Anda di halaman 1dari 25

Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol.

1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

PERKEMBANGAN KEBERAGAMAAN
MENURUT PSIKOLOGI ISLAMI

Khairul Anam (4n4mkhairul@gmail.com)


Muhammad Rofiq (muhammadrofiq2209@gmail.com)
Faizah Indrawari (faizahindrawati945@gmail.com)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui psikologi islami. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang datanya didapat dengan melakukan penelitian
pustaka (library research).
Temuan dalam penelitian ini yaitu dimensi keberagamaan manusia diantaranya
Ideologi, Ritualistik, Eksperensial, Intelektual, Konsekuensial. perbedaan
keberagamaan berdasarkan kategori periode yaitu Embrio, Masa Kecil, Masa
Dewasa dan Tua.
Terakhir adalah hubungan antara agama dan kesehatan psikis diantaranya Religion
as a Coping Behaviour (agama sebagai penjagaan kehidupan), mengatasi depresi,
menekan angka bunuh diri, mengurangi kecemasan, mengurangi gangguan psikotik.

Kata kunci: Perkembangan, Keberagamaan dan Psikologi Islami.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 1


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

I. PENDAHULUAN
Kajian akan manusia berawal dari sejarah manusia itu sendiri. Beberapa
referensi Alqur’an mengungkapkan relevansi psikologis dalam narasi al-
Qur’an tentang kisah dua putera Adam, dimana salah seorang dari mereka
(Qabil) melakukan pembunuhan atas saudaranya (Habil).

”Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh


saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-
orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak
menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana
dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai
celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu
aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang
diantara orang-orang yang menyesal”. (QS. Al Maidah: 30-31)

Kisah diatas menjelaskan tentang motivasi psikologis yang menyimpang


(kecemburuan yang berlebihan) dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia.
Satu pelajaran lainnya dalam episode ini ialah bahwa manusia pun bisa belajar
melalui proses imitasi (Qabil meniru burung gagak yang menggali tanah
untuk menguburkan jasad saudaranya). Proses peniruan ini dalam psikologi
dikenal sebagai asas perilaku (behavioristik) dari teori modelling (percontohan)
Albert Bandura. Melalui ide-ide Alquran inilah, para ilmuwan Islam
melakukan pengkajian tentang psikologi.

II. METODE PENELITIAN


Makalah ini kami susun dengan menggunakan metode penelitian
kepustakaan (library research). Sehingga dalam hal ini, kami menggunakan
berupa analisis literatur-literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan pokok
pembahasan yakni ‘Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami’.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 2


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Selain itu, penulis juga mengambil data-data yang memiliki tema relevan dan
berkesinambungan agar dapat diambil materinya dalam rangka sebagai penunjang
sumber-sumber tersebut supaya lebih akuntabel yang mana kemudian ditarik
kesimpulan mengenai data yang sudah di dapat oleh penulis.

III. PEMBAHASAN
A. Konsep Perkembangan Keagamaan
Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) kepada Tuhan, tata peribadatan, dan tata akidah yang bertalian
dengan manusia dan manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan tersebut.
Beragama merupakan kebutuhan dasar manusia. Menurut Clinebell dalam
Ramayulis manusia memiliki 9 kebutuhan dasar spiritual yaitu kebutuhan akan1:
1. Kepercayaan dasar (basic trust)
2. Makna hidup
3. Komitmen
4. Keimanan
5. Bebas dari rasa bersalah dan berdosa
6. Penerimaan diri dan harga diri
7. Rasa aman
8. Terpeliharanya interaksi dengan manusia dan alam
9. Bermasyarakat yang sarat dengan nilai-nilai religiusitas

Dalam pandangan Agus aspek beragama meliputi2:


1. Aspek kepercayaan kepada yang ghaib
2. Aspek sakral
3. Aspek ritual
4. Umat beragama
5. Mistisme
Menurut Ancok dan Suroso esensi religiusitas adalah tauhid, syariah, dan
akhlak. Dimensi tauhid menunjuk pada keyakinan muslim atas kebenaran ajaran
Islam, utamanya ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dimensi
syariah (praktek agama) menunjuk pada tingkat ketaatan muslim dalam

1
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hlm. 47-48.
2
Bustamnuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi Agama,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 60.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 3


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

menjalankan ritual keagamaan sesuai dengan hukum-hukum yang ditetapkan.


Dimensi akhlak menunjukkan pada tindakan muslim yang dimotivasi ajaran-ajaran
agama dalam menjalankan perannya di dunia dan mencapai tujuan akhiratnya.3
Konsep keberagamaan dalam pendidikan Islam adalah menerapkan lima
pilar nilai ketakwaan yaitu: nilai akidah, nilai individual, nilai individu dalam
keluarga, nilai sosial, nilai kewarganegaraan.
Religiusitas manusia ditinjau dari relasi antara karakteristik eksistensi
manusia dengan Tuhannya, hubungan tersebut meliputi:
1. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablun min an-nas) yang
ditandai dengan kesadaran untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
atau sebaliknya.
2. Hubungan antar manusia dengan usaha membina silarurrahim atau
memutuskannya.
3. Hubungan manusia dengan sang Pencipta dengan kewajiban ibadah
kepada-Nya atau menjadi inkar dan syirik.
Religiusitas manusia ditunjukkan oleh identitas dari manusia sebagai
khalifatullah adalah manusia merupakan makhluk sosial multi interaksi yaitu:
1. Hubungan manusia dengan Allah.
2. Hubungan antar sesama manusia.
3. Hubungan manusia dengan alam semesta.
4. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri (konsep diri)
Menurut Musnamar perkembangan keagamaan manusia dalam Islam sesuai
dengan potensi dasar manusia yaitu untuk bertauhid, meyakini adanya Allah,
meng-esa-kan, dan beribadah kepadaNya. Di sisi lain fitrah bertauhid tersebut
perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan sehingga tidak menutup
kemungkinan dalam perkembangan keberagamaan manusia mengalami problem
keberagamaan. Menurut Musnamar problem tersebut antara lain: problem
ketidakberagamaan, pemilihan agama, kegoyahan iman (disebabkan perbedaan
paham dan pandangan), ketidakpahaman mengenai ajaran agama, dan pelaksanaan
ajaran agama.4

3
Ancok dan Suroso, Psikologi Islami Solusi atas Problem-Problem Psikologi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 80-81.
4
Thohari Musnamar, dkk, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling Islami,
(Yogyakarta: UII Press, 1992), hlm. 139.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 4


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Perilaku beragama individu didukung oleh peran lingkungan yang terdiri


dari: mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem. Lapisan mikrosistem
berisi struktur hubungan dan interaksi langsung dengan anak dan bersifat
individual, terdiri dari: lingkungan keluarga, tetangga, lingkungan sekolah.
Hubungan interaksi yang positif elemen mikrosistem mendorong perkembangan
yang sehat. Lapisan mikrosistem merupakan pertahanan bagi anak dalam
menghadapi pengaruh mesosistem hingga makrosistem.
Perkembangan beragama remaja mengikuti tahap progresif yaitu juvenelitas
(adolescantium), pubertas, dan nubilitas. Aspek perkembangan dalam beragama
meliputi5:
1. Pertumbuhan pikiran dan mental
Pada faktor ini sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Ajaran yang
bersifat konservatif berpengaruh kuat pada remaja untuk taat pada ajaran agama.
Sebaliknya, ajaran yang bersifat dogmatis cenderung liberal mudah merangsang
mereka untuk banyak meninggalkan ajaran agama.
2. Perkembangan perasaan
Lingkungan agamis yang mengajarkan perasaan sosial, etis, dan estetis
mendorong remaja untuk menghayati kehidupan agamis. Namuun sebaliknya,
kurangnya pendidikan agama mendorong remaja didominasi dorongan seksuil.
3. Pertimbangan sosial
Corak keagamaan pada faktor ini dipengaruhi oleh timbulnya konflik antara
pertimbangan moral dan material yang dipicu oleh kepentingan remaja akan
materi.
4. Perkembangan moral
Faktor ini bertolak dari rasa berdosa dan usaha mencari proteksi
Menurut Ramayulis aspek-aspek psikologi yang berkaitan dengan
perkembangan beragama meliputi: motivasi beragama, intelegensi beragama,
sikap beragama, tingkah laku keagamaan, dan ketaatan beragama.
Perkembangan keagamaan pada rentang usia 18 tahun mulai menaruh minat
pada agama dan menganggap agama penting bagi kehidupan mereka. Pola
perubahan minat keagamaan mereka meliputi tiga periode: periode kesadaran
religius, periode keraguan religius, periode rekonstruksi agama.

5
Ramayulis, Psikologi ..., hlm. 58-60.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 5


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Menurut Darajat, masa remaja kaitannya dengan perkembangan keagamaan


tidak cukup dengan berpatokan pada usia ataupun taklif hukum tetapi melihat pada
kondisi umum psikologis remaja dalam suatu masyarakat karena fase remaja
merupakan fase peralihan yang mana masa ini keberagamaan remaja dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Darajat berpendapat bahwa kemantapan beragama pada
umumnya terjadi sebelum usia 24 tahun.6
Perkembangan keagamaan dapat ditinjau dari tiga fase periodesasi
perkembangan remaja, yaitu biologis, didaktis, dan psikologis. Secara biologis
perkembangan remaja ditandai dengan haid (untuk remaja putri) dan ihtilam
(untuk remaja putra). Secara didaktis fase remaja awal merupakan fase kritis
kehidupan individu. Secara psikologis remaja memulai berpikir abstrak melalui
tadabbur nilai-nilai ketaatan dan kebaikan terhadap orang tua. Pada fase
selanjutnya (remaja pertengahan) individu mengalami perubahan sosial seperti
meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, pola perilaku sosial, perubahan pokok-
pokok moralitas seperti nilai benar dan salah, juga ketertarikan terhadap lawan
jenis.
Kehidupan beragama mengalami proses perkembangan yang selaras dengan
perkembangan aspek-aspek psikologi. Karena pada masa kanak-kanak
kemampuan imitatif sangat menonjol, maka karakteristik kehidupan beragama
pada masa ini bersifat imitatif, ritualistik, dan superfisial. Demikian juga
perkembangan kognitif anak-anak menurut teoi Piaget masih berada pada taraf
concrete operational, maka anak-anak sering memahami ajaran dan konsep-
konsep dalam agama sebagai sesuatu hal yang konkret seperti yang mereka lihat
dalam kehidupan sehari-hari.
Kehidupan beragama pada masa remaja juga banyak dipengaruhi oleh
perkembangan kognitif. Dengan kemampuannya berpikir abstrak dan kritis, remaja
banyak mempertanyakan ajaran-ajaran agama. Hal ini dapat menimbulkan
keraguan dan konflik bahkan konversi keagamaan. Demikian juga perkembangan
sosial dan emosional remaja ternyata juga mewarnai kehidupan beragamanya.
Pada masa dewasa kehidupan beragama dapat berkembang menjadi
kehidupan beragama yang matang sesuai dengan perkembangan kepribadian,
tetapi juga dapat mengalami kemandegan.

B. Dimensi Keagamaan Manusia

6
Zakiah Darajat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 10-17.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 6


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Dimensi keagamaan manusia dibagi menjadi lima bagian yaitu7:


1. Dimensi Ideologi (keyakinan).
Kepercayaan atau doktrin agama adalah dimensi yang paling dasar. Inilah
yang membedakan antara agama yang satu dengan agama yang lain. Ada
tiga kategori kepercayaan. Pertama, kepercayaan yang menjadi dasar
esensial suatu agama, yaitu kepercayaan adanya Tuhan dan utusannya
dalam agamanya. Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan tujuan Ilahi
dalam penciptaan manusia. Ketiga, kepercayaan yang berkaitan dengan
cara terbaik untuk melaksanakan tujuan Ilahi tersebut, seperti orang Islam
harus percaya bahwa untuk beramal saleh mereka harus melakukan
pengabdian kepada Allah swt dan perkhidmatan kepada sesama manusia.
2. Dimensi Ritualistik (Ibadah)
Dimensi ritual adalah dimensi keberagamaan yang berkaitan dengan
sejumlah perilaku, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, pengakuan dosa,
berpuasa, atau menjalankan ritus-ritus khusus pada hari-hari yang suci.
Dimensi ini mencakup kegiatan ritual itu sendiri, ketaatan dan hal-hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang
dianutnya. Kegiatan ritual mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan
keagamaan formal, dan praktek-praktek suci yang semua agama
mengharapkan kepada penganutnya dapat melaksanakannya. Sedangkan
ketaatan mengacu pada tindakan seseorang beragama dalam melaksanakan
perintah agama dan meninggalkan larangan agama. Antara kegiatan ritual
dan ketaatan ini tidak dapat dipisahkan, karena keduanya bagaikan ikan
dengan air. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas
publik maka agama pun mempunyai seperangkat tindakan persembahan
yang relatif spontan, informal, dan khas pribadi pula.
3. Dimensi Eksperensial (Pengalaman)

7
Surawan dan Mazrur, Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan Perkembangan
Agama Manusia, (Yogyakarta: K-Media, 2020), hlm. 96-99.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 7


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Dimensi eksperensial berkaitan dengan perasaan keagamaan yang dialami


oleh penganut agama atau dalam psikologi dapat dikatakan dengan
religious experiences. Pengalaman keagamaan ini bisa saja terjadi sangat
moderat, seperti kekhusukan di dalam menjalankan shalat untuk agama
Islam, pengalaman keagamaan adalah suatu pengalaman mengenai
kekuasaan atau kekuatan, pengalaman keagamaan juga merupakan
tanggapan terhadap hal atau peristiwa yang dialami sebagai hal yang suci,
yakni suatu pelepasan dari kekuasaan yang menanamkan suatu tanggapan
tertentu yang sama-sama memadukan rasa hormat yang dalam dan daya
tarik yang kuat. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa
semua agama mengandung pengharapan tertentu dan mengacu kepada
harapan bahwa orang-orang yang beragama minimal memiliki dasar-dasar
keyakinan, kegiatan ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan.
4. Dimensi Intelektual (Pengetahuan)
Setiap agama memiliki sejumlah informasi khusus yang harus diketahui
oleh para pengikutnya. Sikap orang dalam menerima atau menilai ajaran
agamanya berkaitan erat dengan pengetahuan agama yang dimilikinya.
Orang yang sangat dogmatis tidak mau mendengarkan pengetahuan dari
kelompok manapun yang bertentangan dengan keyakinan agamanya.
5. Dimensi Konsekuensial (Pengamalan)
Dimensi konsekuensial menunjukkan akibat ajaran agama dalam perilaku
umum yang tidak secara langsung dan secara khusus ditetapkan agama
(seperti dalam dimensi ritualistik). Inilah efek ajaran agama pada perilaku
individu dalam kehidupannya sehari-hari. Efek agama ini bisa jadi positif
atau negatif baik pada tingkat personal maupun sosial. Dimensi ini
mengacu pada kebutuhan manusia terhadap agama, bahwa pentingnya
agama dalam kehidupan sehari-hari manusia. Kehidupan manusia yang
penuh dengan persoalan ini harus dikembalikan kepada agama dalam
penyelesaiannya agar ditemukan kedamaian dan kesejahteraan. Agama

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 8


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

mengatur segala sikap dan perilaku sebagai konsekuensi manusia bahwa


sikap dan perilaku tersebut ada pertanggungjawabannya kepada sesuatu
yang lebih tinggi derajatnya serta untuk memenuhi atas kebutuhan dan
kewajibannya sebagai makhluk beragama.
C. Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami
Ada beberapa ayat yang menyebutkan secara eksplisit tentang
perkembangan manusia yang dapat digunakan sebagai dasar untuk deskripsi
pembehasan mengenai hal ini. Di antara ayat-ayat yang menyebutkan tahap-
tahap perkembangan biologis manusia adalah Surah al-Mu'minun ayat 12-14,
al-Hajj ayat 5, ath-Thariq ayat 5-7, al-Sajadah ayat 7-9 dan az-Zumar ayat 6.
Dari penjelasan beberapa ayat menunjukkan bahwa tahapan-tahapan atau
rentang perkembangan manusia berlangsung menjadi tiga tahapan. Pertama,
masa embrio. Kedua, masa kecil. Ketiga, waktu dewasa, tua sampai mati.
Tahapan perkembangan kehidupan yang dimulai dari dalam rahim
(pre-natal) dengan mendasarkannya pada perspektif Al-Qur'an mendapatkan
penegasan juga. Menurut pandangan Hadari Nawawi, perkembangan prenatal
hanya bersifat fisik.8
Untuk mendapatkan gambaran rinci tentang gaya dan isi dari masing-
masing periode akan dijelaskan di bawah ini.
1. Periode Embrio
Yang dimaksud dengan masa embrio (pre-natal) adalah masa
pembuahan hingga terbentuklah bayi dalam kandungan. Pada masa
prenatal ini, calon bayi telah mengalami perkembangan keagamaan.
Perkembangannya responsif terhadap stimulan yang disiapkan secara
sistematis tentang pendidikan Islam. Menurut Islam, pendidikan anak
harus sudah secara aktif dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibu.
Pandangan Islam ini kini telah dikonfirmasi dan dibenarkan oleh beberapa
penelitian sebagai bukti ilmiah yang secara empiris membuktikan bahwa

8
Hadari Nawawi. Hakekat Manusia Menurut Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), hlm: 118.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 9


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

sejak ibu positif berisi; terutama setelah dia merasakan bayinya bergerak
sebagai tanda mendapatkan semangat atau kehidupan, upaya untuk
membangun dan mendidik itu bisa dilakukan. Berkat penelitian yang
mendorongnya para ahli pendidikan untuk berpikir dalam menyusun
beberapa stimulant edukasi untuk bayi dalam kandungan agar setelah
dirangsang memunculkan respons yang diharapkan.9
Untuk memberikan persiapan sebagai prasyarat untuk penciptaan
keturunan yang baik, Islam telah memberikan formula atau petunjuk
praktis yang substansinya mendukung pendidikan anak dalam kandungan.
Sejak periode zigot atau pembuahan sudah dianjurkan untuk selalu
berdo’a setiap waktu melakukan persetubuhan atau pembuahan,
sebagaimana diungkapkan dalam hadits berikut ini:10

Artinya: “Sekiranya salah seorang di antara kalian menggauli istrinya,


lalu mengucapkan, ‘Dengan menyebut nama Allah, jauhkanlah
kami dari setan dan jauhkan setan dari apa yang telah Engkau
anugerahkan kepada kami, maka jika ia melahirkan seorang
anak kepada keduanya, maka anaknya itu tidak akan
dibahayakan oleh setan untuk selama-lamanya.”

Meletakkan dasar-dasar untuk memelihara keturunan yang baik


mendapatkan konfirmasi Al-Qur'an Surah at-Tahrim ayat 8. Caranya
adalah dengan mematuhi hukum Islam tentang pergaulan pemuda, aturan
pernikahan yang sah dan sebagainya. Dengan berpegang pada norma
agama akan memberikan kemurnian keturunan, garis keturunan yang
diakui dan diterima oleh masyarakat.

9
Baihaki AK. Mendidik Anak dalam Kandungan. (Jakarta: Sri-Gunting, 1995), hlm: 31.
10
Imam Bukhori. Shahih Bukhori. (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1992), Cet. I, Juz 5,
hlm: 468.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 10


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Untuk mencapai tujuan tersebut, persiapan pendidikan anak harus


dirancang dan dipersiapkan sedini mungkin, yaitu sejak pemilihan
pasangan. Dalam memilih istri, kriteria harus diutamakan kualitas religius.
Istri yang dipilih dari kalangan yang memiliki agama dan moral yang baik.
Sama halnya dengan pemilihan untuk calon suami masa depan.
Tokoh Zakiah Daradjat yakni psikolog agama mengakui adanya
perkembangan agama dalam kandungan. Untuk itu, dia menyarankan
agama harus masuk ke dalam kepribadian anak sekaligus pertumbuhan
pribadi, yaitu sejak lahir bahkan jauh sebelumnya, sejak di dalam rahim.11
Hal ini dapat dimengerti mengingat waktu ditiupkannya roh pada tahap
penciptaan telah dilengkapi dengan energi penggerak untuk menimbulkan
dan meningkatkan kesadaran.12
Dengan kerangka psikologis dapat dikatakan bahwa anak-anak
dalam rahim (di dalam kandungan) dapat dididik melalui ibu. Salah satu
cara memberikan suasana religi berupa pembacaan ayat suci Al-Qur'an
yang dilakukan ibu juga akan mempengaruhi pertumbuhan anak dan
ketentraman rumah tangga.
Masa prenatal merupakan masa yang mengandung banyak bahaya,
baik fisik maupun psikis. Kondisi ini akan mempengaruhi kondisi bayi
sebelum lahir. Sikap yang menyenangkan akan menyebabkan
keseimbangan tubuh yang baik dan ini akan mendukung perkembangan
normal selama periode prenatal. Periode pra-kelahiran berlangsung selama
sepuluh bulan berdasarkan perhitungan bulan yang masing-masing
panjangnya yakni dua puluh delapan hari atau sembilan bulan dalam
kalender.13
2. Masa Kecil

11
Zakiah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm: 109.
12
Hadari Nawawi. Hakekat Manusia Menurut Islam., hlm: 237.
13
Elizabeth B. Hurlock. Developmental Psychologi, Terj. Isitwidayanti, Psikologi
Perkembangan. (Surabaya: Erlangga, 1991), Cet. II, hlm: 35.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 11


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Di antara para ahli, banyak yang telah meneliti proses mengenai


perubahan yang terjadi sejak anak lahir, yang secara bertahap organisme
ini berkembang secara teratur dan lama kelamaan akan menuju ke arah
kesempurnaan.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir harus
mempertimbangkan beberapa faktor, yang terkait dengan perkembangan
fisik dan emosional anak, serta membina sifat religius atau keimanan. Hal
ini penting karena pengembangan fitrah keagamaan sangat penting untuk
bayi baru lahir (ekstra uteri) sebagai transisi dari fitrah alam kandungan
(intrauterine) yang telah membawa naluri keimanan.
Ajaran dalam agama Islam memberikan tuntunan dalam membina
sifat religius yang dimulai ketika anak lahir ke dunia. Isyarat untuk
mengajarkan perkenalan agama yang arahnya untuk pengembangan
keberagamaannya ditemukan dalam hadits, seperti adzan atau iqamah
anak setelah lahir. Islam memerintahkan adzan di telinga kanan dan
iqomah di telinga kiri untuk anak baru lahir. Hal ini didasarkan pada
hadits Baihaqi dan Ibnu Sunni yang diriwayatkan dari al-Hasan bin Ali
dan Nabi Muhammad:

Artinya: “Siapa yang baru mendapatkan bayi kemudian dia


mengumandangkan adzan pada telinga kanan dan iqomah pada
telinga kirinya maka anak yang baru lahir tidak akan terkena
bahaya ummush shibyan, yaitu para pengikut jin.”14

Khasiat dan rahasia yang ada dalam amalan mengadzani dan


mengiqomati bayi yang baru lahir yaitu agar getaran untuk pertama kali

14
Jalaluddin Abdur Rahman Ibnu Abi Bakar As-Suyuti. Jami’ al-Saghir. (Bandung: Syirkah
Ma’arif), Cet. I, Juz. II, t.t., hlm: 155.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 12


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

didengar oleh anak-anak adalah kalimat panggilan yang bagus yang berisi
kebesaran dan keagungan Allah dan kesaksian pertama yang masuk Islam.
Tidak bisa dipungkiri pengaruh adzan akan mencapai hatinya sehingga
akan mempengaruhi jiwanya meskipun dia sendiri tidak menyadarinya.
Setelah anak berusia 7 tahun, perlu diperhatikan melaksanakan
ritual keagamaan. Al-Hakim dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu
Amr bin al-As dan Rasulullah:

Artinya: “Perintahkan anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika


mereka sudah berusia tujuh tahun, maka pukullah mereka jika
tidak mau melaksanakannya pada usia sepuluh tahun dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.”15

Dengan perintah sholat ini kita bisa menyamakannya dengan


perintah dari puasa dan haji. Kita melatih anak-anak untuk berpuasa jika
mereka kuat dan haji jika ayahnya orang berada. Rahasianya adalah agar
anak-anak bisa mempelajari hukum-hukum ibadah sejak bayi. Sehingga
ketika anak sudah besar, dia terbiasa melakukan dan dididik untuk
mentaati Allah, menjalankan kewajiban dan berpegang teguh pada untuk
agama.
Dalam tinjauan psikologis, usia tujuh tahun anak memiliki catatan
tersediri. Usia tujuh tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan
pemikiran logis manusia. Sebelum usia tujuh tahun belum masuk
pemikiran anak-anak tentang Tuhan sebagai penyebabnya. Jika anak
mengembalikan pada Tuhan apapun yang terjadi, hal ini menjadi demikian
karena dia dulu berpikir bahwa semuanya terjadi atas kemauannya sendiri
kemudian karena ayahnya dan terakhir karena kehendak Tuhan. Jadi

15
Ibid..., hlm: 183.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 13


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

pikirannya belum logis, belum bisa menghubungkan penyebabnya, tetapi


berdasarkan pada keinginan pribadi tanpa alasan.
Setelah anak-anak sibuk dengan dunia luar, dia melihat ada
peristiwa yang tidak tergantung pada kehendak seseorang kemudian
mencari alasan lain dan alam semesta. Setelah dia tidak sanggup
menemukan penyebabnya, maka ia kembali kepada Allah. Semakin logis
pemahaman anak, maka akan semakin terlambatlah kembalinya kepada
Tuhan sebagai penyebab.
Dengan kondisi psikologis yang telah menumbuhkan pikiran
logisnya, kemudian orang tua diperintahkan untuk menyuruh anaknya
melaksanakan kegiatan keagamaan. Faktor dorongan, pembiasaan, ajakan
dan daya tarik yang sangat positif untuk mendukung pertumbuhan
keberagamaannya. Akar penyebab perlunya akan motivasi adalah karena
pertimbangan kondisi mental anak yang masih membutuhkan bimbingan
dan arahan orang tua atau belum tumbuhnya kesadaran dan kemandirian
dalam beraktivitas.
Ketika dia berusia 10 tahun, kesadarannya tumbuh dan selalu
berusaha dengan baik dalam menjalankan kegiatan keagamaannya.
Kondisi semacam ini, cara mendidiknya yaitu bisa lebih keras (‫(واضربوهم‬
yaitu dengan cara dipukul. Karena keengganannya itu disebabkan karena
faktor kemalasan setelah diperintahkan atau dibiasakan beragama selama
tiga tahun sebelumnya. Jadi dipukul tidak selalu murni fisik semata, tapi
maknanya diperluas dengan kata-kata, sikap dan ancaman yang dapat
memberikan efek jera pada anak-anak.
Sesuai dengan sifat-sifat yang mereka miliki, hakikat sifat
keberagamaan pada anak-anak tumbuh mengikuti ‘ideas concept on
authority’ atau gagasan konsep tentang otoritas.16 Ide keagamaan pada
anak-anak hampir sepenuhnya otoriter, yaitu konsep keagamaan itu sendiri

16
Ibid..., hlm: 68.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 14


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

dipengaruhi oleh faktor eksternal atau faktor dari luar mereka. Hal ini
dapat dimaklumi karena anak-anak sejak kecil telah melihat dan mengikuti
apa yang dilakukan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka
tentang sesuatu yang berhubungan untuk kepentingan atau kemaslahatan
agama. Sehingga sesuai dengan level dalam perkembangan seperti itu,
anak-anak membutuhkan latihan verbalis (menghafal) dan upacara
keagamaan ritualitas (amalan) sebagaimana yang diungkapkan dalam
intisari hadits sebelumnya.
Meskipun anak-anak menerima ajaran agama tidak hanya
berdasarkan apa yang telah mereka terima sejak kecil tetapi pendidikan
agama (religious pedagogical) sangat mempengaruhi terwujudnya
perilaku religius melalui peniruan itu.
Setelah anak melewati usia 10 tahun, secara psikologis telah
tumbuh berpikir kritisnya, yang dikenal sebagai masa remaja. Masa ini
dibagi menjadi dua tahap. Pertama, masa remaja pertama kira-kira dari 13
tahun sampai 16 tahun, yang ditandai dengan pertumbuhan fisik dan
intelektual yang cepat. Kedua, masa remaja terakhir, kira-kira dari usia 17
hingga 21 tahun, yang ditandai dengan perubahan terakhir dalam
pembinaan pribadi dan sosial.17
Islam juga memberikan beberapa pedoman untuk pembinaan
watak atau kepribadian remaja, sesuai dengan perkembangannya
psikologis. Ada perintah berhijab bagi remaja putri (Q.S. Al-Ahzab ayat
59), mencari teman dari kalangan yang baik-baik, nasehat nikah untuk
anak muda yang mampu dan jika tidak mampu dianjurkan untuk berpuasa.
Semua perintah ini mengarah ke tujuan menjaga psikis agar selalu
suci/murni dalam pandangan agama.
3. Masa Dewasa dan Tua

17
Zakiah Daradjat. Ilmu Jiwa Agama., hlm: 122.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 15


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Deskripsi mengenai pembinaan perkembangan keberagamaan


pada masa ini diungkap dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Hibban
dan Anas dan Nabi, berikut ini:

Artinya: “Seorang anak diselemati pada hari ketujuh dan kelahirannya,


diberi nama dan dijauhkan dari penyakit (dicukur rambutnya).
Jika dia berumur enam tahun, dia diberi pendidikan. Jika sudah
berusia sembilan tahun maka dia dipisahkan oleh tempat tidur.
Jika sudah menginjak usia tiga belas tahun, maka dia harus
dipukul jika dia tidak mau melakukan sholat dan puasa. Dan jika
Anda telah menginjak usia enam belas tahun tahun, maka
ayahnya boleh mengawinkannya.” 18

Berdasarkan uraian hadits, usia 16 dianggap orang dewasa dengan


bukti kesiapan untuk menikah, setidaknya kematangan biologis.
Kedewasaan semu setidaknya mendapatkan pembenaran mengingat ada
sebuah hadits yang lain menceritakan perintah pernikahan dengan
mengatakan “Hai kelompok pemuda” dan masih diberikan alternatif yaitu
puasa untuk mereka yang tidak mampu.
Adapun kedewasaan sejati yang datang setelah individu
mengalami pertumbuhan fisik yang cepat dan mencapai titik puncak pada
usia 22-24 tahun. Pada tahap kedewasaan awal (sekitar (25-40 tahun)
memiliki kecenderungan kuat untuk tinggal dalam satu rumah tangga,

18
Abdullah Ulwan. Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam. (Beirut: Darus Salam, 1976), hlm: 179.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 16


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

kehidupan sosial yang lebih luas dan memikirkan masalah agama yang
sesuai dengan latar belakang mereka.
Selanjutnya pada tahap kedewasaan menengah (usia 40-65 tahun)
manusia mencapai puncak periode usia paling produktif. Namun
sehubungan dengan kejiwaan, pada usia ini ada krisis akibat atau
konsekuensi konflik batin antara keinginan untuk bangkit dan kemunduran
diri.19 Adapun usia selanjutnya yaitu setelah usia di atas 65 tahun akan
mengalami beberapa masalah. Masalah utamanya adalah penurunan
kemampuan fisik, aktivitas berkurang, sering mengalami masalah
kesehatan yang membuat mereka kehilangan semangat.
Sikap religius orang dewasa memiliki perspektif yang luas
berdasarkan nilai-nilai yang mereka miliki. Terlepas dari sikap itu,
keberagaman ini secara umum juga dilandasi oleh pendalaman
pengetahuan atau pemahaman dan perluasan pemahaman terhadap ajaran
agama yang dianutnya. Agama bagi orang dewasa adalah sikap hidup dan
bukan sekedar ikut-ikutan.
Rasulullah sendiri mengkritik seseorang yang telah memasuki usia
40 tahun tetapi belum memiliki kemantapan/stabilitas beragama dengan
bukti kebaikan belum mengalahkan kejahatannya. Tipe orang ini siap-siap
untuk dibuang ke neraka.
Seperti yang pernah dicontohkan Muhammad ketika berusia 40
tahun tahun, beliau melakukan lebih banyak mengerjakan tahannuts
daripada waktu sebelumnya. Dengan kemantapan jiwanya menunjukkan
bahwa belaiu siap untuk dianggap sebagai Rasul. Akhirnya, Surah Al-
Alaq ayat 1-5 turun sebagai lambang bi'sah (diangkat sebagai Rasul,
tepatnya pada usia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun qomariyah).20

Jalaluddin Abdur Rahman Ibnu Abi Bakar As-Suyuti. Jami’ al-Saghir., hlm: 97.
19

R.H.A. Soenardjo. Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm: 59.
20

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 17


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Seperti yang telah diamalkan dalam perjalanan renungan/fikir dan


dzikir Nabi Ibrahim sebagai orang dewasa ketika mencari Tuhannya
dengan mengamati bintang-bintang yang bertebaran di langit (Q.S. Al-
An'am: 76), bulan (Q.S. Al-An'am: 77) dan matahari (Q.S. Al-An'am: 78).
Tiga benda angkasa tersebut terbit bergantian dan terbenam bergantian
juga. Dia kemudian menarik kesimpulan bahwa semua hal itu buka Tuhan.
Dengan ayat tersebut, hakikatnya adalah himbauan kepada
manusia untuk menggunakan logika dan kecerdasannya dalam mencari
argumentasi dan pembuktian ketuhanan melalui tanda-tanda alam
(kosmos) yang tersedia. Melalui pembuktian yang logis, Nabi Ibrahim
ingin mendobrak cara berpikir umatnya yang sesat, yaitu sebagai
penyembah makhluk ruang angkasa. Sedangkan makhluk angkasa
(bintang, bulan dan matahari) semua mengalami proses tenggelam tak
berdaya tidak ada apa-apa untuk manusia.21
Pada awalnya, orang-orangnya diundang untuk mengamati
bintang-bintang yang dianggap Tuhan. Bintang yang bersinar terang itu
ternyata tenggelam. Kemudian diundang lihat bulan yang lebih besar dan
cahayanya lebih tajam dibandingkan bintang agar lebih layak di-Tuhan-
kan. Tapi dia juga tenggelam. Terakhir, mereka diundang untuk
mengamati benda angkasa terbesar, yaitu matahari yang secara logis layak
dianggap sebagai Tuhan. Namun juga tenggelam yang menyebabkan
kegelapan lebih besar dari bintang-bintang dan bulan. Dengan bukti logis
itu, mereka seharusnya menyadari kesalahan. Dia harus meninggalkan
praktik kemusyrikan untuk menuju beribadah penyembahan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa Islam memiliki konsep,
preposisi, dalil, aksioma, dan tesis tentang jiwa keagamaan, atau

21
Ahmad Mustafa al-Maraghy. Tafsir al-Maraghy, Terj. Bahrun Abu Bakar lt.al. (Semarang:
Toha Putra, 1987), Cet. I., Jilid 7, hlm: 296-297.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 18


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

belakangan ini lebih dikenal dengan terminologi psikologi Islami. Ahmad


Mubarok dengan mengacu pada Sinyalemen seoarang psikolog asal
Korea, Uichol Kim (1990), psikologi Islami dapat diklasifikasikan sebagai
psikologi pribumi (the indigenous psychology). Munculnya psikologi
pribumi ini sebagai antitesis dan kritik terhadap psikologi Barat yang
cenderung menyemaratakan atau menggeneralisasikan pandangan
psikologisnya sebagai manusia universal. Padahal secara alami, manusia
tidak cukup dipahami dengan teori psikologi Barat karena Psikologi Barat
sebenarnya hanya cocok untuk belajar orang Barat menurut kultur/budaya
(sekuler) yang melatarbelakanginya lahirnya ilmu pengetahuan itu.22
Menurut Kim, manusia tidak cukup dipahami dengan teori
psikologi Barat karena Psikologi Barat sebenarnya hanya cocok untuk
belajar orang Barat menurut budaya (sekuler) yang melatarbelakanginya
lahirnya ilmu itu. Untuk memahami manusia di bagian bumi lain,
seseorang harus juga menggunakan dasar kultur/budaya di mana manusia
hidup.23
Beberapa pandangan psikologi Barat bertentangan/kontradiktif
pandangan Islam tentu saja tidak dapat diterima. Freud misalnya
menganggap bahwa shalat adalah perilaku obsesif kompulsif, bahwa
agama sebagai ilusi, kepercayaan pada Tuhan sebagai pengalihan Oedipus
Complex, bahwa kebaikan dan kebenaran itu (biasa disebut dalam konsep
Freud sebagai superego) hanya berasal dari diri manusia dan tidak
melekat/inheren pada diri manusia, sehingga hal ini jelas ditolak mentah-
mentah oleh psikologi Islami.24

22
Achmad Mubarok. “Psikologi Politik Telaah Dinamika Sejarah Bangsa Indonesia dalam
Perspektip Psikologi Islam”. Makalah disampaikan dalam Kuliah Iftitah di Auditorium STAIN
Bengkulu. 22 Oktober 2012, hlm: 10.
23
Ibid..., hlm: 10.
24
Muhtar Gojali. “Psikologi Islami (Sebuah Pendekatan Al-ternatif Terhadap Teori-teori
Psikologi Barat)”, Dimuat dalam www.tasawufpsikoterapi.web.id, Dipublikasikan 8 Mei 2012,
http://www.tasawufpsikoterapi.web.id/2012/05/psikologi-islami-sebuah-pendekatan.html.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 19


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Tegasnya, yang membedakan psikologi Agama (Barat) dengan


psikologi Islami adalah dari orientasi filosofisnya. Psikologi Agama
(Barat) memandang manusia sebagai pusat dari segala kehendak, pusat
segala hubungan (antrophosentris), sedangkan psikologi Islami melihat
manusia selain diberi kebebasan untuk berusaha dan berikhtiar, dan
berrealisasi/berhubungan, tetapi Tuhanlah pusat dari relasi/hubungan dan
semua keputusan vonis berada di atas iradah-Nya (anthropho-theocentric).
Dalam perumusan konsep manusia dan cara pendekatannya berbeda,
Psikologi Barat hanya menggunakan kemampuan kekayaan intelektual
untuk menemukan dan mengungkap prinsip-prinsip atau asas-asas
psikologis/kejiwaan, sedangkan psikologi Islami mendekatinya dengan
menggunakan akal dan keimanan.

D. Agama dan permasalahan psikis


Berikut ini beberapa penggunaan agama untuk permasalahan psikis :
1. Religion as a Coping Behaviour (agama sebagai penjagaan kehidupan)
Penelitian sistematis di banyak negara di dunia menemukan bahwa koping
religius tersebar luas. Untuk populasi umum, penelitian yang diterbitkan
dalam The New England Journal of Medicine menemukan bahwa 90%
orang Amerika mengatasi stres 11 September (2001) dengan "beralih ke
agama.",
Selama seminggu setelah serangan, 60% orang Amerika menghadiri
kebaktian keagamaan atau peringatan dan penjualan kitab keagamaan naik
27%.

Bahkan sebelum tahun 2000, lebih dari 60 penelitian telah


mendokumentasikan tingginya tingkat kepatuhan beragama pada pasien
dengan berbagai macam gangguan medis mulai dari radang sendi, diabetes,
hingga kanker.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 20


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Satu survei sistematis terhadap pasien medis yang dirawat di rumah sakit (n
= 330) menemukan bahwa 90 % melaporkan bahwa mereka menggunakan
agama untuk mengatasi, setidaknya sampai tingkat sedang, dan lebih dari
40% menunjukkan bahwa agama adalah faktor terpenting yang membuat
mereka bertahan.
Pasien psikiatri juga sering menggunakan agama untuk mengatasinya.
Sebuah survei pasien (n = 406) dengan penyakit mental persisten di
Fasilitas kesehatan mental Los Angeles County menemukan lebih banyak
lagi dari 80% menggunakan agama untuk mengatasinya.
Faktanya, sebagian besar pasien menghabiskan setengah dari total waktu
mereka dalam praktik keagamaan seperti berdoa. Para peneliti
menyimpulkan bahwa agama berfungsi sebagai “metode yang dapat
meresap dan berpotensi efektif untuk mengatasi orang-orang dengan
penyakit mental, sehingga menjaminnya. integrasi ke dalam praktik
psikiatri dan psikologis.
Dalam penelitian lain, yang dilakukan oleh Center for Psychiatric
Rehabilitasi di Universitas Boston, orang dewasa dengan gangguan jiwa
berat penyakit ditanya tentang jenis praktik perawatan kesehatan alternatif
yang mereka gunakan.17 Sebanyak 157 orang dengan skizofrenia,
gangguan bipolar, atau MDD menanggapi survei. Orang dengan
skizofrenia dan MDD melaporkan bahwa yang paling umum praktik
kesehatan alternatif yang bermanfaat adalah kegiatan RS (lebih dari
setengah melaporkan ini); bagi mereka yang memiliki gangguan bipolar,
hanya meditasi yang melampaui aktivitas RS (54%, dibandingkan dengan
41%).
2. Depresi
Dalam sebuah penelitian menarik yang meneliti hubungan spiritualitas
dengan pengikatan 5-HT1A otak menggunakan tomografi emisi positif,
para peneliti menemukan bahwa pengikatan 5-HT1A lebih rendah pada

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 21


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

orang yang lebih menerima secara spiritual. Perhatikan bahwa pengikatan


5-HT1A yang lebih rendah—pola yang sama terlihat dengan spiritualitas
telah ditemukan pada pasien dengan gangguan kecemasan dan depresi.
Jadi, daripada secara genetik kurang rentan terhadap depresi, orang-orang
yang berorientasi RS mungkin berada pada peningkatan risiko gangguan
mood berdasarkan profil pengikatan reseptor 5-HT mereka.
5-HT/ Serotonin adalah hormon yang bertugas untuk membawa pesan antar
sel dalam otak. Hormon ini berperan penting dalam memperbaiki suasana
hati menjadi lebih baik, sehingga membuat seseorang merasa bahagia.
Seseorang yang kekurangan hormon serotonin dapat membuat suasana
hatinya menjadi buruk.

3. Bunuh diri
Dalam tinjauan sistematis Koenig atas penelitian yang dilakukan sebelum
tahun 2000, 68 penelitian diidentifikasi yang meneliti hubungan agama-
bunuh diri. Di antara studi tersebut, ditemukan lebih sedikit bunuh diri atau
lebih banyak sikap negatif terhadap bunuh diri di antara yang lebih religius,
9 tidak menunjukkan hubungan, dan melaporkan hasil yang beragam.
Tujuh dari penelitian dilakukan di Kanada, dan dari mereka, ditemukan
lebih sedikit bunuh diri atau lebih banyak sikap negatif terhadap bunuh diri
di antara yang lebih religius, 1 tidak menemukan hubungan, dan 1
melaporkan hasil yang beragam.
Sementara penelitian terbaru menunjukkan bahwa agama mencegah bunuh
diri terutama melalui doktrin agama yang melarang bunuh diri,
ada juga bukti bahwa kenyamanan dan makna yang diperoleh dari
keyakinan agama mungkin relevan dan mungkin sangat penting pada orang
dengan penyakit medis lanjut. Keterlibatan agama juga dapat membantu
mencegah bunuh diri dengan mengelilingi orang yang berisiko dengan
komunitas yang peduli dan suportif.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 22


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

4. Kecemasan
Ketika Ajaran agama mengajarkan tentang rasa bersalah saat seseorang
melakukan dosa dan ketakutan yang mengurangi kualitas hidup atau
mengganggu jalannya kehidupan, kecemasan yang ditimbulkan oleh
keyakinan agama dapat mencegah perilaku yang merugikan orang lain dan
memotivasi perilaku pro-sosial. Keyakinan dan praktik keagamaan juga
dapat menghibur orang yang takut atau cemas, meningkatkan rasa kontrol,
meningkatkan perasaan aman, dan meningkatkan kepercayaan diri (atau
kepercayaan pada makhluk Ilahi).
5. Gangguan psikotik
Penelitian dari Inggris Raya, Eropa, Timur Tengah, dan Timur Jauh,
membantu memperjelas hubungan ini. Salah satu studi terbesar dan terinci
dari Inggris Raya meneliti prevalensi delusi agama di antara pasien rawat
inap (n = 193) dengan skizofrenia.59 Subyek dengan delusi agama (24%)
memiliki gejala yang lebih parah, terutama halusinasi dan delusi aneh,
fungsi yang lebih buruk, durasi penyakit yang lebih lama, dan pada dosis
obat antipsikotik yang lebih tinggi, dibandingkan dengan pasien dengan
jenis obat lain delusi.

IV. SIMPULAN
Dimensi keberagamaan pada manusia dibagi dalam beberapa jenis
diantaranya Ideologi, Ritualistik, Eksperensial, Intelektual, Konsekuensial.
Tingkatan erbedaan keberagamaan berdasarkan kategori periode yaitu Embrio,
Masa Kecil, Masa Dewasa dan Tua.
Terkait adanya hubungan antara agama dan kesehatan psikis diantaranya
sebagai berikut Religion as a Coping Behaviour (agama sebagai penjagaan
kehidupan), mengatasi depresi, menekan angka bunuh diri, mengurangi
kecemasan, mengurangi gangguan psikotik.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 23


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustamnuddin. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia Pengantar


Antropologi Agama. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Al-Maraghy, Ahmad Mustafa. 1987. Tafsir al-Maraghy, Terj. Bahrun Abu Bakar
lt.al. Cet. I., Jilid 7. Semarang: Toha Putra.
Ancok, Djamaludin, Suroso, Fuat Nashori. 2011. Psikologi Islami Solusi atas
Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
As-Suyuti, Jalaluddin Abdur Rahman Ibnu Abi Bakar. t.t. Jami’ al-Saghir. Cet. I, Juz.
II. Bandung: Syirkah Ma’arif.
Bukhori, Imam. 1992. Shahih Bukhori. Cet. I, Juz 5. Beirut: Dar al-Kutub al-
Islamiyyah.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Darajat, Zakiah. 1982. Pembinaan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang.
Gojali, Muhtar. “Psikologi Islami (Sebuah Pendekatan Al-ternatif Terhadap Teori-
teori Psikologi Barat)”, Dimuat dalam www.tasawufpsikoterapi.web.id,
Dipublikasikan 8 Mei 2012, http://www.tasawufpsikoterapi.web.id/2012/05/
psikologi-islami-sebuah-pendekatan.html.
Hurlock, Elizabeth B. 1991. Developmental Psychologi, Terj. Isitwidayanti, Psikologi
Perkembangan. Cet. II . Surabaya: Erlangga.
K, Baihaki A. 1995. Mendidik Anak dalam Kandungan. Jakarta: Sri-Gunting.
Mubarok, Achmad. “Psikologi Politik Telaah Dinamika Sejarah Bangsa Indonesia
dalam Perspektip Psikologi Islam”. Makalah disampaikan dalam Kuliah
Iftitah di Auditorium STAIN Bengkulu. 22 Oktober 2012, hlm: 10.
Musnamar, Thohari, dkk. 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan Konseling
Islami. Yogyakarta: UII Press.
Nawawi, Hadari. 1993. Hakekat Manusia Menurut Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Ramayulis. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Soenardjo, R.H.A. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra.
Surawan dan Mazrur. 2020. Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan
Perkembangan Agama Manusia. Yogyakarta: K-Media.
Ulwan, Abdullah. 1976. Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam. Beirut: Darus Salam.

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 24


Artikel IAIN Salatiga © Pendidikan Agama Islam | No. 1 | Vol. 1
Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik Juni 2022

Perkembangan Keberagamaan Menurut Psikologi Islami 25

Anda mungkin juga menyukai