Anda di halaman 1dari 3

II.

2 Kerugian Konstitusional Para Pemohon

1. Bahwa Para Pemohon mempunyai hak konstitusional yang diberikan UUD 1945
yang mana hak-hak tersebut terlanggar atau berpotensi terlanggar dengan keberadaan
pasal 359 ayat (1&2) UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, hak- hak tersebut
ialah Hak untuk mendapatkan/ memperoleh informasi yang dijamin dalam pasal 27 F
UUD 1945 yang berbunyi

“setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk


mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia, sehingga tidak mustahil dapat
menyalahi hak asasi manusia.”

2. Bahwa Pemohon I sampai dengan Pemohon VI sebagai Perorangan Warga Negara


Indonesia (WNI) merasa dirugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan sebuah
informasi atas berlakunya pasal 359 ayat (1) dan ayat (2) UU No.1 Tahun 2009
Tentang Penerbangan. Hal ini dikarenakan isi dari pasal tersebut membatasi
penyebaran informasi dan pendapatan informasi. Sehingga menimbulkan kerugian
yang jelas yaitu tidak dapatnya sebuah informasi hasil investigasi menjadi bukti
dimuka pengadilan sehingga menyulitkan pengadilan untuk mendapatkan bukti untuk
memproses kasus tersebut. Padahal investigasi merupakan salah satu kegiatan
penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan,
dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang
peristiwa dan harusnya dengan informasi itu yang terdapat dalam hasil investigasi
dapat dijadikan bukti, namun dikarnakan adanya pasal 395(a) ini kegiatan
pengumpulan barang bukti menjadi terhambat dan akhirnya kasus ini tidak cepat
terselesaikan.

3. Bahwa pemohon merasakan adanya kesimpangsiuran informasi yang terjadi


dimasyarakat akibat diberlakukannya pasal 395 (b) ini. Dikarenakan informasi itu
tidak disebarluaskan kepada masyarakat berpotensi timbul berita-berita tidak benar
atau dapat disebut sebagai “hoax” yang beredar mengenai informasi itu. Publik tidak
dapat menerima informasi hasil investigasi tersebut secara keseluruhan karena
“informasi rahasia tidak dapat diumumkan kemasyarakat”.

4. Bahwa Pengecualian terhadap informasi hasil investigasi merupakan suatu bentuk


pembatasan HAM. UD NRI 1945 memang memperbolehkan adanya suatu
pembatasan terhadap HAM yang memiliki sifat derogable right guna melindungi hak-
hak lainnya.Pembatasan ini diatur dalam Pasal 28 huruf J ayat (2) dimana secara jelas
mengijinkan adanya pembatasan hak berbunyi “ Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, kemanaan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Namun pembatasan pada Pasal 358 ayat
(2) ini tidak menjelaskan secara eksplisit jangka waktunya sehingga seolah-olah
bersifat permanen sepanjang Undang-undang tersebut tetap berlaku. Dalam Prinsip
Siracusa, pembatsan hak-hak dasar tidak boleh sewenang-wenang dan berlebihan.
Pembatasan tersebut tidak boleh menghilangkan inti sari dari haknya dimana dalam
konteks ini adalah Hak atas Informasi. Pembatasan terhadap Hak Atas Informasi ini
tentu tidak boleh berlebihan sehingga dikatakan sebagai permanen mengingat
berbagai isu yang muncul dan kekhawatiran keluarga setelah kecelakaan pesawat.
Pembatasan oleh negara bertujuan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi
Hak Asasi Manusia. Pembatasan haruslah ditentukan oleh undang-undang yang dapat
diakses oleh seluruh masyarakat, tidak multi penafsiran. Terlebih perlindungan dan
penjaminan hak atas informasi juga diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Convenant on Civil and Political Rights.

5. Bahwa pembatasan yang diatur dalam Pasal 359 ayat (2) UU Penerbangan ini tidak
sesuai dengan Undang-undang Keterbukaan Informasik Publik. Pasal 359 ayat (2)
membatasi “Informasi Rahasia” dimana tidak disebutkan sama sekali berapa lama
jangka waktu untuk pembatasan tersebut. Tidak diuraikainnya secara eksplisit jangka
waktunya maka ditakutkan akan terjadi simpang siur informasi dan kurangnya
validitas atas infoormasi tersebut. Sedangkan dalam Undang-Undang KIP, dalam
pasal Pasal 17 Juncto Pasal 20 UU KIP menyebutkan bahwa pembatasan pada:

a. Informasi publik yang dapat menghambat proses penegakan hukum;

b. Informasi publik yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas


kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepad Pemohon Informasi
Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara;

d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Permohon Informasi
Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

e. Informasi Publik yang apabila ddibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;

f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri.

Ketentuan diatas tidak bersifat permanen, yang artinya ada jangka waktu tertentu.

6. Bahwa tujuan dari Pasal 359 ayat (2) bertujuan untuk mematuhi amanat protocol
penerbangan internasional. Protokol yang dimaksud adalah Konvensi Chicago 1944.
Namun amanat Annex 13 Konvensi Chicago 1944 untuk kerahasiaan informasi hasil
investigasi adalah hanya selama proses investigasi berlangsung. Dalam Chapter V
Article 5.12 berbunyi:
“The State conducting the investigation of an accident or incident shall not make the
following records available for purposes other than accident or incident
investigation, unless the appropriate authority for the administration of justice in that
State determines that their disclosure outweighs the adverse domestic and
international impact such action may have on that or any future investigations:
a. all statements taken from persons by the investiogation authorities in the course
oof their investigation;
b. all communications between persons having been involved in the operation of the
aircraft;
c. medical or private information regarding persons involved in the accident or
incident;
d. cocpit voice recordings and transripts from such recordings; dan
e. opinion expressed in the analysis of information, including flight recorder
information.”

Anda mungkin juga menyukai