Anda di halaman 1dari 7

Yang Muda Yang Bersuara: Bersama Menghadapi Tantangan Politik

Abyan Dwi Martha, Alysha Diqna Ramadhani, Ibnu Arya Fahrizky,


Rangga Audy Islamy, Muhamad Zidan Pahlevi

Universitas Negeri Jakarta


Jl. Rawamangun Muka, RT.11/RW.14, Rawamangun, Pulo
Gadung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
13220

zidanpahlevi17@gmail.com

Pembuka

Dinamika politik di Indonesia terus bergejolak seiring dengan semakin dekatnya pesta
demokrasi terbesar yaitu pemilu presiden dan wakil presiden di tahun 2024 mendatang.
Dalam dinamika politik yang terus berubah, suara dan tindakan generasi muda memiliki
peran krusial dalam menghadapi tantangan-tantangan yang melingkupi sistem politik saat ini.
Perkembangan yang terjadi di dunia membuat generasi muda dibebankan untuk menjadi
poros utama dalam membawa perubahan serta memberikan pandangan baru dalam mencari
solusi atas masalah-masalah politik yang kompleks. Saat membahas tantangan politik, tidak
dapat dipungkiri bahwa banyak isu kompleks seperti tumpulnya penegakan hukum, rawannya
kesenjangan ekonomi, dan hak asasi manusia yang turut menjadi sorotan. Generasi muda
perlu ditunjang oleh semangat progresif dan keinginan yang kuat untuk memberikan
kontribusi positif pada keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Dilansir dari situs
Kompas.id Indonesia memiliki Potensi elektoral generasi (gen) Z dan milenial dalam Pemilu
2024 menjadi yang terbesar, hal itu dapat dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan umur.
Jumlah gen Z, jika mengacu sensus penduduk, mencapai 27,95 persen atau 75,94 juta dari
total populasi Indonesia pada 2020 yang sebanyak 270,2 juta jiwa . Sementara itu, generasi
milenial sebanyak 69,38 juta jiwa atau 25,87 persen. Menurut perkiraan, Pemilu 2024 akan
didominasi kalangan gen Z dan milenial yang rentang usianya 17-39 tahun, mendekati sekitar
60 persen. Dengan kata lain, pemilih terbesar Pilpres 2024 adalah kalangan gen-Z dan
milenial yang merupakan aktor utama puncak bonus demografi. Untuk peristiwa pemilu
beberapa tahun ke belakang, dominasi pemilih terbanyak memang dari kalangan milenial.
Namun demikian, peran gen Z dan milenial dalam konteks politik tidak sekadar sebatas
angka statistik, mereka mewakili kekuatan dinamis yang membentuk gambaran perpolitikan
melalui gagasan dan tuntutan yang menyesuaikan diri dengan zaman. Pada dasarnya, Pemilu
2024 mencerminkan peralihan ke arah yang lebih inklusif dan progresif dalam pemberdayaan
generasi muda.
Penting untuk diakui bahwa dominasi jumlah pemilih dari kalangan milenial bukan
sekadar tren sementara. Fenomena ini menciptakan panggung bagi pemerintahan yang lebih
reflektif terhadap kebutuhan dan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Pemimpin
masa depan diharapkan dapat menanggapi dinamika kompleks ini dengan solusi-solusi yang
inovatif dan pemikiran jangka panjang. Pemilu 2024 menjadi panggung yang memungkinkan
generasi muda menunjukkan dampaknya dalam kebijakan dan kepemimpinan. Seiring kita
memasuki era pemerintahan yang didorong oleh suara gen Z dan milenial, penting untuk
memahami bahwa perubahan tidak hanya dilihat dari sudut pandang jumlah pemilih,
melainkan sebagai refleksi dari evolusi nilai-nilai dan aspirasi yang membentuk fondasi masa
depan bangsa.
Mengajak kaum muda untuk berani dalam bersuara tidak hanya sebatas mengakui
keberadaannya, tetapi juga mengapresiasi pandangan mereka dalam menganalisis masalah-
masalah politik di tengah masyarakat. Melalui keberagaman latar belakang, pendidikan, dan
pengalaman, generasi muda membawa dinamika yang memperkaya ruang demokrasi dan
memastikan bahwa suara mereka bukan hanya diterima, tetapi juga dihormati. “Yang Muda
Yang Bersuara: Bersama Menghadapi Tantangan Politik" menciptakan narasi yang mampu
merangkul semangat partisipasi politik kaum muda sebagai investasi bagi masa depan
bangsa. Dalam keterlibatan mereka, bukan hanya tergambar keberanian untuk menyuarakan
pendapat, tetapi juga tekad yang terbentuk dalam jiwa mereka. Oleh karena itu dengan
membawa semangat serta keinginan untuk memberikan kontribusi positif maka generasi
muda dipandang sebagai pemegang estafet masa depan yang memikul peran penting dalam
membentuk arah kebijakan dan membawa perubahan positif sehingga perlu untuk memahami
peran mereka sebagai pionir dalam merintis solusi-solusi inovatif dan berkelanjutan.
Isi
Menjelang pesta demokrasi terbesar yaitu pemilihan presiden di tahun 2024, kondisi
politik di Indonesia semakin memanas sehingga menciptakan batasan-batasan antar
pendukung masing-masing calon presiden sebagai tulang punggung keberlangsungan
demokrasi di Indonesia, generasi muda dituntut untuk kritis dalam mengamati segala
kebijakan serta keputusan yang dibentuk oleh pemerintah, hal itu dikarenakan kebijakan yang
dibuat menyangkut kepentingan seluruh elemen serta lapisan masyarakat di Indonesia.
Belakangan ini publik Indonesia tengah diramaikan dengan keputusan kontoversial
dari Mahkamah Konstitusi terkait pengesahan Undang-Undang pembatasan usia pencalonan
wakil presiden di pemilu 2024. Ketua Mahkamah Konstitusi yang sedang menjabat yaitu
Anwar Usman mengatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun'
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling
rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui
pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Keputusan tersebut tentunya
menimbulkan kegaduhan karena dianggap mencoreng kredibilitas Mahkamah Konstitusi di
mata masyarakat. Isu “Mahkamah Keluarga” mencuat terutama di berbagai media tanah air,
hal tersebut disebabkan karena ketua MK yang menjabat pada saat ini dianggap menjadi
aktor utama dalam pengesahan UU tersebut.
Dalam situasi yang penuh gejolak ini, peran generasi muda sebagai agen perubahan
pada pemilu 2024 menjadi semakin penting. Keputusan Mahkamah Konstitusi memang
sempat menggemparkan, namun sudah menjadi tugas generasi muda untuk membawa
perubahan positif melalui partisipasi politik yang bijaksana dan bertanggung jawab. Pemilu
mendatang menawarkan kesempatan bagi Generasi Z dan Milenial untuk mengubah narasi
politik. Generasi muda mempunyai persentase pemilih yang besar, dan suara serta aspirasi
mereka dapat menentukan arah politik dan kebijakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan
zaman. Kritik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mungkin akan mendorong generasi
muda untuk lebih aktif menyampaikan keinginannya.
Sebagai agen perubahan, generasi muda mempunyai peran strategis dalam
menegakkan prinsip demokrasi dan keadilan. Dengan memanfaatkan keterampilan teknologi
dan komunikasi, kita dapat memobilisasi dukungan, menyuarakan isu-isu penting, dan
mendorong partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Pemilu 2024 akan menjadi panggung
pembuktian bahwa suara mereka lebih dari sekedar statistik, namun merupakan kekuatan
untuk perubahan positif. Dalam konteks ini, penting bagi generasi muda untuk mengabaikan
kebisingan dan fokus pada peran konstruktif mereka dalam membangun masa depan
demokrasi yang inklusif. Dengan kepemimpinan dan partisipasi aktif, generasi muda dapat
menjadi katalis perubahan yang menggerakkan Indonesia menjadi lebih baik dan
menyeimbangkan nilai-nilai demokrasi dan keadilan yang menjadi landasan negara ini.

Dalam kerangka teori ruang publik yang dikembangkan oleh Jürgen Habermas,
generasi muda dapat dipandang sebagai agen yang membentuk dan memperkuat ruang
publik.
Teori ini menekankan pentingnya dialog, debat terbuka, dan pertukaran ide antar warga
negara untuk mencapai keputusan politik yang berkualitas dan inklusif. Dengan
memanfaatkan teknologi dan keterampilan komunikasi, generasi muda dapat menjadi motor
penggerak utama dalam membangun ruang publik digital. Mereka dapat menggunakan
platform online untuk mengangkat isu-isu penting, menggalang dukungan, dan mendorong
partisipasi aktif dalam membentuk opini publik.
Dalam konteks pemilu 2024, peran generasi muda sebagai katalis dialog dan debat
melalui media sosial dapat menjadi faktor penting dalam membentuk pemahaman bersama
mengenai tuntutan politik dan sosial. Bagi Habermas, keberhasilan generasi muda sebagai
agen perubahan di ruang publik tidak hanya tercermin dari jumlah suara dan dukungan yang
mereka terima, namun juga kemampuan mereka dalam membangkitkan dan menyemangati
semangat perdebatan dan pemikiran rasional. Dengan mengurangi kebisingan dan berfokus
pada kepemimpinan dan partisipasi aktif, generasi muda membuktikan bahwa mereka bukan
sekedar pengamat, namun juga pemain kunci dalam membentuk arah politik dan sosial
negara.
Oleh karena itu, peran generasi muda dalam membangun dan melestarikan ruang publik
digital sejalan dengan teori Habermas, dan pemilu 2024 akan menjadi tahapan nyata
terwujudnya prinsip demokrasi dan keadilan.

Kesimpulan
Seiring dengan mendekatnya Pemilu Presiden 2024 di Indonesia, dinamika politik
yang bergejolak menuntut peran kritis dari generasi muda. Dalam menghadapi tantangan
politik kompleks, terutama terkait dengan kebijakan kontroversial seperti pembatasan usia
pencalonan wakil presiden, generasi muda diharapkan mampu menjadi kekuatan dinamis
yang membawa perubahan positif. Pemilu mendatang menawarkan peluang bagi generasi Z
dan milenial untuk membentuk arah politik dan kebijakan yang lebih sesuai dengan
kebutuhan zaman.

Dominasi jumlah pemilih dari kalangan generasi muda, terutama gen Z dan milenial,
tidak hanya menciptakan tren sementara dalam politik Indonesia. Lebih dari itu, fenomena ini
menciptakan panggung bagi pemerintahan yang lebih reflektif terhadap kebutuhan dan
aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Pemimpin masa depan diharapkan mampu
menanggapi dinamika kompleks ini dengan solusi-solusi inovatif dan pemikiran jangka
panjang. Pemilu 2024, dengan dominasi pemilih dari kalangan generasi muda, menjadi
peluang untuk menunjukkan dampaknya dalam kebijakan dan kepemimpinan.

Peran generasi muda bukan hanya terlihat dari sudut pandang jumlah pemilih,
melainkan sebagai refleksi dari evolusi nilai-nilai dan aspirasi yang membentuk fondasi masa
depan bangsa. Pemilu mendatang mencerminkan peralihan ke arah yang lebih inklusif dan
progresif dalam pemberdayaan generasi muda. Oleh karena itu, penting untuk mengakui
bahwa generasi muda bukan hanya pengamat, tetapi juga pemain kunci dalam membentuk
arah politik dan sosial negara.

Saran
Untuk memastikan bahwa peran generasi muda dalam Pemilu 2024 benar-benar
menciptakan perubahan positif, beberapa langkah dapat diambil. Pertama, pendidikan politik
dan partisipasi aktif dalam proses demokrasi perlu ditingkatkan di kalangan generasi muda.
Sistem pendidikan dapat memasukkan lebih banyak materi yang relevan tentang politik dan
demokrasi, serta memberikan peluang bagi siswa untuk terlibat dalam kegiatan politik di
tingkat sekolah.

Selanjutnya, perlu ada platform yang lebih kuat untuk memfasilitasi dialog dan
diskusi antara generasi muda dan pemimpin politik. Forum-forum ini dapat membantu
menciptakan pemahaman bersama mengenai tuntutan politik dan sosial, sehingga kebijakan
yang dihasilkan lebih mewakili aspirasi masyarakat.

Selain itu, penting untuk mendorong keterlibatan generasi muda dalam ruang publik
digital. Dukungan untuk penggunaan teknologi dan media sosial sebagai alat untuk
mengangkat isu-isu penting dan memobilisasi dukungan dapat meningkatkan partisipasi aktif
generasi muda dalam proses politik.

Terakhir, penting untuk menjaga semangat progresif dan keinginan kuat generasi
muda dalam memberikan kontribusi positif pada keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan perlu bekerja sama
untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan generasi
muda sebagai pemimpin masa depan yang berpikiran inovatif dan progresif. Dengan
demikian, peran generasi muda dalam membentuk arah kebijakan dan membawa perubahan
positif dapat terus diperkuat.

Anda mungkin juga menyukai