Anda di halaman 1dari 11

BAB 5

ANALISIS SWOT DALAM IDENTIFIKASI MUTU GURU


Kualitas guru di Indonesia menjadi perhatian penting bagi pembangunan pendidikan. Guru adalah SDM
(Sumber Daya Manusia) yang tugasnya mendidik dan membimbing generasi penerus bangsa yang akan
mempengaruhi pembangunan bangsa. Guru diharapkan mampu meningkatkan kualitas pribadi, moral dan
sosial lulusan dalam melaksanakan pembelajaran. Kualitas guru merupakan variabel penting yang
mempengaruhi kualitas pendidikan di suatu negara. Padahal, dalam dunia pendidikan terdapat beberapa
aspek permasalahan yang berkaitan dengan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru. Oleh karena itu,
pada bab ini dibahas segala sesuatu yang berkaitan dengan kualitas guru berdasarkan analisis SWOT.

A. Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) pertama kali dikembangkan oleh Albert
Humphrey di Stanford pada tahun 1970-an. Analisis SWOT digunakan untuk menilai peluang dan
ancaman lingkungan bisnis, serta kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, dan menjadi alat dalam
penyusunan perencanaan strategis organisasi. Analisis SWOT memiliki manfaat besar dalam
mengidentifikasi kekuatan organisasi, memperbaiki kelemahan, mengurangi ancaman, dan memanfaatkan
peluang organisasi. Menurut Philip Kotler, SWOT adalah penilaian terhadap kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman seseorang atau organisasi. Selain itu, menurut Pearce dan Robinson, analisis SWOT
merupakan bagian dari proses manajemen strategis perusahaan, yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan utama perusahaan. Kekuatan dan kelemahan ini dibandingkan dengan peluang
dan ancaman eksternal untuk mengembangkan berbagai strategi alternatif atas dasar ini. Berikut adalah
beberapa manfaat dari analisis SWOT:
1. Identifikasi kompetensi inti
Kompetensi inti merupakan kombinasi sumber daya dan keterampilan yang membedakan suatu
sekolah dengan para pesaingnya, artinya kompetensi ini terkait dengan kekuatan sekolah untuk
unggul dan memberi nilai tambah. Kemudahan pengambilan keputusan ditentukan oleh kemampuan
mengidentifikasi kompetensi inti sehingga mutu sekolah dapat tercapai.
2. Mengidentifikasi kelemahan
Untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan sekolah dalam meningkatkan efektivitas organisasi.
Kelemahan sekolah merupakan faktor internal yang dapat diperbaiki dan diminimalisir. Kemampuan
untuk mengidentifikasi kelemahan memberikan peluang untuk perbaikan.
3. Menemuka Peluang
Peluang merupakan faktor eksternal yang harus dikenal oleh sekolah. Kemampuan organisasi dalam
menganalisis peluang berdampak pada peningkatan kualitas organisasi.
4. Mengidentifikasi potensi ancaman
Ancaman dapat menjadi faktor eksternal seperti kehadiran pesaing yang dapat mengancam organisasi.
Sabaliknya ancaman juga dapat menjadi faktor internal seperti menurunnya mutu guru di sekolah.
Kemampuan pelaku oraganisasi dalam mengidentifikasi ancaman dapat menolong oragnisasi terhidar
dari keputusan yang merugikan.
Maka dalam hal ini analisis SWOT dapat melihat dari empat sudut pandang, yaitu kekuatan
(strengths) menganalisis kelebihan/kelebihan sumber daya dasar yang ada, kelemahan (weaknesses)
menganalisis keterbatasan sumber daya yang ada yang dapat menghambat tercapainya tujuan
pendidikan. , kesempatan (opportunities) dengan menganalisa situasi – situasi yang paling penting
bagi organisasi pendidikan/situasi yang menguntungkan dan ancaman (threats) bagi institusi untuk
menganalisis situasi yang paling penting yang tidak menguntungkan dalam hubungannya dengan
pendidikan.

B. Komponen Analisis SWOT


Adapun kompenen analisis SWOT secara terperinci di bawah ini.
 Strength (S) merupakan karakteristik dari suatu organisasi atau bisnis yang merupakan suatu
keunggulan.
 Weekness (W) merupakan karakteristik dari suatu organisasi atau bisnis yang merupakan
kelemahan.
 Opportunity (O) kesempatan yang datang dari luar organisasi atau bisnis.
 Threat (T) elemen yang datang dari luar yang dapat menjadi ancaman bagi organisasi atau bisnis.
Tujuan dari setiap analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi faktor kunci yang datang dari
lingkungan internal dan eksternal.

Keempat komponen itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities,
dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek
dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai
tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal
yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT,
dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan
(weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan
terakhir adalah bagimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman
(threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.

Berbagai Peluang (Eksternal)

Kuadran 4: TURN Kuadran 1:


AROUND AGRESIF
Kelemahan (Internal) Kekuatan (Internal)
Kuadran 3: Kuadran 2:
DEFENSIF DIVERSIFIKASI

Berbagai Ancaman (Eksternal)

Gambar 5.1 Diagram Analisis SWOT

 Kuadran 1: Situasi yang sang at penguntungkan bagi organisasi. Memiliki peluang dan kekuatan
sehingga strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif.
 Kuadran 2: Organisasi masih memiliki kekuatan dari segi internal meski menghadapi berbagai
ancaman. Kekuatan tersebut dimanfaatkan untuk peluang jangka panjang dengan strategi
diversifikasi (produk/jasa).
 Kuadran 3: Muncul berbagai kendala internal meski organisasi sedang menghadapi peluang pasar
yang besar. Untuk ini organisasi berfokus meminimalkan masalah- masalah internal sehiungga
dapat merebut peluang yang lebih baik.
 Kuadran 4: Situasi yang sangat tidak menguntungkan bagi organisasi. Organisasi mengalami
berbagai ancaman dan kelemahan internal.

5. Implementasi dan Peran Analisis SWOT


Untuk meningkatkan mutu pendidikan, terdapat beberapa cara dengan SWOT. Glaister dan
Falshaw, SWOT adalah teknik yang paling umum untuk melakukan analisis situasional. Analisis
lingkungan mengidentifikasi peluang dan hambatan/tantangan organisasi, dan analisis internal untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan. Analisis SWOT dapat membantu menentukan prioritas
program, mengalokasikan sumber daya seperti SDM, anggaran, sarana dan prasarana, dan lain- lain.
Analisis SWOT memiliki beberapa aspek yaitu aspek global, aspek strategis dan aspek operasional.
Berdasarkan kerangka tersebut, peran analisis SWOT dapat dianggap sebagai jembatan untuk
membuat rencana strategis, menetapkan tujuan, dan anggaran. Dari pola ini juga terlihat bahwa
pengambil keputusan harus melakukan analisis SWOT ketika mereka merencanakan program dan
mengambil keputusan untuk menemukan rencana strategis yang baik dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
Analisis SWOT memberikan informasi kepada pengambil keputusan tentang apa yang dapat
menjadi dasar pengambilan keputusan dan menimbang keputusan yang efektif bagi sekolah untuk
mencapai tujuan mereka. Analisis SWOT juga dapat mengidentifikasi dan mengetahui apa yang
terjadi di dalam lembaga itu sendiri, sehingga memungkinkan para pengambil keputusan untuk
mengembangkan rencana strategis yang tepat dan prosedur perbaikan atau perbaikan. Analisis
SWOT juga dapat membantu menentukan prioritas program dan mengalokasikan sumber daya
seperti personel, anggaran, sarana dan prasarana, dan lain- lain. Analisis SWOT merupakan alat
analisis yang paling populer, terutama untuk perumusan strategi. Asumsi dasar di balik ini adalah
bahwa organisasi harus membandingkan proses internal mereka dengan realitas eksternal untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Analisis SWOT dapat bertahan sampai saat ini sebagai alat
perencanaan yang terus digunakan, membuktikan kehebatan analisis SWOT di mata pembuatan
kebijakan. Meskipun banyak mendapat kritikan dari dari berbagai pihak namun nyatanya analisis
SWOT masih digunakan hingga saat ini karena dianggap dapat memberikan kesimpulan kepada
pemegang kebijakan mengenai keadaan lingkungan internal dan eksternal sehingga akan dapat
membuat rencana strategi yang baik untuk kedepannya.

6. Pendekatan SWOT

Terdapat dua pendekatan SWOT yaitu:


a. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif berarti analisis mendalam tentang faktor internal dan eksternal lembaga
dengan menggunakan berbagai metode kualitatif. Dalam pendekatan ini, data yang digunakan
dalam analisis SWOT adalah data yang dideskripsikan dengan kata-kata dengan menggunakan
metode wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi. Keberhasilan analisis ditentukan oleh
akurasi dan kebenaran data. Pengumpulan data dilakukan dengan menghadirkan seluruh
pemangku kepentingan kelembagaan. Selanjutnya, analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan lembaga dibahas secara partisipatif. Dari informasi yang diperoleh, kemudian
disistematisasikan dalam bentuk matriks/tabel SWOT, yang kemudian merumuskan pedoman
strategis yang harus diterapkan lembaga. Matriks SWOT yang biasa digunakan dalam analisis
SWOT dengan pendekatan kualitatif adalah matriks SWOT klasik (SWOT-K). Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menghadirkan seluruh pelaku kelembagaan.
Dapat dilakukan melalui wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi.
2. Melakukan analisis SWOT dengan menggunakan matriks SWOT-K. Menetapkan strategi
yang akan dilaksanakan sebagai pedoman dan kerangka acuan bagi pengembangan lembaga
pendidikan. Dengan strategi sebagai berikut: Strategi SO (Strength Opportunity Strategy),
strategi WO (Weakness Opportunity Strategy), strategi ST (Strength Threat Strategy) dan
strategi WT (Weakness Threat Strategy).

b. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif yaitu melakukan analisis pada faktor internal dan eksternal lembaga
dengan menggunakan berbagai metode kuantitatif. Data yang digunakan adalah statistik angka,
teknik pengumpulan data melalui kuisioner atau kuisioner. Oleh karena itu, pembuatan angket
dengan menggunakan grid alat pengumpul data sangat menentukan keabsahan data yang
digunakan. Hasil analisis SWOT diperoleh melalui pendekatan kuantitatif, biasanya dilakukan
perhitungan dan kemudian perumusan strategi menggunakan matriks 4 kuadran (SWOT-4K)
seperti pada gambar 5.1. Bobot faktor internal dan eksternal mempengaruhi kinerja lembaga
pendidikan. Bobot faktor internal dan eksternal untuk masing-masing faktor didasarkan pada
besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap efisiensi organisasi, yang diukur dari input
yang diberikan dan output yang dihasilkan. Tahapan sebagai berikut:
1. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja lembaga pendidikan. Bobot faktor
internal dan eksternal untuk masing-masing didasarkan pada besarnya pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap efisiensi organisasi yang diukur dari input yang diberikan dan input yang
dihasilkan.

Berikut adalah contoh pembobotan pada tabel dibawah ini:

No Dimensi Bobot
1 Pengorganisasian Visi, Misi, dan Tujuan Lembaga 10
2 Organisasi dan Administratif 10
3 Sumber Daya Manusia (SDM) Pendidikan dan Tenaga 20
Kependidikan
4 Keuangan 20
5 Sarana dan Prasarana 20
6 Proses Pembelajaran 20
Total 100%
Tabel 1. Contoh Pembobotan Bidang Faktor Internal dan Eksternal

2. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman


Menentukan skor untuk setiap faktor. Hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, risiko
kemudian dirumuskan dalam bentukpernyataan atau pertanyaan yang sengaja disusun
(kuesioner). Responden harus menjawab semua pertanyaan. Dalam hal ini perlu dibuat suatu
alat ukur, alat ukur tersebut merupakan pengatur yang digunakan untuk menentukan panjang
dan pendeknya jarak antar alat ukur sehingga alat ukur tersebut dapat digunakan dalam
penelitian untuk menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh skala likert, skala (tingkatan)
beberapa pertanyaan dan pernyataan pada skala likert bervariasi dari sangat positif hingga
sangat negatif. Skala Likert memiliki tiga, empat, dan lima skala prestasi pendidikan. Bobot
faktor internal dan eksternal untuk masing-masing faktor didasarkan pada besarnya pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap efisiensi organisasi, yang diukur dari input yang dihasilkan
dan input yang diberikan. Sebagai contoh skala likert, beberapa bentuk pertanyaan dan
pernyataan dari skala likert mempunyai gradasi (tingkatan) dari sangat positif sampai sangat
negatif. Dalam skala likert ada skala tiga, empat, dan lima.
Visi/Misi

Faktor Internal Faktor Eksternal

SWOT: Strengths,
Weakness,
Opportunities,
Threats

Rencana Strategis

Target

Anggaran

Gambar 5.2 Kerangka Kerja Analisis SWOT Menurut Adi Hidayat, 2016

Setelah dilakukan analisis SWOT tersebut, hasil analisis SWOT kemudian digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan dan
memanfaatkan peluang serta secara bersamaan meminimalkan kelemahan dan mengatasi ancaman.
Analisis SWOT juga digunakan dalam rangka menyusun rencana dan program sekolah.

C. Mutu Pendidikan
1. Pengertian Mutu Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu berarti kadar atau ukuran baik atau buruknya
sesuatu hal atau benda, yang menentukan nilai atau harganya: Tingkat kualitas, derajat,
kemampuan (kecerdasan, bobot, dan sebagainya eseorang).
Konsep pendidikan diatur dalam UU No. 20 (2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Bab 1, Pasal 1, Ayat 1, dikatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik berpartisipasi aktif
dalam pengembangan potensi dirinya, kekuatan spiritual dirinya, akhlak mulia serta keterampilan
yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut ISO 8402, kualitas
didefinisikan sebagai sekumpulan karakteristik produk yang mendukung kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan yang spesifik atau terdefinisi, bahkan sering diartikan sebagai kepuasan
pelanggan (customer satisfaction). Kualitas dalam arti memenuhi kebutuhan pelanggan,
merupakan kunci sukses bisnis yang tidak dapat disangkal (Deming, 1986). Produk berkualitas
memiliki daya saing, sehingga tidak kehilangan pelanggan. Mutu adalah kesesuaian dengan
persyaratan atau standar yang ditentukan dan umumnya mengacu pada tiga aspek, yaitu: Produk,
layanan, dan harapan konsumen. Dalam bidang pendidikan, kualitas produk seringkali dikaitkan
dengan besar kecilnya hasil pendidikan dan keahlian para lulusan. Sementara itu, mutu layanan
pendidikan dan mutu lulusan berkaitan dengan kebutuhan dan harapan pengguna/pelanggan
pendidikan.
Dapat dipahami bahwa mutu pendidikan adalah mutu pendidikan (penilaian) tentang
bagaimana lembaga pendidikan mengelola sekolah secara efektif sehingga menghasilkan peserta
didik yang berkualitas dan mendapat kepercayaan masyarakat. Pengertian mutu sering dikaitkan
dengan aspek-aspek utama pendidikan, yaitu: (a) hasil belajar (learning outcomes), (b) belajar
(learning) dan (c) belajar (teaching).

2. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan


Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
nasional, antara lain dengan mengesahkan undang-undang otonomi daerah dan mengubah sistem
dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Inti dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan adalah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan di setiap lembaga pendidikan. Dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan nasional, beberapa hal harus dibangun, yaitu:
a. Menetapkan tujuan dan standar kualifikasi pendidikan melalui konsensus nasional antara
pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Standar kualifikasi mungkin berbeda di setiap
sekolah atau wilayah, menghasilkan standar kualifikasi nasional pada tingkat minimal,
standar, dan unggul.
b. Perbaikan manajemen pendidikan mengarah pada manajemen pendidikan berbasis sekolah
yang memberikan kepercayaan lebih kepada sekolah dalam mengoptimalkan sumber daya
yang tersedia untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
c. Peningkatan pendidikan yang mengarah pada manajemen pendidikan yang berorientasi pada
masyarakat. Peningkatan keterlibatan orang tua dan masyarakat di tingkat kebijakan
(pengambil keputusan) dan tingkat operasional melalui komite sekolah. Tanggung jawab
komite meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program kerja sekolah.
d. Distribusi pelayanan pendidikan yang mengarah pada pendidikan yang adil. Hal ini terkait
dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan terbuka.
Referensi lain juga menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan, yaitu peningkatan otonomi, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kolaborasi,
akuntabilitas, keberlanjutan, dan inisiatif sekolah untuk mengelola, menggunakan, dan
memperkuat sumber daya yang tersedia. Meskipun beberapa strategi juga digunakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu:

a. Merumuskan tujuan pelatihan yang jelas.


b. Metode dan pendekatan partisipatif.
c. Guru yang berkualitas.
d. Lingkungan pendidikan yang kondusif.
e. Sarana dan prasarana yang relevan.
Dari penjelasan di atas, dengan merumuskan tujuan pendidikan yang jelas, lembaga
pendidikan (sekolah) dapat membuat program yang mengimplementasikan visi dan misi sekolah
dengan tepat, karena ketika tujuan dirumuskan dengan jelas, maka lembaga pendidikan
mengetahui arah tujuan. Selain itu, kualitas juga dapat ditingkatkan melalui metode dan
pendekatan partisipatif, serta guru yang berkualitas, artinya suatu pelajaran diajarkan dengan cara
yang berbeda, sehingga siswa lebih mampu menyerap pembelajaran, metode yang berbeda
tersebut membuat siswa tidak bosan dan lamban dalam pembelajaran, dan guru yang berkualitas
dapat memberikan hasil yang up-to-date bagi siswa. Terakhir, lingkungan yang kondusif dan
sarana prasaran memedai, yang berarti bahwa jika sekolah atau lembaga pendidikan ingin
meningkatkan kualitas pengajaran dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas siswa, maka
harus tercipta budaya atau lingkungan sekolah yang memungkinkan dan sarana prasarana yang
lengkap untuk menunjang proses pembelajaran. Beberapa strategi yang digunakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan, yaitu:

a. Meningkatkan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan
orang tua siswa.
b. Membangun budaya sekolah yang efektif, demokratis, transparan dan bertanggung jawab.
c. Pemerintah pusat lebih berperan sebagai pendampingan dan evaluasi.
d. Pengembangan model program pemberdayaan sekolah.

3. Indikator Mutu Pendidikan


Tentunya untuk menentukan bagus atau tidaknya suatu sekolah harus dipenuhi beberapa
indikator. Dirjen Pendidikan menjelaskan bahwa mutu diartikan sebagai berikut:
a. Memiliki kemampuan mengelola lembaga pendidikan secara profesional berdasarkan
akuntabilitas, transparansi, dan efisiensi.
b. Membuat rencana pengembangan visi.
c. Menyediakan sarana dan fasilitas belajar yang memadai seperti perpustakaan, laboratorium,
dan lain- lain.
d. Memiliki tenaga pendidik dan kependidikan yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan
kelayakan.
e. Penerapan kurikulum dan metode pembelajaran sesuai standar PAIKEM (praktis, aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan).
f. Memiliki keunggulan dalam bidang agama dan sains. Mengembangkan kemampuan bahasa
asing.
g. Berikan keterampilan teknologi.
Selain itu, mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari prestasi yang dicapai, tetapi juga dilihat
bagimana prestasi tersebut memenuhi standar yang ditetapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003
pasal 35 dan PP No. 19 Tahun 2005. UU No. 35. Bunyi pasal 35 UU No. 20 Tahun 2003 pasal
35 ayat 1 adalah sebagai berikut: Standar nasional pendidikan terdiri atas isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan pendidikan, pembiayaan dan
evaluasi, yang direncanakan dan ditingkatkan secara berkala. Kemudia bunyi PP No. 19 Tahun
2005, diperbarui dengan PP no. 32/2013 untuk masing-masing standar nasional adalah sebagai
berikut:
a. Pasal 5(1) tentang standar isi
Standar isi mencakup kriteria berikut:1) Ruang lingkup; dan 2) tingkat keterampilan.
b. Pasal 19(1) sehubungan dengan standar procedural
Standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan bersifat interaktif, inspiratif, menghibur,
menantang, mendorong partisipasi aktif serta ruang yang cukup bagi peserta didik,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan kemampuan, minat, dan perkembangan fisik dan
psikis peserta didik.
c. Pasal 26(3) tentang persyaratan kualifikasi lulusan
Tujuan persyaratan kualifikasi lulusan satuan pendidikan umum adalah untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta kemampuan untuk berpartisipasi
dalam kehidupan mandiri dan pendidikan lanjutan.
d. Pasal 28 ayat 1, yang menyangkut standar pendidik dan kependidikan.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan mampu belajar, sehat jasmani dan rohani
serta mampu melaksanakan tujuan pendidikan nasional.
e. Pasal 42(1) dan (2) tentang sarana dan prasarana.
1) Setiap satuan pendidikan harus memiliki fasilitas yang meliputi perabot, alat peraga,
perlengkapan pengajaran, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran yang teratur dan
berkesinambungan.
2) Setiap satuan pendidikan harus memiliki prasarana yang meliputi tanah, ruang kelas,
ruang pimpinan pendidikan pertama, ruang kelas, ruang tata usaha, ruang perpustakaan,
ruang laboratorium, bengkel, unit produksi, kantin, peralatan listrik dan jasa, sarana olah
raga, tempat ibadah, taman bermain, tempat berkreasi dan fasilitas lain yang diperlukan
untuk menunjang pembelajaran secara teratur dan berkesinambungan.
f. Pasal 49(1) tentang standar pengelolaan.
Manajemen khusus sekolah yang bercirikan kemandirian, partisipasi, keterbukaan dan
tanggung jawab digunakan dalam pengelolaan satuan sekolah dasar dan menengah.
g. Pasal 62 (1) Kriteria Pendanaan. Pembiayaan pendidikan terdiri dari biaya investasi, biaya
operasional dan biaya personalia.
h. Pasal 63 ayat 1 tentang standar evaluasi pendidikan. Penilaian pendidikan dasar dan
menengah terdiri dari: Evaluasi hasil pembelajaran oleh pendidik; penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan; 3) Penilaian Hasil Belajar Negara.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Pasal 2(1) bahwa semua satuan pendidikan harus memenuhi 8 standar di atas. Standar nasional
diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil pendidikan dianggap berkualitas tinggi
ketika mampu menghasilkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada siswa yang
dikatakan telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan atau program pembelajaran tertentu.
Keunggulan akademik dinyatakan melalui nilai yang dicapai siswa, sedangkan kualitas
ekstrakurikuler dinyatakan melalui berbagai keterampilan yang diperoleh siswa dengan mengikuti
program ekstrakurikuler di luar kerangka tersebut. Kualitas hasil juga tercermin dari nilai-nilai
kehidupan, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain- lain.

4. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan


Strategi adalah rencana yang dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk
menerapkan manajemen pelatihan dalam peningkatan mutu dapat diterapkan beberapa strategi
atau metode yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan database dan profil sekolah lebih representatif, akurat dan valid, secara sistematis
menangani berbagai aspek akademik, administrasi (siswa, guru, staf) dan keuangan.
b. Melaksanakan evaluasi diri (self-evaluation) yang menganalisis kekuatan dan kelemahan
sumber daya sekolah, staf sekolah, hasil yang dicapai dalam pengembangan dan pencapaian
tujuan kurikulum, dan hasil dalam kaitannya dengan aspek intelektual dan keterampilan, serta
aspek-aspek lainnya.
c. Berdasarkan analisis tersebut, sekolah harus mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan
merumuskan visi, misi, dan tujuan untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu bagi
peserta didiknya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang dapat
diakses. Pertimbangan penting dalam mengidentifikasi kebutuhan dan merumuskan visi, misi
dan tujuan adalah pembelajaran siswa, alokasi sumber daya dan manajemen kurikulum,
termasuk indikator untuk mencapai peningkatan kualitas.
d. Selain visi, misi dan tujuan peningkatan mutu, sekolah merencanakan dan mengembangkan
program jangka pendek (tahunan, termasuk anggaran). Rancangan program sekolah ini harus
memuat beberapa indikator dan tujuan yang dicapai pada tahun tersebut sebagai proses
peningkatan mutu pendidikan (misalnya IP, IPK, NEM, TPA).
e. Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam waktu satu tahun program sekolah. Oleh karena
itu, sekolah harus menyusun strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang.
Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi perencanaan-pelaksanaan,
yang harus memenuhi tujuan utama, yaitu: untuk dapat mengidentifikasi perubahan utama di
sekolah berdasarkan kontribusi program dan sepanjang tahun untuk meyakinkan guru dan
pihak lain yang berkepentingan untuk melaksanakan keseluruhan, bahwa perubahan penting
diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
f. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa program yang dilaksanakan dan
direncanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan tercapai dan sejauh mana pencapaiannya.

Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa strategi peningkatan mutu pendidikan adalah
sebagai berikut:

a. Penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS),
yakni peningkatkan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan
orang tua siswa. Penguatan peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan.
b. Membangun budaya sekolah yang demokratis, transparan dan bertanggung jawab. Termasuk
membuat laporan sekolah kepada masyarakat.
c. Pemerintah pusat lebih banyak melakukan fungsi monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain,
pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama untuk memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan MBS di sekolah.
d. Menyusun model program pemberdayaan sekolah. Tidak hanya pelatihan, kebanyakan
dilakukan dengan memberikan sekolah informasi berupa bantuan atau fasilitas yang
mengarah pada hasil yang nyata.
Referensi
Asep Rosidin, Pemetaan dan Perencanaan Peningkatan Mutu Berbasis SWOT Balance
Scorecard di Perguruan Darul Hikam Bandung, Volume XXIV No. 2 Oktober 2018, di
akses di ejournal.upi.edu.
Hadi, Abdul. 2013. Konsep Analisis SWOT dalam Peningkatan Mutu Lembaga
Madrasah,vol. XIV No. 1, Jurnal Ilmiah Didaktika. pada tanggal 22 oktober 2017.
diakses di https://jurnal.ar-raniry.ac.id.
Imam Machali dan Ara Hidayat, The Handbook of Education Management (Teori, dan
Praktik Pengelolaan Sekolah/ Madrasah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016), hlm. 211
Nur, Muhammad, dkk. 2016. Manajemen Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Pada Sdn Dayah Guci Kebupaten Pidie. Vol. IV, No. 1. Jurnal Administrasi
Pendidikan.
Nurul Hidayah. 2016. Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
PP No. 19 Tahun 2005 diperbarui dengan PP No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan, diakses di kelembagaan.ristekdikti.go.id
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Sudijono, Anas. 2015. Pengantar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan
R&D). Bandung: Alfabeta.
Suryono, Zahud. 2023. Analisis SWOT dalam Identifikasi Mutu Pendidikan. ALACRITY:
Journal of Education Volume 1, Nomor 3, Oktober 2021
http://lpppipublishing.com/index.php/alacrity.

Anda mungkin juga menyukai