Anda di halaman 1dari 11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sambal

2.1.1 Definisi Sambal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sambal adalah makanan penyedap


yang dibuat dari cabai, garam, dan sebagainya yang ditumbuk, dihaluskan, dan
sebagainya, biasanya dimakan bersama nasi. Sedangkan sambal menurut Murdijati
Gardjito (2013) adalah saus yang dibuat dari cabai yang dihancurkan sehingga
keluar airnya dan biasanya ditambahkan bahan-bahan lain seperti terasi, garam,
bawang putih, cuka, daun jeruk, perasan jeruk, dan lain-lain. Kata "sambal" itu
sendiri sejatinya merupakan sebuah kata serapan yang berakar dari bahasa Jawa
kuno yakni sambĕl yang memiliki arti "dihancurkan" atau "dilumatkan", merujuk
kepada proses pengolahan rempah ataupun cabai yang dilumatkan.

Sambal merupakan salah satu jenis makanan pelengkap yang diperoleh dari
bahan utama cabai (Capsicum sp.) dan diolah dengan penambahan bumbu-bumbu
lainnya. Bumbu-bumbu ini biasanya tergantung apa nama jenis dan dari mana asal
sambal tersebut. Dalam pembuatan sambal, bahan yang digunakan memiliki fungsi
tersendiri dalam membentuk karakteristik, cita rasa, dan masa simpan dari sambal
tersebut. Sambal umumnya dibuat menggunakan alat yang disebut cobek. Cobek
dibuat dari batu, tanah liat, atau kayu. Pasangan dari cobek adalah munthu. Seperti
halnya cobek, munthu juga ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan kayu sesuai
dengan cobek pasangannya.

2.1.2 Sejarah Sambal

Penyebaran cabai tak lepas dari andil penjelajah Christoper Columbus.


Ketika menyelesaikan ekspedisinya dari Amerika Latin ke Spanyol, Columbus
membawa biji-biji cabai yang dikiranya lada hitam untuk dipersembahkan ke ratu
Isabella. Dari Spanyol biji cabai merambah Eropa. Manguelonne Toussain-Samat,
penulis Prancis, dalam A History of Food menyebut, untuk perut orang Eropa yang
sensitif, rasa cabai terlalu panas. Cabai pun tidak digunakan dalam makanan
mereka.

Orang-orang Portugis memperkenalkan cabai ke Nusantara pada akhir abad


ke-16. Namun, menurut arkeolog Titi Surti Nastiti dalam Pasar di Jawa Masa
Mataram Kuna Abad VII-XIV, jauh sebelumnya cabai telah menjadi komoditas
perdagangan pada masa Jawa Kuno. Bahkan, dalam teks Ramayana dari abad ke-
10, cabai disebut sebagai salah satu contoh jenis makanan. Fadly Rahman, ahli
sejarah kuliner, dalam Jejak Rasa Nusantara menyebut, bahan sambal pada abad
ke-10 mungkin masih menggunakan cabai Jawa (Piper retrofractum), tak sama
dengan genus cabai dari benua Amerika yang baru diperkenalkan pada abad ke-16.
Segera pada saat itu cabai pun menjadi primadona sebagai bahan pemedas baru.
Sambal juga cukup populer di kalangan orang Eropa. Ragam sambal menjadi
bagian dari rijsttafel, yaitu set hidangan komplet berisi nasi, lauk-pauk, dan sayuran
khas Indonesia.. salah satu juru masak, Catenius van der Meijden, bahkan
menguasai keahlian membuat puluhan jenis sambal yang dituangkan dalam
bukunya, Makanlah Nasi pada 1922.

Dikutip dari laman resmi Unpad, Dosen Departemen Sejarah dan Filologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Fadly Rahman menjelaskan fungsi
sambal sebagai penggugah selera makan telah ada sejak dulu. Sudah pasti, tiap
sambal punya jejak cerita nusantara. Senada dengan itu ahli arkeologi Jawa Kuna,
Timbul Haryono dan H.I.R. Hinzler bahkan menemukan bukti bahwa sambal telah
jadi bagian dari menu makan masyarakat Jawa jauh sebelum cabai (Capsicum) dari
Benua Amerika yang dibawa orang-orang Portugis pada abad ke-16 tumbuh di
Nusantara.“Sebelum cabai masuk ke Nusantara, nenek moyang orang Jawa
menggunakan cabya jawa (Piper retrofractum), lada (Piper nigrum), dan jahe
(Zingiber officinale) sebagai bahan membuat sambal. Lain hal dengan di Sumatera
Utara yang memiliki andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC), tanaman khas
yang sejak dulu hingga kini digunakan sebagai pecitarasa pedas,” ujar Fadly. Lebih
lanjut lagi kata Fadly tokoh pergerakan nasional seperti Tjipto Mangoenkoesoemo,
pecinta sambal terasi dan sambal goreng tempe yang melengkapi hidangan
kegemarannya seperti gudeg, sayur asem, sayur lodeh, ikan asin, dan pecel.
Begitupun Bapak Pendidikan Indonesia Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar
Dewantara. Soewardi kerap menjamu makan saudara-saudara sebangsanya dengan
sambal goreng ati masa pengasingannya di Belanda (1913 – 1919).

2.1.3 Jenis-Jenis Sambal

Tim peneliti UGM berhasil melakukan penelitian untuk mengidentifikasi


tentang informasi dan resep sambal dari seluruh Indonesia. Seperti diketahui ada
322 macam sambal yang terdiri dari 257 macam sambal diantaranya digunakan
untuk masakan dan hidangan. Lalu, berbagai jenis sambal itu dikelompokkan lagi
menjadi sambal mentah 119 macam dan sambal masak 138 macam.

Namun begitu, umumnya bahan utama pembuatan sambal terdiri dari cabai, garam,
dan terasi. Dari 257 ragam sambal terdapat 122 variasi bumbu. Adapun bumbu
bawang paling banyak digunakan adalah sambal bawang merah, bawang putih, gula
kelapa, gula dan minyak goreng.

Pulau Sumatera dan Jawa memiliki jenis sambal yang paling beragam
(64,5%), disusul Pulau Kalimantan (10,9%), Pulau Sulawesi (9,1%), dan pulau lain
seperti Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (15,5%) . Secara keseluruhan,
meskipun terdapat berbagai jenis sambal di berbagai provinsi di Indonesia,
distribusi varietas sambal cenderung terpusat di Pulau Jawa dan Sumatera dimana
cabai banyak dibudidayakan dan tersebar luas. Sambal dari berbagai daerah di
Indonesia mungkin berbeda dalam jenis cabai yang digunakan sebagai bahan
utamanya. mayoritas (70,9%) dari jenis sambal yang kami identifikasi
menggunakan cabai rawit sebagai bahan utamanya. Jenis cabai lainnya, seperti
cabai rawit (56,4%) dan cabai hijau atau cabai hijau (10,9%), juga hadir sebagai
bahan utama. Beberapa resep sambal mungkin menyertakan varian atau kultivar
cabai tertentu, seperti sambal katokkon dari Sulawesi yang menggunakan lada
Habanero (Capsicum chinense). Beberapa resep sambal juga menyarankan untuk
mencampurkan beberapa jenis cabai untuk memperkaya rasa dan mengungkap
beberapa ciri unik sambal tersebut.

Selain pemanfaatan cabai sebagai bahan utama sambal Indonesia, bahan


sekunder juga berperan penting dalam menentukan cita rasa suatu sambal.
Meskipun cabai sangat menentukan tingkat kepedasan suatu sambal, bahan-bahan
sekundernya sering kali memberikan karakteristik unik dan identitas khas yang
membedakan suatu sambal dari varian sambal lainnya. Memang benar, nama
sambal sering kali diambil dari bahan-bahan tambahan yang ditambahkan ke
dalamnya. Bahan sekunder yang paling banyak digunakan dalam resep sambal
Indonesia adalah bawang merah (80,0%), bawang putih (71,8%), terasi fermentasi
(38,2%), tomat (26,4%), dan jeruk nipis (22,7%). Bawang putih dan bawang merah
biasanya digunakan dalam sambal masak untuk memperkuat dan memperkaya
rasanya.

Sambal biasanya disajikan sebagai bumbu hampir pada semua masakan


seperti lalapan (campuran sayur mentah), ayam goreng, tahu, dan tempe. Sambal
memiliki beragam rasa yang sesuai dengan lauk pauk yang akan dikonsumsi.
Sambal yang dominan asam dan pedas lebih cocok dikonsumsi dengan ikan,
sedangkan sambal manis dan pedas cocok dikonsumsi dengan tahu dan tempe.
Secara tradisional, sambal dapat dibuat dengan menggunakan alat tradisional
seperti lesung dan alu batu. Cabai, bawang merah, bawang putih, dan tomat sering
ditumbuk dengan cobek, sedangkan terasinya digoreng atau dibakar terlebih dahulu
untuk menghilangkan aromanya sekaligus menghilangkan baunya yang menyengat.
Di sebagian besar restoran dan tempat makan tradisional ( warung ) Indonesia ,
sambal disiapkan setiap hari dalam jumlah besar sebagai 'sambal yang baru dibuat'.

2.1.4 Karakteristik Sambal secara Umum

Tergantung pada metode pengolahan yang digunakan, sambal bisa


berbentuk pasta dan berbentuk acar (tidak dihancurkan secara halus bisa dalam
bentuk potongan besar atau cacah kasar). Bentuk pasta dibuat dengan cara
menghancurkan dan mencampurkan semua bahan menggunakan blender atau,
dengan cara yang lebih tradisional, lesung, dan alu. Pembuatan sambal mirip acar
terdiri dari pemotongan berbagai bahan dan dicampur dengan minyak sayur, gula,
dan garam. Selain itu, proses pembuatan sambal mungkin melibatkan pemasakan
atau tidak, oleh karena itu, sambal bisa mentah atau dimasak. Sambal masak
dihasilkan melalui proses pemasakan sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang
khas, sedangkan sambal mentah dicampur dengan bahan tambahan dan langsung
dikonsumsi. Sambal matang lebih banyak ditemukan di Indonesia bagian barat,
sedangkan sambal mentah lebih banyak ditemukan di Indonesia bagian timur.
Sebagian besar jenis sambal di Indonesia sudah matang (82,7%) dan memiliki
penampakan fisik seperti pasta karena proses penghancuran (84,6%).

Variasi sambal yang dimasak seperti pasta mendominasi keragaman


sambal di Indonesia. Sambal bajak dari Banten, sambal balado dari Sumatera
Barat, dan sambal rica-rica dari Sulawesi Utara merupakan contoh jenis sambal
tersebut. Sambal balado dan sambal rica-rica adalah jenis campuran bumbu yang
dibuat dengan cara menumis cabai giling dengan bumbu lainnya. Sambal matah
dari Bali dan sambal dabu-dabu dari Sulawesi Utara adalah dua contoh sambal
mentah yang dibuat dengan mencampurkan bahan-bahan cincang yang berbeda.
Pengolahan sambal mentah biasanya dilakukan dengan menuangkan sedikit
minyak sayur mendidih ke dalam bahan mentah yang telah dicincang. Patut
dicatat bahwa sambal mentah yang terbuat dari bahan cincang sebagian besar
berasal dari pulau-pulau di Indonesia di luar Jawa dan Sumatera.

2.2 Definisi Cita Rasa Sambal

Menurut Kusumaningrum (2019) pengertian cita rasa adalah suatu penilaian


konsumen terhadap produk makanan ataupun minuman, yang mana terdapat sensasi
rangsangan serta stimulus yang dapat berasal dari eksternal maupun internal dan
kemudian dirasakan oleh mulut.

Sedangkan menurut Melda (2020) cita rasa merupakan salah satu cara untuk
memilih makanan dan minuman yang dibedakan dengan rasa dari makanan ataupun
minuman serta dapat dibedakan dari bentuk/penampakan, bau, rasa, tekstur, dan
suhu.

Saputra dkk (2015) mengatakan bahwa cita rasa merupakan hasil dari kerja
sama indera manusia lebih tepatnya indera perasa, yang pada umumnya terdapat
empat perasa yaitu asin, manis, pahit serta asam. Meski terdapat beberapa jenis rasa
yang lainnya seperti gurih, pedas dan sebagainya.

Menurut Ferrinadewi (2016:46) rasa dapat digunakan pemasar menawarkan


produk dengan berupaya mengasosiasikan rasa tersebut dengan perasaan
konsumen. Kata “rasa” yang menjadi motivasi konsumen dalam memilih produk
adalah faktor yang menjadi fokus perhatian produsen atau pemasar. Jadi siapa yang
menjadi konsumen atau pembeli itu sangat penting diketahui oleh pihak produsen
atau pemasar. Rasa makanan atau minuman biasa disebut dengan istilah tastans.
Tastans adalah molekul yang berinteraksi dengan reseptor dalam bintilbintil rasa di
lidah manusia untuk memproduksi sensasi rasa yang kemudian diklasifikasikan
sebagai manis, asin, asam, dan pahit. Sensasi lain di 11 mulut juga dirasakan akibat
dari adanya interaksi kimiawi dengan reseptor trigeminal. Reseptor rasa selalu
berinteraksi dengan molekul-molekul dalam rasa yang nantinya akan menghasilkan
respon di lidah berupa rasa makanan ataupun minuman. Cita rasa juga memliki
peranan penting dalam keputusan pembelian konsumen, khususnya dalam bisnis
kuliner. Dengan cita rasa yang khas konsumen akan lebih tertarik untuk melakukan
pembelian (Dita, 2018).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa pengertian


dari cita rasa adalah suatu penilaian konsumen terhadap produk makanan ataupun
minuman, yang merupakan hasil dari kerja sama indera manusia lebih tepatnya
indera perasa dan dapat dibedakan dari bentuk/penampakan, bau, rasa, tekstur, dan
suhu.

2.2.1 Indikator Cita Rasa Sambal

Maimunah (2019) mengatakan terdapat beberapa indikator dari cita rasa

sendiri yaitu :

1) Bau merupakan salah satu indikator dari cita rasa makanan maupun
minuman yang disebabkan oleh timbulnya sebuah aroma yang menciri
khaskan sebuah makanan ataupun minuman tersebut dan juga dapat
mengetahui adanya rasa dari makanan ataupun minuman tersebut.
2) Rasa dapat diketahui bisa dikenali dengan terdapat kuncup cecepan yang
letaknya di papilla, di bagian noda darah jingga tepatnya pada lidah
manusia. Anak kuncup-kuncup perasa letaknya di bagian faring, dan pelata
pada bagian langit-langit yang lunak dan keras serta terletak juga di bagian
lidah manusia.
3) Rangsangan mulut merupakan suatu perasaan yang akan timbul ketika
menelan sesuatu baik itu makanan ataupun minuman yang sifatnya dapat
merangsang syaraf-syaraf dari indera perasa yang tempatnya ada di bawah
kulit wajah, gigi dan juga lidah manusia. Dalam hal ini cita rasa juga dapat
dipengaruhi dari keadaan tekstur bahan pembuatan makanan atau minuman,
apabila suatu bahan dapat menciptakan adanya bau dan juga rasa yang
ditimbulkan maka akan mempengarui suatu rangsangan pada sel reseptor
olfaktori atau yang biasa disebut dengan kelenjar air liur.

Berdasarkan pendapat Sari (2013:322), ada lima indikator yang akan digunakan
untuk mengukur indikator variabel cita rasa ini, yaitu :

1. Penampakan (Tampilan)
Tampilan dari hidangan yang disajikan kepada konsumen yang dapat dilihat
oleh indera penglihatan konsumen. Tata letak makanan dan penyusunan
beberapa komponen pendukung dalam wadah yang digunakan akan
menunjukkan penampakan atau penampilan hidangan yang akan
menggugah selera konsumen.
2. Aroma (Bau)
Aroma yang tercampur di udara, umumnya dengan konsentrasi yang sangat
rendah, yang manusia terima dengan indra penciuman. Bau yang sangat
subjektif serta sulit diukur dari sebuah makanan atau minuman. Dengan kata
lain aroma dapat diukur sesuai selera orang masing-masing.
3. Rasa adalah tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di
indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam,
dan pahit.
4. Tekstur adalah sifat dan keadaan suatu makanan atau minuman bisa dalam
keadaan padat, lunak, cair dan lain sebagainya.
5. Suhu (Temperatur)
Temperatur atau suhu dari makanan saat disajikan kepada konsumen

2.2.2 Perbedaan Rasa dan Bahan pada Jenis-Jenis Sambal

Nama yang dikaitkan dengan sambal sering diambil dari bahan sekunder
yang ditambahkan ke dalamnya. Bengkulu adalah contoh terkenal sambal beraroma
kuat karena kandungan fermentasinya sebagai bahan sekundernya. Tempoyak
adalah bumbu tradisional yang terbuat dari fermentasi daging durian matang (Durio
zibethinus) yang banyak dikonsumsi di Sumatera dan Kalimantan Barat. Sebagian
besar bahan yang digunakan dalam resep sambal Indonesia berbasis tanaman.
Dalam banyak kasus, terasi fermentasi (terasi) adalah satu-satunya bahan turunan
hewani yang ditambahkan dalam resep sambal. Di beberapa daerah di mana
perikanan memainkan peran penting dalam masyarakat dan budaya seperti Pulau
Sulawesi, resep sambal yang berbeda dikembangkan menggunakan bahan-bahan
laut tertentu di mana-mana di daerah tersebut. Misalnya, sambal cakalang dari
Sulawesi Utara terbuat dari ikan tuna cakalang asap (Katsuwonus pelamis),
penjualan sambal duo dari Sulawesi Tengah terbuat dari ikan goby batu ekor merah
(Sicyopterus lagocephalus), dan sambal kaluku dari Sulawesi Selatan terbuat dari
ikan gabus belang (Channa striata).

2.3 Rasa Dasar pada Sambal

Rasa pedas pada sambal biasanya berasal dari cabai atau bahan pedas
lainnya yang digunakan dalam pembuatannya. Tingkat pedasnya dapat bervariasi
tergantung pada jenis cabai yang digunakan dan seberapa banyak cabai yang
dimasukkan. Beberapa sambal dapat sangat pedas, sementara yang lain mungkin
lebih ringan pedasnya. Rasa pedas pada sambal berasal dari senyawa kimia yang
disebut kapsaisin yang terdapat dalam cabai. Kapsaisin merangsang reseptor panas
pada lidah dan mulut kita, menciptakan sensasi pedas. Tingkat pedas sambal dapat
bervariasi tergantung pada jenis dan jumlah cabai yang digunakan. Beberapa orang
menyukai sensasi pedas ini, sementara yang lain mungkin lebih memilih sambal
dengan tingkat pedas yang lebih rendah.

Rasa dasar sambal biasanya adalah kombinasi dari berbagai elemen rasa,
termasuk:

1. Rasa Pedas
Rasa pedas datang dari cabai atau bahan pedas lainnya yang digunakan
dalam sambal.
2. Rasa Asam
Rasa asam dapat berasal dari bahan seperti jeruk nipis, cuka, atau tamarind
yang sering digunakan dalam sambal.
3. Rasa Garam
Garam digunakan untuk memberikan rasa gurih dan memperkuat rasa
sambal.
4. Rasa Gula
Gula kadang-kadang ditambahkan untuk memberikan sedikit manis yang
seimbang dengan pedas dan asam.
5. Rasa Umami
Umami bisa datang dari bahan seperti terasi, udang kering, atau bahan lain
yang digunakan dalam variasi sambal tertentu.

Kombinasi rasa ini dapat bervariasi tergantung pada resep dan jenis sambal
yang Anda buat. Beberapa sambal mungkin lebih fokus pada pedas dan asam,
sementara yang lain mungkin menawarkan perpaduan yang lebih kompleks dari
rasa-rasa tersebut.

2.4 Rasa Pedas

Berbeda dengan manis, pahit, asin, dan asam, pedas bukanlah sebuah rasa,
tetapi merupakan sebuah sensasi yang dirasakan oleh lidah. Cabai atau tumbuhan
lain yang meninggalkan sensasi pedas mengeluarkan zat kimia bernama kapsaisin.
Kapsaisin sendiri merupakan komponen aktif dari cabai atau tumbuhan lain yang
sejenis. Kapsaisin akan menyebabkan iritasi atau sensasi terbakar bila dikonsumsi
atau sekadar bersentuhan dengan jaringan manapun. Bagian-bagian tertentu pada
lidah memiliki reseptor sendiri terhadap rasa manis, asam, asin dan pahit.
Sedangkan sensasi yang disebabkan kapsaisin membuat reseptor rasa sakit yang
ada pada papila lidah memberikan sinyal pada otak dan diartikan sebagai rasa
pedas. Itulah mengapa saat memakan makanan pedas, tidak hanya lidah yang
merasa panas, namun hingga ke seluruh rongga mulut. Tidak hanya itu, terkadang
kalau kamu makan sambal menggunakan tangan, sensasi pedas dan panasnya pasti
juga tersisa di tangan.

Setiap orang memiliki tingkat toleransi yang berbeda ketika makan


makanan pedas. Berkaitan dengan reseptor rasa sakit, jika sering memakan
makanan pedas, maka reseptor tersebut akan kebal sehingga bisa menahan sensasi
pedas yang dirasakan. Berbeda dengan yang tidak terbiasa memakan makanan
pedas akan sulit menahan rasa terbakar dan terjadi iritasi pada usus yang
menyebabkan ada rasa ingin buang air besar. Jika memaksakan memakan makanan
pedas padahal tidak kuat dan terbiasa, tubuh akan merespon dengan memuntahkan
makanan tersebut karena tubuh mengartikannya sebagai racun. Selain karena tidak
memiliki reseptor khusus pada penampang lidah, pedas adalah perasaan sakit atau
panas meski bukan dimakan. Berbeda dengan manis, asam, asin, dan pahit, rasa
tersebut hanya akan terasa jika dikonsumsi/dimakan aja.

2.5 Perbedaan Sambal Pencit dan Sambal Tuba

Sambal Pencit dan sambal Tuba adalah dua jenis sambal yang berbeda yang
berasal dari Indonesia dan dari dua daerah yang berbeda. Sambal pencit berasal dari
Jawa Timur yang berbahan khas mangga, sedangkan sambal tuba adalah sambal
yang berasal dari Sumatera Utara yang berbahan khas buah andaliman. Keduanya
memiliki perbedaan dalam hal bahan utama dan cita rasa. Berikut perbedaan antara
keduanya:

1. Bahan Utama
Sambal pencit dibuat dari bahan utama cabai rawit hijau, cabai rawit merah,
atau campuran kedua cabai tersebut. Sambal ini memiliki cita rasa pedas
yang kuat.

Sambal tuba dibuat dengan bahan utama buah tuba, yang merupakan jenis
buah asam yang tumbuh di daerah tertentu di Indonesia. Tuba memberikan
rasa asam khas pada sambal ini.

2. Rasa dan Aroma


Sambal pencit umumnya memiliki cita rasa pedas yang dominan, dengan
sedikit rasa asam dan gurih dari bahan tambahan seperti garam dan terasi.

Sambal tuba menonjolkan rasa asam dari buah tuba, yang memberikan rasa
yang unik dan segar. Rasa pedas dalam sambal ini mungkin lebih ringan
dibandingkan dengan sambal pencit.

3. Penggunaan
Sambal pencit sering digunakan sebagai bumbu pendamping untuk
menambahkan pedas pada hidangan, seperti nasi goreng, mie goreng, atau
hidangan laut.

Sambal tuba biasanya digunakan sebagai saus atau bumbu tambahan untuk
hidangan ikan, terutama ikan bakar. Rasanya yang asam segar membuatnya
cocok untuk hidangan laut.

Perbedaan utama antara sambal pencit dan sambal tuba adalah bahan utama
dan citarasa yang masing-masing tawarkan. Sambal pencit lebih dikenal dengan
tingkat kepedasannya, sementara sambal tuba menonjolkan rasa asam buah
tuba yang khas.

2.6 Persamaan Sambal Pencit dan Sambal Tuba

Walaupun kedua sambal ini (sambal pencit dan sambal tuba) memiliki
perbedaan yang signifikan tetapi kedua sambal ini juga memiliki persamaan, yaitu:

1. Kedua jenis sambal ini memiliki bahan dasar yang sama yaitu cabai. Sambal
tuba berbahan dasar cabai yang ulek dan begitu juga dengan sambal pencit
yang pada dasar memiliki bahan dasar cabai yang diulek.
2. Digunakan sebagai bumbu pendamping. Kedua sambal ini memiliki
kegunaan sebagai bumbu pendamping dan bukan bumbu utama dalam suatu
makanan, melainkan menjadi bumbu pelengkap setelah suatu makanan
dihidangkan.
3. Memiliki rasa yang sama sama dominan asam. Sambal tuba memiliki rasa
asam yang cukup dominan dan menyeimbangi rasa pedasnya. Rasa asam
tersebut dikarenakan adanya asam patikala (cekala) dalam sambal tuba yang
dapat mengganti peran jeruk nipis dalam suatu sambal. Sambal pencit juga
memiliki rasa asam yang mendominasi rasa pedasnya, yaitu dari mangga
muda yang diserut memberikan sensasi asam dan renyah saat dimakan.

Anda mungkin juga menyukai