OLEH
NIM : F202001148
KELAS : A3 FARMASI
KENDARI
2023
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK..........................................................................................................vi
ABSTRACT........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
iii
2
3.3. Bahan dan Alat.........................................................................20
3.3.1. Bahan.............................................................................20
3.3.2. Alat.................................................................................20
3.4. Prosedur kerja..........................................................................20
3.4.1. Pembuatan Larutan Induk Lansoprazol........................20
3.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Untuk ..
Analisis.........................................................................20
3.4.3. Penetapan Fase Gerak..................................................21
3.4.4. Uji Kesesuaian Sistem...................................................21
3.4.5. Penetapan Metode Ekstraksi........................................21
3.4.6. Validasi Metode Analisis Lansoprazol dalam Darah . 21
3.4.6.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas
dalam Darah In Vitro....................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................35
LAMPIRAN.......................................................................................................38
3
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lansoprazol
Struktur Lansoprazol:
8
2.2. Darah
Darah terdiri atas plasma darah dan sel-sel darah. Sebagian besar darah
terdiri atas sel darah merah atau eritrosit, sedangkan jumlah sel darah putih
atau leukosit relatif sedikit, yaitu 2 permil dari jumlah eritrosit. Disamping
eritrosit dan leukosit masih ada partikel lain yang disebut trombosit.
Trombosit ini mempunyai fungsi penting pada penggumpalan darah.
Apabila darah yang telah diberi antikoagulan diputar dengan pemusing
(sentrifuga), maka sel-sel darah akan mengendap, sedangkan plasma darah
akan berada diatasnya. Bobot jenis darah bervariasi antara 1,054-1,060,
sedangkan bobot jenis plasma darah ialah kira-kira 1,024-1,028. Viskositas
(derajat kekentalan) darah kira-kira 4,5 kali viskositas air (Pudjiadi, 1994).
1
Volume total plasma pada orang dewasa normal sekitar 2,5 - 3 liter atau0
mencapai 55 - 58% volume darah. Plasma mengandung suatu senyawa
pembeku dan akan membeku bila terpapar oleh udara. Namun untuk
mencegah pembekuan plasma dapat ditambahkan suatu antikoagulan seperti
sitrat atau heparin (Sherwood, 1996).
a. Pengendapan protein
Pada metode ini, digunakan asam/ pelarut organik yang bercampur dengan
air untuk mendenaturasi dan mengendapkan protein. Asam seperti
trikloroasetat dan asam perklorat sangat efisien untuk mengendapkan protein
pada konsentrasi 5-20%. Pelarut organik seperti metanol, asetonitril, aseton,
dan etanol memiliki efisiensi yang relatif lebih rendah untuk mengendapkan
protein. Akan tetapi, pelarut-pelarut tersebut banyak digunakan untuk
bioanalisis karena sesuai dengan fase gerak pada KCKT dan dapat
mengekstraksi senyawa berdasarkan prinsip kepolaran. Pelarut organik akan
menurunkan solubilitas protein sehingga protein akan mengendap (Evans,
2004; Kelly, 1990).
b. Ekstraksi cair- cair
Ekstraksi cair - cair berguna untuk memisahkan analit dari pengotor
dengan menyekat sampel diantara 2 fase larutan tak tercampurkan. Fase
1
pertama umumnya berupa fase aqueous, sedangkan fase kedua berupa fase1
organik. Analit yang akan diekstraksi harus larut diantara satu fase larutan
tersebut. Prinsip ekstraksi cair – cair ini adalah senyawa yang bersifat lebih
hidrofilik akan larut ke fase aqueous dan senyawa yang bersifat lebih
hidrofobik akan cenderung mudah ditemukan di fase organik. Analit yang
terekstraksi ke dalam fase organik akan dengan mudah diperoleh kembali
melalui penguapan, sedangkan analit yang terekstraksi ke dalam fase aqueous
dapat langsung disuntikkan ke dalam kolom KCKT fase balik. Larutan
aqueous yang dapat digunakan adalah air, larutan yang bersifat asam/basa,
garam, dan lainnya. Pelarut organik yang dapat digunakan adalah heksan, etil
asetat, toluen, dan lainnya. Kelemahan dari metode yaitu tidak dapat
diaplikasikan ke semua analit, contohnya analit yang bersifat sangat polar
sulit menggunakan metode ini (Evan, 2004; Kelly, 1990).
c. Ekstraksi fase padat
Pada ekstraksi fase padat ini digunakan kolom berukuran kecil (cartridge)
dengan adsorben yang mirip dengan yang digunakan pada saat analisis dan
biasanya disesuaikan dengan sifat analit yang diperiksa. Ekstraksi fase padat
adalah suatu teknik yang dapat mengatasi beberapa masalah yang ditemui
pada ekstraksi cair-cair. Prinsip umum dari ekstraksi ini yaitu adsorpsi obat
dari larutan ke dalam adsorben atau fase diam (Harahap, Y., 2010).
d. Ekstrasi cair- padat
Ekstraksi cair padat merupakan teknik yang sering digunakan untuk
perlakuan sampel pada KCKT. Apabila ekstraksi cair - cair merupakan proses
pemisahan satu tahap, maka ekstraksi cair - padat merupakan prosedur
pemisahan mirip kromatografi dan memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan ekstraksi cair - cair. Keuntungan tersebut antara lain dihasilkan
ekstraksi analit yang lebih sempurna, pemisahan analit yang lebih efisien dari
pengotor, pengurangan penggunaan pelarut organik, pengumpulan fraksi
analit total yang lebih mudah, penghilangan partikulat, dan pengoperasian
yang lebih mudah. Empat tahapan pada proses ekstraksi cair – padat yaitu
pengkondisian alat, pemasukan sampel, pengaliran larutan pencuci untuk
menghilangkan pengotor, dan proses perolehan kembali analit (Evans, 2004;
Kelly, 1990).
Konsentrasi obat dalam plasma umumnya rendah pada dosis terapi, oleh
1
karena itu diperlukan persiapan sampel khusus untuk analisis obat dalam2
plasma. Dalam plasma, obat terikat pada permukaan protein sehingga harus
dibebaskan terlebih dahulu, lansoprazol dalam plasma berikatan dengan
protein plasma sebesar ± 97% (Sweetman, 2009), sehingga diperlukan
perlakuan tertentu untuk membebaskannya sebelum dianalisis.
Beberapa metode analisis Lansoprazol dalam plasma yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu yaitu:
a. Penetuan kadar Lansoprazol dalam plasma darah dan tablet dengan
menggunakan RP-HPLC.
Kondisi : Pemisahan kromatografi dicapai secara isokratis pada kolom C 18
[Inertsil C18, 5 µ, 150 mm x 4,6 mm] memanfaatkan fase gerak asetonitril /
dapar fosfat (70:30, v / v, pH 7,0) dengan kecepatan aliran 0,8 ml / menit
dengan deteksi UV pada 260 nm. Waktu retensi Lansoprazole adalah 2,53
min. Metode ini akurat (99,15-101,85%), tepat konsentrasi (0,13-1,56%
dan antar-hari variasi 0,30-1,60% intra-hari variasi) dan linier dalam
jangkauan 0,1-30 μg/ml (R2 = 0,999) dan telah berhasil digunakan dalam
menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode
perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik
kromatografi lapis tipis dan pada metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung
berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S)
kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3
(SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar
deviasi blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar
deviasi intersep y pada garis regresi (Gandjar & Rohman, 2007).
2.5.4. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima
pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ
juga diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga
dilaporkan). Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1 digunakan untuk
menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1
merupakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ
merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi
yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga
menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang
lebih tinggi harus dilaporkan.
ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun demikian
sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan 2 metode
pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1) metode non instrumental visual
dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode perhitungan didasarkan pada
standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva baku sesuai rumus: LOQ =
10 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan standar
deviasi blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier atau dengan
standar deviasi intersep-y pada garis regresi (Gandjar & Rohman, 2007).
2.5.5. Liniearitas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-
hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada
kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa
2
1
METODOLOGI PENELITIAN
dalam darah
Penetapan
metode
Limit deteksi dan
Liniearitas Akurasi limit kuantitasi
Presisi Peroleha
Selektivitas n
5.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Medisinal (PMC),
Laboratorium Bioavailabilitas dan Bioekivalensi (PBB), dan Laboratorium
Bahan Alam (PNA) Program Studi Farmasi FKIK Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada September 2012 sampai Januari 2013.
5.4.6. Validasi Metode Analisis Lansoprazol Dalam Darah (Gandjar & Rohman,
2007; Harmita, 2006; Food Drug and Administration, 2001; United
Nations Office on Drug and Crime, 2009)
5.4.6.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas dalam Darah In Vitro
Dibuat larutan blangko dan larutan Lansoprazol dalam darah dengan
konsentrasi 2-6 g/mL, kemudian dipreparasi sesuai prosedur. Lalu
supernatan masing-masing sebanyak 10 μL disuntikkan ke alat KCKT pada
kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak
terhadap konsentrasi Lansoprazol dalam darah dari masing-masing
konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier
(y = a + bx). Dihitung koefisien korelasi (r) dari kurva tersebut.
5.4.6.2. Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantitasi (LOQ)
Larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 2-6 g/mL
dipreparasi sesuai prosedur. Kemudian supernatan sebanyak 10 μL dari
masing-masing larutan tersebut disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi
terpilih. Setelah itu dianalisis regresi perbandingan luas puncak terhadap
konsentrasi Lansoprazole dalam darah dari masing-masing konsentrasi dan
dibuat kurva kalibrasinya.
LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi,
dengan rumus :
Sy
10 ( )
x
LOQ =
b
dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan
regresi.
5.4.6.3. Uji Selektivitas
Sebanyak 10 μL supernatan sampel darah yang telah dideproteinase dan
mengandung Lansoprazol pada konsentrasi 5 μg/mL disuntikkan ke dalam
instrumen KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih,
diulang sebanyak 6 kali. Kemudian dihitung nilai % RSD (Relative Standard
Deviation) dengan nilai ≤ 15% dan akurasinya (% diff) dengan nilai ± 15%.
5.4.6.4. Uji Akurasi
Dibuat larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 3 μg/mL, 4
μg/mL, dan 5 μg/mL. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan
sebanyak 10 μL disuntikkan ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan
kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Kemudian dihitung
persentase akurasi (% diff) dan perolehan kembali (% recovery) dari masing-
masing konsentrasi larutan tersebut. Nilai rata-rata % diff disyaratkan ± 15%.
Sedangkan nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan
konsentrasi Lansoprazol dalam darah yang diperoleh dari hasil ekstraksi
dengan konsentrasi Lansoprazol yang sebenarnya dikalikan dengan 100%.
Perolehan kembali disyaratkan pada ± 15% dalam sampel biologis.
5.4.6.5. Uji Presisi
Dibuat larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 3 μg/mL, 4
μg/mL, dan 5 μg/mL. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan
sebanyak 10 μL disuntikkan ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan
kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Dilakukan pengukuran
intra-hari dan inter-hari (selama 2 hari berturut-turut), kemudian dihitung
persentase simpangan baku relatif atau % RSD (Relative Standard Deviation)
dari masing-masing konsentrasi dengan nilai ≤ 15%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
9.1. Hasil
9.1.1. Penentuan Metode Analisis Lansoprazol
9.1.1.1.Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer ultraviolet-visibel, diperoleh serapan
maksimum Lansoprazol pada panjang gelombang 283 nm. Spektrum serapan
Lansoprazol dapat dilihat pada lampiran 1 gambar 6.1.
9.1.1.2. Penetapan Komposisi Fase Gerak
Penetapan kadar Lansoprazol dalam darah in vitro dilakukan pada kondisi
optimum dengan kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom
Acclaim® (C18) dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283
nm, dan volume penyuntikan 10 μL Komposisi fase gerak semula terdiri dari
metanol:dapar fosfat pH 7 (70:30). Pada komposisi ini, waktu retensi
Lansoprazol yaitu 2,95 menit. Kemudian dilakukan modifikasi fase gerak
yaitu komposisi kedua metanol-dapar fosfat pH 7 (65:35) dan komposisi
ketiga metanol-dapar fosfat pH 7 (60:40). Pada komposisi metanol-dapar
fosfat pH 7 (65:35) waktu retensi Lansoprazol yaitu 3,67 menit. Sedangkan
pada komposisi metanol-dapar fosfat pH 7 (60:40) waktu retensi Lansoprazol
yaitu 5,04 menit. Laju alir yang digunakan adalah 0,8 ml/menit. Namun hasil
optimasi ini memberikan data kromatogram dengan puncak yang lebar dan
pada komposisi 60:40 dihasilkan double peak.
Kemudian dilakukan modifikasi lagi dengan penambahan TEA
(Trietilamin) dengan komposisi metanol:dapar fosfat (65:35) dengan
penambahan TEA hingga pH 7,4. Dengan komposisi fase gerak ini,
didapatkan waktu retensi sekitar 3,77 menit. Metode ini dipilih karena
menghasilkan plat teoritis yang lebih banyak daripada komposisi fase gerak
yang lain, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate) yang lebih kecil,
25
Tabel 4.1. Hasil penetapan komposisi fase gerak pada konsentrasi 10 µg/mL,
kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm, dan volume
penyuntikan 10 μL.
Fase Luas
TR Faktor
Gerak Puncak N HETP Asimetri
(menit) Kapasitas
(v/v) (µAU)
65:35 3,773 3592,9 1130 0,0133 1,22 0,86
(+TEA) 3,767 3576,1 1084 0,0138 1,22 0,85
70:30 2,950 7162,2 351 0,0427 0,73 1,62
65:35 3,890 7691,9 303 0,0495 1,24 1,66
60:40 4,997 8172,3 251 0,598 1,92 1,71
Keterangan:
Tabel 4.2. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem sampel Lansoprazol pada
konsentrasi 10 μg/mL dengan komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35)
dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit,
panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan 10 μL.
9.1.2.2. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi dalam Darah in vitro
Uji batas deteksi dan batas kuantitasi dilakukan untuk mengetahui batas
deteksi dan batas kuantitasi terendah dari sampel yang masih dapat
menghasilkan data dengan akurasi dan presisi yang baik. Batas deteksi yang
diperoleh dari hasil pengujian sebesar 0,619 μg/mL dan batas kuantitasi 2,05
μg/mL. Data mengenai uji batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dilihat
pada tabel 4.4 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada
lampiran 6 dalam tabel 6.3.
Tabel 4.4. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien fungsi
Parameter Nilai
Simpangan Baku Residual (S y/x) 98,17
Limit Deteksi (LOD) 0,619 μg/mL
Limit Kuantitasi (LOQ) 2,05 μg/mL
C = Konsentrasi
SD = Simpangan Baku
KV = Koefisien Variasi
Rata-rata Rata-rata
C SD RSD % diff
Luas Puncak Perolehan
(μg/mL) (%) rata-rata
(µAU) Kembali (%)
3 714,3 104,09 8,57 1,2 4,09
4 1231,5 105,16 2,89 0,24 5,16
5 1636,27 101,09 18,1 1,11 1,09
9.2. Pembahasan
Pada penelitian ini telah dilakukan validasi metode analisis Lansoprazol
dalam darah in vitro secara KCKT. Penetapan kadar Lansoprazol dalam darah
in vitro dilakukan sebagai pengujian terhadap sediaan farmasi dari segi
farmakokinetiknya, bagaimana ketersediaan hayati obat dalam tubuh
sehingga keefektivitasannya terbukti. Optimasi dan validasi juga perlu
dilakukan guna mendapatkan metode yang terbaik untuk analisa kadar
Lansoprazol dalam darah. Metode analisis dengan menggunakan alat KCKT
ini dipilih karena memiliki banyak kelebihan yaitu waktu analisisnya cepat,
cara kerjanya sederhana dan sensitif.
Sebelum memasuki tahap analisis, perlu dilakukan penentuan panjang
gelombang analisis optimum dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet–visibel dan didapatkan hasil bahwa Lansoprazol memiliki serapan
maksimum pada 283 nm. Pemilihan panjang gelombang analisis ini berguna
untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis dari sampel yang
digunakan.
Tahap selanjutnya adalah penentuan komposisi fase gerak dan laju alir.
Pada pemilihan fase gerak, dilakukan dengan menggunakan kolom Acclaim ®.
Optimasi fase gerak semula terdiri dari metanol:dapar fosfat pH 7 dengan
30
(Relative Standard Deviation) ≤ 15%. Pada uji presisi ini, hasil tersebut telah
memenuhi syarat untuk uji presisi pada sediaan biologis. Uji dilakukan pada
intra-hari dan inter-hari untuk memastikan bahwa setelah sediaan disimpan
masih stabil dan tidak mengganggu hasil analisa.
Hasil dari parameter-parameter validasi metode analisis yang telah
dilakukan secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan
untuk pengujian pada sediaan biologis. Hal ini menunjukan bahwa metode
analisis Lansoprazol dalam darah in vitro valid dan dapat digunakan untuk
penetapan kadarnya secara in vivo.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1. Optimasi metode analisis Lansoprazol diperoleh hasil bahwa Lansoprazol
dapat dianalisis dengan menggunakan kolom Acclaim® Polar Advantage
C18, dengan kondisi optimum fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35)
dengan penambahan trietilamin hingga pH 7,4, kecepatan alir 0,8
mL/menit, panjang gelombang 283 nm. Pada proses optimasi ekstraksi
Lansoprazol dalam darah, hasil ekstraksi terbaik untuk metode analisis
pada KCKT adalah dengan pencampuran plasma dengan metanol pada
perbandingan 1:4, waktu vorteks 60 detik dan proses sentrifugasi pada
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
5.1.2. Hasil validasi metode menunjukkan bahwa metode analisis yang
digunakan sudah memenuhi persyaratan yang berlaku untuk akurasi,
presisi, linearitas, dan selektifitas.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat menggunakan
larutan pengendap protein yang lain, seperti asam trikloroasetat, asam
perklorat, maupun kombinasi asam-asam tersebut dengan pelarut organik
sehingga diharapkan hasil ekstraksi protein dari plasma menjadi lebih
sempurna. Bila memungkinkan dapat pula digunakan cara ekstraksi protein
dalam plasma yang lain seperti ekstraksi cair-cair maupun ekstraksi cair-
padat.
DAFTAR PUSTAKA
Gerald K. McEvoy (Ed.), Jane Miller (Ed.), dan Kathy Litvak (Ed.). 2004. AHFS
Drug Information 2004. American Society of Health-System Pharmacists.
Kelly, M.T. 1992. Drug Analysis in Biological Fluids. Dalam: Chemical Analysis in
Complex Matrices. New York: Ellis Horwood.
McEvoy, Gerald K. (ed.). 2008. AHFS Drug Information 2008. Bethesda, MD:
American Society of Health-System Pharmacists.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi kedua. Terj.
Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 346-363
United Nation Office on Drug and Crime. 2009. Guidance for the Validation of
Analytical Methodology and Calibration of Equipment used for Testing of Illicit
Drugs in Seized Materials and Biological Specimens. Vienna: United Nations
Publication.
Uno, T., et al.. 2005. Determination of Lansoprazole and Two of its Metabolites
by Liquid-Liquid Extraction and Auto-mated Column Switching High-
Performance Liquid Chromatography: Application to Measuring CYP2C19
Activity. Journal of Chromatography B, Vol. 816, No. 1-2, February 2005, pp.
309-314.
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 6.2. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dionex Ultimate® 3000
Lampiran 3. Kromatogram Hasil Analisa
Gambar 6.5. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat
pH 7 (65:35)
Gambar 6.6. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat
pH 7 (60:40)
Lanjutan
Gambar 6.8. Kromatogram sampel darah kosong (blanko) dengan komposisi fase
gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada
kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan
10 μL.
Lanjutan
Gambar 6.8. Kromatogram sampel darah kosong (blanko) dengan komposisi fase
gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada
kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan
10 μL.
Lanjutan
Tabel 6.1. Uji kesesuaian sistem Lansoprazol dengan fase gerak metanol:dapar
fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada konsentrasi 10
µg/mL, kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm, dan volume
penyuntikan 10 μL.
2000
1500
0 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi (μg/mL)
Gambar 6.10. Kurva Kalibrasi Lansoprazol dalam
Darah Keterangan :
- Persamaan garis : y = 477,35x - 776,42
- Koefisien korelasi : 0,99
- Kondisi Analisis :
Fase gerak : metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga
pH 7,4
Kolom : Acclaim® (C18; 15 cm x 4,6 mm)
Volume injeksi : 10 μL
Kecepatan alir : 0,8 mL/menit
Detektor : Diode Array Detector
Tabel 6.3. Data hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi
S (y/x) =
28917,083
√∑(F−F1) =√ = 98,17
3
𝑛−2
3 (𝑆𝑦/𝑥)
LOD = 3 (98,17) = 0,619 μg/mL
𝑏 =
477,35
10 (𝑆𝑦/𝑥)
LOQ =
𝑏
10 (98,17)
= = 2,05 μg/mL
477,35
Luas % diff
Konsentrasi Simpangan RSD
Puncak % diff rata-
(μg/mL) Baku (SD) (%)
(µAU) rata
1636,4 1,09
1654,3 1,84
1618,1 -0,09
5 1630,2 0,83 13,26 0,813 0,793
1626,4 0,67
1620,1 0,41
Lampiran 8. Uji Akurasi
Rata-rata
Uji
Luas Uji %diff
Konsentrasi Perolehan Simpangan
Puncak Perolehan % diff RSD (%) rata-
(μg/mL) Kembali Baku (SD)
(µAU) Kembali rata
(%)
(%)
723,2 104,72 4,72
3 706,1 103,52 104,09 3,52 8,57 1,2 4,09
723,7 104,06 4,06
1233,9 105,28 5,28
4 1232,4 105,21 105,16 5,21 2,89 0,24 5,16
1228,3 104,99 4,99
1636,4 101,09 1,09
5 1654,3 101,84 101,09 1,84 18,1 1,11 1,09
1618,1 100,32 0,32
Lampiran 9. Uji Presisi
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 201 = 50 mL x 100 ppm
ppm
V1 = 5000/201
= 24,875 Ml
Dari larutan induk 100 ppm, kemudian diambil beberapa mL dan dicukupkan
dengan darah hingga batas ukur pada labu ukur 5 mL sehingga menjadi darah
yang mengandung 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, dan 6 ppm Lansoprazol.
2
S(y/x) = √∑(F−F1) ; = a +bx
dimana Y
1
𝑛−2
𝑦
𝑆( )
Sx0 = 𝑥
; Sx0 = standar deviasi dari fungsi
3 (𝑆𝑦/𝑥)
LOD =
𝑏
10 (𝑆𝑦/𝑥)
LOQ =
𝑏
Lampiran 12. Cara perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, % diff, dan
Uji Perolehan Kembali
∑(𝑥−𝑥̅)2
SD = √
𝑛−1
Contoh perhitungan:
(1233,9−1231,53)2+(1232,4−1231,53)2+(1228,3−1231,53)2
SD = √
2
SD = 2,898
Contoh perhitungan :
2,898
%RSD = 𝑥 100%
1231,53
%RSD = 0,235%