Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL ILMIAH

ETHNOMATEMATIKA GEULENGKUE TEU PEU POE PERMAINAN DAERAH


PADA ANAK PESISIR ACEH

Disusun untuk memenuhi tugas Etnomatematika

DOSEN PENGAMPU :
1. ERI SAPUTRA, S.Pd.,M.Si
2. SUHERMAN, S.Pd

DISUSUN OLEH
NAMA ANGGOTA :
1. MUHAMMAD FEBRIANSYAH (200710004)
2. MUHAMMAD NURUL HUDA (200710019)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN ILMU TERAPAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERISTAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2023
ETHNOMATEMATIKA GEULENGKUE TEU PEU POE PERMAINAN DAERAH
PADA ANAK PESISIR ACEH
Muhammad Febriansyah, Muhammad Nurul Huda
Prodi Pendidikan Matematika
Universitas Malikussaleh

Abstrak
Febri dan Huda. 2023. Ethnomatematika Geulengkue Teu Peu Poe Permainan Daerah Pada
Anak Pesisir Aceh: Artikel, Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Malikussaleh,
Dosen Pengampu: (I) Eri Saputra, S.Pd., M.Si (II) Suherman, S.Pd
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan ethnomatematika yang terdapat dalam
permainan Gelengkue Teu Peu Poe pada anak pesisir Langsa. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh anak pesisir Langsa. Teknik pengambilan sampel incidental. Pemainan
gelengkue teu peu poe memiliki konsep pengandaaian, pengukuran, geometri, peluang dan
pembilang. Konsep pengandaian ini tampat pada saat menyebut kayu pemukul sebagai mak
gelengkue (kayu mamak) dan kayu yang dipukul sebagai aneuk gelengkue (kayu anak).
Konsep pengukuran dan pembilang terlihat ketika anak menghitung jarak antara tempat
jatuhnya kayu anak dengan lubang. Pembuatan lubang, garis dan alat merupakan penerapan
dari konsep geometri. Sedangkan konsep peluang terlihat ketika anak dapat memperdiksi tim
mana yang akan keluar sebagai pemenang dan menghitung beraka persentase kemungkinan
timnya untuk menang. Hal ini menunjukkan bahwa ethnomatematika, terdapat dalam
permaian gelengkue teu peu poe.
Kata Kunci: Etnomatematika, Permainan Geulengkue Teu Peu Poe, Pembelajaran
Matematika, Pesisir.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya (Syahrial, 2021). Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 35 Ayat 2, Pemerintah kabupaten/kota
melaksanakan dan memfasilitasi perintisan program dan satuan pendidikan yang sudah atau
hampir memenuhi standar nasional pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan
satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan budaya (Asra, 2021).
Budaya dan pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
sehari hari, karena budaya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang
berhubungan dengan perilaku (Lubis, 2020). Perilaku tersebut terdapat di kalangan
masyarakat baik itu dalam adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan dan karya seni.
Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap individu dan masyarkat. (Wahyuni,
2018). Budaya dan pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam menumbuhkan
dan mengembangkan nilai luhur bangsa kita, yang berdampak pada pembentukan karakter
yang didasarkan pada nilai budaya yang luhur. Kebudayaan merupakan satu kesatuan utuh
yang menyatu dengan masyarakat (Rahmawati, 2019).
Setiap masyarakat akan selalu mewarisi budaya daripara leluhur mereka, salah
satunya dalam hal permainan tradisional yang dulu tidaklah asing di kalangan anak-anak
khususnya di daerah pesisir Langsa. Pesisir langsa merupakan sebuah desa di kota langsa
provinsi Aceh. Pesisir langsa juga memiliki tradisi atau budaya yang sangat menarik baik itu
tarian, makanan atau permainan tradisionalnya. Selain merupakan permainan tradisonal suatu
tempat atau daerah-daerah di indonesia, permainan tradisional dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas jasmani dan kesehatan bagi pelakunnya (Acha, 2018). Banyaknya
permainan tradisional yang terdapat di pesisir langsa yang salah satunya adalah permainan
geulengkue teu peu poe.
Permainan tradisional geulengkue teu peu poe dapat dijadikan sebagai media dalam
pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah adalah bidang ilmu, yang
mencakup studi tentang topik-topik seperti bilangan (aritmetika dan teori bilangan), rumus
dan struktur terkait (aljabar), bangun dan ruang tempat mereka berada (geometri), dan
besaran serta perubahannya (kalkulus dan analisis). Tidak ada kesepakatan umum tentang
ruang lingkup yang tepat atau status epistemologisnya Kemudian, pembelajaran matematika
berbasis kebudayaan atau juga dikenal dengan sebutan etnomatematika adalah suatu hal yang
memiliki kaitan antara budaya dengan konsep matematika. Beberapa budaya yang berkaitan
dengan etnomatematika adalah seni tari, adat istiadat, dan permainan tradisional.
Permainan tradisional adalah warisan budaya harus diwariskan kepada generasi muda.
Permainan tradisional mempunyai beberapa manfaat yaitu dapat membentuk kreatifitas anak,
menumbuhkan emosional, intelek sosial, mendekatkan anak-anak dengan alam,
menumbuhkan kemampuan motorik anak, melatih kesehatan, mengasah sensitivitas anak, dan
lain-lain (Rumiati, 2021). Adapun permainan tradisional yang terdapat di Aceh adalah lompat
tali karet (talo yeye), congklak (maen cato), petak umpet (maen pet-pet/musom), tarik
tambang (tareek cato), dan patok lele (bibet/geulengkue teu peu poe) (Anisaturrahmi, 2021).
Geulengkue teu peu poe merupakan salah satu permainan tradisional yang khas di
provinsi Aceh. Permainan ini juga sering dikenal dengan sebutan patok lele. Pemain
geulengkue teu peu poe ini terdiri dari sepasang atau lebih dari 2- 3 pasang pemain,
memerlukan lapangan, serta membuat lubang di pinggir lapangan. Dahulu permainan ini
digemari oleh anak-anak, tapi saat ini sangat disayangkan karena perkembangan zaman yang
sangat pesat membuat permainan ini dilupakan anak-anak dan hilang bahkan tergantikan
dengan permainan yang terdapat di handphone atau HP. Namun bila disesuaikan dengan
pembelajaran yang terdapat di sekolah, besar harapan agar anak anak mengingat dan menjaga
warisan budaya yang ada salah satunya yaitu permainan tradisional geulengkue teu peu poe.
Kemudian, guru yang bijaksana juga harus dapat menyelipkan nilai-nilai budaya lokal suatu
daerah setempat dalam proses pembelajaran matematika namun pada kenyataanya
pembelajaran matematika disekolah kurang peduli terhadap budaya lokal yang terdapat di
daerah setempat.
Pembelajaran matematika merupakan suatu aktivitas mental untuk memahami arti
dalam hubungan-hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata.
Belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat
keputusan dalam menyelesaikan masalah (Uno dalam Fitri dkk, 2014:18). Mengaitkan
pembelajaran matematika dengan budaya tentu akan mempermudah proses pembelajaran
matematika itu sendiri, dimana pembelajar akan lebih mudah memahami setiap topik yang
dipelajari karena relevan dengan kehidupan budaya sehari-hari mereka (Staats, 2006) (Katsap
& Silverman, 2008) (Sirate, 2012)
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah untuk mengkaji etnomatematika konsep matematika pada permainan tradisional Aceh
geulengkue teu peu poe, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai media dalam pembelajaran
matematika untuk mengkaji konsep matematika pada permainan tradisional Aceh geulengkue
teu peu poe, dan diharapkan dapat memperkenalkan budaya Aceh dengan mempelajari
konsep-konsep matematika di dalamnya.
Metode
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksploratif. Sedangkan pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi yaitu pendekatan empiris
dan teoritis yang bertujuan mendapatkan deskripsi dan analisis mendalam tentang
kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan (fieldwork) yang intensif.Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh anak pesisir Langsa yang berusia tujuh hingga dua belas tahun.
Teknik pengambilan sampel incidental dipilih sebagai untuk menentukan sampel. Teknik ini
dipilih dikarenakan penelitian ini berjenis ethnografi. Sehingga yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah anak – anak yang sedang bermain Geuleungkue Teu Peu Poe. Langkah-
langkah dalam penelitian ini adalah (1) mengorganisikan seluruh data dan gambaran yang
menyeluruh tentang ethnomatematika pada anak pesisir Langsa, (2) membaca seluruh
informasi dan memberi tanda berupa kode, (3) menemukan dan mengelompokkan makna
pernyataan yang dirasakan responden dengan horizonaliting, (4) menguraikan berbagai
peristiwa yang diteliti, (5) peneliti memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi
fenomena yang diteliti dan mendapat makna pengalaman responden mengeni fenomena
tersebut, dan (6) membuat pengalaman dari setiap partisipan kemudian menuliskan gabungan
dari gambaran tersebut.
Hasil Dan Pembahasan
Gelengku teu pe poe merupakan salah satu permainan yang khas di pesisir Langsa. Permaian
ini sering di sebut juga dengan patok lele. Permainan ini merupakan permaian asli nusantara.
Tersebar di berbagai daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, hingga
Yogyakarta. Patok lele menggunakan dua alat, yaitu kayu kecil dan kayu panjang. Di pesisir
Langsa, kayu kecil di kenal dengan nama aneuk gelengku, sedangkan kayu panjang dikenal
dengan nama mak gelengku. Disebut aneuk gelengku karena kayu yang digunakan lebih kecil
dari kayu pemukul yaitu mak gelengku. Kayu pemukul biasanya digunakan adalah kayu yang
lebih kuat dari kayu “aneuk”. Gelengku merupakan alat yang digunakan oleh masyarakat
Aceh untuk memarut kelapa. Selain dua buah kayu untuk memaikan permainan ini, mereka
juga menggunakan lubang yang diameternya berukuran sekitar 5 cm. Kayu yang berukuran
kecil, akan diletakkan di atas lubang tersebut, kemudian kayu pemukul digunakan untuk
medorong keatas kayu kecil hingga melayang ke udara, dan seterusnya dipukul sejauh –
jauhnya
Untuk menjadi kayu pemukul dan kayu yang dipukul juga memiliki syarat tertentu.
Tidak semua kayu dapat dijadikan kayu pemukul dan kayu yang dipukul. Kayu yang
digunakan adalah kayu yang menyerupai tabung. Penggunaan kayu ini menurut pemahanan
mereka lebih aman, karena jika menggunakan kayu yang memiliki bentuk atau sudut seperti
balok akan terjadi luka jika terkena kayu dan itu sangat berbahaya. Jika menggunakan kayu
berbentuk tabung, kemungkinan yang terjadi hanya memar saja, jika terbentur dengan badan.
Seperti yang diutaran salah seorang anak : Kaye jih, han jeut yang meu sagoe. Karena,
menyou keneng ule, bertoh. (kayu yang kita gunakan, adalah kayu yang tidak memiliki sudut.
Karena, jika kayu yang bersudut, jika terkena kepala, kepala akan terluka). Jadi kayu yang
seperti apa yang digunakan? Yang lage nyoe, bulat, ringan bah ji ouh ipeu poe. Menyoe reuht,
menguleng ji oh. (yang seperti ini, bulat dan ringan. Sehingga mudah untuk dilempar dan jika
terjatuh, akan menggelinding jauh). Dari uraian tersebut jelas terlihat kemampuan geometri.
Anak memahami konsep sudut dan bangun ruang. Ini dapat dilihat dari kemampuan anak
mengidentifikasi benda yang bersudut dengan benda yang tidak bersudut. Ketika mereka
menyatakan bahwa benda yang berbentuk bulat dapat menggelinding jauh, dapat kita
berasumsi mereka memahami gerak berputar atau menggelinding hanya terjadi pada benda
yang berbentuk lingkaran. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah mampu
menarik kesimpulan logis.
Dalam permainan ini pemilihan tim ditentukan dengan suit jari. Di Aceh khususnya
Langsa lebih dikenal dengan sut. Sut sendiri merupakan permainan tradisional Indonesia
dengan menggunakan jari tangan. Permainan ini dimainkan oleh 2 orang pemain, dimana
masing-masing pemain mengeluarkan 1 jari yang akan di adu dengan 1 jari lawannya. Jari
yang digunakan adalah jari jempol, jari telunjuk dan jari kelingking. Permainan ini terdiri dari
tiga hingga lima babak. Setiap babak akan didapat satu pemenang. Peraturannya jika jari
jempol lawan jari telunjuk maka jari jempol yang menang, jika jari jempol lawan jari
kelingking maka jari jempol kalah. Jika jari telunjuk lawan jari kelingking maka jari telunjuk
menang. Setiap satu babak sut, ketua yang menang berhak memilih anggota tim terlebih
dahulu untuk menjadi timnya, sedangkan yang kalah memilih setelahnya. Dalam satu babak
hanya satu anggota tim yang boleh dipilih. Berdasarkan kesepakatan awal, sut dilakukan lima
kali. Setelah semua anggota tim terbentuk, sut masih terus berlangsung, kali ini dilakukan
untuk menentukan tim mana yang terlebih dahulu yang bermain dan tim yang berjaga.
Sebelum sut dimulai, setiap anggota tim berbaris dibelakang ketua tim masing – masing,
kedua ketua tim melakukan sut, jika salah satu kalah, ketua yang kalah akan mundur dan
digantikan oleh angotanya yang lain. Sut terus berlangsung, hingga didapat tim yang menang.
Sut jari merupakan salah satu dari bukti tentang penguasaan anak tehadap konsep peluang.
Karena ketika anak melakukan suit jari dengan lawannya anak mengetahui kemungkinan dia
menang hanya 50 % dan kemungkinan kalah juga 50 %. Dan ketika anak mengeluarkan jari
telunjuk, anak berharap lawannya mengeluarkan jari kelingking atau telunjuk pula, karena
jika lawannya mengeluarkan jari jempol ia akan kalah. Kita dapat menyimpulkan anak
memahami bahwa kesempatan dia menang jika mengeluarkan telunjuk adalah 1 : 3, seri 1 : 3
dan kalah 1 : 3
Penutup
Kesimpulan:
Pemainan gelengkue teu peu poe memiliki konsep pengandaaian, pengukuran, geometri,
peluang dan pembilang. Konsep pengandaian ini tampat pada saat menyebut kayu pemukul
sebagai mak gelengkue (kayu mamak) dan kayu yang dipukul sebagai aneuk gelengkue (kayu
anak). Konsep geometri terlihat pada saat pemilihan jenis kayu yang tidak bersudut agar
dapat berguling dengan jauh dibandingkan dengan kayu yang bersudut dan penggunaan garis
batas daerah serta pembuatan lubang. Permainan ini diawali dari pembentukan tim
menggunakan suit jari yang menunjukkan anak paham dengan konsep peluang. Konsep
membilang terlihat dari perhitungan poin dan pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Acha, B., & Mistar, J. (2018). Nilai-Nilai Karakter dalam Olahraga Tradisional Aceh di
Gampong Paya Bujok Seuleumak Kota Langsa. SEUNEUBOK LADA: Jurnal ilmu-
ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan Kependidikan, 5(2), 106-115

Anisaturrahmi. 2021. Evaluasi Program Pendidikan Non-formal Pada Rumoh Baca


HassanSavvas di Kota Lhokseumawe. Jurnal Pendidikan, 37-58.

Asra, A., Festiyed, F., Mufit, F., & Asrizal, A. (2021). Pembelajaran Fisika Mengintegrasikan
Etnosains Permainan Tradisional. Konstan-Jurnal Fisika Dan Pendidikan Fisika. 6(2),
66-73.

Lubis, S. S., & Sahyar, S. (2021, March). The Development of High School Physics
Textbooks Based on Batak Culture. In Journal of Physics: Conference Series (Vol.
1811, No. 1, p. 012081). IOP Publishing.

Rahmawati, N. P., In'am, A., & Dintarini, M. (2019). Implementation of Patil Lele Traditional
Game As Ethnomathematics to Improve Student’s Perspective to Mathematics.
Mathematic Education Journal (MEJ), 3(2), 130-138.

Syahrial, S., Asrial, A., Arsil, A., Noviyanti, S., Kurniawan, D. A., Robiansah, M. A., &
Luthfiah, Q. (2021). Comparison of Response, Hard Work Character and Character of
Love for the Motherland of Students: Integration of Traditional Games Patok Lele. AL-
ISHLAH: Jurnal

Wahyuni, W. (2018, September). Ethnomatematika Geulengkue Teu Peu Poe Permainan


Daerah Pada Anak Pesisir Aceh. In Seminar Nasional Royal (SENAR) (Vol. 1, No. 1,
pp. 527- 532)

Anda mungkin juga menyukai