Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM TEKNOLOGI KIMIA II


“UREA FORMALDEHID”

Disusun oleh:

Kelompok : LTK-II-02
Nama Praktikan : Fajrul Jaen Firdaus (NIM. 2311211015)
Rizka Nurul Kamila (NIM. 2311211037)
Tanggal Praktikum : 6 Desember 2023
Dosen Pembimbing : Bambang Hari P., ST., MT. (NID. 412124167)
Asisten Lab : Esya Martia Alfiardy (NIM. 2311201024)

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Polimer dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan yang dapat
menunjang kebutuhan manusia. Contohnya yaitu dapat menjadi bahan baku dalam
pembuatan plastik, botol, dan sebagainya. Salah satu jenis polimer diantaranya
adalah resin.
Hasil polimerisasi dari kondensasi urea (CO(NH2)2) dengan formaldehid
(CH2O) disebut resin urea formaldehid. Reaksi yang terjadi disebut reaksi
polimerisasi kondensasi karena terjadi reaksi antara dua buah molekul atau gugus
fungsi dari molekul (antara gugus amida dan aldehid) yang membentuk molekul
yang lebih besar dengan melepaskan molekul-molekul kecil seperti air dan alkohol.
Resin jenis ini termasuk resin thermosetting yang mempunyai sifat tahan terhadap
asam, basa, tidak dapat melarut, dan tidak mudah meleleh jika dipanaskan (LTK II
Unjani, 2023).
Oleh karena itu, resin ini banyak digunakan di berbagai industri seperti tekstik
dan kertas. Mengingat banyaknya penggunaan resin tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk memperoleh resin urea formaldehid yang lebih banyak
dan lebih bagus kualitasnya dengan cara memvariasikan variable yang
mempengaruhi jalannya pembentuukan resin (LTK II Unjani, 2023).

1.2 Tujuan Percobaan


Mempelajari pengaruh perubahan kondisi reaksi pada kecepatan reaksi dan
hasil reaksi pada tahap intermediate.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer
Polimer berasal dari bahasa yunani, yaitu poly yang berarti banyak dan meras
berarti bagian (Fried, J. R, 2003). Jadi polimer merupakan senyawa besar yang
terbentuk dari dua atau lebih molekul dengan rantai yang panjang. Polimer tidak
memiliki rumus tertentu karena bahan ini terdiri dari banyak rantai dengan panjang
yang berbeda-beda. Reaksi kimia yang menggabungkan molekul monomer
membentuk polimer dinamakan polimerisasi. Polimer digolongkan berdasarkan
pada reaksi pembentuknya, asalnya, jenis monomer pembentuknya, dan sifat dari
polimer tersebut. (Cowd, 1991).

2.1.1 Polimer Berdasarkan Sumbernya


Polimer berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Polimer Alam
Polimer yang terdapat dialam dan berasal dari makhluk hidup. Contoh dari
polimer alam adalah pati/amilum, selulosa, protein, asam nukleat, dan karet alam.
Polimer alam mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme
atau ulap/rayap.

2. Polimer Sintesis
Polimer yang tidak terdapat di alam dan harus dibuat oleh manusia. Jenis
polimer ini terbentuk sebagai hasil reaksi dari bahan-bahan kimia. Contoh dari
polimer sintesis ini adalah polietena, polipropena, polivinilklorida (PVC), polivinil
alkohol, teflon, dan dakron.

2
2.1.2 Polimer Berdasarkan Reaksi Pembentukan
Ada 2 jenis polimer berdasarkan reaksi pembentukannya, yaitu:

1. Polimerisasi Adisi
Reaksi adisi adalah reaksi pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal
sehingga ada atom yang bertambah di dalam senyawa yang terbentuk. Jadi,
polimerisasi adisi adalah reaksi pembentukan polimer dari senyawa-senyawa yang
bergugus fungsi berikatan rangkap (ikatan tak jenuh). Polimer adisi ini biasanya
identik dengan plastik, karena hampir semua plastik dibuat dengan polimerisasi
adisi.

2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi yaitu reaksi pembentukan polimer dari senyawa-
senyawa yang mempunyai dua gugus fungsi. Misalnya, senyawa polipeptida atau
protein dan polisakarida merupakan senyawa biomolekul yang dibentuk oleh reaksi
polimerisasi kondensasi. Beberapa contoh pembentukan polimerisasi kondensasi
yaitu pembentukan nilon, pembentukan polyester (polietilena tereftalat) atau
dakron.

2.1.3 Polimer Berdasarkan Jenis Monomer


Polimer berdasarkan jenis monomernya dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Homopolimer
Homopolimer merupakan polimer yang terbentuk dari monomer-monomer
yang sejenis.

2. Kopolimer
Kopolimer merupakan polimer yang terbentuk dari monomer-monomer yang
tidak sejenis.

3
2.1.4 Polimer Berdasarkan Sifat
Polimer berdasarkan sifatnya terhadap panas dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:

1. Polimer Thermoplastic
Polimer thermoplastic merupakan polimer yang mempunyai sifat tidak tahan
terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan
akan mengeras jika didinginkan. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali,
sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang
berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Polimer yang termasuk
polimer thermoplastic adalah jenis polimer plastik. Jenis plastik ini tidak memiliki
ikatan silang antar rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear
atau bercabang. Bentuk struktur thermoplastic sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur ikatan lurus polimer thermoplastic

Gambar 2.2 Struktur ikatan bercabang polimer thermoplastic

Polimer termoplastik memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut:


1) Tidak tahan terhadap panas.
2) Jika dipanaskan akan melunak.
3) Jika didinginkan akan mengeras.
4) Mudah untuk diregangkan.
5) Titik leleh rendah.
6) Dapat dibentuk ulang (daur ulang).
7) Mudah larut dalam pelarut yang sesuai.
8) Memiliki struktur molekul linear/bercabang.

4
Contoh plastik termoplastik sebagai berikut:
1) Polietilena (PE) = Botol plastik, mainan, bahan cetakan, ember, drum, pipa
saluran, isolasi kawat dan kabel, kantong plastik dan jas hujan.
2) Polivinilklorida (PVC) = pipa air, pipa plastik, pipa kabel listrik, kulit sintetis,
ubin plastik, piringan hitam, bungkus makanan, sol sepatu, sarung tangan dan botol
detergen.
3) Polipropena (PP) = karung, tali, botol minuman, serat, bak air, insulator, kursi
plastik, alat-alat rumah sakit, komponen mesin cuci, pembungkus tekstil, dan
permadani.
4) Polistirena = insulator, sol sepatu, penggaris, dan gantungan baju.

2. Polimer Thermosetting
Polimer thermosetting adalah polimer yang memiliki sifat tahan terhadap
panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat
dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak
pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat
disambung atau diperbaiki lagi. Polimer thermosetting memiliki ikatan–ikatan
silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer
menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer ini, maka
semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya,
maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.
Bentuk struktur ikatan silang sebagai berikut:

Gambar 2.3 Struktur ikatan silang polimer thermosetting

5
Sifat polimer thermosetting sebagai berikut:
1. Keras dan kaku (tidak fleksibel)
2. Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang).
3. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun.
4. Jika dipanaskan tidak akan meleleh.
5. Tahan terhadap asam basa.
6. Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul
Contoh plastik thermosetting: Bakelit (asbak), fitting lampu listrik, steker
listrik, peralatan fotografi, radio, perekat plywood.

2.2 Formalin
Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal atau formalin),
merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang berbentuknya gas atau cair
yang dikenal sebagai formalin, atau yang dikenal sebagai paraformaldehyde atau
trioxane. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia, Alexander
Butlero. Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik
pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan
yang mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan,
knalpot mobil, dan asap tembakau. Meskipun dalam udara bebas formaldehida
berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar
larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau 'formol').
Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada
dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen
metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida
dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan
sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada
aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi
substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik, serta bisa mengalami reaksi
adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa
mengalami reaksi cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Dengan
katalis asam, formaldehid dan alkohol glikol atau polihidroksi bereaksi

6
menghasilkan formal methylene eter ((CH3CO12)2). Formaldehida dapat
digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan
sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan,
Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai
pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian. Formaldehida juga dipakai sebagai
pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai
untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida
sering dipakai untuk mematikan bakteri serta untuk mengawetkan bangkai.
Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer
dan rupa-rupa bahan kimia. Jika digabungkan dengan fenol, urea, atau melamina,
formaldehida menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem
permanen, misalnya yang dipakai untuk kayu lapis/tripleks atau karpet. Juga dalam
bentuk busa-nya sebagai insulasi. Lebih dari 50% produksi formaldehida
dihabiskan untuk produksi resin formaldehida.
Kegunaan formalin:
1. Pengawet mayat.
2. Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
3. Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, dan kaca.
4. Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia fotografi.
5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
6. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
7. Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku.
8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
9. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), formalin digunakan
sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang
rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo
mobil, lilin, pasta gigi, dan pembersih karpet.

Formalin merupakan salah satu gugus fungsi aldehida yang memiliki sifat
fisik sebagai berikut:
1. Aldehida dengan 1-2 atom karbon (formaldehida dan asetaldehida), berwujud
gas pada suhu kamar dengan aroma tidak sedap.

7
2. Aldehida dengan 3-12 atom karbon berwujud, cair pada suhu kamar dengan
aroma sedap.
3. Aldehida dengan atom karbon lebih dari 12 berwujud padat pada suhu kamar.
4. Aldehida suhu rendah (formaldehida dan asetaldehida) dapat larut dalam air.
5. Aldehida suhu tinggi tidak larut dalam air.

2.3 Resin
Resin adalah setiap golongan padat, semi padat atau cairan, umumnya produk
asal alam atau sintetik dengan berat molekul tinggi dan tanpa titik leleh. Resin
merupakan gabungan dari beberapa monomer membentuk polimer seperti plastik.
Fungsi utama dari resin adalah untuk pengikat antara serat-serat sehingga
menghasilkan ikatan yang kuat. Biasanya resin larut dalam alkohol, tetapi tidak
dalam air (Gibson, 1994).

2.4 Resin Urea Formaldehid


Resin urea formaldehid adalah hasil polimerisasi kondensasi urea dengan
formaldehid. Resin ini termasuk dalam kelas resin thermosetting yang mempunyai
ikatan silang antar rantai molekulnya.

Gambar 2.4 Struktur ikatan resin urea formaldehid

Urea merupakan butiran putih yang mengandung Nitrogen (46%),


digunakan sebagai pupuk dan mudah larut dalam air dan tidak mempunyai residu
garam sesudah dipakai untuk tanaman. Urea merupakan amida yang bersifat basa
karena karbonil tunggalnya tidak cukup untuk mengkompensasi dua gugus amino.
Urea adalah senyawa kovalen yang memiliki tiga atom iner (dalam). Urea dengan
formaldehid akan bereaksi membentuk kopolimer yang disebut urea formaldehid.

8
Gambar 2.5 Struktur urea dan metanal

2.5 Polimerisasi Resin Urea Formaldehid


Tahap-tahap pembentukan produk resin urea formaldehid adalah:

1. Tahap Intermediate
Merupakan suatu tahap untuk mendapatkan resin yang masih berupa larutan
dan larut dalam air atau pelarut lainnya. Karena pada tahap intermediate masih
berupa larutan, maka pada tahap ini mudah untuk melakukan analisa.

2. Tahap Persiapan
Pada tahap ini resin merupakan produk dari tahap intermediate yang
dicampurkan dengan bahan lain. Penambahan bahan akan menentukan produk
akhir dari polimer.

3. Tahap Curing
Proses terakhir oleh pengaruh katalis, panas, dan tekanan tinggi, resin diubah
sifatnya menjadi thermosetting resin. Pada tahap curing, kondensasi tetap
berlangsung terus dimana polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat
kompleks dan menjadi thermosetting resin.
Reaksi urea formaldehida pada pH diatas 7 adalah reaksi metilolasi yaitu adisi
formaldehida pada gugus amino dan amino dari urea, dan menghasilkan metilol
urea. Derivat-derivat metilol merupakan monomer, penyebab terjadinya reaksi
polimerisasi kondensasi atau kondensasi. Polimer yang dihasilkan mula mula
mempunyai rantai lurus dan masih larut dalam air. Semakin lanjut kondensasi
berlangsung, polimer mulai membentuk rantai tiga dimensi dan semakin berkurang
kelarutannya dalam air. Pada proses curing, kondensasi tetap berlangusng terus,
polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang kompleks dan menjadi
thermosetting resin (LTK II Unjani, 2023).

9
Sedangkan menurut prosesnya, pembentukan resin urea formaldehid dapat
diklasifikasi pada 2 tahap, yaitu:

1) Reaksi Metilolasi
Langkah pertama pada pembentukan resin ini terjadi pencampuran urea dan
formaldehid dalam suasana basa. Reaksi ini dikenal sebagai metilolasi atau hidroksi
metilolasi. Reaksi ini berada dalam keadaan mono atau di yang dihasilkan dalam
keadaan basa (pH 7-9). Reaksinya:

Gambar 2.6 Reaksi pembentukan mono methylol dan dimethylol urea

Sedangkan dalam suasana asam, methylol urea mengalami kondensasi


menjadi resin urea formaldehid.

2) Reaksi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi adalah reaksi pembentukan polimer dari monomer-
monomer yang mempunyai dua gugus fungsi. Reaksi kondensasi juga disebut
reaksi penggabungan monomer-monomer sejenis menjadi polimer, dimana setiap
tahap selalu membentuk senyawa-senyawa antara yang stabil (dimer, trimer dst)
dan selalu disertai pengeluaran molekul kecil. Dalam reaksi polimerisasi urea dalam
formaldehid dalam fasa larutan, monomethilol urea yang terbentuk pada reaksi awal
mengalami kondensasi membentuk senyawa rantai metilen.
Penggabungan unit asam amino dengan rantai etilen akan di katalisasi hanya
dengan asam untuk memperbolehkan proses kondensasi menjadi butiran resin.
Resin urea formaldehid adalah resin sintetik yang dibuat lewat kopolimerisasi urea
dengan formaldehid. Reaksi urea formaldehid merupakan suatu reaksi polimerisasi
kondensasi.

10
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Polimerisasi Kondensasi Urea
Formaldehid

1. Perbandingan Umpan
Umumnya, Perbandingan mol umpan (formalin/urea) yang digunakan pada
percobaan ini adalah 2 dimana perbandingan umpan berada pada batas standar yang
ditentukan, perbandingan umpan harus berada dalam range antara 1,25 – 2,0.
Sehingga mempermudah analisis baik analisis densitas, viskositas, kadar resin dan
formalin bebas. Adapun berlebihnya perbandingan mol umpan (>2), hal ini akan
menaikan jumlah senyawa metilol yang mengakibatkan semakin cepat
terbentuknya senyawa ikatan silang dengan hasil polimernya akan keras.
Sebaliknya, berkurangnya perbandingan mol umpan (<1,25) akan mengurangi
kekuatan yang disebabkan oleh belum terbentuknya polimer struktur 3 dimensi
sehingga memperkecil kekuatan dan tekanan.

2. Pengaruh pH
Reaksi formaldehid yang berlangsung pada pH antara 10 sampai 7 merupakan
reaksi metilolasi, yaitu reaksi formaldehid pada gugus amino dari urea yang
menghasilkan metilol urea. Reaksi ini berlangsung dalam suasana basa lemah,
karena itu harus dilakukan pengontrolan pH yang hati – hati karena turunan metilol
berkondensasi secara cepat dalam suasana asam. Pengaturan suasana basa ini dapat
dilakukan dengan penambahan amonia , larutan NaOH dalam air. Kondisi reaksi
sangat berpengaruh terhadap reaksi atau hasil reaksi selama proses kondensasi
polimerisasi terjadi. Dalam suasana asam akan terbentuk senyawa Goldsmith dan
senyawa lain yang tidak terkontrol sehingga molekul polimer yang dihasilkan
rendah.

Gambar 2.7 Senyawa Goldsmith

11
Senyawa Goldsmith tidak diinginkan karena mempunyai rantai polimer lebih
pendek tetapi stabil terhadap panas. Dalam suasana basa kuat, formadehid akan
bereaksi secara disproposionasi dimana sebagian akan teroksidasi menjadi asam
karboksilat dan sebagian terreduksi menjadi alkohol. Reaksi yang terjadi adalah:

Gambar 2.8 Reaksi formaldehid dan basa kuat

3. Katalis
Katalis merupakan senyawa yang ditambahkan sedikit untuk mempercepat
reaksi. Menurut JJ. Berjelius, katalis merupakan senyawa yang ditambahkan untuk
mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi. Artinya katalis dapat mempercepat laju
reaksi dan ikut aktif dalam reaksi. Untuk proses ini digunakan katalis NH3 yang
dapat menurunkan energi aktivasi dengan menyerap panas pada saat curing,
fungsinya adalah untuk mengatur penguapan agar tidak gosong. Energi aktivasi
adalah energi minimum yang dibutuhkan agar molekul – molekul yang di dalam
larutan bertumbukan, dan menghasilkan reaksi yang cepat.
NH3 yang digunakan sebagai katalis yaitu NH3 yang sudah larut dalam air
(NH4OH). Pada fasa gas NH3 bersifat asam, namun pada fasa cair dengan kadar
17% sifat NH4OH adalah basa. Sehingga dengan sifat basanya akan mengatur pH
reaksi metilolisasi yang berkisar 10 > x > 8 berjalan baik.

4. Temperatur Reaksi
Temperatur reaksi tidak boleh melebihi titik lebur urea karena dimetilol urea
yang terjadi akan kehilangan air dan formaldehid. Kenaikan temperatur akan
mempercepat laju reaki. ,Semakin tinggi temperature maka laju reaksi akan cepat,
hal ini berdasarkan dengan persamaan Arrhenius yaitu:

𝐾 = 𝐴 𝑒 −𝐸𝑎/𝑅𝑇 ………………………………………………………...………(2.1)

12
5. Kemurnian Zat Umpan
Zat umpan yang digunakan harus murni karena adanya zat pengotor
dikhawatirkan akan mempengaruhi terbentuknya polimer atau terjadinya reaksi
samping.

6. Buffer
Buffer (larutan penyangga) atau yang disebut larutan garam digunakan untuk
mengkonstankan kondisi operasi pada pH yang diinginkan. Dalam hal ini pH yang
diinginkan antar 8 sampai 10. Buffer yang digunakan pada percobaan ini adalah
Na2CO3.H2O.

7. Konsentrasi/Laju Reaksi
Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi,
sebagai contoh pada reaksi A + B C, dimana pada waktu reaksi berlangsung,
zat C terbentuk dan semakin lama jumlahnya semakin banyak, sebaliknya zat A dan
zat B berkurang, dan semakin lama semakin sedikit. Orde reaksi adalah jumlah
pangkat konsentrasi dalam hukum laju bentuk diferensial.

8. Pengadukan

Pengadukan dapat mempengaruhi lamanya reaksi terjadi. Ketika adanya


pengadukan, partikel-partikel zat akan bergerak dan terjadi tumbukan antar partikel.
Pengadukan juga dapat membantu mendispersikan reaktan yang sukar larut dalam
pelarut, sehingga memungkinkan terjadinya reaksi antara reaktan. Hal tersebut
dapat meningkatkan laju reaksi kimia. Jika pengadukan tidak dilakukan, maka
waktu reaksi akan menjadi lebih lama karena tumbukan antar partikel reaktan
menjadi lebih jarang. Semakin cepat pengadukan, maka laju reaksi akan semakin
cepat.

13
2.7 MSDS (Material Safety Data Shaeet) Bahan Percobaan
Berikut ini adalah MSDS pada bahan percobaan yang digunakan:
1. Formalin (CH2O)
• Pada kondisi ruangan, formalin murni berada pada fase gas.
• Mudah terbakar, bau merangsang, dapat merusak lendir.
• Dapat larut dalam air.
• Dapat membunuh kuman.
• Bau menyengat dan beracun.
• Titik beku: -118 ˚C.
• Titik didih: -19.2 ˚C.
• Densitas: 1,1 gr/cm3.
• Berat molekul: 30,03 gr/mol.
• Formaldehid dapat direduksi menjadi methanol dan dapat dioksidasi
menjadi asam format.

2. Urea (CO(NH2)2)
• Serbuk berwarna putih dan tidak berbau.
• Dapat menyebabkan iritasi kulit, kerusakan mata, dan kerusakan
pernapasan.
• Titik lebur: 132.7 °C.
• Densitas: 1,32 gr/cm3.
• Massa molar: 60,06 gr/mol.
• Dengan HNO3 membentuk urea nitrat [CO(NH2)2-NH3].
• Urea-amonia bereaksi dengan logam alkali membentuk garam sebagai
NH2CONH2.

3. Asam Sulfat (H2SO4)


• Berat molekul: 98,08 gr/mol.
• Densitas:1,84 gr/cm3.
• Titik didih: 337 °C.

14
• Titik lebur: 10 °C.
• Bersifat korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif, dan mampu
melarutkan berbagai logam.
• Larut dalam air.

4. Natrium Sulfit (Na2SO3)


• Berbentuk serbuk putih.
• Berbahaya jika terhirup dan dapat mengalami kerusakan mata.
• Berat molekul: 126,43 gr/mol.
• Densitas: 2,633 gr/cm3.
• Titik leleh: 33,4 °C.
• Titik didih: 1,429 °C.
• pH: 9.

5. Aquadest (H2O)
• Berat molekul: 18,02 gr/mol.
• pH: 7.
• Titik didih: 100 °C.
• Berbentuk cairan, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak korosif.

6. Ammonia (NH3)
• Berat molekul: 17,03 gr/mol.
• Densitas: 0,934 gr/liter (pada suhu 25 °C).
• Berbentuk gas dan tidak berwarna.

7. Amonium Hidroksida (NH4OH)


• Berat molekul: 35.05 gr/mol.
• Dapat larut dalam air.
• Bau menyengat.
• Titik didih: berkisar antara 38°C – 100°C sesuai dengan konsentrasinya.

15
• Titik lebur: −57.5°C (untuk konsentrasi 25%).
• Densitas : 0.91 gr/cm3 (untuk konsentrasi 25 %).

8. Natrium Karbonat (Na2CO3)


• Berat molekul: 106 gram/mol.
• Densitas: 2,533 gr/cm3.
• Titik lebur: 851°C.
• Berbentuk serbuk putih.
• Larut dalam air dan gliserol.
• Tidak larut dalam alkohol dan eter.
• Tidak mudah terbakar.
• Dapat menyebabkan iritasi dan berbahaya bila tertelan.

9. Indikator PP
• Berupa serbuk padatan.
• Berwarna putih.
• Densitas: 1,277 gr/cm3.
• Tidak larut dalan benzena.
• Sangat larut dalan etanol dan eter.

10. Alkohol (C2H5OH)


• Berupa cairan dan tidak berwarna.
• Memiliki bau yang khas.
• Larut dalam air.
• Dapat mengalami proses esterifikasi.
• Mudah terbakar dan berbahaya.
• Berat molekul: 46,7 gr/mol.
• Titik didih: 78,29 °C.
• Densitas: 0,7893 gr/cm3.

16
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metodologi Percobaan


Percobaan ini dilakukan agar praktikan dapat menganalisa proses pembuatan
resin urea formaldehid dalam tahap intermediate. Analisa yang dilakukan
diantaranya adalah analisa gravimetri, densitas, viskositas, titrasi, temperatur
terhadap waktu operasi. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui persen (%) kadar
resin dan kadar formalin bebas. Dengan pengolahan data, maka dengan
diketahuinya kadar formalin bebas, praktikan dapat menentukan orde reaksi,
konstanta laju reaksi, dan energi aktivasi.

3.2 Skema Alat


Peralatan untuk percobaan kondensasi urea formaldehida secara laboratorium
dapat digambarkan di bawah ini:

Gambar 3.1 Skema Alat untuk Percobaan Urea Formaldehid


Sumber: Buku Petunjuk Praktikum Lab. Teknik Kimia II

17
3.3 Alat Percobaan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu:
1. Labu bundar
2. Kondensor (kolom refluks)
3. Buret 50 ml
4. Pipet volume 25 ml
5. Erlenmeyer 100 ml
6. Gelas ukur (500 ml, 50 ml, 10 ml)
7. Termometer
8. Stopwatch
9. Corong
10. Motor pengaduk dan pengaduknya
11. Gelas kimia (1000 ml, 250 ml)
12. Pemanas listrik
13. Erlenmeyer bertutup 250 ml
14. Labu ukur (500 ml, 250 ml)
15. Piknometer
16. Viskometer Ostwald
17. Pipet tetes
18. Cawan porselen
19. Batang pengaduk
20. Kertas pH
21. Klem dan statif
22. Seal gliserin
23. Neraca analitik
24. Hotplate
25. Spatula
26. Ball pipet
27. Botol somprot
28. Alumunium foil

18
3.4 Bahan Percobaan
Bahan-bahan yang diganakan pada percobaan yaitu:
1. Formalin 37%
2. Urea
3. Alkohol 70%
4. Indikator PP
5. Asam sulfat (H2SO4)
6. Natrium sulfit (Na2SO3)
7. Aquadest
8. Natrium karbonat (Na2CO3)
9. Ammonia (NH4OH)

3.5 Diagram Alir Percobaan


3.5.1 Kalibrasi Viskometer

Dimasukkan air ke dalam viskometer sampai ½


wadah bulat bagian bawah

Dihisap cairan menggunakan ball pipet sampai


melewati batas atas

Dilepas ball pipet hingga air mulai


mengalir

Dinyalakan stopwatch dan hitung waktu pada saat air mulai


mengalir dari batas atas sampai dengan batas bawah

Diperoleh data waktu (s)

Gambar 3.2 Diagram Alir Kalibrasi Viskometer

19
3.5.2 Kalibrasi Piknometer

Ditimbang piknometer kosong

Ditimbang piknometer + air

Diperoleh data berat (g) piknometer + air

Gambar 3.3 Diagram Alir Kablirasi Piknometer

3.5.3 Titrasi Blanko

5 ml alkohol 25 ml Na2SO3 1 N 1-2 tetes indikator PP

Labu titrasi tertutup

Dicek pH larutan sebelum titrasi

Dititrasi dengan H2SO4 0,2 N

Dicek pH larutan setelah titrasi

Diperoleh data (volume titran)

Gambar 3.4 Diagram Alir Titrasi Blanko

20
3.5.4 Pembuatan Resin Urea Formaldehid
4.

Formalin NH4OH Na2CO3

menyalakan stopwatch
dan motor pengaduk

Dicampurkan dalam labu bundar dan aduk hingga larut

Diambil 30 mL sampel sebagai sampel ke 0

Dianalisa sampel (temperatur, kadar formalin bebas, densitas,


viskositas, pH sebelum dan sesudah titrasi)

Ditambahkan urea ke dalam campuran dan mencatat waktu


pelarutannya

Diambil 30 mL sampel sebagai sampel ke-1

Dimulai memanaskan campuran hingga terjadi refluks, catat waktu


refluks

Diambil 30 mL sampel sebagai sampel ke-2

Diambil 30 mL sampel setiap 12 menit sekali


(sampel 3 s.d 100)

Dianalisa sampel menggunakan cara yang sama dengan


sebelumnya

Diperoleh data analisa

Gambar 3.5 Diagram Alir Pembuatan Resin Urea Formaldehid

21
3.5.5 Analisa
1. Titrasi Sampel

1 ml sampel 5 ml alkohol 25 ml Na2SO3 1 N 1-2 tetes


indikator PP

Labu titrasi tertutup

Dicek pH larutan sebelum titrasi

Dititrasi dengan H2SO4 0,2 N

Dicek pH larutan setelah titrasi

Diperoleh data (volume titran)

Gambar 3.6 Diagram Alir Analisa Titrasi Sampel

2. Penentuan Kadar Resin


Ditimbang cawan kosong

Dimasukkan larutan sampel di


atas cawan dan ditimbang

Dipanaskan di atas hotplate dengan suhu


100 oC - 150 oC

Ditimbang cawan + sampel kering

Gambar 3.7 Diagram Alir Analisa Kadar Resin

22

Anda mungkin juga menyukai