PENDAHULUAN
2.2 Polimer
Polimer berasal dari bahasa yunani yaitu, poly yang berarti banyak dan
meras dan berarti unit/bagian. Jadi polimer merupakan senyawa besar yang
terbentuk dari dua atau lebih molekul dengan rantai yang panjang, proses
pembentukan polimer disebut polimerisasi. Polimer digolongkan berdasarkan
pada reaksi pembentuknya, asalnya, jenis monomer pembentuknya, dan sifat dari
polimer tersebut.
2) Polimer Thermosetting
Polimer thermosetting adalah polimer yang mempunyai sifat tahan
terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh.
Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat
permanen pada bentuk cetak pertama kali (pada saat pembuatan). Bila
polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki
lagi.Polimer termoseting memiliki ikatan – ikatan silang yang mudah
dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku
dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka semakin
kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya,
maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai
polimer.Bentuk struktur ikatan silang sebagai berikut :
2. Pengaruh pH
Reaksi formaldehid yang berlangsung pada pH antara 10 sampai 7
merupakan reaksi metilolasi, yaitu reaksi formaldehid pada gugus amino
dari urea yang menghasilkan metilol urea. Reaksi ini berlangsung dalam
suasana basa lemah, karena itu harus dilakukan pengontrolan pH yang hati –
hati karena turunan metilol berkondensasi secara cepat dalam suasana asam.
Pengaturan suasana basa ini dapat dilakukan dengan penambahan amonia ,
larutan NaOH dalam air. Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap reaksi
atau hasil reaksi selama proses kondensasi polimerisasi terjadi. Dalam
suasana asam akan terbentuk senyawa Goldsmith dan senyawa lain yang
tidak terkontrol sehingga molekul polimer yang dihasilkan rendah .
H – N - CH2 - N - CH2OH
C=O C=O
H – N - CH2 – N – H
3. Katalis
Katalis merupakan senyawa yang ditambahkan sedikit untuk
mempercepat reaksi. Menurut JJ. Berjelius, katalis merupakan senyawa
yang ditambahkan untuk mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Artinya
katalis dapat mempercepat laju reaksi dan ikut aktif dalam reaksi. Untuk
proses ini digunakan katalis NH3 yang dapat menurunkan energi aktivasi
dengan menyerap panas pada saat curing, fungsinya adalah untuk mengatur
penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi adalah energi minimum yang
dibutuhkan agar molekul – molekul yang di dalam larutan bertumbukan, dan
menghasilkan reaksi yang cepat.
NH3 yang digunakan sebagai katalis yaitu NH3 yang sudah larut dalam
air (NH4OH). Pada fasa gas NH3 bersifat asam, namun pada fasa cair
dengan kadar 17% sifat NH4OH adalah basa. Sehingga dengan sifat basanya
akan mengatur pH reaksi metilolisasi yang berkisar 10 > x > 8 berjalan
baik.
4. Temperatur Reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lebur urea karena dimetilol
urea yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid. Kenaikan temperatur
akan mempercepat laju reaks. ,Semakin tinggi temperature maka laju reaksi
akan cepat, hal ini berdasarkan dengan persamaan Arrhenius yaitu :
...................................................................................
K = A e-Ea/RT (2.1)
5. Buffer
Buffer (larutan penyangga) atau yang disebut larutan garam digunakan
untuk mengkonstankan kondisi operasi pada pH yang diinginkan. Dalam hal
ini pH yang diinginkan antar 8 sampai 10. Buffer yang digunakan pada
percobaan ini adalah Na2CO3.H2O.
6. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju
reaksi,dimana sebagai contoh pada reaksi A + B menjadi C. Dimana pada
waktu reaksi berlangsung, zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya
semakin banyak sebaliknya zat A dan zat B berkurang, dan semakin lama
semakin sedikit. Orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi dalam
hukum laju bentuk diferensial.
Ln
− 𝐶𝐹 = −𝑘𝑡……………………………………………………...…(2.9)
𝐶0 1
1
𝐶𝐹 = 1
+ 𝑘𝑡…………………………………………………… …...(2.10)
𝐶0
1/Cf
Ditimbang air+piknometer
2) Viskometer
Dimasukkan air ke dalam viskometer sampai 1/2 wadah bulat bagian bawah
Dinyalakan stopwatch pada saat air mengalir dari batas atas sampai
dengan batas bawah
Dianalisa sampel (temperatur , kadar formalin bebas, G4, densitas, viskositas, pH sebelum
Ditambahkan 244,14 gram urea ke dalam campuran dan mencatat waktu pelarutannya
L sampel setiap 12 menit sekali, hingga mencapai sampel ke-3 sampai ke-4, mengambil sampel setiap 12 menit untuk sampe
mencampurkan
4.2 Pembahasan
4.21Komposisi Umpan
Perbandingan mol umpan F/U (formalin/urea) yang digunakan pada
percobaan ini adalah 2, dimana perbandingan umpan tersebut berada pada batas
acuan standar yang telah di tetapkan yaitu berada dalam rentang antara 1,25 – 2,0.
Hal tersebut dimaksudkan agar larutan resin yang dihasilkan berwarna putih,
memiliki kekentalan yang cukup sehingga mempermudah dalam melakukan
analisis, baik analisis densitas, viskositas, kadar resin dan formalin bebas. Jika
perbandingan umpan berada dibawah atau diatas batas acuan standar komposisi
umpan, larutan yang dihasilkan akan sulit untuk dianalisis.
0,0060
0,0040
0,0020
0,0000
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (menit)
Gambar 4.2 Grafik analisa viskositas sampel terhadap waktu pengambilan sampel
Pada gambar 4.1 menunjukkan hasil data densitas sampel terhadap waktu
pengambilan sampel. Didapatkan bahwa semakin lama waktu pengambilan
sampel, maka semakin besar nilai densitas yang dihasilkan. Pada sampel ke-0
didapatkan densitas yang rendah, dikarenakan pada sampel tersebut belum adanya
padatan urea, sementara pada sampel 2 dan 3 terlihat naik lalu turun lagi di
sampel ke 4 dan di sampel ke 4-6 terlihat konstan. Meningkatnya densitas sampel
dipengaruhi oleh berat sampel yang semakin lama semakin besar.
Pada gambar 4.2 menunjukkan hasil data viskositas terhadap waktu
pengambilan sampel. Meningkatnya nilai viskositas pada sampel menujukkan
tingkat kekentalan pada sampel. Kemudian semakin lama waktu pengambilan
sampel maka semakin besar nilai viskositas yang dihasilkan. Hal ini berbanding
lurus dengan densitas, dimana jika densitas sampel naik atau meningkat maka
viskositas sampel juga akan meningkat.
80
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (menit)
Gambar 4.3 Grafik kadar formalin bebas terhadap waktu pengambilan sampel
1,00
0,50
0,00
0 50 100 150
Waktu (menit)
5,000
4,500
4,000
3,500
3,000
2,500
Ln Cf
2,000
1,500 y = -0,0121x + 4,3762 R² = 0,8695
1,000
0,500
0,000
Gambar 4.5 Pengaruh waktu terhadap kadar formalin asumsi orde reaksi (n)=1
0,350
0,300
0,250
0,200
0,150
1/Cf
0,100
0,050 y = 0,0009x + 0,2256 R² = 0,8903
0,000
Gambar 4.5 Pengaruh waktu terhadap kadar formalin asumsi orde reaksi (n)=1
Pada gambar 4.5 dengan orde reaksi (n)=1 didapatkan konstanta bernilai negatif
yaitu k = -0,0121 L/mol.menit, dan pada grafik menunjukan penurunan seiring
bertambahnya waktu. Sedangkan pada gambar 4.6 dengan orde (n)=2 didapat nilai
konstanta positif yaitu k = 0,0009 L/mol.menit dan regresi = 0,2256 pada gmbar
4.6 menunjukan peningkatan. Di karenakan nilai regresi itu berbanding lurus
dengan konstanta maka apabila konstanta yang di dapatkan besar maka nilai
regersi juga sama besar. Pada percobaan ini menggunakan orde reaksi 2 karna
adanya nilai konstanta positif yang menandakan adanya produk dan grafik yang
terus naik yang menandakan bahwa pada percobaan urea formaldehid ini adanya
penambahan produk.
80,000
70,000
60,000
50,000
40,000 y = -51,837x + 55,993 R² = 0,7709
Nsp/Cr
30,000
20,000
10,000
0,000
0,000
0 50,27
1 52,28
2 53,32
3 52,134
4 52,252
5 52,368
6 52,44
Keterangan:
G1 : berat cawan kosong (gr)
G2 : berat cawan + sampel basah (gr)
G3 : berat cawan + sampel kering (gr)
G : berat sampel (gr)
LAMPIRAN C
PERHITUNGAN ANTARA
0 12 78,82875 0 0
1 36,8 54,054 0,3773 0,0157
2 51,8 33,78375 0,8473 0,0235
3 64 33,78375 0,8473 0,0177
4 76 28,5285 1,0164 0,0169
5 88 29,27925 0,9904 0,0138
6 100 27,77775 1,043 0,0124
Tabel C.5 Penentuan Orde dan Konstanta Laju Reaksi dengan Asumsi Orde 1
0 12 0,229 0 0
1 36,8 0,2506 0,0217 0,0009
2 51,8 0,2841 0,0551 0,00153
3 64 0,2841 0,0551 0,00115
4 76 0,2984 0,0695 0,00116
5 88 0,2961 0,0672 0,00093
6 100 0,3008 0,0718 0,00086
244,2
= 30,03
= 8,13 mol
F/U = 2
𝑚𝑜𝑙 f𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙i𝑛
Mol Urea = 1,4
8,13
= = 4,065 mol
2
25,77
= 0,903
= 28,54 ml
Massa buffer (Na2CO3)= % buffer x massa katalis
= 5% x 25,77 gram
= 1,29 gram
gr 1000
1 =
126 2 500
gr = 31,5 gram
(52,252−22,024)
= 19,926 = 1,179 gr/mL
40
D.6. Penentuan Viskositas Resin
Digunakan data sampel ke - 4
𝑡𝑟𝑒𝑠i𝑛 ×𝜌𝑟𝑒𝑠i𝑛×𝜇
𝑎i𝑟
µ resin =
𝑡𝑎i𝑟×𝜌𝑎i𝑟
13,11×1,179×0,008937
= 1,82×0,99708
= 0,075677 g/cm.s
(0,075677−0,008937)
= 0,008937
= 7,516
30,03×1,9×0,5
= 600
= 0,0475 g
100𝑚𝐿
41
D.11. Berat Molekul Rata-Rata
Penentuan berat molekul rata-rata
𝑁 = 𝐾 × 𝑀 𝑟𝑎
N = merupakan intercept dari persamaan garis antara Nsp/Cr terhadap Cr =
55,993
asumsi rentang Mr = 6000 - 20000, K = 0,0002 dan a = 0,80
K = Tetapan Mark Howink
ln(𝑁) = ln(𝐾) + 𝑎 ln(𝑀)
ln(𝑁)−ln(𝐾)
𝑀𝑟 = 𝑎
𝑒 ln(55,993)−ln(0,0002)
0,80
𝑀𝑟 =
𝑒
𝑀𝑟 = 6439908,197 g𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙
ln(𝐾) = − 𝐸𝑎 1
+ ln(𝐴)
𝑅𝑇
𝑅 = 8,314 𝐽
𝑚𝑜𝑙.𝐾
42