Anda di halaman 1dari 2

Secara bahasa, al-tafsir al-ilmi berasal dari dua kata yakni tafsir yang berarti

menjelaskan, menerangkan, atau menyingkap; dan ilmi yang berarti ilmu


pengetahuan atau sains. Sementara secara istilah al-tafsir al-ilmi dapat diartikan
sebagai corak atau metode penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan
pendekatan teori-teori ilmiah atau ilmu pengetahuan. Tujuan dilakukan
penafsiran dengan corak ini adalah untuk membuktikan mukjizat al-Qur’an
dalam ranah keilmuwan (sains) dengan cara mengompromikan teori-teori ilmu
pengetahuan dan al-Qur’an.
Penafsiran dengan corak ini mulai berkembang, bersamaan dengan
dilakukannya gerakan penerjemahan kitab atau buku-buku ilmiah yang terkait
masalah agama dan sains, pada masa khalifah al-Ma’mun di masa dinasti
Abbasiyah. Setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi berkembangnya corak
ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Abdul Mustaqim, yakni:
a. Faktor Internal: yakni dorongan yang berasal dari ayat al-Qur’an sendiri. Hal
ini terjadi karena memang banyak didapati dalam al-Qur’an, perintah kepada
manusia agar meneliti, mengamati, dan men-tafakkuri atau memikirkan
terhadap ayat-ayat kauniyah (alam) yang menggambarkan luar biasanya
ciptaan Allah SWT. Dari sini mengindikasikan perintah untuk membangun
teori-teori ilmiah dan sains, untuk membuktikan kebenaran al-Qur’an.
b. Faktor Eksternal: yakni bersamaan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan atau sains modern, sehingga mendorong para ahli muslim untuk
melakukan kompromi antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan (sains), serta
mencari pertimbangan dari ajaran agama terhadap teori-teori ilmiah yang
muncul.
Tafsir yang bercorak ilmi ini menjadi menarik, karena berisi penjelasan yang
sangat ilmiah dengan menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan (sains) dalam
menyingkap rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an. Tafsir dengan
corak ini seringkali melakukan penyerupaan dalam menafsirkan al-Qur’an
dengan menggunakan istilah-istilah ilmiah kekinian. Namun, saat menafsirkan al-
Qur’an, tafsir jenis ini kurang memperhatikan kriteria-kriteria teologis dan
cenderung tidak menghiraukan kondisi atau asbabun nuzul saat ayat itu
diturunkan.
Tafsir dengan corak ilmi sudah berkembang hingga sekarang. Para mufassir
pun banyak yang menganut pendekatan ini dalam menafsirkan al-Qur’an.
Diantara tokoh-tokoh mufassir tersebut adalah Thantawi Jauhari pada kitab al-
Jawahir fi tafsir al-Qur’an al-Karim, Abdullah Syahatan pada kitab Tafsir al-
Ayat al-Kauniyah, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha pada kitab Tafsir al-
Manar, dan Hanafi Ahmad pada kitab Tafsir al-Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-
Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai