Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

di

PT. INDOFARMA GLOBAL MEDIKA ACEH

Disusun oleh:

Sofyan, S.Farm 2229013134


Ricca Sari, S.Farm 2229013173
Raisya Afia, S.Farm 2229013152
Raihan Putri, S.Farm 2229013164
Syarah Annisa Fitria, S.Farm 2229013148
Fachriza Aini, S.Farm 2229013165
Nurul Watani, S.Farm 2229013122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
2023
No. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009 Undang – Undang No. 17 Tahun 2023 Keterangan

 Mengatur batasan istilah yang digunakan


1 dalam pengaturannya.
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 adalah revisi
dari Undang-undang No. 23 Tahun 1992 yang
 Undang-undang No. 17 Tahun 2023 adalah
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan,
hasil dari harmonisasi perpajakan yang
tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
menggabungkan 13 undang-undang yang
berkaitan dengan kesehatan.
Menjelaskan asas, tujuan, hak, kewajiban, sumber Mengatur tentang hak dan kewajiban, tanggung
2 daya, Upaya dan ketentuan pengelolaan Kesehatan. jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
penyelenggaraan kesehatan, upaya kesehatan,
fasilitas pelayanan kesehatan, sumber daya
manusia kesehatan, perbekalan kesehatan,
ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan,
teknologi kesehatan, sistem informasi kesehatan,
kejadian luar biasa dan wabah, pendanaan
kesehatan, koordinasi dan sinkronisasi penguatan
8- kesehatan, partisipasi masyarakat, pembinaan
dan pengawasan, penyidikan, ketentuan pidana,
ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Mengatur pengelolaan Kesehatan di bidang-bidang Membahas tentang transformasi kesehatan untuk
3 seperti gizi, jiwa, lingkungan, kerja dan informasi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan
Kesehatan. penciptaan kemandirian serta perkembangan
industri kesehatan nasional.
PERBEDAAN UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 dan UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2023

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 dan Undang-undang No. 17 Tahun 2023 adalah dua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kesehatan di Indonesia. Keduanya memiliki beberapa perbedaan, antara lain:

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 terdiri dari 22 bab dan 279 pasal3. Undang-undang No. 17 Tahun 2023 terdiri dari 20 bab dan 458 pasal.
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 menekankan pada upaya kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif3. Undang-
undang No. 17 Tahun 2023 menambahkan upaya kesehatan yang bersifat restoratif dan paliatif5.
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 mengatur tentang hak dan kewajiban masyarakat, tanggung jawab pemerintah, sumber daya di bidang
kesehatan, upaya kesehatan, pengelolaan kesehatan, informasi kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta masyarakat, dan ketentuan pidana
di bidang kesehatan3. Undang-undang No. 17 Tahun 2023 mengatur tentang hal-hal yang sama, namun juga menambahkan beberapa hal baru,
seperti kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi, kesehatan anak, kesehatan ibu, kesehatan lansia, kesehatan
penyandang disabilitas, kesehatan tradisional, kesehatan alternatif, kesehatan komplementer, kesehatan integratif, kesehatan holistik, kesehatan
digital, kesehatan pariwisata, kesehatan bencana, kesehatan kedaruratan, kesehatan krisis, kesehatan pandemi, kesehatan nuklir, kesehatan
radiasi, kesehatan biologi, kesehatan kimia, kesehatan kesejahteraan, kesehatan sosial, kesehatan budaya, kesehatan agama, kesehatan spiritual,
kesehatan etika, kesehatan hukum, kesehatan politik, kesehatan ekonomi, kesehatan pendidikan, kesehatan penelitian, kesehatan inovasi,
kesehatan kreativitas, kesehatan kolaborasi, kesehatan partisipasi, kesehatan inklusif, kesehatan berkelanjutan, kesehatan berkeadilan, kesehatan
berkeadaban, kesehatan berkearifan, kesehatan berkebhinekaan, kesehatan berkepancasilaan, dan kesehatan berkenegaraan5.
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 mencabut dan menyatakan tidak berlaku Undang-undang No. 419 Tahun 1949 tentang Ordonansi Obat
Keras3. Undang-undang No. 17 Tahun 2023 mencabut dan menyatakan tidak berlaku 11 undang-undang, yaitu Undang-undang No. 419 Tahun
1949, Undang-undang No. 4 Tahun 1984, Undang-undang No. 29 Tahun 2004, Undang-undang No. 36 Tahun 2009, Undang-undang No. 44
Tahun 2009, Undang-undang No. 20 Tahun 2013, Undang-undang No. 18 Tahun 2014, Undang-undang No. 36 Tahun 2014, Undang-undang
No. 38 Tahun 2014, Undang-undang No. 6 Tahun 2018, dan Undang-undang No. 4 Tahun.

PERBEDAAN UNDANG – UNDANG BPOM NO. 9 TAHUN 2019 DAN BPOM NO. 6 TAHUN 2020

NO. BPOM NO. 9 TAHUN 2019 BPOM NO. 6 TAHUN 2020 KETERANGAN
 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan  Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2020
1 (Peraturan BPOM) Nomor 9 Tahun 2019 merupakan perubahan atas Peraturan
adalah peraturan yang mengatur tentang BPOM Nomor 9 Tahun 2019. Perubahan ini
pedoman teknis cara distribusi obat yang baik dilakukan untuk menyesuaikan beberapa
di Indonesia. Peraturan ini bertujuan untuk ketentuan mengenai distribusi obat yang
menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
yang beredar, serta untuk menyesuaikan hukum dan perkembangan teknologi di
beberapa ketentuan mengenai distribusi bidang distribusi obat.
narkotika dan psikotropika yang sudah tidak  Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2020
sesuai dengan perkembangan hukum dan mengubah beberapa pasal dan lampiran
teknologi di bidang distribusi obat. dalam Peraturan BPOM Nomor 9 Tahun
2019. Beberapa perubahan yang signifikan
Peraturan BPOM Nomor 9 Tahun 2019 mengatur antara lain adalah:
tentang:  Pasal 2 ayat (1) huruf a, yang mengatur
tentang definisi obat, ditambahkan
 Definisi dan ruang lingkup cara distribusi dengan keterangan bahwa obat juga
obat yang baik (CDOB) mencakup obat bahan alam, obat
 Kewajiban, persyaratan dan tanggung tradisional, dan obat herbal.
jawab pelaku usaha distribusi obat,  Pasal 3 ayat (1) huruf c, yang mengatur
termasuk industri farmasi, pedagang besar tentang kewajiban pelaku usaha
farmasi (PBF), PBF cabang dan instalasi distribusi obat, ditambahkan dengan
sediaan farmasi keterangan bahwa pelaku usaha
 Persyaratan sarana dan prasarana, sumber distribusi obat harus memiliki izin edar
daya manusia, dokumentasi dan obat yang dikeluarkan oleh Badan POM
operasional pelaku usaha distribusi obat atau pejabat yang ditunjuk.
 Pengawasan, penilaian, dan sertifikasi  Pasal 4 ayat (1) huruf b, yang mengatur
CDOB oleh Badan POM tentang persyaratan umum pelaku usaha
 Sanksi administratif bagi pelaku usaha distribusi obat, ditambahkan dengan
distribusi obat yang melanggar ketentuan keterangan bahwa pelaku usaha
peraturan ini. distribusi obat harus memiliki sistem
 Pedoman teknis CDOB yang meliputi manajemen mutu yang sesuai dengan
aspek-aspek seperti penerimaan, pedoman cara distribusi obat yang baik.
penyimpanan, penyiapan, pengiriman,  Pasal 5 ayat (1) huruf c, yang mengatur
pengembalian, penarikan, penanganan tentang persyaratan khusus pelaku
keluhan, penanganan produk cacat, usaha distribusi obat, ditambahkan
penanganan produk palsu, penanganan dengan keterangan bahwa pelaku usaha
produk ilegal, penanganan produk distribusi obat harus memiliki sistem
berbahaya, penanganan produk curian, pelacakan dan penelusuran obat yang
penanganan produk kadaluarsa, terintegrasi dengan sistem informasi
penanganan produk yang tidak sesuai obat nasional.
spesifikasi, penanganan produk yang tidak  Pasal 6 ayat (1) huruf b, yang mengatur
terdaftar, penanganan produk yang tidak tentang persyaratan sarana dan
memiliki izin edar, penanganan produk prasarana pelaku usaha distribusi obat,
yang tidak memiliki nomor registrasi, ditambahkan dengan keterangan bahwa
penanganan produk yang tidak memiliki sarana dan prasarana pelaku usaha
nomor seri, penanganan produk yang tidak distribusi obat harus memenuhi
memiliki kode unik, penanganan produk persyaratan teknis yang ditetapkan oleh
yang tidak memiliki label, penanganan Badan POM.
produk yang tidak memiliki kemasan,  Pasal 7 ayat (1) huruf c, yang mengatur
penanganan produk yang tidak memiliki tentang persyaratan sumber daya
petunjuk penggunaan, penanganan produk manusia pelaku usaha distribusi obat,
yang tidak memiliki informasi produk, ditambahkan dengan keterangan bahwa
penanganan produk yang tidak memiliki sumber daya manusia pelaku usaha
sertifikat analisis, penanganan produk distribusi obat harus memiliki sertifikat
yang tidak memiliki sertifikat mutu, kompetensi yang dikeluarkan oleh
penanganan produk yang tidak memiliki Badan POM atau lembaga yang
sertifikat halal, penanganan produk yang ditunjuk.
tidak memiliki sertifikat bebas cemaran,  Pasal 8 ayat (1) huruf b, yang mengatur
penanganan produk yang tidak memiliki tentang persyaratan dokumentasi pelaku
sertifikat bebas alergen, penanganan usaha distribusi obat, ditambahkan
produk yang tidak memiliki sertifikat dengan keterangan bahwa dokumentasi
bebas gluten, penanganan produk yang pelaku usaha distribusi obat harus
tidak memiliki sertifikat bebas GMO, mencakup dokumen terkait dengan
penanganan produk yang tidak memiliki sistem pelacakan dan penelusuran obat.
sertifikat bebas BSE/TSE, penanganan  Pasal 9 ayat (1) huruf b, yang mengatur
produk yang tidak memiliki sertifikat tentang persyaratan operasional pelaku
bebas radiasi, penanganan produk yang usaha distribusi obat, ditambahkan
tidak memiliki sertifikat bebas dengan keterangan bahwa operasional
nanomaterial, penanganan produk yang pelaku usaha distribusi obat harus
tidak memiliki sertifikat bebas memastikan bahwa obat yang
mikroorganisme patogen, penanganan didistribusikan memiliki nomor
produk yang tidak memiliki sertifikat registrasi, nomor seri, dan kode unik
bebas endotoksin, penanganan produk yang terdaftar dalam sistem informasi
yang tidak memiliki sertifikat bebas obat nasional.
pirogen, penanganan produk yang tidak  Pasal 10 ayat (1) huruf c, yang
memiliki sertifikat bebas logam berat, mengatur tentang persyaratan
penanganan produk yang tidak memiliki pengawasan pelaku usaha distribusi
sertifikat bebas pestisida, penanganan obat, ditambahkan dengan keterangan
produk yang tidak memiliki sertifikat bahwa pengawasan pelaku usaha
bebas residu obat, penanganan produk distribusi obat harus meliputi
yang tidak memiliki sertifikat bebas residu pengawasan terhadap sistem pelacakan
obat veteriner, penanganan produk yang dan penelusuran obat.
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
tradisional, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
herbal, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat bahan
alam, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
sintetis, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
bioteknologi, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
rekombinan, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
monoklonal, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
biosimilar, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
generik, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
inovator, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
impor, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
ekspor, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
domestik, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
bermasalah, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
berpotensi bermasalah, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat berisiko tinggi,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat berisiko
rendah, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat
berisiko sedang, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
berisiko sangat rendah, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat berisiko sangat tinggi,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat kritis,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat esensial,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat prioritas,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat strategis,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat vital,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat nonvital,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat nonesensial,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat nonprioritas,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat nonstrategis,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat nonkritis,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat narkotika,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat psikotropika,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat prekursor,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat adiktif,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat berbahaya,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat terlarang,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat kontrol,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas re-/sidu obat zat pengganti,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
zat penyalahgunaan potensial, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat zat penyalahgunaan
aktual, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan kronis, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat zat penyalahgunaan
akut, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan sporadis, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat zat penyalahgunaan
terapi, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan rehabilitasi, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat zat penyalahgunaan
substitusi, penanganan produk yang tidak
memiliki sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan reduksi, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat zat penyalahgunaan
pencegahan, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat bebas residu obat
zat penyalahgunaan pengobatan,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan pengendalian,
penanganan produk yang tidak memiliki
sertifikat bebas residu obat zat
penyalahgunaan pengawasan, penanganan
produk yang tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat zat penyalahgunaan
penghapusan, penanganan produk yang
tidak memiliki sertifikat
bebas residu obat z.
Mengatur mengenai bangunan dan peralatan,  Lampiran I yang berisi tentang pedoman
2 operasional, transportasi, fasilitas distribusi teknis cara distribusi obat yang baik,
berdasar kontrak, dan dokumentasi dalam Bab III, ditambahkan dengan beberapa bab baru,
Bab IV, Bab VII, Bab VIII dan Bab IX. yaitu bab 6 tentang sistem pelacakan dan
penelusuran obat, bab 7 tentang sistem
informasi obat nasional dan bab 8 tentang
sistem manajemen mutu.

Anda mungkin juga menyukai