Anda di halaman 1dari 12

RISALAH RAPAT

Judul: Undangan Pembahasan Pertimbangan Teknis Risalah Rapat No. :


Penggunaan Kawasan Taman Nasional Kayan Jumlah Halaman : 12
Mentarang.
Hari/Tanggal
Rapat :
Disusun Oleh:
Lokasi Rapat: Kamis - Jumat,
Hotel Paradise Tarakan 12 – 13
Jl. Mulawarman No. 21 Tarakan 77111, Oktober 2023
Kalimantan Utara.
Novianto Christy Adrian, S.T

Agenda Rapat :
Team Leader
“Pembahasan Pertimbangan Teknis Tanda Tangan :
Penggunaan Kawasan Taman Nasional
Kayan Mentarang.
Lampiran: 5 Lembar
Ir. Herman Darmansyah, M.T.

DESKRIPSI

Rapat pada tanggal 12 Oktober 2023 dibuka oleh Kepala Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan
Kalimantan Utara, Bapak Sumaryono, S.T, dan dilanjutkan dengan sambutan oleh Kepala Balai
Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM), Kaltara.

Paparan BPJN Kaltara (oleh Tim Seksi Pembangunan) mengenai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan NOMOR P.23/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2019
TENTANG JALAN STRATEGIS DI KAWASAN HUTAN.

1. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
2. Hutan Konservasi adalah Kawasan Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
3. Hutan Lindung adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,

Halaman 1 dari 12
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
4. Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
hutan.
5. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara
alami.
6. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian Jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali Jalan kereta api, Jalan lori, dan Jalan kabel.
7. Jalan Strategis Nasional adalah Jalan yang melayani kepentingan nasional dan internasional atas
dasar kriteria strategis, yaitu mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan
nasional, melayani daerah rawan, merupakan bagian dari Jalan lintas regional atau lintas
internasional, melayani kepentingan perbatasan antarnegara, melayani aset penting Negara, dan
untuk pertahanan dan keamanan.
8. Jalan Strategis di Kawasan Hutan adalah Jalan khusus yang dibangun di Kawasan Hutan oleh
Pemerintah Pusat sebagai bagian pengelolaan hutan yang dapat digunakan untuk kepentingan
strategis nasional yang tidak dapat dielakkan atas dasar kerjasama atau pinjam pakai Kawasan
Hutan.
9. Penyelenggara Jalan adalah pihak yang melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan Jalan sesuai dengan kewenangannya.
10. Persyaratan Teknis Jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas Jalan
agar dapat berfungsi secara optimal memenuhi Standar Pelayanan Minimal Jalan dalam
melayani lalu lintas dan angkutan Jalan.
11. Ruang Manfaat Jalan adalah ruang yang meliputi badan Jalan, saluran tepi Jalan untuk drainase
permukaan, talud timbunan atau talud galian dan ambang pengaman Jalan yang dibatasi oleh
tinggi dan kedalaman tertentu dari muka perkerasan.
12. Ruang Milik Jalan adalah ruang sepanjang Jalan dibatasi oleh lebar yang ditetapkan oleh
Penyelenggara Jalan.
13. Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang
masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
14. Spesifikasi dan Konfigurasi Jalan Strategis adalah persyaratan teknis berupa batasan ukuran
dan gambar dalam pembangunan Jalan Strategis di Kawasan Hutan.
15. Zona Inti adalah bagian Taman Nasional (TN) yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan
adanya perubahan berupa mengurangi, menghilangkan fungsi, dan menambah jenis tumbuhan
dan satwa lain yang tidak asli.
16. Blok Perlindungan adalah bagian dari kawasan yang ditetapkan sebagai areal untuk
Halaman 2 dari 12
perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya di kawasan selain Taman
Nasional.
17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan
hidup dan kehutanan.
19. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
konservasi sumber daya alam dan ekosistem atau yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di
bidang planologi kehutanan dan tata lingkungan.

 Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai panduan bagi Penyelenggara Jalan dalam
pembangunan Jalan Strategis yang tidak dapat dihindari di Kawasan Hutan. Peraturan Menteri
ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif atas pembangunan Jalan Strategis di Kawasan
Hutan terhadap keutuhan Kawasan Hutan, ruang gerak satwa liar, penurunan keanekaragaman
hayati, penurunan fungsi hidrologis, dan fungsi ekologis penting lainnya.

 Ruang lingkup dalam Peraturan Menteri ini:


(a) Perencanaan Pembangunan Jalan Strategis;
(b) Kriteria pembangunan Jalan Strategis;
(c) Persyaratan teknis Jalan Strategis; dan
(d) Pelaksanaan pembangunan Jalan Strategis.

1. Pembangunan Jalan Strategis di Kawasan Hutan berada di Kawasan:


a. Hutan Konservasi;
b. Hutan Lindung; dan
c. Hutan Produksi.
2. Pembangunan Jalan Strategis di Kawasan Hutan Konservasi sebagaimana dimaksud pada
huruf a merupakan Jalan pengelolaan yang dibangun berdasarkan perjanjian kerja sama.
3. Pembangunan Jalan Strategis di Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi sebagaimana
dimaksud pada huruf b dan huruf c merupakan Jalan pengelolaan yang dibangun berdasarkan
izin pinjam pakai Kawasan Hutan.

 Perencanaan teknis dilakukan melalui:


a. Konsultasi dan koordinasi;
b. Pengumpulan data dan informasi;

Halaman 3 dari 12
c. Analisis mengenai dampak lingkungan;
d. Perencanaan detail trase Jalan;
e. Perencanaan infrastruktur mitigasi dan bangunan pelengkap;
f. Perencanaan desain lanskap; dan
g. Penandaan trase Jalan.

 Pengumpulan data informasi:


a. Status Kawasan Hutan dan rencana pengelolaan;
b. Pembagian zona atau blok pengelolaan Kawasan Hutan;
c. Survei ekologi detail untuk mengetahui sifat atau karakteristik ekologi tapak dan
memperkirakan dampak dan peluang secara tepat;
d. Survei keanekaragaman hayati;
e. Survei jalur migrasi Satwa Liar dan pola aktivitas;
f. Survei hidrologi;
g. Survei sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar areal perencanaan;
h. Survei kondisi lapangan khususnya keadaan topografi, jenis dan sifat fisik tanah, dan
iklim; atau
i. Hasil-hasil penelitian lingkungan terutama rekomendasi mengenai penghindaran dan
mitigasi dampak negatif serta kompensasi dalam pembangunan Jalan Strategis di
Kawasan Hutan;

 Perencanaan detail Trase Jalan


a. Trase Jalan yang dipilih yang berdampak negatif minimal;
b. Trase Jalan Strategis yang masuk ke dalam areal Kawasan Hutan sependek mungkin;
c. Rencana desain trase Jalan Strategis dengan sudut pandang mengintegrasikan penguatan
pengelolaan dan pengembangan Kawasan Hutan;
d. Lokasi trase Jalan dilakukan pada peta skala paling kecil 1 : 10.000 (satu berbanding
sepuluh ribu) atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan luas kawasan yang dimohon;
atau
e. Trase Jalan hanya memanfaatkan areal yang menguntungkan dipandang dari aspek
konservasi, ekologi, aspek teknis, dan aspek ekonomi.

Paparan Balai Kayan Mentarang (Bpk. Agusman)


Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas 1.271.696,56 hektar (berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.4787/Menhut-VII/KUH/2014) yang terletak di 2 (dua)

Halaman 4 dari 12
kabupaten, yakni kabupaten Malinau dan Nunukan. Secara administrasi kecamatan, kawasan TNKM
yang berada di Kabupaten Malinau meliputi wilayah kecamatan Kayan Hilir, Pujungan, Bahau Hulu,
Sungai Tubu, dan Mentarang Hulu. Sedangkan secara administrasi kecamatan, kawasan TNKM yang
berada di Kabupaten Nunukan meliputi wilayah kecamatan Krayan Selatan, Krayan dan Lumbis
Ogong. Kawasan TNKM mencakup 11 (sebelas) wilayah adat besar, yaitu Lumbis Hulu, Krayan
Hulu, Krayan Tengah, Krayan Hilir, Krayan Darat, Mentarang Hulu, Tubu, Hulu Bahau, Pujungan,
Kayan Hilir, dan Kayan Hulu.

I. Letak dan Luas


Secara geografis, TNKM berbentuk panjang menyempit dan mengikuti batas internasional
dengan negara bagian Malaysia, yakni wilayah Sabah dan Serawak. TNKM merupakan
kawasan konservasi terbesar di pulau Kalimantan dan termasuk salah satu yang terbesar di
wilayah Asia Pasifik.

II. Identitas

Nama Kayan Mentarang diambil dari dua nama sungai penting yang ada di kawasan Taman
Nasional, yaitu Sungai Kayan di sebelah selatan dan Sungai Mentarang di sebelah
utara. Sumber lain menyebutkan bahwa nama tersebut diambil dari nama dataran tinggi/plato di
pegunungan setempat yang bernama Apau Kayan yang membentang luas (mentarang) dari
daerah Datadian/Long Kayan di selatan melewati Apau Ping di tengah dan Long Bawan di
utara. Dengan luas lahan sekitar 1,35 juta hektar, hamparan hutan ini membentang di bagian
utara Provinsi Kalimantan Utara, tepatnya diwilayah Kabupaten Malinau dan Kabupaten
Nunukan berbatasan langsung dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia. Sebagian besar masuk ke
wilayah Kabupaten Malinau dan sebagian lagi masuk ke Kabupaten Nunukan. Potensi wisata di
Taman Nasional Kayan Mentarang antara lain Hulu Pujungan, Hulu Krayan dan Hulu Kayan /
Datadian.

Kawasan TNKM terletak pada ketinggian antara 200 meter sampai sekitar ±2.500 m di atas
permukaan laut, meliputi lembah-lembah dataran rendah, dataran tinggi pegunungan, serta
gugusan pegunungan terjal yang terbentuk dari berbagai formasi sedimen dan
vulkanis. Tingginya tingkat perusakan hutan di Kalimantan dan banyaknya bagian hutan yang
beralih fungsi, menyebabkan kawasan TNKM menjadi sangat istimewa dan perlu mendapat
prioritas tinggi dalam hal pelestarian keanekaragaman hayati dan budaya masyarakat yang
masih tersisa.

III. Keanekaragaman Hayati


Tipe-tipe utama adalah hutan Dipterokarp, hutan Fagaceae-Myrtaceae atau hutan Ek, hutan
pegunungan tingkat tengah dan tinggi (di atas 1.000 m di atas permukaan laut), hutan agathis,

Halaman 5 dari 12
hutan kerangas, hutan rawa yang terbatas luasnya, serta suatu tipe khusus “hutan lumut”
dipuncak-puncak gunung di atas ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut. Selain itu, terdapat
pula berbagai jenis hutan sekunder. Hutan di wilayah sepanjang Sungai Bahau adalah hutan
perbukitan dengan tebing-tebing terjal yang sangat sulit untuk didaki dari tepi sungai.
Hutan di wilayah ini memiliki banyak sekali air terjun dari berbagai ukuran, alur aliran air terjun
yang berukuran kecil mempunyai tepi sungai yang cukup landai dan dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk memasuki hutan di kawasan ini. Kecamatan Pujungan juga dikenal
sebagai daerah di mana matahari tidak pernah terbit dan tidak pernah tenggelam karena
seringnya tertutup oleh kabut atau awan. Meski demikian, pendarnya sinar matahari dari balik
kabut atau awan tersebut mampu membuat kulit kita memerah terbakar tanpa merasakan
teriknya panas matahari karena cukup dinginnya suhu di daerah ini. Dapat dibayangkan
dinginnya suhu di daerah Apau Ping di hulu Pujungan.

Jenis flora yang ada di kawasan ini di antaranya termasuk;

 Flora

a. 500 jenis anggrek


b. 25 jenis rotan

 Fauna

Selain itu juga telah berhasil menemukan 277 jenis burung termasuk 11 jenis baru untuk
Kalimantan dan Indonesia, 19 jenis endemik dan 12 jenis yang hampir punah. Beberapa jenis
yang menarik di antaranya adalah:

1. 7 jenis Enggang, Kuau Raja, Sepindan Kalimantan, dan jenis-jenis Raja Udang.
2. TNKM juga merupakan habitat bagi banyak jenis satwa yang dilindungi seperti:

a. Banteng (Bos javanicus)


b. Beruang madu (Helarctos malayanus)
c. Trenggiling ( Manis javanica )
d. Macan dahan (Neofelis nebulosa)
e. Landak (Hystrix brachyura)
f. Rusa sambar (Cervus unicolor)

Di dalam dan di sekitar TNKM terdapat beragam ragam budaya yang merupakan warisan
budaya yang bernilai tinggi untuk dilestarikan. Sekitar 21.000 orang dari berbagai etnis dan sub
kelompok bahasa, yang dikenal sebagai suku Dayak, bermukim di dalam dan disekitar taman
nasional. Komunitas Dayak, seperti:

Halaman 6 dari 12
1. suku Kenyah

2. Kayan

3. Lundayeh

4. Tagel

5. Saben

6. Punan,

7. Badeng

8. Murut,

9. Bakung

10. Makulit

11. Makasan, mendiami sekitar 50 desa yang ada di dalam kawasan TNKM.

IV. Keanekaragaman Budaya

Ditemukannya kuburan batu di hulu Sungai Bahau dan hulu Sungai Pujungan, yang
merupakan peninggalan suku Ngorek, mengindikasikan bahwa paling tidak sejak kurang lebih
400 tahun yang lalu masyarakat Dayak sudah menghuni kawasan ini. Peninggalan arkeologi
yang paling padat ini diperkirakan sebagai peninggalan yang paling penting bagi pulau
Kalimantan.

Masyarakat di dalam kawasan taman nasional masih sangat bergantung pada


pemanfaatan hutan sebagai sumber penghidupan, seperti kayu, tumbuhan obat, dan binatang
buruan. Mereka juga menjual tumbuhan dan binatang hasil hutan, karena hanya ada sedikit
peluang untuk mendapatkan uang tunai. Pada dasarnya masyarakat mengelola sumber daya
alam secara tradisional dengan mendasarkan pada variasi jenis. Misalnya banyaknya varietas
padi yang ditanam, beberapa jenis kayu yang digunakan untuk bahan bangunan, banyak jenis
tumbuhan yang digunakan untuk pengobatan, dan berbagai jenis satwa buruan.

Tingginya keragaman jenis yang dimanfaatkan, akan memperkecil kemungkinan jenis-


jenis tadi mengalami tekanan. Pengelolaan tradisional tersebut pada dasarnya sangat sejalan
dengan konservasi hutan dan kehidupan liar. Sayangnya, peraturan tradisional atau adat sering
tidak dipedulikan oleh pendatang yang terus meningkat untuk mengambil sumber daya dari
kawasan. Perubahan yang cepat dari mata pencaharian tradisional ke ekonomi membuat orang
cenderung mengabaikan adat.

Halaman 7 dari 12
V. Pengelolaan Kolaboratif

Pengelolaan hutan tradisional yang dikembangkan pada saat tombak dan sumpit digunakan,
dikesampingkan oleh senjata api, gergaji mesin dan jala. Dengan peralatan yang semakin
modern, orang semakin mudah untuk menangkap binatang dan mengumpulkan tumbuhan
yang lebih banyak. Belum lagi kegiatan pencurian kayu, pengambilan produk-produk hutan
komersial dan pembangunan jalan yang mulai mengancam sumber daya alam yang ada di
dalam taman nasional.

Dengan munculnya berbagai ancaman tersebut, masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar
taman nasional dianggap sebagai aset yang paling tepat untuk menjaga dan mengelola sumber
daya alam yang ada di TNKM.

Selain itu adanya desentralisasi kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten, Kota, dan Provinsi. Juga merupakan asset penting untuk menjaga dan mengelola
sumber daya alam TNKM. WWF Indonesia, bekerja sama dengan pihak terkait (stakeholders),
yaitu Departemen Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam (PHKA), Pemerintah Daerah, Masyarakat Lokal (Adat), dan Lembaga - lembaga
Internasional, berupaya mendayagunakan aset-aset penting tadi sebagai suatu hal peluang dan
sekaligus kekuatan untuk menemukan model baru dalam pengelolaan Taman Nasional di
Indonesia. Dengan kearifan yang tinggi, pihak terkait sepakat untuk mencoba membangun
suatu model Pengelolaan Kolaboratif bagi TNKM.

Pada tanggal 4 April 2003 , Menteri Kehutanan RI menetapkan Pengelolaan Kolaboratif


TNKM melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 1213, 1214, 1215/Kpts-II/2002. Ini
merupakan tonnggak sejarah baru dalam pengelolaan Taman Nasional di Indonesia yang
selama pengelolaan ini sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Prinsip pengelolaan kolaboratif TNKM meliputi enam aspek, yaitu:


1. berbasiskan masyarakat (community based)
2. mengikutsertakan para pihak terkait (multi stakeholders)
3. berbagi tanggung jawab (sharing of responsivebility)
4. berbagi peran (sharing of role)
5. berbagi manfaat (sharing of benefits)
6. berasaskan Rencana Pengelolaan (Management Plan) Taman Nasional yang syah.

VI. Kelembagaan

Bentuk kolaboratif diwujudkan ke dalam sebuah wadah organisasi yang disebut sebagai
Dewan Penentu Kebijakan (DPK) TNKM. Keanggotaan DPK TNKM terdiri dari:

Halaman 8 dari 12
1. Bupati Malinau (Ketua merangkap anggota)
2. Bupati Nunukan (Wakil Ketua merangkap anggota)
3. Ketua Forum Musyawarah Masyarakat Adat ( FoMMA )
4. TNKM (Wakil Ketua merangkap anggota)
a. Ketua Bappeda Kabupaten Malinau (Sekretaris I merangkap anggota)
b. Ketua Bappeda Kabupaten Nunukan (Sekretaris II merangkap anggota)
c. Kepala BKSDA Kalimantan Timur (Bendahara merangkap anggota)
dan para anggota lainnya terdiri dari Perwakilan FoMMA (4 orang)
1. Ketua Bappeda Kalimantan Timur
2. Direktur Konservasi Kawasan PHKA
3. Kepala Sub Direktorat Kawasan Pelestarian Alam PHKA

Tugas pokok DPK TNKM antara lain:


1. Membantu Pemerintah mengelola TNKM, bersama Pemerintah menentukan
kebijaksanaan pengelolaan TNKM sesuai aspirasi para pihak,
2. Memberi saran dan pertimbangan dalam pembangunan TNKM,
3. Mengusulkan pembentukan Badan Pengelola TNKM kepada Menteri Kehutanan, dan
berkoordinasi dengan Dirjen PHKA.
4. Kegiatan pengelolaan TNKM dilaksanakan oleh Badan Pengelola TNKM yang unsur-
unsurnya terdiri dari Masyarakat lokal (Adat), BKSDA/PHKA, dan LSM .
Landasan telah dibangun, namun membangun suatu model pengelolaan kolaboratif yang
benar-benar berbasis masyarakat memerlukan perjalanan panjang karena berbagai kendala
yang dihadapi, seperti misalnya:
1. Gejolak politik,
2. Kepastian hukum,
3. Kesiapan dan dukungan pihak-pihak.

Saat ini, WWF Indonesia-Kayan Mentarang Project yang telah aktif di kawasan TNKM sejak
1980-an, sedang memfokuskan kegiatannya pada implementasi Rencana Pengelolaan TNKM
dan mempersiapkan pihak-pihak untuk melaksanakan Pengelolaan Kolaboratif TNKM.

Paparan Konsultan Manajemen Proyek (KMP) BPJN Kaltara


Untuk pertimbangan Teknis dari KMP bahwa jalan yang akan dibuat dengan asumsi kelas jalan
Sedang terlebih dulu, mengingat jalan strategis nasional ini akan bisa menjadi jalan dengan fungsi
jalan arteri primer karena dapat sebagai bagian dari jaringan jalan primer antar negara (dalam hal
ini dengan negara/ bagian dari Malaysia yaitu Serawak, Sabah, dan Brunei Darussalam atau
Halaman 9 dari 12
bagian dari Trans Asean Highway), dan diperoleh sementara ini total lebar ROW minimum
41meter (Gambar Potongan Melintang Jalan terlampir), yang menggambarkan lebar:
1. Badan Jalan;
2. RUMAJA (Ruang manfaat jalan);
3. RUMIJA (Ruang Milik Jalan); dan
4. RUWASJA (Ruang Pengawasan Jalan).

Notulen rapat hasil pembahasan Pertimbangan Teknis Penggunaan Kawasan Taman Nasional Kayan
Mentarang (TNKM) Terlampir.

Dokumentasi

Halaman 10 dari 12
.

Halaman 11 dari 12
Halaman 12 dari 12

Anda mungkin juga menyukai