah adalah pupuk N, P, dan K. Unsur
lainnya hanya mengandalkan cadangan yang ada di dalam tanah. Akibatnya akhir-akhir ini
gejala kekurangan unsur-unsur lain mulai dirasakan. Meningkatnya perhatian para ahli dan
praktisi pertanian pada unsur makro sekunder dan unsur mikro disebabkan oleh semakin
sering dan meluasnya laporan kerugian akibat berkurangnya unsur-unsur ini di deluruh dunia
(Novizan, 2002).
Tanah perlu pupuk dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman
dan tingkat kesuburan tanah (uji tanah). Penetapan dosis pupuk berdasar uji tanah
membutuhkan data status N, P, dan K tanah yang ditetapkan sebelum tanam dimulai. Dengan
diketahuinya status hara tanah, maka dapat dihitung jumlah pupuk yang dibutuhkan tanaman
untuk mencapai produksi optimal. Aplikasi pupuk P yang ditebar dengan merata merupakan
hal yang fisibel dalam bentuk kering ataupun cairan. Percampuran selanjutnya dengan tanah
dari pupuk P yang ditebar dengan pengolahan akan mencampurkannya ke dalam tanah dan
menempatkannya sebagian dari P tersebut cukup dalam di dalam tanah sehingga akan berada
dalam zone yang lembab paling tidak selama suatu bagian dari musim pertumbuhan. Pada
tanah-tanah yang mengandung tingkat P tersedia rendah, waktu dan metode dapat cukup
penting. Penempatan dalam zone perakaran efektif umumnya menghasilkan efisiensi
penggunaan P yang lebih besar (Welch et al., 2005).
Biopori merupakan lubang di dalam tanah berbentuk bulat yang dibuat oleh hewan
tanah dan akar tanaman yang membusuk. Biopori berperan sebagai jalur khusus bagi akar
untuk mengatasi hambatan fisik seperti penekanan oleh lapisan tanah karena kepadatan yang
tinggi. Dalam beberapa kasus biopori memberikan dampak pada dinamika pertumbuhan
akar dan air tanah (Gaiser et al., 2013).
Biopori berukuran sebesar (diameter> 2 mm) di bawah tanah dapat dibuat dengan
melubangi akar sehingga terdapat ruang kosong didalamnya kemudian setelah pembusukan
atau oleh aktivitas penggalian liang oleh cacing tanah yang mengambil keuntungan dari
kurangnyapersiapan lahan dalam sistem tanam abadi. Biopori yang berukuran lebih besar
dengan ruang kosong silinder dapat meningkatkan resapan air sehingga dapat mencegah
terjadnya erosi. Biopori berukuran besar yang sering hancur dalam lapisan bajak dapat
bertahan untuk waktu yang cukup lama di bawah tanah (Kautz et al., 2014).
III. METODOLOGI
Praktikum Kesuburan, Pemupukan, dan Kesehatan Tanah acara IV dilaksanakan pada
hari Jumat, 16 September 2016 di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Praktikum dilaksanakan
dengan mengamati sifat-sifat pupuk yang tertera pada label yaitu sifat pupuk (ukuran butir,
warna, higroskopisitas, kadar lengas, dan BV), sifat kimia (senyawa kimia, kadar hara, sifat
fisiologis atau kemasaman), kemasan, produsen, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa,
aplikasi (cara dan takaran penggunaan), dan keterangan lain yang diperlukan. Setelah itu
pembutan lubang resapan biopori dilakukan di luar laboraturium dengan mengebor lapisan
tanah sedalam 50 cm hingga 100 cm. Kemudian lubang pada lubang tersebut dipasang
paralon yang telah dilubangi. Setelah itu, lubang tersebut diisi dengan seresah tanaman.
Praktikum tentang metode pemupukan dilakukan di luar pelaksanaan praktikum di
laboratorium, kemudian didokumentasikan dalam bentuk video.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, pupuk yang diidentifikasi sifat-
sifatnya adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Pupuk M.K.P

Gambar 4. Pupuk Spesial Super


Gambar 1. Pupuk Biotek Organik
Boron

Gambar 5. Pupuk Organik Guano


Gambar 2. Pupuk SNN Phospate
Gambar 6. Pupuk Superfarm

Gambar 9. Pupuk Roman Plus


Gambar 7. Pupuk Magicgro Leaf

Gambar 10. Pupuk NPK


Gambar 10. Pupuk Nutrigrow
Pemupukan merupakan suatu proses penambahan bahan yang diberikan ke dalam tanah
baik yang organik maupun yang non organik dengan maksud untuk mengganti kehilangan
unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan meningkatkan
produksi tanaman. Pemupukan bertujuan mengganti
unsur hara yang hilang dan menambah persediaan unsur
hara yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan
produksi dan mutu tanaman. Ketersediaan unsur hara yang lengkap dan berimbang yang
dapat diserap oleh tanaman merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
Pemupukan berfungsi untuk memperbaiki strutur tanah sesuai dengan yang dikehendaki
oleh tanaman, menggantikan unsur hara yang hilang atau habis sehingga dapat
mempertahankan keseimbangan unsur hara dalam tanah dan kesuburan tanah meningkat,
meningkatkan daya ikat terhadap air sehingga kebutuhan tanaman terhadap air dapat
tercukupi, mengikat fraksi tanah, mengurangi bahaya erosi karena tanaman tumbuh subur,
meningkatkan produksi baik kuantitas maupun kualitas.
Tujuan utama pemupukan adalah menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk
mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen. Penggunaan
pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk bentuk dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Tanaman dapat menggunakan pupuk
hanya pada perakaran aktif, tetapi sukar menyerap hara dari lapisan tanah yang kering atau
mampat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir berdasarkan kenaikan bobot kering atau serapan
hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam pupuk tersebut.
Terdapat beberapa metode pemupukan yang dikenal, antara lain :
1. Foliar application
Foliar application ialah metode yang dilakukan dengan bantuan alat penyemprot,
yang kemudian diaplikasikan langsung pada tanaman dengan cara disemprot.
Keuntungan dari metode ini adalah pupuk langsung mengenai sasaran dan lebih mudah
pengaplikasiannya. Sedangkan kerugian dari penggunaan metode ini adalah pupuk akan
lebih mudah hilang yang dapat diakibatkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi. Cara
kerjanya adalah sebagai berikut:
a. Siapkan larutan pupuk sesuai takaran (misalnya Urea 0.5%).
b. Masukkan kedalam tabung penyemprot.
c. Lakukan pemupukan pada permukaan daun.
2. Broadcasting
Pemupukan cara broadcasting dilakukan dengan menyebarkan pupuk yang akan
diaplikasikan. Metode broadcasting dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu top dressing
(pemakaian di atas permukaan tanah) dan side dressing (pemakaian disamping tanaman).
Dalam top dressing, pupuk disebarkan merata pada permukaan tanah sesudah tanaman
tumbuh. Dalam side dressing, pupuk ditempatkan di sepanjang atau diantara baris
sesudah tanaman tumbuh. Pupuk Nitrogen biasanya diberikan pada tanah dengan cara ini
untuk mengurangi kehilangan N. Metode broadcasting sering digunakan karena dianggap
lebih sederhana, hemat tenaga dan praktis akan tetapi disisi lain,tetapi metode
broadcasting kurang efisien karena akan banyak N yang hilang melalui proses nitrifikasi
dan denitrifikasi, penguapan amonia dan pencucian. Selain itu dapat memacu
pertumbuhan gulma yang dapat menekan populasi tanaman budidaya. Cara kerjanya
sebagai berikut:
a. Tentukan kebutuhan pupuk (200 kg urea/hektar).
b. Lakukan pemupukan secara merata keseluruh lahan dengan cara disebar.
3. Fertigation
Pemupukan cara ini memanfaatkan sistem irigasi yang mengairi lahan. Masalah
yang dihadapi yaitu tidak ada keseragaman distribusi pupuk, dan tersematnya P serta
beberapa hara mikro pada permukaan tanah dimana mereka pada dasarnya tidak tersedia
bagi akar dan pemberiaan pupuk tidak akan sampai semua kerena hilang ditengah jalan..
Walaupun begitu metode fertigasi ini merupukan metode aplikasi pupuk yang paling
praktis, nyaman, dan murah yaitu biaya energi, tenaga dan perlengkapanya yang lebih
rendah. Cara kerjanya adalah sebagai berikut:
a. Siapkan larutan pupuk sesuai takaran (misalnya 1 sendok dalam 10 L air).
b. Siramkan kedalam media pertanaman.
Ada minimum 16 unsur yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Karbon,
hidrogen dan oksigen dapat diperoleh secara gratis dari lingkungan, namun sisanya harus
diberikan dari luar. Unsur hara yang diberikan melalui sistem fertigasi adalah nitrogen,
phosphorus, kalium, sulfur, zinc (seng) dan zat besi. Dengan teknik fertigasi biaya tenaga
kerja untuk pemupukan dapat dikurangi, karena pupuk diberikan bersamaan dengan
penyiraman. Keuntungan lain adalah peningkatan efisiensi penggunaan unsur hara karena
pupuk diberikan dalam jumlah sedikit tetapi kontinyu; serta mengurangi kehilangan unsur
hara (khususnya nitrogen) akibat ‘leaching’ atau pencucian dan denitrifikasi (kehilangan
nitrogen akibat perubahan menjadi gas) (Follet, 2004). Menurut (Susila and Poerwanto,
2013), fertigasi tetes juga dapat menekan serangan penyakit pada daun dibandingkan
dengan overhead sprinkler irigasi. Air tidak diaplikasikan lewat daun sehingga dapat
mempertahankan daun dalam kondisi kering yang mengakibatakan dapat
menekankerentanan tanaman terhadap serangan penyakit. Hal ini juga dapat
mengakibatkan penekanan penggunaan fungisida.
4. Spot placement
Pada pemupukan cara spot placement, pupuk ditempatkan dalam dasar lubang atau
dasar alur khusus yang sudah disediakan sedalam 10 cm, pupuk dibenamkan dan ditutup
kembali dengan tanah sebelum ditanam. Pemupukan dengan cara placement memiliki
keuntungan yaitu tanaman lebih mudah menyerap unsur hara yang diberikan karena
unsur hara yang diberikan tidak ada yang hilang sehingga kehilangan unsur hara dapat
dikurangi, karena langsung ditempatkan dan diuraikan dalam tanah. Kerugiannya dengan
metode ini kurang hemat waktu dan memerlukan tenaga dan biaya yang besar, terutama
apabila tanaman yang butuh pupuk tersebut berada dalam lahan yang luas.
5. Ring placement
Pemupukan cara ini dilakukan dengan membuat parit sedalam 10-15 cm
mengelilingi tanaman selebar tajuk terluar. Pupuk ditaburkan secara merata pada tanah
yang telah digemburkan. Keuntungannya yaitu tanaman lebih mudah menyerap unsur
hara yang diberikan karena langsung ditempatkan dan diuraikan dalam tanah.
Kerugiannya dengan metode ini kurang hemat waktu dan memerlukan tenaga dan biaya
yang besar.
6. Injection
Metode ini dilakukan dengan menyuntikkan larutan pupuk secara langsung ke batang
tanaman. Keunggulan metode ini adalah memberikan efek langsung ke warna daun tanaman.
Kelemahannya adalah kesehatan tanaman terganggu yaitu timbulnya pathogen dan hama,
menyebabkan batang memebelah, pembusukan, cacat structural, serta berbahaya bagi pohon
yang kondisinya buruk.
Metode pemupukan erat kaitannya dengan pupuk yang digunakan, Pupuk yang
banyak dijual memiliki sifat higroskopis atau higroskopisitas. Higroskopisitas adalah
kemampuan pupuk dalam menyerap air yang ada dalam udara. Pupuk dengan higroskopisitas
yang kurang baik perlu penyimpanan yang baik karena mudah menjadi basah atau mencair
bila tidak tertutup. Pupuk biasanya akan mulai menyerap air dari lingkungannya pada suhu
kamar dan kelembaban nisbi sekitar 50%. Untuk mengurangi tingkat higroskopisitas, pupuk
dibuat dalam butiran-butiran sehingga luas permukaan pupuk menjadi berkurang. Sebaliknya
jika pupuk disimpan pada tempat atau lingkungan kering, maka pupuk akan menjadi bongkah
yang keras.
Adanya sifat higroskopis pada pupuk tersebut akan dapat mempengaruhi kadar
lengas, berat volume (BV) dan juga tanaman. Pengaruh pertama dari sifat higroskopisitas
adalah terhadap kadar lengas dari pupuk tersebut. Semakin tinggi sifat higroskopis tersebut
maka kadar lengasnya pun juga semakin tinggi. Karena semakin tinggi sifat higroskopis
maka semakin tinggi pula pupuk dapat menyerap air sehingga kadar lengas pun semakin
banyak atau semakain tinggi. Kemudian pengaruh adanya sifat higrosopisitas pada pupuk
juga akan berpengaruh pada berat volum (BV) dari pupuk itu sendiri. Pengaruh dari sifat
higroskopisitas pupuk terhadap berat volum (BV) adalah semakin tinggi sifat higroskopisitas
dari suatu pupuk maka pupuk tersebut akan memiliki berat volum (BV) yang makin tinggi
pula. Hal ini disebabkan pupuk yang memiliki sifat higfoskopisitas yang tinggi berarti
kemampuannya dalam mengikat air pun juga tinggi sehingga air yang terserap dalam pupuk
pun juga tinggi maka berat volume (BV) tersebut akan semakin tinggi.
Selain itu, pupuk yang memiliki sifat higroskopisitas akan berpengaruh pada tanaman.
Pengaruh higroskopisitas pupuk tersebut terhadap tanaman adalah semakin tinggi
higroskopisitias dari suatu pupuk maka pupuk tersebut dapat menjadi lebih mudah diserap
oleh tanaman. Hal tersebut dikarenakan pupuk yang memiliki sifat higroskopistas tinggi akan
mudah untuk menyerap air dan pupuk tersebut akan mudah mencair dan kemudian menjadi
larut jika diaplikasikan di dalam tanah, dan kemudian akan menjadi cepat untuk diserap oleh
tanaman.
Selain dengan pemupukan, kesuburan tanah dapat ditambah dengan pembuatan
biopori. Biopori adalah lubang lubang yang terdapat dalam tanah, terbentuk secara alami
akibat aktivitas organisme seperti cacing, rayap dan hewan lain, serta perakaran tanaman.
Lubang-lubang tersebut kemudian terisi udara atau dilalui air. Semakin banyak lubang bipori
dalam suatu tanah, maka kemampuan tanah dalam menyimpan air juga akan semakin baik.
Dengan meningkatnya kapasitas simpan air oleh tanah akan memperkecil peluang terjadinya
banjir. Lubang biopori dapat diperbanyak dengan cara memberikan bahan organik ke dalam
tanah. Bahan organik tersebut akan menjadi sumber makanan bagi organisme tanah sehingga
dapat membentuk lubang biopori yang lebih banyak (Griya, 2008 cit. Hilwatullisan, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aziz, 2012, perbedaan kedalaman lubang
resapan biopori memberi hasil yang berbeda nyata. Penelitian yang dilakukan menggunakan
tiga tingkat kedalaman lubang resapan biopori, yaitu 25 cm, 50 cm dan 75 cm. Dari penelitian
yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa semakin dalam lubang resapan biopori maka
semakin cepat laju infiltrasi air ke dalam tanah. Hal tersebut dikarenakan semakin dalam
lubang resapan biopori, gaya gravitasi semakin kuat dan membuat laju infiltrasi air semakin
cepat. Laju infiltrasi yang semakin cepat berbanding lurus dengan banyaknya volume air
yang dapat masuk ke dalam tanah, semakin cepat laju infiltrasi maka semakin banyak volume
air yang diserap. Semakin banyaknya volume air yang diserap menandakan bahwa lubang
resapan biopori tersebut semakin efektif. Selain itu peneltia yang dilakukan menunjukkan
bahwa semakin dalam lubang resapan biopori maka pori-pori tanah (Lubang biopori) yang
terbentuk akan semaki banyak.
Manfaat yang didapatkan dari pembuatan lubang resapan biopori baik untuk sektor
pertanian maupun non pertanian, antara lain :
1. Memelihara cadangan air tanah.
2. Mencegah terjadi keamblesan (subsidence) dan keretakan.
3. Menghambat intrusi air laut.
4. Mengubah sampah organik menjadi kompos.
5. Meningkatkan kesuburan tanah.
6. Menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah.
7. Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air sperti demam
berdarah, malaria, dan kaki gajah.
8. Mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pemcemaran udara
dan perairan.
9. Mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan)
10. Mengurangi banjir, longsor, dan kekeringan
Menurut Tim Biopori IPB dalam tulisan Hilwatullisan (2011) menjelaskan
keunggulan dan manfaat biopori sebagai berikut :
a. Meningkatkan daya resapan air
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang
resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang. Sebagai contoh bila
lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan
akan bertambah sebanyak 3140 cm 2 atau hampir 1/3 m 2. Dengan kata lain suatu
permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula
mempunyai bidang resapan 78,5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan
kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm 2. Dengan adanya
aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa
terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu, bidang resapan ini akan selalu terjaga
kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas
bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan
kemampuan dalam meresapkan air.
b. Mengubah sampah organik menjadi kompos
Lubang resapan biopori „diaktifkan‟ dengan memberikan sampah organik
kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah
untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah
didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan melalui proses seperti itu maka
lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus
berfungsi sebagai "pabrik" pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap
periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis
tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang
senang dengan budidaya tanaman atau sayuran organik maka kompos dari LRB
adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
c. Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman
Seperti disebutkan di atas, Lubang Resapan Biopori (LRB) diaktifkan oleh
organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas merekalah
yang selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga atau liang liang di dalam tanah
yang akan dijadikan "saluran" air untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan
memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan
senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya
akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari manusia untuk
pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga dan biaya.
Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan kepada mereka
berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik yang dimasukkan ke
dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat
diemisikan ke atmosfer sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi pemanasan
global dan memelihara biodiversitas dalam tanah.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode pemupukan tanaman dapat dilakukan dengan cara broadcasting, Ring
Placement, Spot Placement, Fertigasi, Injection dan Foliar Aplication.
2. Jenis berdasarkan kandungan unsurnya, pupuk anorganik dibagi menjadi
pupuk tunggal (N, P, K) dan pupuk majemuk (NP, NK, NPK). Sifat-sifat
pupuk meliputi sifat fisika, sifat kimia serta informasi lain seperti kemasan,
dan aplikasi (cara dan dosis penggunaan).
3. Lubang biopori dapat bermanfaat untuk meningkatkan daya resapan air,
mengubah sampah organik menjadi kompos serta memanfaatkan peran
aktivitas fauna tanah dan akar tanaman. Lubang biopori dibuat dengan
mengebor tanah sedalam 50 cm – 100 cm lalu dimasukkan paralon dan seresah
tumbuhan ke dalamnya.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah seorang petani sebaiknya dapat memilih
metode pemupukan sesuai dengan keadaan sehingga pemupukan akan efektif dan efisien.
Sebaiknya keterangan pada pupuk lebih diperjelas misalnya pada tanggal pembuatan dan
tanggal kadaluarsanya. Selain itu, masyarakat perlu membuat lubang resapan biopori
karena lubang biopori memiliki banyak manfaat, terutama untuk kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Umar A. 2012. Kajian kapasitas resap biopori dengan variasi kedalaman dan perilaku
resapannya. Jurnal Konstruksia 4(1): 49-51.

Follett, R.H. 2004. Fertigasi. <http://gardenweb.info/fertigasi.html>. Diakses pada 28


September 2016.

Foth, D. H. 1988. Fundamentals of Soil Sience. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gaiser, T., U. Perkons, P. M. Kupper, T. Kautzt, D. U. Puschmann, F. Ewert, A. Enders and


G. Krauss. 2013. Modeling biopore effects on root growth and biomass production on
soils with pronounced sub-soil clay accumulation. Elsevier Journal 256: 6-15.

Gutser, R,.Ebertseder, T., and Weber, A. 2005.Short‐term and residual availability of


nitrogen after long‐term application of organic fertilizers on arable land . Journal of
Plant Nutrition and Soil Science 168 : 439-446.

Hilwatullisan. 2011. Lubang resapan biopori (LBR) pengertian dan cara pembuatannya di
lingkungan kita. <http://eprints.polsri.ac.id/34/1/jurnal%20lisan.pdf>. Diakses pada 15
September 2016.

Kautzt, T., M. Lusebrink, S. Patzold, D. Vetterlein, R. Pude, M. Athmann, P. M. Kupper, U.


Perkons and U. Kopke. 2014. Contribution of anecic earthworms to biopore formation
during cultivation of perennial ley crops.Elsevier Journal 57: 47-52.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sosrosoedirdjo, R. S. dan Tb. B. Rifai. 1979. Ilmu Memupuk. CV Yasaguna, Jakarta.

Suryati, T., 2009. Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah. Agromedia, Jakarta.

Susila, A.D., and Poerwanto, R. 2013. Irigasi dan Fertigasi. Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar
Dasar Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortukultura Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Welch, L.F., Johnson, O.E. Mc Kibben, L.V. Boone, dan J.W. Pendleton. 2005. Relative
efficiency of broadcast versus banded potassium for corn. Agronomy Journal 58: 618 –
621.
LAMPIRAN
ACARA V

PRAKTIKUM KESUBURAN, PEMUPUKAN, DAN KESEHATAN TANAH


PUTK DAN PUTS

Disusun oleh:

1. Ni Luh Tika Mulyantini D 14/365201/PN/13730


2. Indah Putri Utami 14/365732/PN/13741
3. Ahmad Khoirudin S N 14/365738/PN/13742
4. Astri Eka Putri
14/365748/PN/13744
5. Dwi Arum Permatasari 14/365773/PN/13748

Golongan : A5 Sore/1
Nama Asisten :M. Imaduddin Suria

LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH

DEPARTEMEN TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2016
Abstrak
Praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah acara V dilaksanakan pada 23
September 2016 dengan tujuan mengetahui tingkat kesuburan tanah sawah dengan analisis terhadap
kadar kandungan Nitrogen, Phosohat, Kalium serta pH tanah untuk selanjutnya dapat ditentukan
rekomendasi dosis pupuk yang sesuai terhadap spesifik tanah tersebut. Pegujian kadar pupuk dilakukan
terhadap tanah sampel yang berasal dari sawah di sekitar Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman DIY.
Pengujian dilakukan dengan alat yang disebut Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), tujuannya adalah
untuk mempraktikkan metode pengujian yang praktis saat dilakukan di lapangan. PUTS terdiri dari
ekstraktor yang digunakan untuk menguji kadar pupuk, serta bagan warna yang digunakan untuk
mengetahui kadar pupuk dalam tanah dari warna yang muncul. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kadar N, P dan K dalam tanah sampel adalah tinggi, sehingga rekomendasi dosis pupuk yang disarankan
adalah dosis terendah. pH tanah sebesar 5-6 yang bersifat agak masam, tingkat pH tersebut adalah pH
yang sesuai untuk tanaman padi sawah.
Kata kunci : PUTK, PUTS

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi adalah tanaman penghasil beras yang merupakan makanan pokok bagi
sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Untuk mencukupi kebutuhan pangan
penduduk Indonesia yang semakin bertambah jumlahnya, diperlukan upaya agar
produksi padi dapat meningkat mengimbangi peningkatan jumlah penduduk. Upaya yang
telah dilakukan meliputi ekstensifikasi dan intensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan
perbaikan kultivar padi yang ditanam, peningkatan teknik budidaya yang dilakukan,
penanggulangan hama serta penyakit tanaman, serta penggunaan makanan tambahan
yaitu pupuk.
Sebagian besar padi yang diusahakan di Indonesia adalah padi sawah, yaitu padi
yang ditanam pada lahan yang basah (cukup air). Untuk meningkatkan produktivitas padi
sawah, pupuk yang biasanya diberikan adalah pupuk N, P dan K. Pupuk tersebut telah
terbukti dapat memacu padi untuk berproduksi dengan lebih optimal. Hal tersebut
kemudian memacu petani untuk terus memberikan pupuk walaupun sebenarnya kadar
pupuk dalam tanah lahan padi sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Pemupukan yang berlebihan justru akan membuat tanaman rentan terhadap penyakit dan
rawan keracunan. Apabila hal tersebut terjadi, produksi padi tidak akan meningkat
melainkan sebaliknya.
Oleh karena itu dibutuhkan dosis pupuk yang sesuai dengan kadar pupuk di tanah
serta kebutuhan pupuk oleh tanaman. Rekomendasi dosis pupuk untuk tanaman padi di
sawah perlu didahului dengan pengukuran tingkat kesuburan tanah terlebih dahulu,
dengan demikian rekomendasi dosis pupuk yang diberikan akan lebih tepat.
B. Tujuan
1. Mengetahui tingkat kesuburan sampel tanah sawah
2. Merekomendasikan dosis pupuk berdasarkan tingkat kesuburan tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang
produksinya diupayakan ketersediaannya sepanjang tahun karena dibutuhkan sebagai bahan
makanan pokok 90% masyarakat Indonesia. Kebutuhan beras di Indonesia mengalami
peningkatan setiap tahunnya sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun
ke tahun. Di sisi lain produksi padi di lahan sawah semakin menurun, disebabkan karena
adanya alih fungsi lahan dari lahan sawah menjadi lahan perkebunan, perumahan dan lain-
lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya lain untuk meningkatkan produksi beras, salah
satunya dengan penggunaan pupuk sebagai zat pemacu peningkatan pertumbuhan dan
produktivitas padi.
Saat ini, pemupukan di tingkat petani sangat bervariasi, petani masih menggunakan
pupuk N, P dan K secara berlebihan pada lahan sawah, sehingga efisiensi penggunaan pupuk
menjadi rendah. Keterbatasan pengetahuan petani mengenai dosis pemupukan yang tepat
menyebabkan penggunaan pupuk menjadi lebih tinggi dan tidak tepat. Rekomendasi
pemupukan yang dipakai masih bersifat umum, sementara kondisi lahan berbeda sesuai
dengan karakteristik tanahnya. Hal ini menyebabkan penggunaan pupuk tidak efisien
sehingga pendapatan petani tidak optimal. Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan
yang meliputi jenis dan takaran pupuk untuk tanaman pada areal tertentu.
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008), banyak manfaat dan
dampak penerapan pemupukan spesifik lokasi antara lain pemberian pupuk yang tepat
takaran, tepat waktu, dan jenis pupuk yang diperlukan sesuai maka pemupukan akan lebih
efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani meningkat; pencemaran lingkungan dapat
dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi padi lestari atau berkelanjutan; serta
mengurangi biaya pembelian pupuk.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian juga telah menghasilkan beberapa
inovasi teknologi pemupukan padi di antaranya adalah penentuan dosis pupuk secara cepat
menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). PUTS diharapkan mampu membantu
petani meningkatkan ketepatan pemberian pupuk N, P, dan K untuk padi sawah, alat ini dapat
menentukan status hara tanah sawah di lapangan dan menentukan rekomendasi pupuk sesuai
yang dibutuhkan tanaman (Syahri dan Somantri, 2013).
Unsur hara N dalam tanah sangat mobil, sehingga mudah hilang karena menguap atau
tercuci, dimana N mudah berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya seperti NH4 menjadi
NO, N2O, NH3. Tanaman padi sangat respon terhadap pemberian pupuk urea tetapi efisiensi
serapan pupuk sangat rendah, yaitu <30 %. Efisiensi serapan pupuk dapat ditingkatkan
dengan cara 2 sampai 3 kali pemberian, yaitu pada saat tanam, 4 MST, dan 8 MST dan pupuk
dibenamkan ke tanah. Tanaman yang kekurangan N akan tumbuh kerdil, daun berwarna
kuning, dan mudah gugur, pembungaan terlambat, dan pertumbuhan aakar terbatas sehingga
produksi rendah. Kekurangan N dapat diperbaiki dengan pemupukan N dalam berbagai
bentuk seperti Urea, ZA, DAP, pupuk majemuk NPK, dan pupuk organik seperti kompos,
azolla, pupuk hijau, dan kotoran ternak (Idwar dkk., 2014).
Unsur P berperan penting dalam pembentukan bunga, buah dan biji serta
mempercepat kematangan buah. Tanaman padi yang kahat P mengakibatkan pertumbuhan
tanaman menjadi kerdil, anakan sedikit, kematangan gabah terhambat, dan produksi gabah
rendah. Fosfor (P) dalam tanah terdiri dari P-anorganik dan P-organik yang berasal dari
bahan organik dan mineral yang mengandung P (apatit). Unsur P dalam tanah rendah karena
P terikat oleh tanah liat. Akibat pemupukan P dalam jumah banyak dan kontinyu adalah
terjadinya penimbunan (akumulasi) P didalam tanah. P tanah terakumulasi dapat digunakan
kembali apabila reaksi tanah mencapai kondisi optimal untuk pelepasan P tersebut.
Unsur hara K merupakan unsur hara utama ketiga yang diperlukan tanaman dalam
jumlah besar. Unsur tersebut dalam bentuk yang sangat mobile, sehingga mudah hilang
tercuci. Bila terjadi kekurangan unsur K tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama
penyakit, proses metabolisme terganggu, sehingga kualitas dan kuantitas produksi padi
rendah. Sumber K berasal dari pupuk anorganik seperti KCl dan NPK. Pada tanaman padi
sebagian hara K dari pupuk dapat digantikan oleh jerami padi yang diberikan sebagai pupuk
organik. Kadar K dalam jerami umumnya sekitar 1% sehingga dalam 5 ton jerami terdapat
sekitar 50 kg K yang sertara dengan dosis rekomendasi pupuk KCl (Ansari dkk., 2014).
III. METODOLOGI
Praktikum Kesuburan, Pemupukan dan Kesehatan Tanah acara V dilaksanakan pada
hari Jumat, 23 September 2016 bertempat di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Praktikum ini
dilakukan dengan tujuan mengetahui tingkat kesuburan tanah sawah dengan analisis kadar N,
P, K dan pH tanah untuk kemudian diberikan rekomendasi dosis pupuk yang sesuai. Metode
yang digunakan dalam pengujian tingkat kesuburan tanah sawah adalah secara langsung
dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Pemilihan metode ini adalah agar diketahui
metode praktis yang dapat dilakukan saat pengujian sampel tanah sawah di lapangan.
Alat yang digunakan dalam pengujian adalah seperangkat alat PUTS yang terdiri dari
satu set ekstraktor untuk penetapan kadar N, P, K dan pH tanah; peralatan pendukung seperti
tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur dan pengaduk kaca; bagan warna yang digunakan
untuk mengetahui kadar N, P, K serta nilai pH dan rekomendasi dosis pupuk yang sesuai;
serta buku petunjuk penggunaan alat. Bahan yang digunakan dalam pengujian meliputi
sampel tanah sawah yang diambil dari lahan di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY.
Langkah kerja yang dilakukan terbagi menjadi dua, yaitu pengujian kadar N, P dan K,
serta pengujian pH tanah. Untuk pengujian kadar N, P dan K tanah, langkah yang dilakukan
adalah sebanyak setengah sendok sampel tanah sawah yang telah dikering anginkan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan pengekstrak N, P atau K dan
diaduk dengan pengaduk kaca hingga homogen. Larutan kemudian didiamkan selama 10
menit hingga tanah terendapkan dan terjadi perubahan warna cairan di atasnya. Warna pada
cairan jernih kemudian dibandingkan dengan warna pada bagan warna. Status hara N, P dan
K digolongkan menjadi tiga, yaitu tinggi, rendah dan sedang, melalui warna yang terbaca
kemudian ditentukan dosis rekomendasi pupuk N, P dan K yang sesuai.
Langkah kerja untuk penentuan pH tanah sawah adalah sebanyak setengah sendok
sampel tanah sawah yang telah dikering anginkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan pereaksi pH-1 sebanyak 2 ml dan diaduk dengan pengaduk kaca
hingga homogen. Ditambahkan lagi 2 ml perekasi pH-1 untuk membilas dinding tabung dan
dihomogenkan kembali. Larutan didiamkan selama 3 menit untuk selanjutnya ditambahkan 2
tetes indikator pereaksi warna pH-2. Larutan didiamkan kembali selama 10 menit, hingga
tanah terendapkan dan terbentuk warna pada cairan jernih di atasnya. Warna tersebut
kemudian dibandingkan dengan warna pada bagan warna pH untuk didapatkan tingkat pH
tanah sawah.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penentuan tingkat kesuburan suatu lahan, terdapat dua perangkat uji yang
digunakan. Perangkat uji tersebut bersifat spesifik pada jenis lahan tertentu, seperti Perangkat
Uji Tanah Kering (PUTK) untuk menguji tanah tegalan dan Perangkat Uji Tanah Sawah
(PUTS) untuk menguji kadar hara tanah sawah. Pada praktikum yang dilakukan, perangkat
uji yang digunakan adalah PUTS karena sampel tanah yang digunakan berasal dari tanah
sawah.
PUTS merupakan alat bantu analisis kadar hara tanah N,P,K, dan pH tanah sawah
yang digunakan di lapangan dengan cepat, mudah dan murah, serta akurat. Manfaat PUTS
adalah untuk mengukur status hara N, P, K, dan pH tanah sawah secara cepat dan mudah,
menjadi dasar penentuan dosis rekomendasi pupuk N, P, K dan amelio ran tanah sawah, dan
membuat petani menghemat penggunaan pupuk, meningkatkan pendapatan petani dan
menekan pencemaran lingkungan. Prinsip kerja PUTS adalah mengekstrak hara N, P, dan K
tersedia dalam tanah, mengukur hara tersedia dengan bagan warna, dan menentukan
rekomendasi pupuk padi sawah (BPP Jambi, 2014).
Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) adalah suatu alat untuk analisis kadar hara tanah
lahan kering, yang dapat digunakan di lapangan dengan cepat, mudah, murah dan cukup
akurat. PUTK dirancang untuk mengukur kadar P, K, C-organik, pH dan kebutuhan kapur.
Prinsip kerja PUTK adalah mengukur hara P, dan K tanah yang terdapat dalam bentuk
tersedia secara semi kuantitatif. Penetapan P dan pH dengan metode kolorimetri (pewarnaan).
Hasil analisis P dan K tanah selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan rekomendasi
pemupukan P dan K spesifik lokasi untuk tanaman jagung, kedelai dan padi gogo (Balittanah,
2007).
Dari kedua pengertian di atas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa perbedaan
antara PUTS dan PUTK, yaitu jenis hara yang diuji. Pada pengujian tanah sawah, jenis kadar
hara yang diuji meliputi unsur N, P, K dan pH, sedangkan pada pengujian tanah kering, jenis
hara yang diuji adalah P, K, C, pH dan kebutuhan kapur. Perbedaan tersebut didasarkan pada
jenis hara yang memiliki kadar tinggi pada tanah tersebut. Pada pengujian tanah sawah tidak
dilakukan pengujian kadar C-organik karena kadar C dalam tanah sawah sangatlah sedikit
dan dengan PUTS kadar tersebut nyaris tidak terdeteksi.
Pada pengujian tanah kering tidak dilakukan pegujian terhadap N dan dilakukan
pengujian terhadap C. Sama halnya dengan pengujian tanah sawah, kadar N di tanah kering
tidak diuji karena jumlahnya yang sangat sedikit. Kedua hal tersebut berdasarkan hukum
rasio C/N dalam tanah, dimana kadar C berbanding terbalik dengan kadar N dalam tanah.
Pada tanah sawah, kadar N tinggi sehingga membuat kadar C rendah, begitupun pada tanah
kering yang memiliki kadar C tinggi dan membuat kadar N rendah.

Tabel 4.1 Data Kadar N, P, K dan tingkat pH sampel tanah sawah


Indikator Status Hara Rekomendasi Pemupukan
Kadar Nitrogen Sangat 200 kg Urea per hektar
Kadar Phosphat Tinggi 50 kg SP-36 per hektar
50 kg KCl per hektar atau
Kadar Kalium Tinggi
5 ton jerami per hektar
- Pemupukan N dengan Urea
pH Sedikit masam (5-6)
- Irigasi yang digunakan konvensional

Tabel di atas adalah tabel yang menunjukkan status hara N, P, K dan pH dalam tanah
sawah yang diuji. Dari data pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa seluruh kadar hara
yaitu N, P dan K berstatus tinggi, dan tingkat pH adalah sedikit masam yaitu 5-6. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada tanah sawah yang diuji telah mengandung banyak unsur N, P dan
K sehingga penambahan pemupukan yang dilakukan cukup dengan dosis yang sedikit.
Pada pengujian kadar N, warna yang terbentuk adalah hijau tua yang pekat dan pada
bagan warna N, warna tersebut menunjukkan kadar N yang tinggi. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa hara N yang tersedia bagi tanaman dalam bentuk N -, NO3- dan NH4+
terdapat dalam jumlah yang banyak di tanah. Oleh karena itu, penambahan urea yang
diberikan adalah dosis terendah, yaitu 200 kg urea untuk satu hektar lahan sawah.
Penambahan tersebut didasarkan pada kebutuhan padi terhadap unsur N, N adalah unsur
utama yang dibutuhkan padi dalam jumlah yang besar, sehingga dosis terendahnya lebih
tinggi dari dosis terendah unsur hara lain.
Pengujian kadar P yang dilakukan diperoleh hasil cairan jernih berwarna biru pekat
yang pada bagan warna P digolongkan berstatus hara tinggi. Hal tersebut berarti dalam tanah
sawah yang diuji terdapat banyak hara P yang tersedia bagi tanaman, yaitu dalam bentuk
orthophosphate (PO43-, HPO42- dan H2PO4-). Untuk itu dosis anjuran yang diberikan adalah
dosis paling rendah, yaitu 50 kg SP-36 untuk satu hektar lahan sawah.
Pengujian kadar K yang dilakukan diperoleh warna cairan jernih adalah kuning terang
yang menurut pagan warna K tergolong berstatus hara tinggi. Hal tersebut berarti dalam tanah
sawah yang diuji terdapat banyak hara K dalam bentuk tersedia bagi tanaman, yaitu K+. Oleh
sebab itu, dosis anjuran yang diberikan adalah dosis paling rendah, yaitu sebanayk 50 kg KCl
untuk satu hektar lahan sawah atau penambahan 50 ton jerami untuk luasan lahan yang sama.
Dengan diketahuinya status hara suatu unsur hara, maka akan dapat diketahui
rekomendasi dosis yang tepat. Hal tersebut membuat pemupukan menjadi lebih efisien, dapat
mencegah keracunan hara bagi tanaman, serta menghemat tenaga dan biaya yang dikeluarkan
oleh petani.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Status hara untuk N, P dan K adalah tinggi, sedangkan status pH tanah adalah sedikit
masam dengan angka 5-6.
2. Rekomendasi dosis pupuk untuk N adalah sebesar 200 kg urea per hektar, untuk P
adalah sebanyak 50 kg SP-36 per hektar dan untuk K adalah sebesar 50 kg KCl per
hektar atau penambahan jerami sebanyak 5 ton per hektar, pH sedikit masam perlu
dilakukan pengairan konvensional dan penambahan pupuk dalam bentuk urea.
B. Saran
Sampel tanah yang digunakan seharusnya lebih beragam (tidak hanya berasal dari satu
tempat), sehingga terdapat keragaman hasil serta dosis pupuk yang direkomendasikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ansari, H., Jamilah dan Mukhlis. 2014. Pengaruh dosis pupuk dan jerami padi
terhadapkandungan unsur hara tanah serta produksi padi sawah pada sistem tanah SRI
(System of Rice Intensification). Jurnal Online Agroekoteknologi 2(3): 1052-1054.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Modul Pemupukan Padi Sawah

Spesifik Lokasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Provinsi Jambi. 2014. Penggunaan Perangkat
Uji Tanah Kering (PUTK) dan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Diakses secara
online: <www.bppjambi.info/dwnfilemanager.asp?id=1328> pada 28 September
2016.

Badan Penelitian Tanah. 2007. Perangkat Uji Tanah Kering V.01. Diakses secara online:
<http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/eng/dokumentasi/leaflet/putk.pdf> pada 26
September 2016.

Idwar, J. Syofjan dan R. B. Ardiansyah. 2014. Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada


tanaman padi sawah (Oryza sativa) dalam Program Operasi Pangan Riau Makmur
(OPRM) di Kabupaten Kampar. Jurnal Ogroteknologi Tropika 3(1): 35.

Syahri dan R. U. Somantri. 2013. Respon pertumbuhan tanaman padi terhadap rekomendasi
pemupukan PUTS dan KATAM hasil Litbang Pertanian di Lahan Rawa Lebak
Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptial 2(2): 171-177.
LAMPIRAN

Gambar 1. Hasil pengujian kadar N Gambar 2. Hasil pengujian kadar P

Gambar 3. Hasil pengujian kadar K Gambar 4. Hasil pengujian pH tanah

Anda mungkin juga menyukai