Disusun oleh:
Kelompok : LTK-II-02
Nama Praktikan : Fajrul Jaen Firdaus (NIM. 2311211015)
Rizka Nurul Kamila (NIM. 2311211037)
Tanggal Praktikum : 6 Desember 2023
Dosen Pembimbing : Bambang Hari P., ST., MT. (NID. 412124167)
Asisten Lab : Esya Martia Alfiardy (NIM. 2311201024)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polimer
Polimer berasal dari bahasa yunani, yaitu poly yang berarti banyak dan meras
berarti bagian (Fried, J. R, 2003). Jadi polimer merupakan senyawa besar yang
terbentuk dari dua atau lebih molekul dengan rantai yang panjang. Polimer tidak
memiliki rumus tertentu karena bahan ini terdiri dari banyak rantai dengan panjang
yang berbeda-beda. Reaksi kimia yang menggabungkan molekul monomer
membentuk polimer dinamakan polimerisasi. Polimer digolongkan berdasarkan
pada reaksi pembentuknya, asalnya, jenis monomer pembentuknya, dan sifat dari
polimer tersebut. (Cowd, 1991).
1. Polimer Alam
Polimer yang terdapat dialam dan berasal dari makhluk hidup. Contoh dari
polimer alam adalah pati/amilum, selulosa, protein, asam nukleat, dan karet alam.
Polimer alam mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme
atau ulap/rayap.
2. Polimer Sintesis
Polimer yang tidak terdapat di alam dan harus dibuat oleh manusia. Jenis
polimer ini terbentuk sebagai hasil reaksi dari bahan-bahan kimia. Contoh dari
polimer sintesis ini adalah polietena, polipropena, polivinilklorida (PVC), polivinil
alkohol, teflon, dan dakron.
2
2.1.2 Polimer Berdasarkan Reaksi Pembentukan
Ada 2 jenis polimer berdasarkan reaksi pembentukannya, yaitu:
1. Polimerisasi Adisi
Reaksi adisi adalah reaksi pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal
sehingga ada atom yang bertambah di dalam senyawa yang terbentuk. Jadi,
polimerisasi adisi adalah reaksi pembentukan polimer dari senyawa-senyawa yang
bergugus fungsi berikatan rangkap (ikatan tak jenuh). Polimer adisi ini biasanya
identik dengan plastik, karena hampir semua plastik dibuat dengan polimerisasi
adisi.
2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi yaitu reaksi pembentukan polimer dari senyawa-
senyawa yang mempunyai dua gugus fungsi. Misalnya, senyawa polipeptida atau
protein dan polisakarida merupakan senyawa biomolekul yang dibentuk oleh reaksi
polimerisasi kondensasi. Beberapa contoh pembentukan polimerisasi kondensasi
yaitu pembentukan nilon, pembentukan polyester (polietilena tereftalat) atau
dakron.
1. Homopolimer
Homopolimer merupakan polimer yang terbentuk dari monomer-monomer
yang sejenis.
2. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang terbentuk dari monomer-monomer yang
tidak sejenis.
3
2.1.4 Polimer Berdasarkan Sifat
Polimer berdasarkan sifatnya terhadap panas dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Polimer Thermoplastic
Polimer thermoplastic merupakan polimer yang mempunyai sifat tidak tahan
terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan
akan mengeras jika didinginkan. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali,
sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang
berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang termasuk
polimer thermoplastic adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki
ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear
atau bercabang. Bentuk struktur thermoplastic sebagai berikut:
4
Contoh plastik termoplastik sebagai berikut:
1) Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember, drum, pipa
saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan.
2) Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit sintetis,
ubin plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu, sarung tangan dan botol
detergen.
3) Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air, insulator, kursi
plastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, pembungkus tekstil, dan
permadani.
4) Polistirena = insulator, sol sepatu, penggaris, dan gantungan baju.
2. Polimer Thermosetting
Polimer thermosetting adalah polimer yang memiliki sifat tahan terhadap
panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat
dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak
pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat
disambung atau diperbaiki lagi. Polimer thermosetting memiliki ikatan–ikatan
silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer
menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka
semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya,
maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.
Bentuk struktur ikatan silang sebagai berikut:
5
Sifat polimer thermosetting sebagai berikut:
1. Keras dan kaku (tidak fleksibel)
2. Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang).
3. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.
4. Jika dipanaskan tidak akan meleleh.
5. Tahan terhadap asam basa.
6. Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul
Contoh plastik thermosetting: Bakelit (asbak), fitting lampu listrik, steker
listrik, peralatan fotografi, radio, perekat plywood.
2.2 Formalin
Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal atau formalin),
merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas atau cair
yang dikenal sebagai formalin, atau yang dikenal sebagai paraformaldehyde atau
trioxane. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia, Alexander
Butlero. Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik
pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan
yang mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan,
knalpot mobil, dan asap tembakau. Meskipun dalam udara bebas formaldehida
berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar
larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau 'formol').
Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada
dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen
metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida
dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan
sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada
aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi
substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik, serta bisa mengalami reaksi
adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa
mengalami reaksi cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Dengan
katalis asam, formaldehid dan alkohol glikol atau polihidroksi bereaksi
6
menghasilkan formal methylene eter ((CH3CO12)2). Formaldehida dapat digunakan
untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai
disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan, Formaldehida
dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih lantai,
kapal, gudang, dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai pengawet dalam
vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan
kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai untuk
mematikan bakteri serta untuk mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer
dan rupa-rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina,
formaldehida menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem
permanen, misalnya yang dipakai untuk kayu lapis/tripleks atau karpet. Juga dalam
bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida
dihabiskan untuk produksi resin formaldehida.
Kegunaan formalin:
1. Pengawet mayat.
2. Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
3. Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, dan kaca.
4. Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia fotografi.
5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
6. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
7. Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku.
8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
9. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), formalin digunakan
sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo
mobil, lilin, pasta gigi, dan pembersih karpet.
Formalin merupakan salah satu gugus fungsi aldehida yang memiliki sifat
fisik sebagai berikut:
1. Aldehida dengan 1-2 atom karbon (formaldehida dan asetaldehida), berwujud
gas pada suhu kamar dengan aroma tidak sedap.
7
2. Aldehida dengan 3-12 atom karbon berwujud, cair pada suhu kamar dengan
aroma sedap.
3. Aldehida dengan atom karbon lebih dari 12 berwujud padat pada suhu kamar.
4. Aldehida suhu rendah (formaldehida dan asetaldehida) dapat larut dalam air.
5. Aldehida suhu tinggi tidak larut dalam air.
2.3 Resin
Resin adalah setiap golongan padat, semi padat atau cairan, umumnya produk
asal alam atau sintetik dengan berat molekul tinggi dan tanpa titik leleh. Resin
merupakan gabungan dari beberapa monomer membentuk polimer seperti plastik.
Fungsi utama dari resin adalah untuk pengikat antara serat-serat sehingga
menghasilkan ikatan yang kuat. Biasanya resin larut dalam alkohol, tetapi tidak
dalam air (Gibson, 1994).
8
Gambar 2.5 Struktur urea dan metanal
1. Tahap Intermediate
Merupakan suatu tahap untuk mendapatkan resin yang masih berupa larutan
dan larut dalam air atau pelarut lainnya. Karena pada tahap intermediate masih
berupa larutan, maka pada tahap ini mudah untuk melakukan analisa.
2. Tahap Persiapan
Pada tahap ini resin merupakan produk dari tahap intermediate yang
dicampurkan dengan bahan lain. Penambahan bahan akan menentukan produk
akhir dari polimer.
3. Tahap Curing
Proses terakhir oleh pengaruh katalis, panas, dan tekanan tinggi, resin diubah
sifatnya menjadi thermosetting resin. Pada tahap curing, kondensasi tetap
berlangsung terus dimana polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat
kompleks dan menjadi thermosetting resin.
Reaksi urea formaldehida pada pH diatas 7 adalah reaksi metilolasi yaitu adisi
formaldehida pada gugus amino dan amino dari urea, dan menghasilkan metilol
urea. Derivat-derivat metilol merupakan monomer, penyebab terjadinya reaksi
polimerisasi kondensasi atau kondensasi. Polimer yang dihasilkan mula mula
mempunyai rantai lurus dan masih larut dalam air. Semakin lanjut kondensasi
berlangsung, polimer mulai membentuk rantai tiga dimensi dan semakin berkurang
kelarutannya dalam air. Pada proses curing, kondensasi tetap berlangusng terus,
polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang kompleks dan menjadi
thermosetting resin (LTK II Unjani, 2023).
9
Sedangkan menurut prosesnya, pembentukan resin urea formaldehid dapat
diklasifikasi pada 2 tahap, yaitu:
1) Reaksi Metilolasi
Langkah pertama pada pembentukan resin ini terjadi pencampuran urea dan
formaldehid dalam suasana basa. Reaksi ini dikenal sebagai metilolasi atau hidroksi
metilolasi. Reaksi ini berada dalam keadaan mono atau di yang dihasilkan dalam
keadaan basa (pH 7-9). Reaksinya:
2) Reaksi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi adalah reaksi pembentukan polimer dari monomer-
monomer yang mempunyai dua gugus fungsi. Reaksi kondensasi juga disebut
reaksi penggabungan monomer-monomer sejenis menjadi polimer, dimana setiap
tahap selalu membentuk senyawa-senyawa antara yang stabil (dimer, trimer dst)
dan selalu disertai pengeluaran molekul kecil. Dalam reaksi polimerisasi urea dalam
formaldehid dalam fasa larutan, monomethilol urea yang terbentuk pada reaksi awal
mengalami kondensasi membentuk senyawa rantai metilen.
Penggabungan unit asam amino dengan rantai etilen akan di katalisasi hanya
dengan asam untuk memperbolehkan proses kondensasi menjadi butiran resin.
Resin urea formaldehid adalah resin sintetik yang dibuat lewat kopolimerisasi urea
dengan formaldehid. Reaksi urea formaldehid merupakan suatu reaksi polimerisasi
kondensasi.
10
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Polimerisasi Kondensasi Urea
Formaldehid
1. Perbandingan Umpan
Umumnya, Perbandingan mol umpan (formalin/urea) yang digunakan pada
percobaan ini adalah 2 dimana perbandingan umpan berada pada batas standar yang
ditentukan, perbandingan umpan harus berada dalam range antara 1,25 – 2,0.
Sehingga mempermudah analisis baik analisis densitas, viskositas, kadar resin dan
formalin bebas. Adapun berlebihnya perbandingan mol umpan (>2), hal ini akan
menaikan jumlah senyawa metilol yang mengakibatkan semakin cepat
terbentuknya senyawa ikatan silang dengan hasil polimernya akan keras.
Sebaliknya, berkurangnya perbandingan mol umpan (<1,25) akan mengurangi
kekuatan yang disebabkan oleh belum terbentuknya polimer struktur 3 dimensi
sehingga memperkecil kekuatan dan tekanan.
2. Pengaruh pH
Reaksi formaldehid yang berlangsung pada pH antara 10 sampai 7 merupakan
reaksi metilolasi, yaitu reaksi formaldehid pada gugus amino dari urea yang
menghasilkan metilol urea. Reaksi ini berlangsung dalam suasana basa lemah,
karena itu harus dilakukan pengontrolan pH yang hati – hati karena turunan metilol
berkondensasi secara cepat dalam suasana asam. Pengaturan suasana basa ini dapat
dilakukan dengan penambahan amonia , larutan NaOH dalam air. Kondisi reaksi
sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama proses kondensasi
polimerisasi terjadi. Dalam suasana asam akan terbentuk senyawa Goldsmith dan
senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul polimer yang dihasilkan
rendah.
11
Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena mempunyai rantai polimer lebih
pendek tetapi stabil terhadap panas. Dalam suasana basa kuat, formadehid akan
bereaksi secara disproposionasi dimana sebagian akan teroksidasi menjadi asam
karboksilat dan sebagian terreduksi menjadi alkohol. Reaksi yang terjadi adalah:
3. Katalis
Katalis merupakan senyawa yang ditambahkan sedikit untuk mempercepat
reaksi. Menurut JJ. Berjelius, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk
mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Artinya katalis dapat mempercepat laju
reaksi dan ikut aktif dalam reaksi. Untuk proses ini digunakan katalis NH3 yang
dapat menurunkan energi aktivasi dengan menyerap panas pada saat curing,
fungsinya adalah untuk mengatur penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi
adalah energi minimum yang dibutuhkan agar molekul – molekul yang di dalam
larutan bertumbukan, dan menghasilkan reaksi yang cepat.
NH3 yang digunakan sebagai katalis yaitu NH3 yang sudah larut dalam air
(NH4OH). Pada fasa gas NH3 bersifat asam, namun pada fasa cair dengan kadar
17% sifat NH4OH adalah basa. Sehingga dengan sifat basanya akan mengatur pH
reaksi metilolisasi yang berkisar 10 > x > 8 berjalan baik.
4. Temperatur Reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lebur urea karena dimetilol urea
yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid. Kenaikan temperatur akan
mempercepat laju reaki. ,Semakin tinggi temperature maka laju reaksi akan cepat,
hal ini berdasarkan dengan persamaan Arrhenius yaitu:
𝐾 = 𝐴 𝑒 −𝐸𝑎/𝑅𝑇 ………………………………………………………...………(2.1)
12
5. Kemurnian Zat Umpan
Zat umpan yang digunakan harus murni karena adanya zat pengotor
dikhawatirkan akan mempengaruhi terbentuknya polimer atau terjadinya reaksi
samping.
6. Buffer
Buffer (larutan penyangga) atau yang disebut larutan garam digunakan untuk
mengkonstankan kondisi operasi pada pH yang diinginkan. Dalam hal ini pH yang
diinginkan antar 8 sampai 10. Buffer yang digunakan pada percobaan ini adalah
Na2CO3.H2O.
7. Konsentrasi/Laju Reaksi
Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi,
sebagai contoh pada reaksi A + B C, dimana pada waktu reaksi berlangsung,
zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya semakin banyak, sebaliknya zat A dan
zat B berkurang, dan semakin lama semakin sedikit. Orde reaksi adalah jumlah
pangkat konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial.
8. Pengadukan
Pengadukan dapat mempengaruhi lamanya reaksi terjadi. Ketika adanya
pengadukan, partikel-partikel zat akan bergerak dan terjadi tumbukan antar partikel.
Pengadukan juga dapat membantu mendispersikan reaktan yang sukar larut dalam
pelarut, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi antara reaktan. Hal tersebut
dapat meningkatkan laju reaksi kimia. Jika pengadukan tidak dilakukan, maka
waktu reaksi akan menjadi lebih lama karena tumbukan antar partikel reaktan
menjadi lebih jarang. Semakin cepat pengadukan, maka laju reaksi akan semakin
cepat.
13
2.7 MSDS (Material Safety Data Sheet) Bahan Percobaan
Berikut ini adalah MSDS pada bahan percobaan yang digunakan:
1. Formalin (CH2O)
• Pada kondisi ruangan, formalin murni berada pada fase gas.
• Mudah terbakar, bau merangsang, dapat merusak lendir.
• Dapat larut dalam air.
• Dapat membunuh kuman.
• Bau menyengat dan beracun.
• Titik beku: -118 ˚C.
• Titik didih: -19.2 ˚C.
• Densitas: 1,1 gr/cm3.
• Berat molekul: 30,03 gr/mol.
• Formaldehid dapat direduksi menjadi methanol dan dapat dioksidasi
menjadi asam format.
2. Urea (CO(NH2)2)
• Serbuk berwarna putih dan tidak berbau.
• Dapat menyebabkan iritasi kulit, kerusakan mata, dan kerusakan
pernapasan.
• Titik lebur: 132.7 °C.
• Densitas: 1,32 gr/cm3.
• Massa molar: 60,06 gr/mol.
• Dengan HNO3 membentuk urea nitrat [CO(NH2)2-NH3].
• Urea-amonia bereaksi dengan logam alkali membentuk garam sebagai
NH2CONH2.
14
• Titik lebur: 10 °C.
• Bersifat korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif, dan mampu
melarutkan berbagai logam.
• Larut dalam air.
5. Aquadest (H2O)
• Berat molekul: 18,02 gr/mol.
• pH: 7.
• Titik didih: 100 °C.
• Berbentuk cairan, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak korosif.
6. Ammonia (NH3)
• Berat molekul: 17,03 gr/mol.
• Densitas: 0,903 gr/liter (pada suhu 25 °C).
• Berbentuk gas dan tidak berwarna.
15
• Titik lebur: −57.5°C (untuk konsentrasi 25%).
• Densitas : 0.91 gr/cm3 (untuk konsentrasi 25 %).
9. Indikator PP
• Berupa serbuk padatan.
• Berwarna putih.
• Densitas: 1,277 gr/cm3.
• Tidak larut dalan benzena.
• Sangat larut dalan etanol dan eter.
16
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
17
3.3 Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu:
1. Labu bundar
2. Kondensor (kolom refluks)
3. Buret 50 ml
4. Pipet volume 25 ml
5. Erlenmeyer 100 ml
6. Gelas ukur (500 ml, 50 ml, 10 ml)
7. Termometer
8. Stopwatch
9. Corong
10. Motor pengaduk dan pengaduknya
11. Gelas kimia (1000 ml, 250 ml)
12. Pemanas listrik
13. Erlenmeyer bertutup 250 ml
14. Labu ukur (500 ml, 250 ml)
15. Piknometer
16. Viskometer Ostwald
17. Pipet tetes
18. Cawan porselen
19. Batang pengaduk
20. Kertas pH
21. Klem dan statif
22. Seal gliserin
23. Neraca analitik
24. Hotplate
25. Spatula
26. Ball pipet
27. Botol somprot
28. Alumunium foil
18
3.4 Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang diganakan pada percobaan yaitu:
1. Formalin 37%
2. Urea
3. Alkohol 70%
4. Indikator PP
5. Asam sulfat (H2SO4)
6. Natrium sulfit (Na2SO3)
7. Aquadest
8. Natrium karbonat (Na2CO3)
9. Ammonia (NH4OH)
19
3.5.2 Kalibrasi Piknometer
20
3.5.4 Pembuatan Resin Urea Formaldehid
menyalakan stopwatch
dan motor pengaduk
21
3.5.5 Analisa
1. Titrasi Sampel
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Orde reaksi 2
Konstanta laju reaksi 0,0026 L/mol.menit
Berat molekul rata-rata 65245,2 gr/mol
Derajat polimerisasi 724,222
Energi aktivasi 39,69852 kJ/mol
pH 12-8
Temperatur 83 oC
Waktu refluks 26 menit 33 detik
Waktu larut (formalin + katalis + buffer) 8 menit 42 detik
Waktu larut urea 16 menit 07 detik
Kadar resin tertinggi 76,82 %
Kadar resin terrendah 3,16 %
4.2 Pembahasan
4.2.1 Perbandingan Mol Umpan
Perbandingan mol umpan sangat berpengaruh pada resin yang dihasilkan
Pada percobaan yang telah dilakukan, digunakan perbandingan mol formalin dan
urea (F/U) sebesar 1,5. Perbandingan mol umpan yang digunakan berada pada
standar perbandingan mol umpan yaitu berkisar antara 1,25-2,0. Hal ini dilakukan
agar resin yang dihasilkan tidak terlalu encer ataupun tidak terlalu kental dan tidak
mengandung formalin yang terlalu banyak. Larutan resin yang dihasilkan berwarna
putih keruh dengan kekentalan yang cukup sehingga dapat mempermudah proses
analisa seperti densitas, viskositas, kadar formalin bebas, dan kadar resin. Jika
perbandingan mol umpan <1,25 maka resin yang dihasilkan akan memiliki kadar
formalin yang rendah dan tingkat kekerasan polimer yang rendah juga, sehingga
23
resin yang terbentuk memiliki fasa sangat cair karena kadar air yang terlalu banyak.
Sedangkan jika nilai perbandingan mol di atas 2,0 maka akan berakibat pada
kekentalan larutan resin yang dihasilkan. Perbandingan umpan lebih dari 2 akan
menghasilkan resin yang memiliki sedikit kadar air dan juga menyebabkan resin
yang dihasilkan memiliki tingkat kekerasan yang tinggi.
4.2.2 pH Reaksi
Pada percobaan ini pH yang didapatkan dari mulai pH sampel, sebelum titrasi,
dan setelah titrasi larutan yaitu diantara pH 8 sampai 12. Hal itu menunjukkan
bahwa reaksi yang terjadi antara formalin dan urea bersifat basa. Hasil pH yang
didapatkan sesuai dengan batas standar pH yang ditentukan. Dalam praktikum ini
ditambahkan larutan buffer (penyangga) yaitu Na2CO3 ke dalam campuran.
Penambahan larutan penyangga bertujuan untuk menjaga keseimbangan pH larutan
agar tidak berubah tiba-tiba secara drastis dan tetap berada dalam keadaan basa.
Jika pH kurang dari 8 atau reaksi berada dalam suasana asam, akan terbentuk
senyawa Goldsmith, merupakan senyawa yang tidak diinginkan karena memiliki
rantai yang pendek. Sedangkan jika pada suasana basa kuat, formaldehid akan
bereaksi dengan tidak kesetimbangan. Formaldehid atau formalin akan berreaksi
dengan dirinya sendiri sehingga terjadi reaksi reduksi dan oksidasi secara
bersamaan, dan menghasilkan senyawa alkohol dan asam karboksilat.
24
perpindahan momentum dan perpindahan massa bahan sehingga suatu reaksi dapat
berjalan dengan cepat.
4.2.4 Katalis
Katalis yang digunakan pada percobaan ini yaitu amoniak (NH4OH).
Penggunaan katalis dapat meningkatkan laju reaksi, hal ini dapat terjadi karena
katalis dapat meningkatkan kerja tumbukan partikel sehingga mempercepat laju
reaksi. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm karena pada percobaan
pembentukan resin urea formaldehid ini membutuhkan energi dalam bentuk panas
yang diserap dari pemanas labu bundar pada temperatur operasi maksimal 85ºC.
ln K1 terhadap 1/T
0
0,00275 0,00295 0,00315 0,00335
-1
ln (K1) = 2386 1/T - 10,333
-2 R² = 0,1854
ln K1
-3
-4
-5
1/T
ln K2 terhadap 1/T
0
0,00275 0,00295 0,00315 0,00335 0,00355
-1,5
-3 ln (K2) = 4774,9 1/T - 21,404
-4,5 R² = 0,1612
ln K2
-6
-7,5
-9
-10,5
1/T
25
Energi aktivasi adalah energi minimum yang dibutuhkan agar molekul-
molekul yang di dalam larutan bertumbukan, sehingga reaksi menjadi cepat.
Besaran energi aktivasi diatur oleh katalis, dimana katalis ini berfungsi untuk
mempercepat reaksi yang berakibat pada kecepatan reaksi terbentuknya resin. Pada
percobaan ini didapatkan energi aktivasi pada ln K1 sebesar 19,83720 kJ/mol dan
pada ln K2 sebesar 39,69852 kJ/mol. Nilai energi aktivasi diperoleh dari nilai slope
kurva hubungan antara ln (K1) terhadap 1/T dan kurva hubungan antara ln (K2)
terhadap 1/T seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
0,0040
0,0030
0,0020
0,0010
0,0000
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132
t (menit)
1,2500
Densitas (gr/cm3)
1,2000
1,1500
1,1000
1,0500
1,0000
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132
t (menit)
26
Pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan
pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap densitas dan viskositas sampel.
Berdasarkan grafik diatas, densitas dan viskositas sampel relatif meningkat seiring
dengan bertambahnya waktu pengambilan sampel. Hal tersebut menunjukan bahwa
semakin lama reaksi berlangsung maka densitas dan viskositas resin akan semakin
meningkat. Pada sampel ke-0, memiliki densitas yang paling rendah, karena pada
saat pengambilan sampel ke-0 larutan belum ditambahkan urea, dengan nilai
densitasnya yaitu 1,0990 gr/cm3. Lalu pada saat sampel ke 1-10 densitas dan
viskositas sampel meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan urea
ke dalam larutan. Terdapat beberapa densitas sampel yang mengalami penurunan,
hal ini disebabkan oleh temperatur reaksi yang cenderung tidak konstan yaitu
mengalami kenaikan dan penurunan pada saat pengambilan sampel.
Resin urea formaldehid yang terbentuk akan semakin banyak sehingga larutan
menjadi lebih kental. Kekentalan dari larutan dapat menandakan bahwa partikel-
partikelnya menjadi lebih rapat, sehingga densitas dan viskositas yang dihasilkan
semakin tinggi. Kekentalan juga menunjukan bahwa resin tersebut memiliki strukur
molekul ikatan silang yang banyak, hal ini juga dipengaruhi oleh temperatur yang
dapat mempercepat proses terjadinya reaksi pembentukan resin urea formaldehid.
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132
t (menit)
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Perubahan Kadar Formalin Bebas terhadap Waktu
27
Kadar Resin terhadap Waktu
0,035
28
4.2.8 Orde Reaksi dan Konstanta Laju Reaksi Resin Urea Formaldehid
terhadap Waktu
l Cf terhadap Waktu
6
4
ln Cf
3
ln (Cf) = -0,1747t + 4,9177
2
R² = 0,538
1
0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132
t (menit)
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Waktu terhadap Kadar Formalin dengan Asumsi
Orde Reaksi (n) = 1
0,02
0,015 1/Cf = 0,0026t + 0,0098
0,01 R² = 0,5724
0,005
0
12 24 36 48 60 72 84 96 108 120 132
t (menit)
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Waktu terhadap Kadar Formalin dengan Asumsi
Orde Reaksi (n) = 2
Orde reaksi dan konstanta laju reaksi dapat diperoleh dengan metode grafik.
Berdasarkan Gambar 4.7 dengan orde reaksi (n) 1 didapatkan konstanta laju reaksi
(k) bernilai negatif yaitu -0,1747 L/mol.menit dengan nilai regresi yaitu 0,538. Pada
29
percobaan menggunakan orde reaksi (n) 2 yang ditunjukkan oleh Gambar 4.8
didapat nilai konstanta laju reaksi (k) bernilai positif yaitu 0,0026 L/mol.menit
dengan nilai regresi yaitu 0,5724. Nilai regresi pada orde reaksi (n) 2 lebih besar
dibandingkan dengan nilai regresi pada orde reaksi (n). Nilai regresi yang semakin
besar, maka akan menunjukan bahwa reaksi semakin akurat. Oleh karena itu, orde
reaksi yang digunakan adalah orde reaksi (n) 2.
Nsp/Cr
5
4,5
4
3,5
3
Nsp/Cr
2,5
2
Nsp/Cr = 0,3004Cr + 1,5518
1,5 R² = 0,8368
1
0,5
0
0,0012 0,00920,03050,01990,02000,0201 0,02100,02040,01930,02030,0193
Cr (gr/ml)
Massa molekul relatif rata-rata dapat diperoleh dari intersep pada persamaan
garis secara linear antara Nsp/Cr terhadap Cr. Pada Gambar 4.9 menunjukkan grafik
hubungan antara Nsp/Cr terhadap Cr. Dapat dilihat bahwa nilai intersep yang
didapatkan sebesar 1,5518. Dengan berat molekul adalah 65245,2 gr/mol dan
derajat polimerisasi sebesar 724,222. Hasil massa molekul relatf yang diperoleh
tidak sesuai dengan rentan seharusnya yaitu 6000-20000 gr/mol.
30
BAB V
KESIMPULAN
1. Perbandingan mol umpan yaitu 1,5, berada dalam range antara 1,25 – 2,0. Hal
tersebut berarti larutan resin yang dihasilkan tidak terlalu encer dan tidak
terlalu kental.
2. pH resin urea formaldehid berkisar 12 sampai 8.
3. Faktor yang mempengaruhi polimerisasi kondensasi urea-formaldehid yaitu
perbandingan umpan, temperatur, katalis, nilai pH, larutan buffer, pengaruh
pengadukan, dan laju reaksi.
4. Waktu larut formalin + katalis (NH3) + buffer (Na2SO3) yaitu 8 menit 42
detik, waktu larut urea yaitu 16 menit 07 detik, dan waktu terjadinya refluks
yaitu 26 menit 33 detik.
5. Kadar formalin bebas berbanding terbalik dengan kadar resin. Semakin kecil
atau berkurang kadar formalin bebas, maka kadar resin akan semakin besar
atau bertambah.
6. Kadar resin terrendah yang diperoleh adalah 3,16 % dan kadar resin tertinggi
yang diperoleh adalah 76,82 %.
7. Berat molekul rata-rata yang dihasilkan adalah 65245,2 gr/mol dengan derajat
polimerisasi 724,222.
8. Energi aktivasi yang dihasilkan sebesar 39,69852 kJ/mol.
9. Orde reaksi yang digunakan adalah orde reaksi (n) 2 dengan konstanta laju
reaksi (k) yaitu 0,0026 L/mol.menit.
31
DAFTAR PUSTAKA
Buku Petunjuk Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II, Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Achmad Yani. 2023.
Fried, J. R. 2003. Polymer Science and Technology. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Gibson, Ronald F. 1994. Principles of Composite Material Mechanic. New York;
Mc Graw Hill, Inc.
32
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Zat (gr/mol)
Formalin 1,1
Ammonia 0,93
33
A.4 Data Tetapan Mark-Houwink & Kohn
Tabel A.4 Data Tetapan Mark-Houwink & Kohn
Rentang Mr K a
6000-20000 0,0002 0,8
9000-17000 0,0003 0,5
7000-70000 0,0014 0,6
34
LAMPIRAN B
DATA PERCOBAAN
35
Sampel Waktu Suhu Volume titran (mL) pH
viskometer (oC)
(s) 1 2 Rata- Sampel Sebelum Sesudah
Rata
6 18,1 83 2 2,5 2,25 8 12 8
7 18,44 83 2,4 3 2,7 8 12 8
8 19,2 82 2,1 2,6 2,35 8 12 8
9 19,3 83 1,9 2 1,95 8 12 8
10 19,42 83 2 1,8 1,9 8 12 8
36
B.4 Data Berat Cawan
Tabel B.3 Data Berat Cawan
Sampel G G sampel basah G sampel kering
1 2 3 (gr) (gr)
0 49,867 85,782 51,003 35,915 1,136
1 50,457 88,358 59,421 37,901 8,964
2 52,206 57,25 56,081 5,044 3,875
3 54,646 60,102 57,262 5,456 2,616
4 52,844 58,525 55,593 5,681 2,749
5 54,331 60,164 57,17 5,833 2,839
6 54,256 59,891 57,048 5,635 2,792
7 51,986 57,592 54,77 5,606 2,784
8 52,062 57,462 54,59 5,4 2,528
9 53,319 59,035 56,139 5,716 2,82
10 52,709 58,291 55,356 5,582 2,647
Keterangan:
G1 = berat cawan kosong (gr)
G2 = berat cawan + sampel basah (gr)
G3 = berat cawan + sampel kering (gr)
G = berat sampel (gr)
37
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN ANTARA
38
C.2 Penentuan Kadar Formalin
Tabel C.2 Penentuan Kadar Formalin
39
C.4 Penentuan Orde dan Konstanta Laju Reaksi
Tabel C.4 Penentuan Orde Reaksi dan Konstanta Laju Reaksi dengan Asumsi
Orde 1
Tabel C.5 Penentuan Orde Reaksi dan Konstanta Laju Reaksi dengan Asumsi
Orde 2
40
Sampel Waktu Cf Asumsi Orde 2
pengambilan (mol/ml) 1/Cf (1/Cf)- K2
sampel (1/Cf0) (L/mol.menit)
(menit)
5 72 26,27625 0,03806 0,034357177 0,000477183
6 84 33,78375 0,0296 0,025900026 0,000308334
7 96 40,5405 0,02467 0,020966688 0,000218403
8 108 35,28525 0,02834 0,02464045 0,000228152
9 120 29,27925 0,03415 0,030453877 0,000253782
10 132 28,5285 0,03505 0,031352663 0,00023752
41
LAMPIRAN D
CONTOH PERHITUNGAN
= 25,76 ml
D.2 Berat Umpan
Volume formalin = 600 ml
Kemurnian formalin = 37 %
Massa formalin total = 600 ml x 1,1 gr/mol x 37 %
= 244,2 gr
244,2 gr
Mol formalin =
30,03 gr/mol
= 8,14 mol
F/U = 1,5
mol formalin
Mol urea = F⁄
U
8,14 mol
=
1,5
= 5,43 mol
Massa urea = mol urea x BM urea
= 5,43 mol x 60 gr/mol
= 325,8 gr
M campuran total (X) = massa (formalin + urea + katalis + buffer
X = 244,2 + 325,8 + 0,05(X) + 0,05 (0,05X)
X = 570 + 0,0525X
42
X – 0,0525X = 570
X = 601,6 gr
Massa katalis (NH3) = 5 % x Massa campuran total (X)
= 5 % x 601,6 gr
= 30,08 gr
massa katalis
Volume (NH3) =
densitas
30,08 gr
=
0,903 gr/ml
= 33,31 ml
43
D.5 Penentuan Densitas Resin
(massa pikno+resin)−massa pikno kosong
ρ resin =
volume piko
49,263 − 20,955
=
25,76
= 1,0990 gr/cm3
= 0,0018 gr/cm.s
= 1,029
= 3,16 %
44
3,16 % x 1,0990
=
30
= 0,0012 gr/ml
Mr = 12630,3 gr/mol
= 140,196
45
D.13 Energi Aktivasi
ln K2 terhadap 1/T
0
0,00275 0,00285 0,00295 0,00305 0,00315 0,00325 0,00335 0,00345 0,00355
-1,5
-6
-7,5
-9
-10,5
1/T
Ea
k = Ae −
RT
Ea
ln (K) = ln (A) −
RT
Ea
ln (K) = − + ln (A)
RT
Dari grafik hubungan 1/T terhadap ln K2 didapat persamaan:
ln (K2) = 4774,9T −1 − 21,404
Ea
= 4774,9 K
RT
R = 8,314 J/mol.K
Ea = 4774,9 x 8,314 = 39698,52 J/mol
46
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI
47