Anda di halaman 1dari 123

SKRIPSI

PENGUJIAN AKTIVITAS PEREDAMAN RADIKAL BEBAS


ABTS (2,2-Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)
FRAKSI ETIL ASETAT DAUN MERAH KASTUBA (Euphorbia
pulcherrima Willd.) SERTA IDENTIFIKASI METABOLIT
SEKUNDERNYA

Oleh
AULIA PUTRI
K1A019009

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2023
SKRIPSI
PENGUJIAN AKTIVITAS PEREDAMAN RADIKAL BEBAS
ABTS (2,2-Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) FRAKSI
ETIL ASETAT DAUN MERAH KASTUBA (Euphorbia pulcherrima
Willd.) SERTA IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDERNYA
Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) pada
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram

Oleh
AULIA PUTRI
K1A019009

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Aulia Putri

NIM : K1A019009

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Farmasi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa hasil tugas akhir saya tulis dengan

judul:

PENGUJIAN AKTIVITAS PEREDAMAN RADIKAL BEBAS ABTS (2,2-

Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) FRAKSI ETIL ASETAT

DAUN MERAH KASTUBA (Euphorbia pulcherrima Willd.) SERTA

IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDERNYA

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik

yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Mataram, 17 November 2023

Aulia Putri

K1A019009

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PENGUJIAN AKTIVITAS PEREDAMAN RADIKAL BEBAS ABTS (2,2-


Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) FRAKSI ETIL ASETAT
DAUN MERAH KASTUBA (Euphorbia pulcherrima Willd.) SERTA
IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDERNYA
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Aulia Putri
NIM : K1A019009
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Farmasi

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian


persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Ditetapkan di Mataram pada
tanggal 17 November 2023
Ketua Penguji Anggota Penguji I

apt. Anggit L. Sunarwidhi., M.Sc., Ph.D. Dr. apt. Lina Permatasari, S.Farm.
NIP. 198908142014042001 NIP. 199309092023212050

Anggota Penguji II

apt. Siti Rahmatul Aini, S.F., M.Sc.


NIP. 197904022005012001
Mengetahui
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram

Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, Sp. THT-KL(K).,M.Kes


NIP.197305252001121001

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Mataram, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :
Nama : Aulia Putri
NIM : K1A019009
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Farmasi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Mataram Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : PENGUJIAN AKTIVITAS
PEREDAMAN RADIKAL BEBAS ABTS (2,2-Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-
6-sulfonic acid) FRAKSI ETIL ASETAT DAUN MERAH KASTUBA
(Euphorbia pulcherrima Willd.) SERTA IDENTIFIKASI METABOLIT
SEKUNDERNYA beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti Non-eksklusif ini Universitas Mataram berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Mataram, 17 November 2023


Yang Menyatakan

Aulia Putri
K1A019009

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“PENGUJIAN AKTIVITAS PEREDAMAN RADIKAL BEBAS ABTS (2,2-
Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) FRAKSI ETIL ASETAT DAUN
MERAH KASTUBA (Euphorbia pulcherrima Willd.) SERTA IDENTIFIKASI
METABOLIT SEKUNDERNYA”
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan dukungan ilmiah maupun
material dari berbagai pihak, oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, Sp. THT-KL (K)., M. Kes. selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
2. Ibu Dr. apt. Agriana Rosmalina Hidayati, S.Farm., M.Farm. selaku Ketua
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
3. Ibu apt. Anggit Listyacahyani Sunarwidhi, S.Farm., M.Sc., Ph.D. selaku dosen
pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi.
4. Dr. apt. Lina Permatasari, S.Farm. selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.
5. apt. Siti Rahmatul Aini, S.F., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan serta arahan dalam penyempurnaan penyusunan skripsi
ini.
6. apt. Nisa Isneni Hanifa, S. Farm., M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta dukungan akademik bagi
peneliti.
7. Seluruh dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram atas ilmu yang diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini.
v
8. Kedua orang tua bapak Azharudin S.Pd dan ibu Masitah, S.Pd, kakak Dede
Anggara, kakak Aziz Azima, Bayu Firdaus, serta keluarga besar yang selalu
mendukung, mendoakan, dan membantu segala keperluan penelitian sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan, Redoks Farmasi 2019 yang selalu mendukung,
menyemangati dan mendoakan hingga skripsi ini selesai.
10. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi yang
tidak cukup untuk disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya di
bidang kefarmasian. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan bagi
penulis karena penelitian ini tidak lepas dari kesalahan serta untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik di kemudian, terima kasih.

Mataram, 17 November 2023


Penulis

Aulia Putri
K1A019009

vi
ABSTRAK

Daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) merupakan tanaman


yang dimanfaatkan sebagai obat disentri, luka, dan patah tulang. Ekstrak etanol daun
merah kastuba diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder yang memiliki
aktivitas antioksidan seperti flavonoid, terpenoid, dan tanin. Penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa dengan menggunakan metode DPPH fraksi etil asetat ekstrak
etanol daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) memiliki nilai IC50
sebesar 13,67 ppm lebih rendah dibandingkan dengan asam askorbat sebagai kontrol
positif sebesar 11,78 ppm. Akan tetapi, pengujian aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH hanya bisa menganalisis senyawa yang bersifat hidrofilik, sehingga
diperlukan metode yang dapat menganalisis senyawa antioksidan yang bersifat
hidrofilik maupun lipofilik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas
peredaman radikal ABTS (2,2-Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)
fraksi etil asetat daun merah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) serta
mengetahui kandungan metabolit sekunder fraksi etil asetat daun merah kastuba.
Daun merah kastuba diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etanol 96% dan
dilakukan fraksinasi dengan pelarut etil asetat dan air, kemudian dilakukan skrining
fitokimia dan identifikasi metabolit sekunder dengan Gass Chromatography-Mass
Spectrometry (GC-MS). Aktivitas peredaman radikal bebas ABTS diukur
berdasarkan penurunan absorbansi radikal ABTS dan dinyatakan sebagai Inhibitory
Concentration 50% (IC50) dengan larutan standar asam askorbat sebagai kontrol
positif. Fraksi etil asetat daun merah kastuba memiliki aktivitas peredaman radikal
radikal bebas ABTS dengan kategori sangat kuat dengan nilai IC 50 47,54 ppm
dibandingkan dengan nilai IC50 standar asam askorbat sebesar 15,04 ppm. Hasil
skrining fitokimia dengan GC-MS menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun merah
kastuba mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan antara lain 1-
Eicosene, 2-Cyclohexen-1-one, asam heksadekanoat (Metil palmitat), asam
heksadekanoat (Asam palmitat), 1-Nonadecene, 9-Octadecenoic acid, Phytol Isomer,
9,12-Asam oktadekadienoat, Asam Oktadekanoat, 9-Tricosene, dan 1,2-
Benzenedicarboxylic acid. Senyawa-senyawa ini termasuk golongan terpenoid, asam
lemak, dan fenolik. Berdasarkan hasil uji statistika menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan bermakna pada nilai rata-rata IC 50 asam askorbat dengan nilai rata-rata IC 50
fraksi etil asetat daun merah kastuba.

Kata kunci: Euphorbia pulcherrima Willd., Antioksidan, metode ABTS.

vii
ABSTRACT

Red poinsettia leaves (Euphorbia pulcherrima Willd.) is a plant that is used as


a medicine for dysentery, wounds and broken bones. The ethanol extract of red
poinsettia leaves is known to contain secondary metabolite compounds which have
antioxidant activity such as flavonoids, terpenoids and tannins. Previous research
reported that using the DPPH method the ethyl acetate fraction of the ethanol extract
of red poinsettia leaves (Euphorbia pulcherrima Willd.) has an IC50 value amounting
to 13.67 ppm, lower than ascorbic acid as a positive control of 11.78 ppm. However,
testing antioxidant activity using the DPPH method can only analyze compounds that
are hydrophilic, so a method is needed that can analyze antioxidant compounds that
are both hydrophilic and lipophilic. This study aims to determine the radical reducing
activity of ABTS (2,2-Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) ethyl acetate
fraction of red poinsettia leaves (Euphorbia pulcherrima Willd.) and determine the
secondary metabolite content of the ethyl acetate fraction of red poinsettia leaves.
Red poinsettia leaves were extracted by maceration with 96% ethanol solvent and
fractionated using ethyl acetate and water, then phytochemical screening and
identification of secondary metabolites were carried out using Gass
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). The free radical scavenging activity
of ABTS was measured based on the reduction in absorbance of ABTS radicals and
was expressed as Inhibitory Concentration 50% (IC50) with a standard solution of
ascorbic acid as a positive control. The ethyl acetate fraction of red poinsettia leaves
has ABTS free radical scavenging activity in the very strong category with an IC 50
value 47.54 ppm compared to the IC 50 value ascorbic acid standard is 15.04 ppm. The
results of phytochemical screening using GC-MS show that the ethyl acetate fraction
of red poinsettia leaves contains compounds that act as antioxidants, including 1-
Eicosene, 2-Cyclohexen-1-one, hexadecanoic acid (Methyl palmitate), hexadecanoic
acid (Palmitic acid), 1-Nonadecene, 9-Octadecenoic acid, Phytol Isomer, 9,12-
Octadecadienoic acid, Octadecanoic Acid, 9-Tricosene, and 1,2-Benzenedicarboxylic
acid. These compounds include terpenoids, fatty acids and phenolics. Based on the
results of statistical tests, it shows that there is a significant difference in the average
IC50 value ascorbic acid with an average IC value 50 ethyl acetate fraction of red
poinsettia leaves.

Keywords: Euphorbia pulcherrima Willd., Antioxidants, ABTS method.

viii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...........................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIK...................................................................................iv
KATA PENGANTAR...................................................................................................v
ABSTRAK..................................................................................................................vii
ABSTRACT...............................................................................................................viii
DAFTAR ISI................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL........................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................5
2.1 Tanaman Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.).....................................5
2.1.1 Taksonomi Tanaman Kastuba.................................................................5
2.1.2 Morfologi Tanaman Kastuba..................................................................6
2.1.3 Nama Daerah, Habitat, dan Persebaran Tanaman Kastuba.................6
2.1.4 Kandungan Tanaman Kastuba................................................................6
2.1.5 Manfaat Tanaman Kastuba......................................................................7
2.2 Ekstraksi........................................................................................................8
2.3.1 Ekstraksi Cara Dingin..............................................................................8
2.3.2 Ekstraksi Cara Panas..............................................................................10
2.3 Fraksinasi....................................................................................................11
2.4 Metabolit Sekunder.....................................................................................12
2.4.1 Fenolik.....................................................................................................12
2.4.2 Flavonoid.................................................................................................13
2.4.3 Tanin........................................................................................................15
2.4.4 Terpenoid.................................................................................................15
2.5 Metode Deteksi Metabolit Sekunder...........................................................15
2.5.1 Skrining Fitokimia (Metode Tabung)..................................................16
2.5.2 Spektrofotometri UV-Vis......................................................................16
2.5.3 GC-MS (Gass Chromatography-Mass Spectrometry).......................17
2.6 Radikal Bebas.............................................................................................19
2.7 Antioksidan.................................................................................................20
2.8 Larutan Pembanding...................................................................................21
ix
2.8.1 Kuersetin.................................................................................................21
2.8.2 Vitamin C................................................................................................22
2.8.3 Vitamin E................................................................................................22
2.9 Metode Uji Antioksidan..............................................................................23
3.9.1 Metode DPPH.........................................................................................23
3.9.2 Metode ABTS.........................................................................................24
3.9.3 Metode FRAP.........................................................................................25
2.10 Kerangka Konseptual Penelitian.................................................................27
2.11 Hipotesis......................................................................................................28
BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................29
3.1 Bahan Penelitian.........................................................................................29
3.2 Alat Penelitian.............................................................................................29
3.3 Variabel Penelitian......................................................................................29
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................................30
3.5 Rancangan Penelitian..................................................................................30
3.6 Prosedur Kerja.............................................................................................31
3.6.1 Pengumpulan sampel.............................................................................31
3.6.2 Determinasi Tanaman............................................................................31
3.6.3 Pembuatan Simplisia..............................................................................31
3.6.4 Penetapan Kadar Air..............................................................................31
3.6.5 Ekstraksi..................................................................................................32
3.6.6 Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Merah Kastuba....................32
3.6.7 Identifikasi Metabolit Sekunder............................................................33
3.6.8 Pengujian peredaman radikal bebas ABTS.........................................34
3.6.9 Analisis Data...........................................................................................37
3.7 Alur Penelitian............................................................................................39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................40
4.1 Pengumpulan Sampel dan Hasil Determinasi Tanaman.............................40
4.2 Hasil Pembuatan Simplisia dan Penetapan Kadar Air................................41
4.3 Hasil Ekstraksi Simplisia............................................................................43
4.4 Hasil Fraksinasi Ekstrak..............................................................................45
4.5 Hasil Identifikasi Metabolit Sekunder........................................................47
4.6 Hasil Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas ABTS................................53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................59
5.1 Kesimpulan.................................................................................................59
5.2 Saran............................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................60
LAMPIRAN................................................................................................................74

DAFTAR TABEL
Hal
x
Tabel 2. 1 Kekuatan antioksidan.................................................................................24
Tabel 4. 1 Kadar Air Simplisia Daun Merah Kastuba................................................43
Tabel 4. 2 Rendemen Fraksinasi Daun Merah Kastuba..............................................47
Tabel 4. 3 Hasil Identifikasi GC-MS Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba..........49
Tabel 4. 4 Hasil Uji Antioksidan ABTS.....................................................................54

DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2. 1 (a) Tanaman Kastuba (b) Daun Merah Kastuba.....................................5
xi
Gambar 2. 2 Struktur Dasar Flavonoid......................................................................14
Gambar 2. 3 Reaksi Radikal DPPH dengan antioksidan...........................................24
Gambar 2. 4 Reaksi Radikal ABTS dengan Antioksidan..........................................25
Gambar 2. 5 Kerangka Konsep Penelitian.................................................................27
Gambar 3. 1 Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba................................................33
Gambar 3. 2 Alur Penelitian......................................................................................39
Gambar 4. 1 Daun Merah Kastuba.............................................................................40
Gambar 4. 2 Simplisia Daun Merah kastuba.............................................................42
Gambar 4. 3 Ekstrak Etanol Daun Merah Kastuba....................................................45
Gambar 4. 4 Fraksi Kental.........................................................................................47
Gambar 4. 5 Kromatogram Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba........................48
Gambar 4. 6 Grafik Senyawa dan % Kelimpahan.....................................................53
Gambar 4. 7 Reaksi Peredaman Radikal Bebas ABTS oleh Antioksidan.................57

DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Kastuba..................................................74
Lampiran 2. Tanaman Kastuba dan Daun Merah Kastuba......................................75
xii
Lampiran 3. Proses Pengumpulan Sampel dan Pembuatan Simplisia.....................76
Lampiran 4. Penetapan Kadar Air............................................................................78
Lampiran 5. Proses Ekstraksi...................................................................................79
Lampiran 6. Proses Fraksinasi.................................................................................81
Lampiran 7. Perhitungan Rendemen Simplisia, Ekstrak, dan Fraksi.......................83
Lampiran 8. Hasil Spektra GC-MS Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba..........85
Lampiran 9. Perhitungan konsentrasi ABTS 5,52 mM............................................91
Lampiran 10. Perhitungan Seri Konsentrasi Standar Asam Askorbat.......................92
Lampiran 11. Perhitungan Seri Konsentrasi Larutan Fraksi Etil Asetat Daun Merah
Kastuba................................................................................................94
Lampiran 12. Penentuan Aktivitas Peredaman Radikal Bebas ABTS......................96
Lampiran 13. Data Statistik Pengujian Aktivitas Peredaman Radikal Bebas ABTS
dengan SPSS Ver 25..........................................................................104

xiii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Radikal bebas adalah sebuah atom, gugus, molekul atau senyawa yang
berdiri sendiri dan mengandung satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan pada orbital terluar. Adanya elektron yang tidak berpasangan
menyebabkan senyawa atau molekul tersebut bersifat reaktif dan tidak stabil
sehingga menyerang elektron dari molekul lain yang berada di sekelilingnya
untuk menstabilkan diri (Halliwell & Gutteridge., 1989). Radikal bebas dapat
berupa Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS).
ROS menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan jumlah
radikal bebas di dalam tubuh melebihi kemampuan tubuh untuk
menetralkannya. Keadaan stres oksidatif ini dapat menyebabkan kerusakan
sel, jaringan atau organ yang dapat memicu terjadinya penyakit-penyakit
degeneratif (Susantiningsih, 2015). Oleh karena itu, diperlukan antioksidan
yang dapat mencegah kerusakan yang diakibatkan ROS ini (Mashithah &
Andrini, 2021).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif sehingga reaksi oksidasi dari senyawa bisa
dihambat (Winarsi, 2007). Antioksidan terdiri dari antioksidan alami dan
antioksidan sintetik. Tubuh memiliki antioksidan alami seperti glutation
peroksidase, katalase, dan superoksida dismutase yang mampu menetralisir
radikal bebas, tetapi dengan bertambahnya usia dan akumulasi ROS
menyebabkan antioksidan alami tubuh tidak dapat melindungi kerusakan sel
yang disebabkan oleh radikal bebas dari luar tubuh (Chen et al., 2012). Selain
antioksidan alami, antioksidan sintetik yang umum digunakan yaitu ters-
buthyl hydroquinone (TBHQ), buthylated hidroksianisol (BHA), buthylated
hydroxytoluene (BHT), dan propil galat (PG). Namun, penggunaan
antioksidan sintetik secara berlebihan dapat memicu penyakit yang bersifat
1
2

karsinogenik (Sayuti & Yenrina, 2015).


Indonesia kaya akan tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan, salah
satunya yaitu daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.). Kastuba
merupakan tanaman hias dengan 3 warna daun yaitu merah tua, merah jambu, dan
putih yang menarik, tanaman ini sering digunakan untuk perayaan natal, serta
dijadikan sebagai tanaman obat (Veronica & Kadek Sinta Dwi Chrismayanti,
2020). Secara tradisional masyarakat desa Timbanuh kecamatan Pringgasela,
Lombok Timur menggunakan daun kastuba sebagai obat luka sesuai dengan hasil
analisis menggunakan metode preference ranking yang menunjukkan kastuba
termasuk jenis tumbuhan dengan peringkat teratas (Ibrahim et al., 2019). Proses
penyembuhan luka berkaitan erat dengan pembentukan ROS di dalam tubuh. Pada
proses penyembuhan luka, diperlukan antioksidan untuk menjaga agar tidak
menimbulkan stress oksidatif yang disebabkan karena pembentukan ROS yang
berlebihan (Arief et al., 2018). Kastuba telah dimanfaatkan sebagai obat patah
tulang, antibakteri, dan obat luka bakar (Yakubu & Mukhtar, 2011).
Ekstrak etanol daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd) memiliki
kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, dan terpenoid serta
memiliki potensi sebagai antioksidan (Sopiah et al., 2019). Berdasarkan penelitian
Sharif et al (2015), ekstrak metanol daun kastuba mengandung metabolit
sekunder seperti terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, serta steroid dan bagian
daun yang berwarna merah mengandung senyawa antosianin. Antosianin
termasuk golongan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai
antioksidan (Kunnaryo & Wikandari, 2021). Senyawa flavonoid memiliki gugus
hidroksil yang terikat pada cincin aromatik sehingga memiliki potensi sebagai
antioksidan dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus hidroksil
untuk menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et al., 2010).
Penelitian Sharif et al, (2015) menyatakan senyawa terpenoid, flavonoid,
saponin, dan steroid terdeteksi dalam fraksi etil asetat ekstrak metanol kastuba
3

yang diidentifikasi dengan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry).


Pada penelitian Sopiah et al, (2019) aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
pada ekstrak etanol 96% daun merah kastuba tergolong kuat dengan nilai IC 50
79,77 ppm serta ekstrak etanol 96% daun kastuba hijau dengan IC 50 118,350 ppm.
Fraksi etil asetat ekstrak etanol daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima
Willd) memiliki aktivitas antioksidan tergolong sangat kuat yakni dengan nilai
IC50 sebesar 13,57 ppm menggunakan metode DPPH (Emilga, 2022). Akan tetapi,
pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH terbatasi karena
hanya dapat dilarutkan dalam pelarut organik sehingga sulit untuk menganalisis
senyawa yang bersifat hidrofilik (Wulansari, 2018), sehingga diperlukan metode
yang dapat menganalisis senyawa antioksidan yang bersifat hidrofilik maupun
lipofilik seperti ABTS (Amin et al., 2021). Penelitian Shalaby & Shanab, (2013)
menyatakan bahwa aktivitas antiradikal menggunakan metode ABTS dari ekstrak
metanol Spirulina platensis menunjukkan aktivitas antiradikal yang lebih tinggi
dibandingkan DPPH. Radikal ABTS dapat bereaksi cepat dengan antioksidan,
serta memiliki fleksibilitas ekstra sehingga dapat digunakan pada rentang pH
yang luas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penentuan aktivitas
peredaman radikal bebas ABTS oleh fraksi etil asetat daun merah kastuba
(Euphorbia pulcherrima Willd.) serta identifikasi kandungan metabolit sekunder
fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.).
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah aktivitas peredaman radikal bebas ABTS oleh fraksi etil asetat
daun merah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)?
b. Bagaimanakah kandungan metabolit sekunder fraksi etil asetat daun merah
Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)?
4

1.3 Tujuan Penelitian


a. Mengetahui aktivitas peredaman radikal bebas ABTS oleh fraksi etil asetat
daun merah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.).
b. Mengetahui kandungan metabolit sekunder fraksi etil asetat daun merah
Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.).
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna terkait
dengan sumber antioksidan dari tanaman sebagai alternatif untuk mencegah
penyakit yang disebabkan karena radikal bebas serta sebagai referensi bagi
penelitian sejenis tentang pemanfaatan daun merah kastuba sebagai sumber
antioksidan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Tanaman Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
1.1.1 Taksonomi Tanaman Kastuba
Di Indonesia, tanaman Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
telah lama dikenal sebagai tanaman liar, tanaman obat, dan tanaman hias.

(a) (b)
Gambar 2.1 Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) di Desa
Sembalun Lawang, Lombok Timur, Indonesia (a)
Herba Kastuba, (b) Daun Merah Kastuba
(Dokumentasi pribadi, 2023)
Menurut Lingga (2006), urutan taksonomi Kastuba sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheobionta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Dikotiledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : Euphorbia pulcherrima Willd. Et Klotzs
5
6

1.1.2 Morfologi Tanaman Kastuba


Tanaman kastuba merupakan habitus perdu dengan tinggi mencapai 3
meter serta membentuk tajuk dengan diameter sekitar 2 meter. Kastuba
berdaun tunggal dengan tangkai yang terdiri dari 2-4 lekukan. Susunan tulang
daun kastuba menyirip dengan ujung dan pangkal daun berbentuk lancip
(Lingga, 2006). Kastuba terdiri dari daun pelindung dan daun sejati. Daun
pelindung menunjukkan warna merah disebut dengan nama bract (Ecke et al,
2004), adapun daun sejati yang berwarna hijau (Ibrahim et al., 2019). Daun
Kastuba terdiri dari daun tunggal dan tersebar dengan bentuk bulat telur
(ovatus) hingga lonjong (oblongus). Panjang rata-rata daun kastuba yakni 7-
15 cm dan lebar rata-rata daun kastuba sekitar 2,5-6 cm (Ibrahim et al., 2019).
1.1.3 Nama Daerah, Habitat, dan Persebaran Tanaman Kastuba
Tanaman kastuba dengan nama Latin Euphorbia pulcherrima Willd.
Et. Klotzsch (sinonim Poinsettia pulcherrima R. Grah.) disebut juga dengan
nama poinsettia. Beberapa daerah tanaman ini dikenal dengan nama ki geulis
(Sunda), kedapa (Bali), godong racun (Jawa), serta denok dan bengala
(Sumatera). Orang Eropa dan Amerika mengenal poinsettia sebagai Christmas
tree, sedangkan di cina dikenal dengan nama ye xiang hua (Lingga, 2006).
Habitat asli kastuba yakni berasal dari Meksiko yang merupakan daerah
beriklim tropis sedang dengan kelembapan udara sedang dan temperatur
harian tidak terlalu panas.
1.1.4 Kandungan Tanaman Kastuba
Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) mengandung senyawa
metabolit sekunder antara lain terpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, serta
steroid dan bagian daun yang berwarna merah dari kastuba mengandung
senyawa antosianin (Sharif et al., 2015). Ekstrak etanol daun kastuba baik
daun yang berwarna merah maupun daun yang berwarna hijau mengandung
senyawa antara lain flavonoid, tanin, dan terpenoid. Daun kastuba yang
7

berwarna merah memiliki kandungan flavonoid dan tanin lebih tinggi dari
pada daun yang berwarna hijau, sedangkan kandungan terpenoid baik pada
daun yang berwarna merah maupun daun hijau sama (Sopiah et al., 2019).
Senyawa antosianin ditemukan pada daun merah kastuba. Antosianin
termasuk golongan senyawa flavonoid dan merupakan pigmen alami yang
larut dalam air dan dapat memberikan warna merah, ungu, dan biru pada
tanaman (Salisbury et al., 1995). Daun kastuba merah paling umum
ditemukan senyawa antosianin tipe sianidin (dua gugus hidroksi dalam cincin-
B), adapun antosianin tipe pelargonidin (satu gugus hidroksi dalam cincin-B)
ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit, tipe delfinidin (tiga gugus
hidroksi pada cincin-B) juga ditemukan dalam kastuba (Slatnar et al., 2013).
Kastuba merupakan tanaman hias yang mengandung resin, pigmen, flavonoid,
pati, glukosa, minyak atsiri, dan asam galat (Gonzalez et al., 2020).
1.1.5 Manfaat Tanaman Kastuba
Selain sebagai tanaman hias, sejak dahulu bangsa Meksiko
menggunakan tanaman kastuba sebagai ramuan obat tradisional untuk
mengobati sakit perut (Lingga, 2006). Daun kastuba juga digunakan sebagai
obat luka (Duke, 1983; Ibrahim et al., 2019; Lingga, 2006; Sopiah et al.,
2019b), obat sakit gigi, dan digunakan sebagai sayuran oleh masyarakat desa
Timbanuh, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur (Sopiah et al.,
2019b). Kastuba secara tradisional dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
obat disentri, infeksi kulit, patah tulang, bengkak, dan luka bakar. Bagian
daun kastuba digunakan sebagai tonikum (Duke, 1983). Daun merah dan daun
hijau kastuba berpotensi sebagai antioksidan karena mengandung senyawa
flavonoid (Sopiah et al., 2019).
8

1.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan senyawa dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan
kandungan senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang
tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair (Tambun et al., 2016).
Senyawa aktif yang dikandung simplisia penting untuk diketahui untuk
mempermudah dalam pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen
POM, 2000).
Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :
2.3.1 Ekstraksi Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada
temperatur ruangan (suhu kamar). Secara teknologi, maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada kondisi keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan secara kontinu (terus-menerus). Remaserasi adalah
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000). Kerugian
utama dari metode maserasi yaitu membutuhkan waktu yang lama
dalam proses ekstraksi, pelarut yang digunakan cukup banyak,
serta beberapa senyawa mungkin saja akan sulit diekstraksi pada
suhu kamar. Namun disisi lain, kelebihan maserasi yaitu
metodenya mudah, alat yang diperlukan sederhana, serta metode
maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang
bersifat termolabil (Mukhriani, 2014).
9

b. Perkolasi
Perkolasi merupakan cara ekstraksi dingin dengan pergantian
pelarut baru secara terus menerus sehingga tidak terjadi kejenuhan
pelarut menyebabkan proses penyarian senyawa menjadi lebih
sempurna (Safitri et al., 2018). Proses perkolasi terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan
(Depkes RI, 2000). Kelebihan dari metode perkolasi yakni sampel
senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Kerugiannya yaitu jika sampel
dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit
menjangkau seluruh area dari sampel dan metode ini
membutuhkan pelarut serta memakan banyak waktu (Mukhriani,
2014).
c. Sonikasi
Sonikasi merupakan metode maserasi yang dimodifikasi
menggunakan bantuan ultrasound (Sinyal dengan frekuensi tinggi
yaitu 20 Hz). Wadah yang berisi serbuk sampel diletakkan pada
wadah ultrasonik dan ultrasound untuk memberikan tekanan
mekanik pada sel sehingga menghasilkan rongga pada sampel.
Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa
dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi (Mukhriani, 2014).
Metode sonikasi mampu mengekstraksi senyawa bioaktif dalam
sampel dengan waktu yang relatif singkat, dapat memberikan
kemampuan ekstraksi yang efisien pada suhu lebih rendah
(Qodriah et al, 2021). Kekurangan metode sonikasi yaitu
menghasilkan suara bising pada saat digunakan (Bhuyan et al.,
2016).
10

2.3.2 Ekstraksi Cara Panas


a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan jumlah pelarut yang terbatas
dan relatif konstan dengan adanya pendinginan, serta
menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI,
2000). Kerugian dari metode refluks yakni senyawa yang bersifat
termolabil dapat terdegradasi. Kelebihan metode refluks yaitu
waktunya lebih singkat, pelarut yang digunakan lebih sedikit
sehingga efektif dan efisien, serta dan senyawa dalam sampel
secara lebih efektif dapat ditarik oleh pelarut (Muslich et al.,
2020).
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan alat khusus dan pelarut
yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI,
2000). Keuntungan metode soxhlet yaitu proses ekstraksi yang
kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi.
Kerugian metode soxhlet yaitu dapat merusak senyawa yang
bersifat termolabil karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus
berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (maserasi dengan pengadukan
kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar,
biasanya dilakukan pada temperatur 40-50°C (Depkes RI, 2000).
Kelebihan metode digesti yaitu aman dilakukan untuk
11

mengekstraksi senyawa yang tidak tahan pemanasan suhu tinggi


dan mudah teroksidasi (Siregar et al., 2015).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit)
(Depkes RI, 2000). Keuntungan metode infus yaitu alat yang
digunakan sederhana sehingga biaya yang diperlukan relatif
rendah, sedangkan kekurangan metode infus yaitu menghasilkan
ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar kuman dan kupang
(Ansel, 2005).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dengan suhu ≥
30°C dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
Kelebihan metode dekok yaitu peralatan sederhana, mudah
dipakai, biaya murah, serta dapat menyari simplisia dengan pelarut
air dengan waktu yang singkat, sedangkan kekurangan metode
dekok yakni ekstrak yang dihasilkan tidak stabil dan mudah
tercemar oleh bakteri dan kapang (Ansel, 2005).
1.3 Fraksinasi
Fraksinasi dilakukan setelah proses ekstraksi untuk menganalisis atau
mengisolasi senyawa fitokimia lebih lanjut. Fraksinasi adalah proses pemisahan
ekstrak tumbuhan menjadi berbagai fraksi dengan menggunakan beberapa pelarut
dengan tingkat kepolaran yang berbeda (A. R. Abubakar & Haque, 2020). Salah
satu metode yang digunakan untuk fraksinasi adalah fraksinasi dengan metode
ekstraksi cair-cair (liquid-liquid extraction) menggunakan corong pisah.
Fraksinasi metode cair-cair ini dilakukan menggunakan pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda dan tidak saling bercampur (Imrawati et al., 2017). Suatu
12

larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan pelarut kedua (biasanya
organik) yang tidak dapat bercampur sehingga menimbulkan perpindahan satu
atau lebih zat terlarut ke dalam pelarut kedua. Pemisahan dilakukan dengan
mengocok corong pisah dalam waktu beberapa menit. Pemisahan yang dilakukan
bersifat sederhana, bersih, cepat, dan mudah (Basset et al., 1994). Contoh pelarut
yang memiliki kelarutan yang berbeda yaitu n-heksana (nonpolar), etil asetat
(semi polar), dan etanol (polar) (Basir et al., 2017).
Penelitian Asra et al, (2019) menunjukkan adanya peningkatan aktivitas
antioksidan daun kapulaga Elettaria cardamomum (L.) Maton setelah fraksinasi,
dimana fraksi etil asetat memiliki nilai IC50 yang lebih tinggi dibandingkan
ekstrak kasar etanol. Prinsip fraksinasi yaitu like dissolve like yang menunjukkan
bahwa suatu senyawa akan terlarut dalam pelarut yang mempunyai kepolaran
yang sama. Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan sebaliknya
(Sumartini et al., 2021). Fraksinasi menggunakan beberapa pelarut dengan tingkat
kepolaran yang berbeda, urutan penggunaan pelarut dari pelarut dengan kepolaran
rendah sampai paling polar atau diawali dengan pelarut non polar kemudian
pelarut semi polar dan terakhir pelarut polar (Abubakar & Haque, 2020).
1.4 Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder merupakan senyawa aktif yang tidak berperan langsung
dalam pertumbuhan, integrasi metabolisme, dan perkembangan tumbuhan.
Tanaman menghasilkan berbagai jenis metabolit sekunder yang berkhasiat dalam
pengobatan dan dalam aspek farmakologi. Berikut beberapa metabolit sekunder
yang berperan sebagai antioksidan.
1.4.1 Fenolik
Senyawa fenolik merupakan kelompok senyawa terbesar yang
berperan sebagai antioksidan alami pada tumbuhan. Senyawa fenolik
merupakan metabolit sekunder bioaktif yang terdistribusi secara luas pada
tanaman terutama disintesis oleh asam sikimat, pentose fosfat, dan jalur
13

fenilpropanoid. Secara struktural, senyawa fenolik terdiri dari cincin


aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil serta dapat bervariasi dari
molekul sederhana hingga polimer kompleks (Haminiuk et al., 2012;
Singh et al., 2015). Senyawa fenolik terdiri dari sub kelompok yakni asam
fenolat, flavonoid, tannin, dan stilben berdasarkan jumlah gugus fenolik
hidroksil yang melekat serta elemen struktural yang menghubungkan
cincin benzena (Singh et al., 2016). Senyawa fenolik memiliki beberapa
manfaat antara lain sebagai antioksidan, antikarsinogenik, antimikroba,
dan sebagainya (Balasundram et al., 2006).
Senyawa fenolik memiliki gugus hidroksil yang terikat pada cincin
aromatis sehingga mudah teroksidasi dengan menyumbangkan atom
hidrogen pada radikal bebas. Senyawa fenolik sebagai antioksidan karena
dengan adanya struktur kimia seperti derajat glikosilasi dan jumlah serta
posisi gugus hidroksi yang terikat dengan gugus fungsional karboksil
dapat mengikat radikal bebas serta mengkelat logam, senyawa fenolik
memiliki kemampuan untuk menyumbangkan atom hidrogen atau elektron
ke radikal bebas sehingga menjadi stabil (Aguilera et al., 2011). Senyawa
fenol memiliki mekanisme penangkapan radikal bebas oleh gugus –OH
pada strukturnya. Berdasarkan mekanisme tersebut maka senyawa fenol
bekerja dengan mekanisme kerja antioksidan sekunder (Kusumawati et
al., 2013). Senyawa fenol tersedia dalam keadaan bebas maupun terikat
gula, asam, atau biomolekul lain menjadi senyawa larut air (asam fenolik,
flavonoid, dan quinon) atau senyawa tidak larut air (tanin terkondensasi)
(Skrovankova et al., 2015).
1.4.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman dan termasuk dalam kelompok besar polifenol.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa polifenol yang memiliki 15 atom
14

karbon yang tersusun dengan konfigurasi C6-C3-C6, artinya kerangka


karbonnya terdiri dari 2 gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi)
disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (T. yang Wang et al., 2018).
Flavonoid terdapat pada semua bagian tanaman termasuk daun, akar,
kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah, dan biji. Flavonoid memiliki
kemampuan sebagai penangkap radikal bebas dan menghambat oksidasi
lipid (Banjarnahor & Artanti, 2014; Treml & Šmejkal, 2016). Flavonoid
memiliki berbagai efek bioaktif antara lain sebagai antivirus dan
antiinflamasi (Q. Wang et al., 2016), kardioprotektif, antidiabetes, dan
antikanker (Marzouk, 2016), anti-penuaan dan antioksidan (Vanessa et al.,
2014). Struktur flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 2 Struktur Dasar Flavonoid (Wang et al., 2018)


Flavonoid mampu menangkap radikal bebas secara langsung melalui
sumbangan atom hidrogen (Arifin & Ibrahim, 2018). Flavonoid erat
kaitannya dengan antioksidan karena memiliki kemampuan untuk
memecah radikal bebas. Mekanisme pencegahan radikal bebas oleh
flavonoid dibagi menjadi 3 yakni memperlambat pembentukan Reactive
Oxygen Species (ROS), memecah ROS dan meregulasi atau proteksi
dengan antioksidan (Halliwell & Gutteridge., 1989). Gugus hidroksil dari
flavonoid diduga paling berperan dalam proses pemecahan radikal bebas
karena dapat melakukan proses donor hidrogen (Sangeetha et al., 2016).
Flavonoid merupakan senyawa jenis intermediet antioksidan yang
berperan sebagai antioksidan hidrofilik dan lipofilik (Middleton et al.,
2000).
15

1.4.3 Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang diklasifikasikan sebagai
senyawa polifenol (Ghamba et al., 2014). Tanin secara alami dapat larut
dalam air serta dapat memberikan warna yang bervariasi dari terang
sampai merah tua atau cokelat, karena setiap turunan tanin memiliki warna
yang berbeda, tergantung sumbernya (Ahadi et al., 2015). Tanin
merupakan senyawa metabolit dengan berat molekul 500-3000 yang
mengandung sejumlah besar gugus hidroksi fenolik (Fahey & Berger,
1998). Tanin dibagi menjadi 2 kelompok yakni tanin yang mudah
terhidrolisis dan tanin terkondensasi (Patra & Saxena, 2010). Tanin
tersusun atas senyawa fenolik yang sukar mengkristal dan sukar
dipisahkan (Malangngi et al., 2012). Struktur tanin terdiri atas cincin
benzena (C6) yang berikatan dengan gugus hidroksi (-OH) (Noer et al.,
2018).
1.4.4 Terpenoid
Terpenoid adalah senyawa metabolit sekunder non-fenolik yang
banyak ditemukan dalam bentuk yang bervariasi seperti diterpen dan
triterpen glikosida (saponin) (Jafar et al., 2020). Terpenoid merupakan
senyawa aktif yang termasuk dalam jenis antioksidan lipofilik (Setzer,
2008). Mekanisme antioksidan dari triterpenoid yakni dengan cara
menangkap atau scavenging spesies reaktif, misalnya superoksida, dan
mengkelat logam (Fe2+ dan Cu2+) (Topcua et al., 2007). Triterpenoid dapat
menghambat peroksidasi lipid pada tahap inisiasi dengan menghambat
radikal peroksil serta di tahap akhir dengan menghambat produk sekunder
misalnya malondialdehid (Nugraheni et al., 2011).
1.5 Metode Deteksi Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder dapat dideteksi secara kualitatif maupun kuantitatif.
Beberapa metode yang dapat dilakukan sebagai berikut :
16

1.1.1 Skrining Fitokimia (Metode Tabung)


Skrining fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada sampel dengan
melihat perubahan warna yang terjadi setelah diberikan atau ditetesi
pereaksi. Skrining fitokimia merupakan suatu cara sederhana untuk
mendeteksi keberadaan golongan senyawa kimia pada sampel (Jafar et al.,
2020). Skrining fitokimia dilakukan dengan menggunakan reagen
pendeteksi golongan senyawa seperti alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,
terpenoid, dan lain-lain (Putri et al., 2013). Perubahan yang terjadi pada
ekstrak akan menentukan kandungan senyawa yang terkandung pada
ekstrak tersebut (Purwati et al., 2017). Metode tabung ini banyak
digunakan karena relatif mudah dan cepat namun tidak bisa mendeteksi
konsentrasi senyawa yang terkandung dalam campuran (Hani & Tiana,
2016).
1.1.2 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis dapat digolongkan menjadi metode kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-
Vis dilakukan untuk mengetahui kadar suatu senyawa di dalam ekstrak
(Aminah et al., 2017). Sinar ultraviolet berada pada rentang panjang
gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang
gelombang 400-800 nm. Prinsip dari spektrofotometri UV-vis yaitu ketika
suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan
menyebabkan elektron pada kulit terluar atom akan mengalami eksitasi
dari energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Sistem yang
bertanggung jawab terhadap absorpsi cahaya disebut dengan kromofor.
Kromofor merupakan gugus tak jenuh (Pada ikatan kovalen) yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya absorbsi elektronik (misalnya
C=C, C=O, dan NO2) (Dachriyanus, 2004).
17

Pada penelitian Nurlaila dan Tukiran, (2017), pada isolasi ekstrak


kloroform kulit batang tumbuhan salam dengan identifikasi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis menunjukkan adanya serapan pada 217 nm yang
merupakan gugus kromofor (C=C) dan pada 270 nm yang menunjukkan
adanya ikatan rangkap C=O. Kelebihan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis yaitu dapat digunakan untuk analisis banyak zat
organik dan anorganik, selektif, mempunyai ketelitian yang tinggi dengan
kesalahan relatif sebesar 1%-3%, analisis dapat dilakukan dengan tepat
dan cepat, metode spektrofotometri juga dapat memberikan cara sederhana
untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil, hasil yang diperoleh
cukup akurat, angka yang terbaca langsung dicatat oleh detektor dan
tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah
diregresikan (Yahya, 2013).
1.1.3 GC-MS (Gass Chromatography-Mass Spectrometry)
GC-MS merupakan kombinasi dua instrumen yaitu Gas
Chromatography dan Mass Spectrometry. Prinsip dari GC-MS yaitu
pemisahan komponen-komponen dalam campuran dengan kromatografi
gas dan tiap komponen dapat dibuat spektrum massa. Hasil pemisahan
dengan kromatografi gas dihasilkan kromatogram sedangkan hasil
pemeriksaan spektrometri massa dari masing-masing senyawa disebut
spektrum massa (Nurhaen et al., 2016). Kromatografi gas digunakan untuk
mencari senyawa yang mudah menguap pada kondisi vakum tinggi dan
tekanan rendah jika dipanaskan, sedangkan spektrometri massa digunakan
untuk menentukan bobot molekul, rumus molekul dari suatu senyawa.
Identifikasi menggunakan GC-MS menunjukkan daftar senyawa fitokimia
berdasarkan waktu retensi dan berat molekul tiap senyawa dalam bentuk
kromatogram dan spektrum massa (Simanjuntak et al., 2021).
18

Derivatisasi adalah proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa


menjadi senyawa lain yang memiliki sifat-sifat yang sesuai untuk
dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Teknik derivatisasi
digunakan apabila senyawa yang ingin dianalisis cenderung sulit menguap
dan tidak stabil pada suhu tinggi (Darmapatni et al., 2016). Derivatisasi
dilakukan karena terdapat senyawa-senyawa dengan berat molekul besar
yang biasanya tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik
intermolekul antara gugus-gugus polar atau yang mengandung hidrogen
seperti -SH, -OH, -NH, dan –COOH. Jika gugus-gugus polar ini ditutup
dengan cara derivatisasi maka akan mampu meningkatkan volatilitas dari
senyawa. Beberapa senyawa volatil mudah mengalami dekomposisi
karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan
stabilitas dari senyawa (Gandjar & Rohman, 2007).
Kromatografi gas merupakan salah satu teknik pemisahan senyawa
berdasarkan perbedaan distribusi pergerakan yang terjadi diantara fase
gerak dan fase diam untuk pemisahan senyawa yang ada pada suatu
campuran. Senyawa gas yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati
kolom partisi yang merupakan fase diam (Faricha et al., 2014). Suhu oven
dijaga atau diprogram agar meningkat secara bertahap. Ketika analit
berada pada kolom, akan terjadi proses pemisahan antar komponen.
Pemisahan ini akan bergantung pada lamanya waktu relatif yang
dibutuhkan oleh komponen-komponen tersebut untuk melewati fase diam
(Darmapatni et al., 2016). Senyawa yang memiliki kepolaran yang sama
dengan fase diam akan cenderung bergerak lebih lambat dibandingkan
senyawa yang memiliki kepolaran yang berbeda dengan fase diam
(Faricha et al., 2014). Kromatografi gas mampu memisahkan senyawa
dengan konsentrasi paling rendah sehingga metabolit sekunder dalam
tanaman dapat teridentifikasi dengan hasil berupa kromatogram kemudian
19

dilanjutkan dengan spektrometri massa yang menghasilkan spektrum


massa (Al-Rubaye et al., 2017).
Prinsip MS yaitu pengionan senyawa-senyawa kimia untuk
menghasilkan fragmen molekul atau molekul bermuatan dan mengukur
rasio massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi akibat penembakan
elektron berenergi tinggi akan menghasilkan ion dengan muatan positif.
Ion positif akan diarahkan menuju medan magnet. Medan magnet akan
membelokkan ion untuk penentuan bobot molekul semua fragmen yang
dihasilkan. Detektor akan menghasilkan rasio massa/muatan (m/z).
Terdapat 4 proses dalam spektrometri massa yakni proses ionisasi,
percepatan, pembelokan, dan pendeteksian (Darmapatni et al., 2016).
Keunggulan menggunakan metode GC-MS yakni metode GC-MS
memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga dapat memisahkan senyawa
yang saling bercampur, mampu menganalisis berbagai senyawa dalam
kadar atau konsentrasi yang rendah (Gandjar & Rohman, 2007).
1.6 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sebuah atom, gugus, molekul atau senyawa yang berdiri
sendiri dan mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada
orbital terluar. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa
atau molekul tersebut bersifat reaktif dan tidak stabil sehingga menyerang
elektron dari molekul lain yang berada di sekelilingnya untuk menstabilkan diri
(Halliwell & Gutteridge., 1989). Pada tubuh manusia, radikal bebas bersifat
sangat reaktif dan akan berinteraksi dengan bagian tubuh ataupun sel-sel tertentu
yang tersusun atas lemak, protein, DNA, dan RNA sehingga dapat memicu
terjadinya berbagai macam penyakit seperti diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskular, proses penuaan dini, dan kanker (Phaniendra et al., 2015).
Radikal bebas terdiri dari dua sumber yaitu radikal bebas endogenus dan
radikal bebas eksogenus. Sumber radikal endogenus dapat melewati autoksidasi,
20

oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transport elektron di mitokondria,


oksidasi ion-ion logam transisi. Sumber radikal bebas eksogenus yakni berasal
dari luar sistem tubuh diantaranya sinar ultraviolet (UV), radiasi, asap rokok,
senyawa hasil pemanggangan, dan zat pewarna (Yuslianti, 2017). Jenis-jenis
senyawa radikal bebas yaitu: (1) Reactive Oxygen Species (ROS) terdiri dari
superoksida anion (O2), hidroksil (OH), alkoksil (RO), peroksil (RO 2), serta
senyawa bukan radikal yang berfungsi sebagai pengoksidasi atau senyawa yang
mudah mengalami perubahan senyawa radikal seperti hidrogen peroksida (H 2O2),
Ozon (O3), dan HOCl. (2) Reactive Nitrogen Species (RNS) terdiri dari radikal
bebas nitrooksida (NO2), peroksinitrit (ONOO), serta senyawa bukan radikal
seperti HNO2 dan N2O4. Keberadaan radikal bebas dalam tubuh merupakan suatu
hal yang fisiologis, karena tubuh akan mengimbangi dengan antioksidan endogen
(Halliwell & Gutteridge., 1989).
Pembentukan radikal bebas berlangsung terus-menerus di dalam tubuh
melalui metabolisme sel, peradangan, nutrisi maupun radiasi sinar-γ, sinar x, UV,
bahan kimia dari makanan, obat-obatan dan polusi lingkungan. Pembentukan
reaksi berantai radikal bebas melalui tiga tahapan reaksi yakni inisiasi, propagasi,
dan terminasi. Tahap inisiasi adalah peristiwa pembelahan homolitik, tahapan ini
terbentuk karena pengaruh beberapa hal seperti suhu tinggi, UV, ataupun katalis
mengandung logam. Pada tahapan propagasi merupakan bagian rantai dari reaksi
berantai, ketika radikal bebas reaktif dihasilkan maka akan memicu untuk
bereaksi dengan molekul stabil sehingga terbentuk radikal bebas baru. Tahapan
terminasi yaitu reaksi radikal akan terhenti jika dua radikal saling bereaksi dan
menghasilkan suatu spesies non radikal (Labola & Puspita, 2017).
1.7 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif sehingga reaksi oksidasi dari senyawa bisa dihambat
(Winarsi, 2007). Antioksidan terdiri dari antioksidan alami dan antioksidan
21

sintetis. Antioksidan sintetik yang biasa digunakan antara lain ters-buthyl


hydroquinone (TBHQ), buthylated hidroksianisol (BHA), buthylated
hydroxytoluene (BHT), dan propil galat (PG). Berdasarkan kelarutannya,
antioksidan terdiri dari antioksidan yang larut minyak dan antioksidan yang larut
dalam air.
Berdasarkan mekanisme pertahanannya, antioksidan dibedakan menjadi 3
yaitu antioksidan primer atau scavenger antioxidant dengan mekanisme
menetralisir radikal bebas dengan mendonasikan satu elektron kepada molekul
yang reaktif, contohnya yaitu vitamin E (tokoferol), vitamin C, flavonoid, asam
urat, dan bilirubin. Antioksidan sekunder atau preventive antioxidant bekerja
dengan cara mengikat logam atau menyingkirkan logam transisi yang dapat
memicu ROS, contohnya yaitu transferin, laktoferin, seruloplasmin, dan albumin.
Mekanisme pertahanan antioksidan tersier yaitu dilakukan untuk mencegah
penumpukan biomolekul yang telah rusak agar tidak menimbulkan kerusakan
lebih lanjut, contohnya yaitu enzim metionin sulfaoksida reduktase yang akan
memperbaiki DNA yang rusak, enzim proteolitik akan memproses protein yang
teroksidasi, lipase, peroksidase akan memproses lipid teroksidasi (Ardhie, 2011).
1.8 Larutan Pembanding
Larutan pembanding yang umum digunakan dalam pengujian aktivitas
antioksidan sebagai berikut :
1.4.1 Kuersetin
Kuersetin adalah senyawa flavonoid yang banyak ditemukan pada
sayur dan buah-buahan. Kuersetin merupakan senyawa kelompok flavonol
terbesar, kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75%
dari flavonoid. Bila vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan 1, maka
kuersetin memiliki aktivitas antioksidan 4,7 (Anggorowati et al., 2016).
Senyawa flavonoid seperti kuersetin diketahui memiliki kemampuan
penangkapan radikal bebas 100 kali lebih baik dibandingkan vitamin C
dan 25 kali lebih baik dibandingkan vitamin E (Shabri & Rohdiana, 2016).
22

Kuersetin bereaksi dengan senyawa radikal dengan cara mendonorkan


protonnya dan menjadi senyawa radikal, akan tetapi elektron tidak
berpasangan yang dihasilkan di delokalisasi oleh resonansi sehingga
senyawa radikal kuersetin memiliki energi yang sangat rendah untuk
menjadi radikal yang reaktif (Anggorowati et al., 2016).
1.4.2 Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang bersifat
sangat larut dalam air dan bentuk non ionik dapat menembus dan
terakumulasi di kulit (Andarina & Djauhari, 2017). Vitamin C dapat
dihasilkan pada hampir semua tumbuhan dan hewan. Pada manusia,
vitamin C tidak dapat dihasilkan karena tidak terdapat enzim L-gulano-λ-
latonoksidase sehingga asam askorbat didapatkan melalui nutrisi untuk
memenuhi kebutuhan (Lin et al., 2003). Selain sebagai antioksidan,
vitamin C memiliki beberapa peranan penting yaitu bekerja pada sintesis
kolagen dan memiliki efek fotoprotektif terhadap sinar UV (Andarina &
Djauhari, 2017). Vitamin C dapat mengaktifkan senyawa antioksidan lain
seperti vitamin E melalui pengaktifan kembali α-tokoferol dari radikal
tokoferol (Lin et al., 2003). Vitamin C bekerja sinergis dengan vitamin E
untuk menstabilkan radikal peroksil lemak (Lin et al., 2003; Pinnell,
2003). Pemakaian vitamin C topikal yang dikombinasi dengan agen lain
dapat meningkatkan efektivitasnya sebagai fotoprotektif (Andarina &
Djauhari, 2017).
1.4.3 Vitamin E
Vitamin E atau α-tokoferol adalah antioksidan fase lipid utama tubuh.
Vitamin E terdiri dari 8 bentuk molekuler, 4 tokoferol, dan 4 tokotrienol.
Vitamin E banyak terdapat dalam sayuran, minyak, kacang, jagung,
kedelai, tepung gandum, margarin, dan daging. Vitamin E dalam bentuk
α-tokoferol merupakan bentuk paling aktif dan banyak digunakan
(Andarina & Djauhari, 2017). Vitamin E memiliki fungsi utama untuk
23

mencegah peroksidasi lipid. Tokoferol dan tokotrienol dapat menstabilkan


ROS. Bila vitamin E teroksidasi makan akan distabilkan oleh asam
askorbat (Lin et al., 2003; Pinnell, 2003).
1.9 Metode Uji Antioksidan

1.4.4 Metode DPPH


DPPH (2,2 difenil-1-pikrihidrazil) merupakan suatu senyawa
radikal yang bersifat stabil. DPPH digunakan untuk mengetahui
aktivitas antioksidan melalui kemampuannya dalam menangkap
radikal bebas. Aktivitas antioksidan diukur berdasarkan transfer
elektron yang dilakukan oleh senyawa antioksidan. DPPH berwarna
ungu pekat akan memberikan serapan pada panjang gelombang 517
nm namun ketika mengalami reduksi oleh senyawa antioksidan maka
DPPH akan berubah menjadi senyawa difenil pikril hidrazin yang
warnanya akan semakin memudar menjadi warna kuning serta nilai
serapannya akan sebanding dengan jumlah elektron yang diterima
(Sunarni et al., 2007).
Kelebihan metode DPPH yaitu metode analisisnya bersifat
sederhana, mudah, dan sensitif terhadap sampel dengan konsentrasi
yang kecil namun pengujian menggunakan DPPH hanya dapat
dilarutkan dalam pelarut organik sehingga agak sulit untuk
menganalisis senyawa yang bersifat hidrofilik (Karadag et al., 2009).
Reaksi DPPH-antioksidan ditunjukkan pada Gambar 2.4 berikut.
24

Gambar 2. 3 Reaksi Radikal DPPH dengan antioksidan (Munteanu &


Apetrei, 2021)
Besarnya aktivitas antioksidan digunakan parameter Inhibition
concentration (IC50). Hubungan antara harga IC50 dengan kekuatan
aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 2.1 (Jami’ah et al., 2018).
Tabel 2. 1 Kekuatan antioksidan (Jami’ah et al., 2018).
Nilai IC50 (mg/L) Kekuatan antioksidan
<50 Sangat kuat
50-100 Kuat
100-150 Sedang
150-200 Lemah
>200 Sangat Lemah

1.4.5 Metode ABTS


Metode ABTS (2,2-Azinobis 3-ethyl benzothiazoline 6-sulfonic
acid) merupakan senyawa radikal yang mengandung atom nitrogen.
Prinsip pengujian ABTS adalah penstabilan radikal bebas melalui
donor proton. Aktivitas antioksidan diukur berdasarkan penghilangan
warna ABTS yang semula berwarna biru hijau akan berubah menjadi
tidak berwarna jika tereduksi oleh radikal bebas. Intensitas warna yang
terbentuk kemudian diukur menggunakan spektrofotometri visible
pada panjang gelombang 734 nm. Pengujian metode ABTS didasarkan
pada kemampuan senyawa dalam membentuk kation radikal (ABTS •+).
Kation radikal (ABTS•+) dibuat dengan cara mereaksikan larutan
25

ABTS dengan kalium persulfat. Larutan didiamkan dalam ruang gelap


selama 12-16 jam. Reagen ABTS akan tetap stabil selama 3 hari pada
suhu 25°C.
Keunggulan metode ABTS jika dibandingkan dengan DPPH
yaitu dapat memberikan absorbansi spesifik pada panjang gelombang
visible dan waktu reaksi yang lebih cepat, ABTS dapat dilarutkan
dalam pelarut organik maupun air sehingga bisa mendeteksi senyawa
yang sifatnya lipofilik maupun hidrofilik sehingga akan menghasilkan
pengukuran lebih baik terhadap total aktivitas antioksidan (Karadag et
al., 2009). Menurut Serlahwaty dan Sevian (2016), mengatakan bahwa
metode peredaman radikal bebas ABTS merupakan metode pengujian
untuk mengukur jumlah radikal bebas yang memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi. Reaksi radikal ABTS dengan antioksidan ditunjukkan
pada Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2. 4 Reaksi Radikal ABTS dengan Antioksidan (Munteanu &


Apetrei, 2021)

1.4.6 Metode FRAP


Metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power)
merupakan metode pengujian aktivitas antioksidan yang biasa
digunakan untuk mengetahui kandungan antioksidan total dalam
tanaman berdasarkan kemampuan dari senyawa antioksidan dalam
26

mereduksi ion Fe3+ menjadi ion Fe2+. Sampel ditambahkan larutan


FRAP, kemudian di inkubasi dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 593 nm. Kelebihan metode FRAP yaitu metodenya murah,
reagennya mudah disiapkan, prosedurnya cukup sederhana cepat, serta
tidak menggunakan alat khusus dalam menghitung antioksidan total.
Metode FRAP memiliki reaksi dengan antioksidan yang sangat lambat
seperti gluthathion (Noer et a.l, 2020).
Metode FRAP dapat menentukan kandungan antioksidan total
dari suatu bahan berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan untuk
mereduksi ion Fe3+. Pada metode FRAP atau reduksi besi (III) menjadi
besi (II) ini terjadi pengurangan ion ferri (Fe 3+) dari kalium ferrisianida
menjadi ion ferro (Fe2+) (floegel et al, 2011). Kompleks Fe3+ yang
tidak berwarna direduksi menjadi kompleks Fe 2+ berwarna biru (Erel,
2004). Ion Fe2+ dapat dimonitor dengan pengukuran warna Pers’s
Prussian Blue pada panjang gelombang 700 nm. Pembentukan warna
biru akan menaikkan warna absorbansi sampel. Uji FRAP biasanya
dilakukan untuk penentuan status antioksidan total dalam sampel
(Rahim et al., 2017).
27

1.10 Kerangka Konseptual Penelitian

Radikal bebas menyebabkan Daun merah kastuba (Euphorbia


kerusakan sel, jaringan, atau organ pulcherrima Willd.) digunakan
yang dapat memicu terjadinya masyarakat sebagai obat luka,
penyakit degeratif antibakteri, dan obat infeksi kulit

Penggunaan antioksidan sintetik Daun merah kastuba (Euphorbia


secara berlebihan dapat pulcherrima Willd.) mengandung
menyebabkan penyakit yang metabolit sekunder berupa senyawa
bersifat karsinogenik sehingga flavonoid, tanin, dan terpenoid yang
dibutuhkan alternatif antioksidan memiliki aktivitas antioksidan
alami (Sayuti & Yenrina, 2015)

Daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) dengan kandungan


metabolit sekundernya berpotensi sebagai antioksidan

Uji aktivitas peredaman radikal Identifikasi metabolit sekunder


bebas ABTS oleh fraksi etil asetat fraksi etil asetat daun merah
daun merah kastuba (Euphorbia kastuba dengan GC-MS
pulcherrima Willd.)

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Gambar 2. 5 Kerangka Konsep Penelitian


28

1.11 Hipotesis
a. Fraksi etil asetat daun merah kastuba mampu meredam radikal bebas
ABTS
b. Fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
mengandung senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai
antioksidan.
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Daun merah kastuba diperoleh dari desa Sembalun, kabupaten Lombok
Timur, Nusa Tenggara Barat. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini
antara lain aquades, 2,2-Azinobis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid (ABTS)
(Sigma Aldrich, UK), kalium persulfat (K 2S2O8) (Merck, UK), etanol 96% teknis
(Brataco Chemika, Indonesia), etil asetat (Shagufta Laboratory, Indonesia), asam
askorbat, etanol p.a (Merck, German).
3.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas
(IWAKI CTE33, Indonesia), blender (Miyako, Indonesia), moisture content
analyzer (Labnet, USA), GC-MS (Gass Chromatography-Mass Spectrometry)
(Shimadzu QP2010 ULTRA, Eropa), peralatan maserasi, rotary evaporator
(Heidolph, UK), waterbath (Labnet, USA), Spektrofotometri UV-Vis (Analytik
Jena Specord 200 Plus, Germany), cawan porselen, corong pisah (IWAKI CTE33,
Indonesia), statif dan klem, kuvet, timbangan analitik (Kern, German dan Ohaus,
Indonesia), stopwatch, vortex (Labnet, UK), kertas saring, aluminium foil, pipet
tetes, mikropipet (Rainin, USA), blue tip, yellow tip, rubber bulb, gunting, dan
vial.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi fraksi etil asetat daun
merah kastuba.
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah persen inhibisi radikal ABTS

29
30

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Agustus 2023 di
Laboratorium Penelitian Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas
Mataram serta Laboratorium Analisis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Mataram.
3.5 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental dengan rancangan
penelitian post-test only with control group design. Penelitian dilakukan dengan
mengukur variabel yang diteliti setelah diberi perlakuan kemudian dibandingkan
dengan grup kontrol. Penelitian ini terdapat replikasi uji antioksidan pada fraksi
etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.). Rancangan uji
aktivitas antioksidan daun merah kastuba menggunakan metode ABTS seperti
pada Gambar 3.1 berikut.

Kontrol : Larutan Radikal ABTS +


Etanol p.a

Larutan : Asam askorbat + Larutan


Standar Radikal ABTS + Etanol p.a

Blanko : Etanol p.a

Pembacaan
si
uba
Ink

Absorbansi
Kontrol : Larutan Radikal ABTS +
Etanol p.a

Sampel : Fraksi Etil Asetat + Larutan


Uji Radikal ABTS + Etanol p.a

Blanko : Etanol p.a

Gambar 3.1 Bagan Rancangan Uji Antioksidan dengan Metode ABTS


31

3.6 Prosedur Kerja


3.6.1 Pengumpulan Sampel Uji
Daun merah kastuba diperoleh dari Desa Sembalun, Kabupaten
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat ± 2,5 kg dengan kriteria daun yang
akan dipetik yaitu daun yang berwarna merah.
3.6.2 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman daun merah kastuba dilakukan untuk
memastikan identitas tumbuhan uji serta menghindari terjadinya kesalahan
dalam pengambilan tanaman. Determinasi sampel dilakukan di
Laboratorium Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
3.6.3 Pembuatan Simplisia
Tanaman daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
dikumpulkan, sebanyak 2,5 kg daun merah kastuba (Euphorbia
pulcherrima Willd.) disortir terlebih dahulu (sortasi basah), selanjutnya
daun merah kastuba dicuci bersih dan dirajang kecil-kecil, kemudian
dikeringkan dengan cara kering angin. Simplisia kering yang diperoleh
kemudian dilakukan sortasi kering, lalu dihaluskan dengan menggunakan
blender. Daun yang sudah halus diayak menggunakan ayakan nomor mesh
40 lalu di timbang berat serbuknya (Sopiah et al., 2019). Rendemen
simplisia dihitung menggunakan persamaan (3.1) (Luginda et al, 2018).

Rendemen simplisia = x 100%.........(3.1)

3.6.4 Penetapan Kadar Air


Penetapan kadar air ditentukan dengan alat Moisture Content
Analyzer. Simplisia ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian diletakkan ke
dalam cawan aluminium pada alat dengan cara disebar ke seluruh bagian
cawan. Suhu alat diatur menjadi 105°C. Nilai kadar air akan tertera pada
32

alat setelah pengujian selesai dilakukan. Kadar air serbuk simplisia harus
tidak kurang dari 10% (Depkes RI, 1995). Penetapan kadar air dilakukan
sebanyak 3 kali replikasi dengan data berupa rata-rata persen kadar air dan
standar deviasi.
3.6.5 Ekstraksi
Sebanyak 200 gram serbuk simplisia daun merah kastuba dimaserasi
dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2000 mL (1:10) kemudian ditutup dan
didiamkan selama 1x24 jam di tempat yang terlindungi dari cahaya
matahari dengan pengadukan 6 jam pertama setiap 1 jam, kemudian
didiamkan selama 18 jam. Maserat yang diperoleh dikumpulkan kemudian
disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan bagian ampas dan
filtratnya. Filtrat 1 ditampung kemudian ampas hasil penyaringan
dimaserasi ulang sebanyak dua kali dengan 500 mL etanol 96% sehingga
diperoleh filtrat 2 dan 3. Filtrat tersebut digabungkan, kemudian dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 45°C dan dilanjutkan dengan
menggunakan waterbath pada suhu 45°C sampai seluruh pelarut teruapkan
dan didapatkan ekstrak kental (Sopiah et al., 2019). Persen rendemen
ekstrak dihitung menggunakan persamaan (3.3) (Sabathani et al., 2018).

Rendemen ekstrak = x 100%....……………….(3.3)

3.6.6 Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Daun Merah Kastuba


Fraksinasi ekstrak dilakukan dengan partisi cair-cair menggunakan
campuran pelarut yang kepolarannya berbeda-beda, yaitu air dan etil asetat.
Ekstrak kental etanol daun merah kastuba sebanyak 5 gram dilarutkan
dalam 50 mL pelarut air, kemudian larutan dipartisi dengan menambahkan
50 mL pelarut etil asetat ke dalam corong pisah, dikocok kuat, kemudian
didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan dan dipisahkan lapisan yang
terbentuk (Lapisan air di bagian bawah dan lapisan etil asetat di bagian
33

atas). Partisi dilakukan sebanyak 3 kali. Fraksi etil asetat dipekatkan


dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40°C kemudian
dilanjutkan dengan waterbath pada suhu 40°C sampai semua pelarut
teruapkan dan diperoleh fraksi kental kemudian dihitung rendemen fraksi
dengan persamaan (3.4) (Fauzi et al, 2015).

Rendemen fraksi = x 100%...................................(3.4)

Ekstrak kental Dilarutkan dalam Dipartisi dengan


etanol daun 50 mL pelarut air menambahkan 50
merah kastuba mL etil asetat

Diambil lapisan
Dipekatkan Terbentuk 2
atas (Lapisan etil
lapisan
asetat)

Gambar 3. 1 Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba

3.6.7 Identifikasi Metabolit Sekunder


1.1.1.1 GC-MS (Gass Chromatography-Mass Spectrometry)
Fraksi etil asetat daun merah kastuba yang diperoleh dianalisis
menggunakan Gass Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Shimadzu QP2010 ULTRA. Gas pembawa yang digunakan yaitu
gas helium dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Sampel diinjeksikan
ke tempat injeksi dari alat GC-MS dan hasilnya akan dideteksi oleh
detektor. Sampel fraksi etil asetat daun kastuba diinjeksikan ke
dalam alat GC dengan suhu tempat injeksi 260°C, suhu awal kolom
yaitu 40°C ditahan selama 5 menit kemudian dinaikkan 30°C setiap
menit sampai suhu akhirnya menjadi 260°C kemudian ditahan
34

selama 7 menit. Kondisi alat MS meliputi suhu transfer 260°C dan


ion source 200°C, kolom yang digunakan Rtx-5MS, panjang kolom
30 meter, diameter kolom 0,25 mm, dan ketebalan 0,25 mm.
Pemisahan komponen-komponen terjadi didalam kolom
kromatografi gas, pemisahan ini menghasilkan kromatogram
dengan beberapa puncak (peak). Senyawa-senyawa yang telah
dipisahkan oleh GC akan dianalisis lebih lanjut menggunakan MS
dan dihasilkan data berupa spektrum massa. Spektrum massa yang
diperoleh dianalisis dengan membandingkan spektra MS senyawa
target dengan standar yang ada pada referensi alat yaitu
WILEY7.LIB. hingga diperoleh nama dari masing-masing
senyawa.
3.6.8 Pengujian Peredaman Radikal Bebas ABTS
3.6.8.1 Pembuatan Larutan Radikal ABTS
a. Pembuatan Larutan ABTS 5,52 mM
ABTS ditimbang sebanyak 14,2 mg (5,52mM)
kemudian ditambahkan dengan aquadest sampai tanda batas
labu ukur 5 mL (Rosyantari, 2022).
b. Pembuatan Larutan Kalium Persulfat 2,59 mM
Kalium persulfat (K2S2O8) ditimbang sebanyak 3,5 mg
(2,59 mM) kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda
batas labu ukur 5 mL (Rosyantari, 2022).
c. Pembuatan Larutan Radikal ABTS
Larutan ABTS 5,52 mM sebanyak 5 mL ditambahkan
larutan kalium persulfat 2,59 mM 5 mL, diinkubasi dalam
ruang gelap dengan suhu 22-24°C selama 16 jam hingga
dihasilkan warna biru gelap (Rosyantari, 2022).
d. Pengenceran Larutan Radikal ABTS
35

Larutan radikal ABTS sebanyak 1 mL diencerkan


dengan ± 20 mL etanol p.a, kemudian diukur pada panjang
gelombang 734 nm sampai absorbansi yang diperoleh
sebesar 0,700 ± 0,02 (Aktumsek et al., 2013).
e. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ABTS
Larutan radikal ABTS yang sudah diencerkan dipipet
sebanyak 2,7 mL kemudian ditambahkan dengan 0,3 mL
etanol p.a dan dilakukan pengukuran pada panjang
gelombang 600-800 nm sampai diperoleh panjang
gelombang maksimum untuk pengukuran aktivitas
antioksidan (Wicaksono et al., 2021).
3.6.8.2 Pembuatan Larutan Standar Asam Askorbat
a. Pembuatan Larutan Induk 1000 ppm
Sebanyak 10 mg standar asam askorbat dilarutkan
dalam etanol p.a dalam labu ukur 10 mL, hingga diperoleh
larutan induk asam askorbat 1000 ppm (Rosyantari, 2022).
b. Pembuatan Larutan Intermediet 100 ppm
Larutan induk sebanyak 1 mL dimasukkan kedalam
labu ukur 10 mL kemudian diencerkan dengan etanol p.a
hingga tanda batas.
c. Pembuatan Larutan Seri dengan Konsentrasi 2, 6, 10,
14, dan 18 ppm
Pembuatan larutan seri dengan berbagai konsentrasi
dibuat dari larutan intermediet 100 ppm dengan
konsentrasi 2 ppm, 6 ppm, 10 ppm, 14 ppm, dan 18 ppm
dengan larutan yang dipipet sebanyak 100 µl, 300 µl, 500
µl, 700 µl, dan 900 µl dimasukkan kedalam labu ukur 5
mL dan ditambahkan etanol p.a sampai tanda batas.
d. Penentuan Operating Time
36

Larutan baku kerja asam askorbat 2 ppm dipipet


sebanyak 0,3 mL, kemudian ditambahkan dengan 2,7 mL
larutan radikal ABTS yang sudah diencerkan dan diukur
dengan panjang gelombang teoritis 734 nm dengan
interval waktu 1 menit dan dilakukan selama 30 menit
(Sukmawati et al., 2018).
e. Pengukuran Absorbansi dengan menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis
Larutan seri asam askorbat dengan konsentrasi 2 ppm,
6 ppm, 10 ppm, 14 ppm, dan 18 ppm masing-masing
dipipet sebanyak 0,3 mL kemudian ditambahkan 2,7 mL
larutan radikal ABTS. Campuran diinkubasi selama 18
menit, selanjutnya dilakukan pengukuran pada panjang
gelombang 752 nm.
3.6.8.3 Pembuatan Blanko
Blanko yang digunakan adalah etanol p.a.
3.6.8.4 Pembuatan Larutan Kontrol ABTS
Larutan radikal ABTS dipipet sebanyak 2,7 mL dan
ditambahkan dengan etanol p.a sebanyak 0,3 mL.
3.6.8.5 Pembuatan Larutan Uji Sampel
a. Pembuatan Larutan Induk Konsentrasi 1000 ppm
Sampel fraksi etil asetat daun merah kastuba
ditimbang sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan
menggunakan etanol p.a dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 10 mL kemudian ditambahkan etanol p.a sampai
tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi larutan induk
sebesar 1000 ppm.
b. Pembuatan Larutan Intermediet 100 ppm
37

Larutan induk sebanyak 1 mL diencerkan dengan


etanol p.a sampai 10 mL dalam labu ukur, sehingga
diperoleh larutan intermediet 100 ppm (Wicaksono et al.,
2021).
c. Pembuatan Larutan Seri Konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50,
dan 60 ppm
Larutan seri konsentrasi dibuat dengan menggunakan
larutan intermediet 100 ppm, dipipet sebanyak 500 µl,
1000 µl, 1500 µl, 2000 µl, 2500 µl, dan3000 µl kemudian
dimasukkan kedalam labu ukur 5 mL, ditambahkan etanol
p.a sampai tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 10
ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, dan 60 ppm.
d. Pengukuran Absorbansi dengan menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis
Larutan seri konsentrasi masing-masing dipipet
sebanyak 0,3 mL pada konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, dan
60 ppm dimasukkan ke dalam vial kemudian ditambahkan
dengan larutan radikal ABTS sebanyak 2,7 mL,
dihomogenkan. Larutan diinkubasi selama 18 menit dan
dilakukan pengukuran serapan pada panjang gelombang
maksimum 752 nm.
3.6.9 Analisis Data
1. Penentuan %Inhibisi
Hasil data absorbansi yang diperoleh dari fraksi etil asetat daun
merah kastuba digunakan untuk menghitung % inhibisi menggunakan
persamaan (3.5) sebagai berikut (Shalaby & Shanab, 2013).

% Inhibisi = x 100%..............................................................(3.5)
38

Keterangan :
Ac = Absorbansi kontrol (sebelum perlakuan)
As = Absorbansi sampel (setelah penambahan fraksi etil asetat)

2. Perhitungan nilai IC50


Nilai IC50 menggambarkan konsentrasi larutan uji yang dapat
menangkal radikal bebas sebesar 50%. Perhitungan nilai IC 50
menggunakan persamaan regresi linier y = bx + a, dimana y
menunjukkan konsentrasi larutan uji dan y merupakan % inhibisi.
Perhitungan IC50 dapat dituliskan dengan memasukkan nilai y = 50
y = bx + a
50 = bx + a

X= = IC50

Menurut Siddiq et al (2016), tingkat kekuatan antioksidan


dikatakan sangat kuat jika nilai IC50< 50 ppm, kuat (50-100 ppm),
sedang (101-150 ppm), lemah (>150-200 ppm), sangat lemah (>200
ppm).
3. Uji Statistika
Data pengukuran aktivitas peredaman radikal bebas ABTS
dianalisis secara statistika dengan perangkat lunak SPSS. Perhitungan
aktivitas peredaman radikal bebas ABTS dilakukan dan dianalisis
perbedaan antara 2 kelompok data dengan t-test dengan taraf
kepercayaan 95%. Uji t-test untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang bermakna antara aktivitas peredaman radikal bebas
ABTS dari larutan standar asam askorbat dengan larutan uji sampel.
39

Bila hasil t hitung lebih besar dari t-tabel pada α = 0,05 maka terdapat
perbedaan yang bermakna antara aktivitas peredaman radikal bebas
ABTS dari larutan standar asam askorbat dengan larutan uji sampel
(Arista, 2013).

3.7 Alur Penelitian

Pengumpulan sampel daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)

Determinasi tanaman

Pembuatan simplisia daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)

Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut


etanol 96%

Fraksinasi ekstrak daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)


dengan pelarut etil asetat dan air

Fraksi etil asetat

Identifikasi metabolit sekunder Aktivitas peredaman radikal


bebas ABTS

GC-MS Pengukuran absorbansi

Penentuan %inhibisi
40

Nilai IC50

Uji Statistika

Gambar 3. 2 Alur Penelitian


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Sampel dan Hasil Determinasi Tanaman


Daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) diperoleh dari Desa
Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi
Nusa Tenggara Barat pada bulan Mei 2023. Lokasi pengambilan daun merah
kastuba memiliki titik koordinat -8,3565671ºLS, 116,5182606ºBT. Penentuan
titik koordinat penting dilakukan karena perbedaan letak geografis dapat
mempengaruhi kandungan senyawa bioaktif pada suatu tanaman (Supriatna et al.,
2019). Secara morfologi, tanaman kastuba memiliki daun yang berwarna merah
dan hijau, ranting kastuba berwarna hijau tua dan bergetah, bunga kastuba
berwarna kuning, panjang dan lebar rata-rata daun kastuba sekitar 7-15 cm dan
2,5-6 cm (Ibrahim et al., 2019). Morfologi daun merah kastuba yang digunakan
pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 4.1.

40
41

Gambar 4. 1 Daun Merah Kastuba yang diambil di Desa Sembalun


Lawang, Lombok Timur, Indonesia (Euphorbia
pulcherrima Willd.) (Dokumentasi pribadi, 2023).
Determinasi tanaman dilakukan untuk mengetahui keaslian dan kebenaran
identitas tanaman yang diteliti (Agustina et al., 2019). Determinasi tanaman
merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam penelitian yang
menggunakan sampel tanaman. Bagian yang diidentifikasi pada proses
determinasi yaitu berupa pohon (Batang, daun, dan bunga) dari tanaman kastuba.
Determinasi tanaman kastuba dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram. Hasil determinasi
(Lampiran 1.) menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Euphorbia pulcherrima Willd. Ex Klotzsch (Kastuba) Dari family Euphorbiaceae
dengan nomor surat: 04/ UN18.7/LBL/2023.
42

1.5 Hasil Pembuatan Simplisia dan Penetapan Kadar Air


Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun, dan berupa bahan yang telah dikeringkan
(Depkes, 1979). Bagian daun yang digunakan untuk membuat simplisia yaitu
bagian daun kastuba yang berwarna merah. Pembuatan simplisia dimulai dari
pengumpulan sampel, kemudian dilakukan sortasi basah. Tahap sortasi basah
dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya dari
simplisia. Hasil dari tahap sortasi basah adalah daun merah kastuba basah
diperoleh sebanyak 2,5 kg. Setelah sortasi basah, dilakukan tahap pencucian
bertujuan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang masih melekat
(Febriansah, 2017). Daun yang telah dicuci selanjutnya dilakukan tahap
perajangan atau pengecilan ukuran. Perajangan simplisia bertujuan untuk
memperluas permukaan sampel agar sampel dapat kering secara merata (Latief et
al., 2021).
Tahap selanjutnya yaitu pengeringan simplisia. Pengeringan dilakukan
untuk mengurangi kadar air sehingga dapat mempertahankan mutu dari sampel
(Latief et al., 2021). Pada penelitian ini, metode pengeringan yang digunakan
yaitu metode kering angina dengan sesekali dibalik. Pengeringan simplisia
dilakukan dengan cara kering angin karena mempertimbangkan sifat metabolit
sekunder yang ada pada sampel yang dapat rusak akibat paparan sinar UV dan
peningkatan suhu (Wati et al., 2017). Proses pengeringan ini berlangsung selama
21 hari. Hasil pengeringan simplisia daun merah kastuba berwarna kecoklatan dan
simplisia yang telah dihaluskan ditunjukkan pada Gambar 4.2.
43

Gambar 4. 2 Simplisia Daun Merah kastuba di Desa Sembalun Lawang, Lombok


Timur, Indonesia (a) Setelah Pengeringan; (b) Setelah Penghalusan
dan diayak menggunakan mesh 40 (Dokumentasi pribadi, 2023)
Tahap sortasi kering bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang masih
tertinggal (Febriansah, 2017). Tahap selanjutnya simplisia dihaluskan dan diayak
dengan ayakan mesh 40. Penghalusan simplisia bertujuan untuk memaksimalkan
interaksi pelarut dengan sampel sehingga diharapkan keseluruhan metabolit
sekunder dapat terekstrak (Wati et al., 2017). Hasil yang diperoleh pada
pembuatan simplisia berupa serbuk kering simplisia daun merah kastuba dengan
berat sebesar 0,340 kg (340 g). Proses pembuatan simplisia dapat dilihat pada
Lampiran 3. Tahapan terakhir yaitu simplisia disimpan dalam wadah yang sesuai
pada suhu ruang dengan tujuan untuk menghindari kerusakan simplisia dan
ditambahkan silika gel agar simplisia dapat bertahan lama. Berat sampel basah
sebelum dikeringkan sebesar 2,5 kg menjadi 0,340 kg setelah dikeringkan dengan
persen rendemen simplisia sebesar 13,6 % (Lampiran 7.).
Penetapan kadar air simplisia daun merah kastuba diukur menggunakan
alat moisture content analyzer. Penetapan kadar air simplisia penting untuk
dilakukan untuk memastikan mutu simplisia apakah telah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Penentuan kadar air bertujuan untuk menghindari cepatnya
pertumbuhan jamur dalam simplisia (Latief et al., 2021). Kadar air simplisia daun
merah kastuba memiliki nilai 7,71±0,25 %, jika dibandingkan dengan literatur
menunjukkan hasil yang sesuai yaitu dibawah 10%. Syarat mutu mengenai kadar
air simplisia tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 1995). Hal ini menunjukkan kadar
44

air simplisia daun merah kastuba dengan metode kering angin berada pada
rentang persyaratan mutu simplisia dan dapat diolah lebih lanjut ke tahap
ekstraksi. Nilai kadar air simplisia ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan Lampiran 4.
Tabel 4. 1 Kadar Air Simplisia Daun Merah Kastuba

Replikasi Kadar Air (%)


I 7,37
II 7,95
III 7,81
Rata-rata 7,71
Rata-rata±SD 7,71±0,25

1.6 Hasil Ekstraksi Simplisia


Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Mukhriani, 2014). Penelitian ini
menggunakan metode ekstraksi cara dingin yaitu maserasi dengan cara
memasukkan serbuk simplisia dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang
tertutup rapat pada suhu kamar (Mukhriani, 2014). Pemilihan metode ekstraksi ini
karena senyawa aktif seperti flavonoid dan beberapa senyawa polifenol yang lain
merupakan senyawa antioksidan memiliki sifat tidak tahan pemanasan, sehingga
pemilihan metode ekstraksi dengan cara ini lebih efektif (Rosyantari, 2022).
Maserasi dilakukan 1x24 jam dengan cara simplisia direndam dalam
pelarut etanol 96% dan dilakukan pengadukan pada 6 jam pertama setiap 1 jam
secara manual pada suhu ruang dan tanpa terkena cahaya, selanjutnya didiamkan
selama 18 jam. Kontak antara sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila
didukung dengan adanya pengadukan agar kontak antara sampel dan pelarut
semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih sempurna (Prasetya et al.,
2020). Perendaman sampel daun merah kastuba akan mengakibatkan pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar sel,
sehingga metabolit sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam
45

pelarut (Wati et al., 2017). Penggunaan pelarut etanol 96% pada penelitian ini
dikarenakan etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik senyawa
polar, nonpolar, maupun semipolar (Harborne, 1987). Pelarut etanol 96%
merupakan pelarut yang paling maksimal dalam menarik senyawa fenolik dan
flavonoid dibandingkan pelarut air atau campuran etanol air lainnya (Ningsih &
Oktadiana, 2019).
Pada proses maserasi, dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali. Adanya tahap
remaserasi dapat memaksimalkan proses penarikan senyawa aktif pada tumbuhan
karena pelarut yang digunakan pada proses maserasi pertama dapat jenuh
sehingga tidak dapat menarik kembali senyawa aktif yang masih terkandung
dalam simplisia. Rasio simplisia dan pelarut yang digunakan pada penelitian ini
yaitu 1:10 yaitu 200 gram simplisia dalam 2000 mL pelarut etanol 96%. Menurut
penelitian Predescu et al (2016), metode ekstraksi maserasi lebih efektif dan ideal
menggunakan perbandingan 1:10 dilihat dari tingginya konsentrasi total fenol dan
flavonoid. Semakin tinggi rasio simplisia dan pelarut maka semakin besar
kemampuan pelarut untuk melarutkan simplisia sehingga semakin banyak
komponen simplisia yang dapat terekstrak oleh pelarut (Handayani et al., 2016).
Langkah terakhir dalam proses ekstraksi yaitu pengentalan ekstrak menggunakan
rotary evaporator 50 rpm pada suhu 45ºC untuk memisahkan pelarut dengan
ekstrak.
Proses ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil akhir dari proses
ekstraksi ini adalah diperoleh ekstrak kental daun merah kastuba dengan bobot
8,6951 gram. Ekstrak kental yang diperoleh berwarna hitam keunguan dengan
bau khas dan tekstur seperti pada Gambar 4.3. Persen rendemen ekstrak yang
diperoleh sebesar 8,695 % (Lampiran 7). Persentase rendemen yang diperoleh
lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Sopiah et al (2019)
yang telah melakukan ekstraksi daun merah kastuba dengan metode maserasi
tetapi tanpa remaserasi yaitu sebesar 3,7%, adanya proses remaserasi dapat
46

meningkatkan persentase rendemen yang dihasilkan pada proses ekstraksi.


Penelitian lain yang dilakukan oleh Emilga (2022) yang mengekstraksi daun
merah kastuba dengan metode maserasi memperoleh persen rendemen lebih
tinggi yaitu sebesar 21,79%. Perbedaan rendemen ini dapat terjadi karena
perbedaan jumlah pelarut yang digunakan saat remaserasi, semakin banyak
pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi maka jumlah senyawa yang tersari
juga semakin banyak (Harborne, 1987).

Gambar 4. 3 Ekstrak Etanol Daun Merah Kastuba (Euphorbia


pulcherrima Willd.) (Dokumentasi Pribadi,
2023).
1.7 Hasil Fraksinasi Ekstrak
Fraksinasi adalah proses pemisahan untuk memisahkan senyawa-senyawa
target ke dalam fraksi yang lebih sederhana (Dewi et al., 2018). Fraksinasi
bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa metabolit sekunder berdasarkan
tingkat kepolarannya (Uthia et al., 2017). Pada penelitian ini digunakan dua
macam pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang berbeda yaitu air (polar) dan
etil asetat (semi polar). Proses fraksinasi ini dilakukan dengan pengocokan dalam
corong pisah dalam waktu beberapa menit. Perbandingan ekstrak dan pelarut yang
digunakan yaitu 1:10 yaitu 5 gram ekstrak daun merah kastuba dalam 50 mL
pelarut air dan etil asetat. Masing-masing fraksi terpisah seperti pada Lampiran
6. Pemisahan terjadi karena massa jenis dari masing-masing pelarut berbeda,
pelarut dengan massa jenis lebih besar akan berada di bagian bawah, sementara
pelarut yang memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di sisi atas corong
47

pisah. Pada proses fraksinasi, terbentuk 2 lapisan, lapisan atas pelarut etil asetat
dan lapisan bawah adalah aquadest karena massa jenis etil asetat (0,66 g/mL)
lebih rendah dibandingkan dengan massa jenis aquadest (1 g/mL) (Suhaenah et
al., 2021). Digunakan pelarut etil asetat pada proses fraksinasi ini karena
merupakan pelarut yang bersifat semipolar sehingga dapat menarik senyawa-
senyawa antioksidan yang bersifat polar, semipolar, maupun nonpolar. Etil asetat
memiliki toksisitas rendah, dan mudah diuapkan sehingga dapat digunakan untuk
fraksinasi (Putri et al., 2013).
Proses fraksinasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Fraksi kental etil asetat
diperoleh sebesar 1,3726 gram dengan rendemen yang didapatkan sebesar
27,408% dan fraksi kental air sebesar 3,5935 gram dengan rendemen fraksi air
sebesar 71,755%. Masing-masing rendemen didapatkan berdasarkan hasil
perhitungan (Lampiran 7). Perbedaan rendemen antara fraksi etil asetat dan air
disebabkan karena perbedaan kepolaran pada kedua pelarut. Pelarut yang berbeda
akan melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda tergantung tingkat kepolarannya
(Wendersteyt et al., 2021). Jumlah rendemen terbesar ditunjukkan pada fraksi air
yang menunjukkan pelarut tersebut mampu menarik lebih banyak senyawa
bioaktif. Hal ini menunjukkan terdapat banyak senyawa bioaktif yang bersifat
polar pada daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.).
Rendemen yang diperoleh sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang mendapatkan fraksi kental etil asetat sebesar 33,31% dan fraksi kental air
sebesar 65,11% (Emilga, 2022). Perbedaan rendemen ini dapat terjadi karena
perbedaan suhu ruangan ketika proses fraksinasi sehingga terjadi perubahan
kecepatan perpindahan partikel (Rosyantari, 2022). Rendemen fraksi etil asetat
dan air seperti yang terdapat pada Tabel 4.2. Rendemen total yang diperoleh tidak
bernilai 100%, hal ini dikarenakan adanya fraksi yang tertinggal pada wadah
selama proses pemekatan. Fraksi kental etil asetat dan aquadest ditunjukkan pada
Gambar 4.4.
48

Tabel 4. 2 Rendemen Fraksinasi Daun Merah Kastuba

Sampel Bobot (g) Rendemen (%)


Ekstrak Etanol 5,008 -
Fraksi Etil Asetat 1,3726 27,408
Fraksi Air 3,5935 71,755

(a) (b)
Gambar 4. 4 Fraksi Kental (a) Etil Asetat, (b) Air (Dokumentasi
Pribadi, 2023)
1.8 Hasil Identifikasi Metabolit Sekunder
Berdasarkan hasil analisis GC-MS untuk fraksi etil asetat daun merah
kastuba memberikan beberapa peak kromatogram yang menunjukkan adanya
beberapa senyawa kimia yang ada di dalam fraksi. Hasil identifikasi kandungan
kimia pada fraksi etil asetat daun merah kastuba menggunakan GC-MS (Gas
Chromatography-Spectrometry Mass) menghasilkan 15 peak yang ditunjukkan
pada Gambar 4.5. Hasil perbandingan antara 15 senyawa target dengan library
WILEY7.LIB hanya 11 senyawa target yang sesuai dengan senyawa pada library
yaitu senyawa peak 3, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15. Data 4 senyawa target
lainnya tidak tersedia dalam library yaitu senyawa peak 1, 2, 4, dan 7. Senyawa-
senyawa yang telah dipisahkan oleh GC akan dianalisis lebih lanjut menggunakan
MS, pada MS dihasilkan data berupa rasio massa/muatan (m/z) atau spektrum
massa. Spektrum massa yang diperoleh dianalisis dengan membandingkan spektra
49

MS senyawa target dengan standar yang ada pada referensi alat yaitu
WILEY7.LIB. Data senyawa hasil analisis GC-MS dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Data spektra fraksi etil asetat daun merah kastuba dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 4. 5 Kromatogram Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba


Ada 3 peak utama sebagai komponen yang dominan yaitu asam
heksadekanoat, 9,12-asam oktadekadienoat, dan asam oktadekanoat. Struktur
masing-masing senyawa dapat dilihat pada Gambar 4.6. Peak 8 yaitu senyawa
asam heksadekanoat (asam palmitat) dengan waktu retensi (Rt) sebesar 12.009
menit, rumus molekul C16H32O2, massa molekul (m/z) 256, % area 17.28, serta
similarity index (SI) sebesar 96%. Similarity index (SI) berpengaruh terhadap
identifikasi komponen senyawa berdasarkan kemiripan pola fragmentasi yang ada
di library (Fitriani et al., 2020). Hexadecanoic acid atau asam palmitat merupakan
asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon (CH 3(CH2)14COOH
termasuk dalam golongan senyawa lipid. Asam palmitat merupakan asam lemak
rantai panjang yang mempunyai titik didih yang tinggi, tidak mudah teroksidasi,
dan bersifat hidrofobik (Pangesti et al., 2014). Asam heksadekanoat (C16H32O2)
dilaporkan memiliki aktivitas biologis sebagai antioksidan, penurun kolesterol,
dan inhibitor hemolisis (Suryowati et al., 2015). Asam heksadekanoat juga
sebagai antibakteri, pestisida, dan berpotensi dalam membunuh larva (M.
Abubakar & Majinda, 2016).
Tabel 4. 3 Hasil Identifikasi GC-MS Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba
Peak RT Nama Senyawa Golongan RM BM Kelimpahan SI
50

(menit) Senyawa (m/z) (%) (%)


Tidak
1 10.540 - - - 1.76 -
teridentifikasi
Tidak
2 11.305 - - - 2.11 -
teridentifikasi
3 11.401 1-Eicosene Terpenoid C20H40 280 5.11 91
Tidak
4 11.492 - - - 2.80 -
teridentifikasi
2-Cyclohexen-
5 11.532 Terpenoid C13H18O3 222 2.63 81
1-one
Asam
Asam
6 11.881 Heksadekanoat C17H34O2 270 2.05 96
lemak
(Metil Palmitat)
Tidak
7 11.959 - - - 2.21 -
teridentifikasi
Asam
Asam
8 12.009 Heksadekanoat C16H32O2 256 17.28 96
lemak
(Asam Palmitat)
9 12.099 1-Nonadecene Terpenoid C19H38 266 3.73 95
9-Octadecenoic Asam
10 12.476 C19H36O2 296 2.76 90
acid lemak
11 12.527 Phytol Isomer Terpenoid C20H40 296 8.20 96
9,12-Asam Asam
12 12.612 C18H32O2 280 26.24 93
oktadekadienoat lemak
Asam Asam
13 12.684 C18H36O2 284 13.27 94
Oktadekanoat lemak
Hidrokarb
14 12.775 9-Tricosene C23H46 322 2.54 89
on
1,2-
15 14.642 Benzenedicarbo Fenolik C24H38O4 390 7.31 95
xylic acid
Keterangan :
Tidak teridentifikasi = Senyawa target yang tidak tersedia dalam library
Peak 12 adalah senyawa 9,12-asam oktadekadienoat (asam linoleat)
dengan rumus molekul C18H32O2, berat molekul (BM) 280, dan waktu retensi (Rt)
12.612 menit, persentase area 26,24%, dan nilai kemiripan (SI) sebesar 93%.
51

Senyawa utama tersebut memiliki nilai kemiripan dengan database WILEY7.LIB.


diatas 90%. Nilai similarity index suatu komponen senyawa semakin mendekati
100% menunjukkan bahwa senyawa yang teridentifikasi semakin mendekati
senyawa standar yang ada di database WILEY7.LIB. (Wati et al., 2017). Asam
9,12-Oktadekadienoat atau asam linoleat termasuk golongan asam lemak. Asam
9,12-Oktadekadienoat memiliki aktivitas hypo-cholesterolemic, berpotensi
sebagai antioksidan, antimikroba, dan antiinflamasi . Peak 13 adalah senyawa
asam oktadekanoat (asam stearat) muncul pada waktu retensi (Rt) 12.684 menit
dengan persentase kelimpahan 13.27%, memiliki massa molekul (m/z) 284,
rumus molekul C18H36O2, serta memiliki nilai kemiripan (SI) sebesar 94%. Asam
oktadekanoat termasuk dalam golongan asam lemak (Warsinah et al., 2011).
Asam oktadekanoat dilaporkan memiliki potensi sebagai antioksidan (Wang et al.,
2007).
Ketiga senyawa mayor ini memiliki persentase kelimpahan tertinggi pada
sampel fraksi etil asetat daun merah kastuba. Ketiga senyawa mayor ini berperan
besar dalam aktivitas antioksidan pada fraksi etil asetat daun merah kastuba.
Dilihat dari ketiga struktur kimia senyawa mayor pada Gambar 4.6 merupakan
golongan asam lemak dan pada masing-masing strukturnya terdapat gugus
hidroksil (-OH) yang terikat pada rantai lurus sehingga memiliki potensi sebagai
antioksidan dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus hidroksil
untuk menstabilkan radikal bebas (Hamid et al., 2010).

(a)

(b)
52

(c)

Gambar 4. 6 Struktur Kimia Komponen Mayor Hasil Identifikasi GC-MS Fraksi


Etil Asetat Daun Merah Kastuba (a) asam heksadekanoat (b) 9,12
asam oktadekadienoat dan (c) asam oktadekanoat (Ishnava &
Konar, 2020).
Senyawa minor yang teridentifikasi pada fraksi etil asetat daun merah
kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) yaitu peak 3 merupakan senyawa 1-
Eicosene termasuk senyawa terpenoid yang mengandung senyawa karbon dan
hidrogen (Laurencia & Tjandra, 2018). Senyawa 1-Eicosene bermanfaat sebagai
antioksidan (Keerthana et al., 2013). Peak 5 yaitu senyawa 2-Cyclohexen-1-one
dari golongan terpenoid (Rahmalia et al., 2011). Terpenoid merupakan senyawa
aktif yang termasuk ke dalam jenis antioksidan lipofilik (Atmaja et al., 2023).
Terpenoid bekerja sebagai antioksidan dengan mekanisme kerja antioksidan
primer yaitu mampu mengurangi pembentukan radikal bebas baru dengan cara
memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil
(Hardiningtyas et al., 2014). Mekanisme antioksidan dari terpenoid yaitu dengan
cara menangkap atau scavenging spesies reaktif, misalnya superoksida, dan
mengkelatkan logam (Fe2+ dan Cu2+) (Topçu et al., 2007). Menurut Nugraheni et
al (2011), terpenoid dapat menghambat peroksidasi lipid pada tahap inisiasi
dengan menghambat radikal peroksil dan pada tahap akhir dengan menghambat
produk sekunder.
Peak 6 yaitu senyawa asam heksadekanoat (metil palmitat) termasuk ke
dalam golongan asam lemak dan memiliki aktivitas biologis sebagai antibakteri
dan antifungi (M. Abubakar & Majinda, 2016). Peak 9 yaitu senyawa 1-
Nonadecene termasuk dalam senyawa terpenoid yang mengandung senyawa
karbon dan hidrogen (Laurencia & Tjandra, 2018). 1-Nonadecene dapat
digunakan sebagai antioksidan dan antidiabetik (Keerthana et al., 2013). Peak 10
53

yaitu 9-Octadecenoic acid merupakan golongan asam lemak. 9-Octadecenoic


acid, metil ester atau metil elaidat berperan dalam menghambat pertumbuhan
mikroba (Warsinah et al., 2011).
Peak 11 yaitu phytol isomer merupakan senyawa golongan diterpen
(Setyaningsih et al., 2014). Phytol isomer dilaporkan memiliki aktivitas
antimikroba, antioksidan, dan antidiabetes (Keerthana et al., 2013). Peak 14 yaitu
senyawa 9-Tricosene merupakan senyawa hidrokarbon. Peak 15 merupakan
senyawa 1,2-Benzenedicarboxylic acid atau 1,2 asam benzenedikarboksilat
termasuk senyawa fenolik, pada strukturnya terdapat cincin benzena, hidrogen,
dan karbon (Laurencia & Tjandra, 2018). Senyawa 1,2-Benzenedicarboxylic acid
berpotensi sebagai antijamur dan antibakteri (Verma et al., 2014). Fenolik
merupakan antioksidan hidrofilik yang bekerja dengan cara mendonorkan satu
atom hidrogen pada radikal bebas (Hardiningtyas et al., 2014).
Hasil analisis komponen kimia fraksi etil asetat daun merah kastuba
menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang berperan sebagai antioksidan seperti
asam oktadekanoat, asam heksadekanoat (Asbanu et al., 2019). Senyawa Asam
heksadekanoat, 9,12-Oktadekadienoat, 1,2-Benzenedicarboxylic acid, Phytol
isomer, 1-Nonadecene, 2-Cyclohexen-1-one, 1-Eicosene juga berperan dalam
aktivitas antioksidan pada fraksi etil asetat daun merah kastuba. Persentase
kelimpahan senyawa pada fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia
pulcherrima Willd.) dapat dilihat pada Gambar 4.7.
54

Gambar 4. 7 Grafik Senyawa dan %Kelimpahan Fraksi Etil Asetat Daun Merah
Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
1.9 Hasil Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas ABTS
ABTS merupakan suatu radikal yang dapat diproduksi dengan cara di
oksidasi dengan kalium persulfat (K2S2O8) sebelum penambahan antioksidan
(Saputri et al., 2020). Uji antioksidan dilakukan untuk mengetahui aktivitas
peredaman radikal bebas dari fraksi etil asetat daun merah kastuba dengan metode
ABTS. Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode ABTS
yaitu peredaman radikal bebas ABTS + oleh senyawa antioksidan sehingga warna
biru dari radikal bebas ABTS+ menghilang (Raharjo et al., 2022). Sebelum
dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ABTS perlu
dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum dan operating time yang
akan digunakan dalam pengujian. Blanko yang digunakan pada penelitian ini
yaitu etanol p.a. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk
mengukur absorbansi senyawa pada daerah visibel, sehingga diperoleh serapan
yang maksimum (Vifta et al., 2019). Panjang gelombang maksimum ABTS
diperoleh pada penelitian ini sebesar 752 nm dengan nilai absorbansi sebesar
0,6652. Pada penelitian (Raharjo et al., 2022) didapatkan panjang gelombang
maksimum ABTS sebesar 750 nm sehingga tidak berbeda jauh dari hasil panjang
55

gelombang yang telah ditetapkan. Penentuan operating time dilakukan untuk


menentukan waktu sempurnanya reaksi yang ditunjukkan dengan tidak adanya
penurunan absorbansi (Vifta et al., 2019). Hasil pembacaan absorbansi yang stabil
didapatkan pada menit ke-18. Hasil yang diperoleh mendekati hasil yang didapat
pada penelitian (Vifta et al., 2019) dengan operating time 14 menit. Pemilihan
operating time pada menit ke-18 karena pada waktu tersebut menunjukkan waktu
pertama mulai stabilnya absorbansi.
Aktivitas peredaman radikal bebas ABTS dinyatakan sebagai nilai IC 50.
Nilai IC50 merupakan konsentrasi asam askorbat dan fraksi etil asetat daun merah
kastuba yang mampu mereduksi radikal bebas sebesar 50% atau merupakan
bilangan yang menunjukkan konsentrasi fraksi atau asam askorbat (ppm) yang
mampu menghambat suatu proses oksidasi sebesar 50% (Andriani & Murtisiwi,
2020). Panjang gelombang 752 nm dan operating time selama 18 menit
digunakan untuk melakukan penentuan nilai IC50 sehingga diperoleh persamaan
regresi yang digunakan untuk menghitung nilai IC 50 dengan cara memplotkan
konsentrasi sebagai sumbu x dan persen inhibisi sebagai sumbu y. Diperoleh 3
persamaan regresi dari 3 kali replikasi seperti Tabel 4.6. Panjang gelombang 752
nm dan operating time selama 18 menit juga digunakan untuk pengukuran
absorbansi sampel.
Tabel 4. 4 Hasil Uji Antioksidan ABTS
IC50 Rata±SD
Sampel Y R
(ppm) IC50 (ppm)
3,1448x + 0,777 0,993 15,65
Asam 15,04±
3,5639x – 0,6629 0,995 14,21
Askorbat 0,61
3,383x – 1,6524 0,998 15,27
0,8752x + 8,5571 0,992 47,35
Fraksi Etil 47,54±
1,0244 x + 1,3654 0,975 47,48
Asetat 0,23
1,2109x – 7,8828 0,992 47,80
56

Berdasarkan hasil perhitungan nilai IC50 asam askorbat diperoleh


berdasarkan persamaan regresi masing-masing dengan 3 kali replikasi yaitu
sebesar 15,04 ± 0,61 ppm (Tabel 4.6). Berdasarkan tingkat kekuatan antioksidan,
maka nilai IC50 asam askorbat yang didapatkan pada penelitian ini tergolong
sangat kuat (Nilai IC50< 50 ppm). Hasil yang didapatkan lebih kuat dibandingkan
dengan nilai IC50 asam askorbat pada penelitian Faisal (2019) yang mendapatkan
nilai IC50 asam askorbat sebesar 28,35 ppm. Nilai IC 50 fraksi etil asetat juga
diperoleh berdasarkan persamaan regresi masing-masing dengan 3 kali replikasi
yaitu sebesar 47,54 ± 0,23 ppm yang tergolong sangat kuat (Nilai IC50< 50 ppm).
Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia
pulcherrima Willd.) pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan aktivitas
antioksidan ekstrak etanol daun merah kastuba pada penelitian Sopiah (2019)
menggunakan metode DPPH yang mendapatkan nilai IC 50 sebesar 79,77 ppm
yang tergolong kuat (50-100 ppm). Nilai IC50 fraksi etil asetat daun merah kastuba
pada penelitian ini berbeda dengan nilai IC 50 yang diperoleh pada penelitian
sebelumnya yang menggunakan metode DPPH yaitu 13,67 ppm (Emilga, 2022).
Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan metode serta pada saat ekstraksi
penarikan senyawa yang bersifat antioksidan tidak terekstrak sempurna. Jumlah
pelarut yang digunakan saat ekstraksi lebih sedikit sehingga persen rendemen
yang diperoleh lebih kecil menyebabkan senyawa yang bersifat antioksidan tidak
tertarik secara maksimal. Menurut Harborne (1987), Semakin banyak pelarut
yang digunakan dalam proses ekstraksi maka jumlah senyawa yang tersari juga
semakin banyak (Harborne, 1987). Perbedaan ini juga terjadi disebabkan oleh
perbedaan mekanisme antioksidan dari masing-masing metode sebagai senyawa
radikal bebas yang mempengaruhi kemampuan sampel fraksi etil asetat daun
merah kastuba dalam meredam radikal bebas (Kurniasari et al., 2022). Reaksi
antara senyawa radikal bebas ABTS dengan senyawa golongan fenol dapat dilihat
pada Gambar 4.8.
57

Gambar 4. 8 Reaksi Senyawa Radikal ABTS dengan Senyawa Golongan


Fenol (Kurniasari et al., 2022)
ABTS merupakan radikal dengan pusat nitrogen dengan karakteristik
warna biru-hijau, ketika tereduksi oleh antioksidan akan menjadi bentuk non
radikal yang tidak berwarna (Saputri et al., 2020). Radikal bebas yang yang
terbentuk dari proses oksidasi oleh kalium persulfat akan terikat dengan
antioksidan melalui pendonoran atom hidrogen dari antioksidan. Senyawa yang
diduga berperan besar dalam aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun merah
kastuba ini adalah senyawa golongan terpenoid, fenol, dan beberapa senyawa
golongan asam lemak yang terkandung dalam fraksi etil asetat daun merah
kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.). Asam askorbat digunakan pada
penelitian ini karena merupakan sumber antioksidan yang sangat kuat dan
merupakan senyawa murni, dapat mendonorkan atom hidrogen dalam jumlah
besar (Fitriani et al., 2020). Reaksi peredaman radikal bebas ABTS oleh senyawa
antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.9.
58

Gambar 4. 9. Reaksi Peredaman Radikal Bebas ABTS oleh Senyawa


Antioksidan (Munteanu & Apetrei, 2021)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai IC50 pada Lampiran 12 dilihat bahwa
fraksi etil asetat daun merah kastuba memiliki nilai antioksidan yang tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan data statistik pengujian aktivitas peredaman radikal
bebas ABTS menggunakan SPSS versi 25 (Lampiran 13). Data rata-rata nilai
IC50 yang diperoleh pada asam askorbat dan sampel fraksi etil asetat daun merah
kastuba dianalisis lebih lanjut menggunakan perangkat lunak SPSS versi 25 untuk
mengetahui ada atau tidak perbedaan yang bermakna antara aktivitas peredaman
radikal bebas ABTS dari larutan standar asam askorbat dengan larutan uji sampel
fraksi etil asetat daun merah kastuba dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil uji
independent sample t-test diperoleh nilai t hitung sebesar 71,994 > t tabel 2,776,
maka berdasarkan dasar pengambilan keputusan melalui perbandingan t hitung
dengan t tabel, bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna pada nilai rata-rata IC 50 asam askorbat dengan nilai
rata-rata IC50 fraksi etil asetat daun merah kastuba. Larutan standar asam askorbat
dan sampel uji fraksi etil asetat daun merah kastuba memiliki aktivitas peredaman
radikal bebas ABTS yang berbeda namun tetap berada pada kategori yang sangat
kuat (Nilai IC50<50 ppm). Menurut Schefler (1979), bila hasil t hitung lebih besar
59

dari t-tabel pada α = 0,05 maka terdapat perbedaan yang bermakna antara
aktivitas peredaman radikal bebas ABTS dari larutan standar asam askorbat
dengan larutan uji sampel.
Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia
pulcherrima Willd.) tergolong sangat kuat didukung dengan kandungan metabolit
sekunder yang terkandung didalamnya. Berdasarkan hasil identifikasi metabolit
sekunder menggunakan GC-MS fraksi etil asetat daun merah kastuba
mengandung senyawa-senyawa yang berperan dalam aktivitas antioksidan yaitu
asam oktadekanoat, asam 9,12-oktadekadienoat, asam heksadekanoat (asam
palmitat), asam heksadekanoat (metil palmitat), 1,2-Benzenedicarboxylic acid,
phytol isomer, 1-Nonadecene, 2-Cyclohexen-1-one, dan 1-Eicosene. Berdasarkan
penelitian Sopiah et al (2019) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun merah
kastuba mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, dan tannin. Pada penelitian
Emilga (2022) melaporkan bahwa fraksi etil asetat daun merah kastuba
mengandung metabolit sekunder fenolik, flavonoid, tanin, dan terpenoid.
Berdasarkan penelitian ini, fraksi etil asetat daun merah kastuba memiliki
aktivitas peredaman radikal bebas ABTS sangat baik dengan nilai IC 50 sebesar
47,54 ± 0,23 ppm. Dengan demikian, dapat dilakukan pengembangan alternatif
senyawa yang bermanfaat secara farmakologis dalam pengembangan antidotum
beberapa penyakit degeneratif seperti kanker, asterosklerosis, dan penuaan dini.
Senyawa terpenoid, asam lemak, dan fenolik yang terkandung di dalam fraksi etil
asetat daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) dapat dikembangkan
menjadi senyawa-senyawa untuk mencegah beberapa penyakit yang disebabkan
oleh radikal bebas.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


1.10 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
memiliki aktivitas peredaman radikal bebas ABTS dengan nilai IC 50 sebesar
47,54 ± 0,23 ppm yang tergolong aktivitas antioksidan sangat kuat (<50 ppm).
b. Fraksi etil asetat daun merah kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)
memiliki kandungan metabolit sekunder yaitu 1-Eicosene, 2-Cyclohexen-1-
one, asam heksadekanoat (Metil palmitat), asam heksadekanoat (Asam
palmitat), 1-Nonadecene, 9-Octadecenoic acid, Phytol Isomer, 9,12-Asam
oktadekadienoat, Asam Oktadekanoat, 9-Tricosene, dan 1,2-
Benzenedicarboxylic acid.
1.11 Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka saran untuk penelitian selanjutnya terkait:
a. Perlu dilakukan isolasi senyawa-senyawa yang terkandung pada fraksi etil
asetat daun merah kastuba dan identifikasi senyawa yang terdapat pada isolat.
b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh perbedaan proses
ekstraksi terhadap hasil aktivitas antioksidan yang di dapatkan.

59
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, A. R., & Haque, M. (2020). Preparation of medicinal plants: Basic
extraction and fractionation procedures for experimental purposes. Journal of
Pharmacy & Bioallied Sciences, 12(1), 1–5. https://doi.org/10.4103/jpbs.JPBS
Abubakar, M., & Majinda, R. (2016). GC-MS Analysis and Preliminary
Antimicrobial Activity of Albizia adianthifolia (Schumach) and Pterocarpus
angolensis (DC). Medicines, 3(1), 3. https://doi.org/10.3390/medicines3010003
Aguilera, Y., Estrella, I., Benitez, V., Esteban, R. M., & Martín-Cabrejas, M. A.
(2011). Bioactive phenolic compounds and functional properties of dehydrated
bean flours. Food Research International, 44(3), 774–780.
Agustina, A., Hidayati, N., & Susanti, P. (2019). Penetapan Kadar β-Karoten Pada
Wortel (Daucus carota, L) Mentah dan Wortel Rebus Dengan Spektrofotometri
Visibel. Jurnal Farmasi Sains Dan Praktis, 5(1), 7–13.
Aktumsek, A., Zengin, G., Guler, G. O., Cakmak, Y. S., & Duran, A. (2013).
Antioxidant potentials and anticholinesterase activities of methanolic and
aqueous extracts of three endemic Centaurea L. species. Food and Chemical
Toxicology, 55, 290–296. https://doi.org/10.1016/j.fct.2013.01.018
Al-Rubaye, A. F., Hameed, I. H., & Kadhim, M. J. (2017). A Review: Uses of Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Technique for Analysis of
Bioactive Natural Compounds of Some Plants. International Journal of
Toxicological and Pharmacological Research, 9(1), 81–85.
Amin, A., Riski, R., & Sutamanggala, N. R. (2021). Antioxidant activity of mesocarp
extract of watermelon (Citrullus lanatus (Thunb) Matsun & Nakai) using ABTS
method. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences, 6(1), 1–5.
https:/doi.org/10.32814/jpms.v6i1.12.
Aminah, A., Tomayahu, N., & Abidin, Z. (2017). Penetapan Kadar Flavonoid Total
Ekstrak Etanol Kulit Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 4(2), 226–230.
60
61

https://doi.org/10.33096/jffi.v4i2.265
Andarina, R., & Djauhari, T. (2017). Antioksidan Dalam Dermatologi. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 4(1), 39–48.
Andriani, D., & Murtisiwi, L. (2020). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 70%
Bunga Telang (Clitoria ternatea L) dari Daerah Sleman dengan Metode DPPH.
Jurnal Farmasi Indonesia, 17(1), 70–76.
Anggorowati, D., Priandini, G., & Thufail. (2016). Potensi daun alpukat (persea
americana miller) sebagai minuman teh herbal yang kaya antioksidan. Industri
Inovatif, 6(1), 1–7.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press.
Arief, H., Widodo, M. A., Bedah, B. I., Kedokteran, F., Wijaya, U., Surabaya, K.,
Kedokteran, F., & Brawijaya, U. (2018). Peranan stres oksidatif pada proses
penyembuhan luka. 5(2), 22–28.
Arifin, B., & Ibrahim, S. (2018). Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan Flavonoid.
Jurnal Zarah, 6(1), 21–29. https://doi.org/10.31629/zarah.v6i1.313
Arista, M. (2013). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% Dan 96% Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr.). Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya Vol.2, 2(2), 1–16.
Asbanu, Y. W. A., Wijayati, N., & Kusumo, E. (2019). Identifikasi Senyawa Kimia
Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) dan Uji Aktivitas Antioksidannya
dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1- Pikrilhidrasil). Indonesian Journal of
Chemical Science, 8(3), 153–160.
Asra, R., Azni, N. R., Rusdi, R., & Nessa, N. (2019). Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol Fraksi Heksan, Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Daun Kapulaga
(Elettaria cardamomum (L.) Maton). Journal of Pharmaceutical And Sciences,
2(1), 30–37. https://doi.org/10.36490/journal-jps.com.v2i1.17
Atmaja, Y. N. D., Siswanto, Erwanto, & Hartono, M. (2023). Profil Hematologi
(Eritrosit, Hemoglobin, dan PCV) Pada Ayam Kampung Betina Yang Diberi
62

Sambiloto. Journal Riset Dan Inovasi Peternakan, 7(2), 237–243.


Balasundram, N., Sundram, K., & Samman, S. (2006). Phenolic compounds in plants
and agri-industrial by-products: Antioxidant activity, occurrence, and potential
uses. Food Chemistry, 99(1), 191–203.
Banjarnahor, S. D. S., & Artanti, N. (2014). Antioxidant properties of flavonoids.
Medical Journal of Indonesia, 23(4), 239–244.
Basir, A., Tarman, K., & Desniar, D. (2017). Antibacterial and Antioxidant Activity
of Green Algae Halimeda gracilis from Seribu Island District. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 20(2), 211.
Basset, J., Denny, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel:
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC.
Bhuyan, M. S. A., Uddin, M. N., Islam, M. M., Bipasha, F. A., & Hossain, S. S.
(2016). Synthesis of graphene. International Nano Letters, 6(2), 65–83.
https://doi.org/10.1007/s40089-015-0176-1
Chen, L., Hu, J. Y., & Wang, S. Q. (2012). The role of antioxidants in
photoprotection: A critical review. Journal of the American Academy of
Dermatology, 67(5), 1013–1024. https://doi.org/10.1016/j.jaad.2012.02.009
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas.
Darmapatni, K. A. G., Basori, A., & Suaniti, N. M. (2016). Pengembangan Metode
GC-MS Untuk Penetapan Kadar Acetaminophen Pada Spesimen Rambut
Manusia. Jurnal Biosains Pascasarjana, 18(3), 64–71.
Depkes. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. Departemen Kesehatan RI.
Dewi, N. L. A., Adnyani, L. P. S., Pratama, R. B. R., Yanti, N. N. D., Manibuy, J. I.,
& Warditiani, N. K. (2018). Pemisahan, Isolasi, dan Identifikasi Senyawa
Saponin Dari Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Jurnal Farmasi
Udayana, 7(2), 68–76. https://doi.org/10.24843/jfu.2018.v07.i02.p05
63

Duke, J. A. (1983). Handbook Of Medicinal Herbs Second Edition. CRC Press LLC.
Ecke, P., Faust, J.E., Higgins, A., dan Williams, J. (2004). The Ecke Poinsettia
Manual (Ecke, P.,). Ball Publishing.
Emilga, E. V. (2022). Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol
Daun Merah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) Dengan Metode DPPH.
Universitas Mataram.
Faisal, H. (2019). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Okra (Abelmoschus
esculentus L . Moench ) Dengan Metode DPPH (1 , 1- difenil-2-pikrilhidrazil )
dan Metode ABTS (2,2-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-Sulfonic Acid).
Regional Development Industry & Health Science, Technology and Art of Life,
2(1), 1–5.
Faricha, A., Rivai, M., & Suwito. (2014). Sistem Identifikasi Gas Menggunakan
Sensor Surface Acoustic Wave dan Metoda Kromatografi. Jurnal Teknik ITS,
3(2), 157–162.
Febriansah, R. (2017). Pemberdayaan Kelompok Tanaman Obat Keluarga Menuju
Keluarga Sehat Di Desa Sumberadi, Mlati, Sleman. Jurnal Berdikari, 5(2), 80–
90. https://doi.org/10.18196/bdr.5221
Fitriana, W. D., Fatmawati, S., & Ersam, T. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan
terhadap DPPH dan ABTS dari Fraksi-fraksi Daun Kelor (Moringa oleifera).
SNIP Bandung, 658.
Fitriani, R., Rosyidah, K., & Rohman, T. (2020). Uji Aktivitas antioksidan dan
Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Fraksi Etil Asetat
Daun Purun Tikus (Eleocharis dulcis). Chimica et Natura Acta, 8(3), 104–108.
https://doi.org/10.24198/cna.v8.n3.32204
Gandjar, I. G., & Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Gavamukulya, Y., Abou-elella, F., Wamunyokoli, F., & El-shemy, H. A. (2015). GC-
MS Analysis of Bioactive Phytochemicals Present in Ethanolic Extracts of
Leaves of Annona muricata : A Further Evidence for Its Medicinal Diversity.
64

7(5), 300–304. https://doi.org/10.5530/pj.2015.5.9


Gonzalez, K. E., Colinas, M. T., Ramırez, D., Soto, R. M., & Garcıá, M. R. (2020).
Antioxidant properties in bracts of sun poinsettia (Euphorbia pulcherrima) from
Mexico. Acta Horticulturae, 1288, 89–93.
Halliwell, B., & Gutteridge., J. M. C. (1989). Free Radicals in Biology and Medicine.
Clarendon Press.
Hamid, A. A., Aiyelaagbe, O. O., Usman, L. A., Ameen, O. M., & Lawal, A. (2010).
Antioxidants: Its medicinal and pharmacological applications. African Journal of
Pure and Applied Chemistry, 4(8), 142–151.
Haminiuk, C. W. I., Maciel, G. M., Plata-Oviedo, M. S. V., & Peralta, R. M. (2012).
Phenolic compounds in fruits - an overview. International Journal of Food
Science and Technology, 47(10), 2023–2044. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2621.2012.03067.x
Handayani, H., Sriherfyna, F. H., & Yunianta. (2016). Ekstraksi Antioksidan Daun
Sirsak Metode Ultrasonic Bath (Kajian Rasio Bahan : Pelarut dan Lama
Ekstraksi). 4(1), 262–272.
Harborne, J. . (1987). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Edisi I (Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerjemah).
ITB Press.
Hardiningtyas, S. D., Purwaningsih, S.-, & Handharyani, E.-. (2014). Aktivitas
Antioksidan Dan Efek Hepatoprotektif Daun Bakau Api-Api Putih. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 17(1), 80–91.
Ibrahim, A. T., Sukenti, K., & Wirasisya, D. G. (2019). Uji Potensi Antimikroba
Ekstrak Metanol Daun Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.). Natural B, 5(1),
13–18.
Imrawati, Mus, S., Gani, S. A., & Bubua, K. I. (2017). Antioxidant Activity of Ethyl
Acetate Fraction of Muntingia calabura L. Leaves. Journal of Pharmaceutical
and Medicinal Sciences, 2(2), 59–62.
65

Ishnava, K. B., & Konar, P. S. (2020). In vitro anthelmintic activity and


phytochemical characterization of Corallocarpus epigaeus (Rottler) Hook. f.
tuber from ethyl acetate extracts. Bulletin of the National Research Centre,
44(1). https://doi.org/10.1186/s42269-020-00286-z
Jafar, W., Masriany, & Sukmawaty, E. (2020). Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Bunga
Pohon Hujan (Spathodea campanulata) Secara In Vitro. Prosiding Seminar
Nasional Biotik, 2019, 328–334.
Keerthana, G., Kalaivani, M. K., & Sumathy, A. (2013). In-vitro alpha amylase
inhibitory and anti-oxidant activities of ethanolic leaf extract of Croton
bonplandianum. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 6(4),
32–36.
Kunnaryo, H. J. B., & Wikandari, P. R. (2021). Antosianin dalam Produksi
Fermentasi dan Perannya sebagai Antioksidan. Journal of Chemistry, 10(1), 24–
36.
Kurniasari, Y., Khasanah, K., Yunita, V., Alawiyah, L., & Wijayani, P. (2022).
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Serbuk Bekatul Menggunakan Metode DPPH,
ABTS, dan FRAP. Jurnal Ilmu Farmasi, 13(2), 26–34.
Latief, M., Tarigan, I. L., Sari, P. M., & Aurora, F. E. (2021). Aktivitas
Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Sungkai (Peronema canescens Jack)
Pada Mencit Putih Jantan. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 18(1), 23–37.
https://doi.org/10.23917/pharmacon.v18i01.12880
Laurencia, E., & Tjandra, O. (2018). Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Metanol
Buah Naga Merah ( hylocereus polyrhiz ) dengan Kromatografi Gas.
Tarumanagara Medical Journal, 1(1), 67–73.
Lin, J. Y., Selim, M. A., Shea, C. R., Grichnik, J. M., Omar, M. M., Monteiro-
Riviere, N. A., & Pinnell, S. R. (2003). UV photoprotection by combination
topical antioxidants vitamin C and vitamin E. Journal of the American Academy
of Dermatology, 48(6), 866–874. https://doi.org/10.1067/mjd.2003.425
66

Lingga, L. (2006). Kastuba Tanaman Penyemarak Hari Raya. PT AgroMedia


Pustaka.
M.M, V., Longhini, R., Souza, J. R. P., Zequi, J. A. C., Mello, E. V. S. L., Lopes, G.
C., & Mello, J. C. P. (2014). Extraction of flavonoids from Tagetes patula:
Process optimization and screening for biological activity. Revista Brasileira de
Farmacognosia, 24(5), 576–583. https://doi.org/10.1016/j.bjp.2014.10.001
Marzouk, M. M. (2016). Flavonoid constituents and cytotoxic activity of Erucaria
hispanica (L.) Druce growing wild in Egypt. Arabian Journal of Chemistry, 9,
S411–S415. https://doi.org/10.1016/j.arabjc.2011.05.010
Mashithah, & Andrini, N. (2021). Pengaruh beta-glukan dari ekstrak ragi roti
(Saccharomyces cerevisiae) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit
Wibstar Jantan. Jurnal Ilmiah Simantek, 3(2), 58–66.
Mathur, A., Verma, S. K., Singh, S. K., Prasad, G., & Dua, V. K. (2011).
Investigation of the Antimicrobial, Antioxidant and Antiinflammatory Activity
of Compound Isolated from Murraya Koenigii. International Journal of Apllied
Biology and Pharmaceutical Technology, 2(1), 470–477.
Mukhriani. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan, 7(2), 361–367. https://doi.org/10.17969/agripet.v16i2.4142
Munteanu, I. G., & Apetrei, C. (2021). Analytical methods used in determining
antioxidant activity: A review. International Journal of Molecular Sciences,
22(7), 1–30. https://doi.org/10.3390/ijms22073380
Muslich, Utami, S., & Indrasti, N. Si. (2020). Pemulihan Minyak Sawit Dari Spent
Bleaching Earth Dengan Metode Ekstraksi Refluks. Jurnal Teknologi Industri
Pertanian, 30(1), 90–99. https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2020.30.1.90
Ningsih, V. D., & Oktadiana, I. (2019). Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Nilai Sun
Protection Factor Maserat Daun Kelor. Jurnal Farmasi Tinctura, 1(1), 9–13.
Nugraheni, M., Santoso, & Wuryastuti, H. (2011). Potential of Coleus tuberosus as an
antioxidant and cancer chemoprevention agent. International Food Research
67

Journal, 18(4).
Nurhaen, N., Winarsii, D., & Ridhay, A. (2016). Isolasi dan Identifikasi Komponen
Kimia Minyak Atsiri dari Daun, Batang dan Bunga Tumbuhan Salembangu
(Melissa sp.). Natural Science: Journal of Science and Technology, 5(2), 149–
157. https://doi.org/10.22487/25411969.2016.v5.i2.6702
Nurlaila, E., & Tukiran. (2017). Analisis Spektrofotometri Uv-vis dan FT-IR Dari
Senyawa Hasil Isolasi Ekstrak Kloroform Kulit Batang Tumbuhan Salam.
UNESA Journal of Chemistry, 6(1), 4–7.
Pangesti, D. A., Rahim, A., & Hutomo, G. S. (2014). Karakteristik Fisik, Mekanik
Dan Sensoris Edible Film Dari Pati Talas Pada Berbagai Konsentrasi Asam
Palmitat. E-J. Agrotekbis, 2(6), 604–610.
Phaniendra, A., Jestadi, D. B., & Periyasamy, L. (2015). Free Radicals: Properties,
Sources, Targets, and Their Implication in Various Diseases. Indian Journal of
Clinical Biochemistry, 30(1), 11–26. https://doi.org/10.1007/s12291-014-0446-0
Pinnell, S. R. (2003). Cutaneous photodamage, oxidative stress, and topical
antioxidant protection. Journal of the American Academy of Dermatology, 48(1),
1–22. https://doi.org/10.1067/mjd.2003.16
POM, D. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Cetakan
Pertama. Departemen Kesehatan RI.
Prasetya, I. W. G. A., Putra, G. P. G., & Wrasiati, L. P. (2020). Pengaruh Jenis
Pelarut dan Waktu Maserasi terhadap Ekstrak Kulit Biji Kakao (Theobroma
cacao L.) sebagai Sumber Antioksidan. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Agroindustri, 8(1), 150–159. https://doi.org/10.24843/jrma.2020.v08.i02.p02
Predescu, N. C., Papuc, C., Nicorescu, V., Gajaila, I., Goran, G. V., Petcu, C. D., &
Stefan, G. (2016). The influence of solid-to-solvent ratio and extraction method
on total phenolic content, flavonoid content and antioxidant properties of some
ethanolic plant extracts. Revista de Chimie, 67(10), 1922–1927.
Purwati, S., Lumora, S. V. T., & Samsurianto. (2017). Skrining Fitokimia Daun
68

Saliara (Lantana Camara L) Sebagai Pestisida Nabati Penekan Hama Dan


Insidensi Penyakit Pada Tanaman Holtikultura Di Kalimantan Timur. Prosiding
Seminar Nasional Kimia 2017, 153–158.
Putri, W. S., Warditiani, N. K., & Larasanty, L. P. F. (2013). Skrining fitokimia
ekstrak etil asetat kulit buah manggis (Garcinia Mangostana L.). Journal
Pharmacon, 09(4), 56–59.
Raharjo, D., Listyani, T. A., & Pambudi, D. B. (2022). Antioksidan Ekstrak Etanol
dan Fraksi Akar Rhyzopora stylosa Metode ABTS dan FRAP. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 15(2), 123–137. https://doi.org/10.48144/jiks.v15i2.1148
Rahmalia, A., Esyanti, R. R., & Iriawati. (2011). A Qualitative and Quantitative
Evaluation of Terpenoid and Alkaloid in Root and Stem of Pasak Bumi
(Eurycoma longifolia Jack). Jurnal Matematika & Sains, 16(1), 49–52.
RI, D. K. (1995). Farmakope Indonesia Jilid IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan.
Rondang Tambun, Harry P. Limbong, Christika Pinem, & Ester Manurung. (2016).
Pengaruh Ukuran Partikel, Waktu Dan Suhu Pada Ekstraksi Fenol Dari
Lengkuas Merah. Jurnal Teknik Kimia USU, 5(4), 53–56.
Rosyantari, A. (2022). Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Spons Laut Stylissa
flabelliformis Menggunakan Metode DPPH dan ABTS Serta Penetapan
Metabolit Sekundernya. Universitas Mataram.
Sabathani, A., Widjanarko, S. B., & Yuwono, S. S. (2018). Optimasi Durasi Dan
Rasio Bahan Per Pelarut Ekstrak Daun Pepaya Untuk Uji Aktivitas Antibakteri.
Jurnal Teknologi Pertanian, 19(3), 193–206.
Safitri, I., Nuria, M. C., & Puspitasari, A. D. (2018). Perbandingan Kadar Flavonoid
Dan Fenolik Total Ekstrak Metanol Daun Beluntas (Pluchea indica L .) Padca
Berbagai Metode Ekstraksi. Inovasi Teknik Kimia, 3(1), 31–36.
Salisbury, B, F., & Ross, C. W. (1995). Fisiologi tumbuhan Jilid 2. ITB Press.
Sangeetha, S., Meenakshi, S., Akshaya, S., Vadivel, V., & Brindha, P. (2016).
69

Evaluation of total phenolic content and antioxidant activity of different solvent


extracts of leaf material of Spathodea campanulata P. Beauv. and investigation
of their proliferation inhibition potential against EAC cell line. Journal of
Applied Pharmaceutical Science, 6(9), 121–127.
Saputri, A. P., Augustina, I., & Fatmaria. (2020). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Air Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate x Musa balbisiana (ABB cv)) Dengan
Metode ABTS (2,2 azinobis (3-etilbenzotiazolin)-6-asam sulfonat) Pada
Berbagai Tingkat Kematangan. Jurnal Kedokteran, 8(1), 973–980.
Sayuti, K., & Yenrina, R. (2015). Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas University
Press.
Schefler, W. (1979). Statistika untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran, dan Ilmu yang
Bertautan, Edisi ke-2, Terjemahan oleh Suroso.
Serlahwaty, D., & Sevian, A. N. (2016). Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol 96%
kombinasi buah strawberry dan tomat dengan metode ABTS. In Proceeding of
Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 3(1), 322–330.
Setyaningsih, D., Pandji, C., & Perwatasari, D. D. (2014). Kajian Aktivitas
Antioksidan Dan Antimikroba Fraksi dan Ekstrak Dari Daun Dan Ranting Jarak
Pagar ( Jatropha curcas L .) Serta Pemanfaatannya Pada Produk Personal
Hygene. Agritech, 34(2), 126–137.
Shabri, & Rohdiana, D. (2016). Optimasi dan karakterisasi ekstrak polifenol teh hijau
dari berbagai pelarut. Jurnal Penelitian Teh Dan Kina, 19(1), 57–66.
Shalaby, E. A., & Shanab, S. M. M. (2013). Comparison of DPPH and ABTS assays
for determining antioxidant potential of water and methanol extracts of Spirulina
platensis. Indian Journal of Geo-Marine Sciences, 42(5), 556–564.
Sharif, H. B., Mukhtar, M. D., Mustapha, Y., & Lawal, A. O. (2015). Preliminary
Investigation of Bioactive Compounds and Bioautographic Studies of Whole
Plant Extract of Euphorbia pulcherrima on Escherichia coli , Staphylococcus
aureus , Salmonella typhi, and Pseudomonas aeruginosa . Advances in
70

Pharmaceutics, 2015, 1–14. https://doi.org/10.1155/2015/485469


Siddiq, H. B. H. F., Rosida, & Prabawati, E. F. (2016). Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Etanol Biji Edamame (Glycin max ( L ) Merril) Dengan Metode DPPH.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(1), 27–31.
Simanjuntak, S. B., Suoth, E., & Fatimawali. (2021). Analisis Gas Chromatography-
Mass Spectrometry Ekstrak N-Heksan Dari Daun Gedi Hijau (Abelmoschus
manihot (L.) Medik). Pharmacon, 10(4), 1109–1114.
Singh, J. P., Kaur, A., Shevkani, K., & Singh, N. (2015). Influence of jambolan
(Syzygium cumini) and xanthan gum incorporation on the physicochemical,
antioxidant and sensory properties of gluten-free eggless rice muffins.
International Journal of Food Science and Technology, 50(5), 1190–1197.
https://doi.org/10.1111/ijfs.12764
Singh, J. P., Kaur, A., Singh, N., Nim, L., Shevkani, K., Kaur, H., & Arora, D. S.
(2016). In vitro antioxidant and antimicrobial properties of jambolan (Syzygium
cumini) fruit polyphenols. Lwt, 65, 1025–1030.
Siregar, T. M., Eveline, & Jaya, F. A. (2015). Kajian Aktivitas dan Stabilitas
Antioksidan Ekstrak Kasar Bawang Daun (Allium fistulosum L.). Fakultas
Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang, 36–43.
Skrovankova, S., Sumczynski, D., Mlcek, J., Jurikova, T., & Sochor, J. (2015).
Bioactive compounds and antioxidant activity in different types of berries.
International Journal of Molecular Sciences, 16(10), 24673–24706.
https://doi.org/10.3390/ijms161024673
Slatnar, A., Mikulic-Petkovsek, M., Veberic, R., Stampar, F., & Schmitzer, V.
(2013). Anthocyanin and chlorophyll content during poinsettia bract
development. Scientia Horticulturae, 150, 142–145.
Sopiah, B. (2019). Uji Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Dan Penentuan
Kandungan Fenolik Total Ekstrak Etanol Daun Kastuba ( Euphorbia
pulcherrima Willd.). Universitas Mataram.
71

Sopiah, B., Muliasari, H., & Yuanita, E. (2019a). Skrining Fitokimia dan Potensi
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Hijau dan Daun Merah Kastuba.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 17(1), 27.
Sopiah, B., Muliasari, H., & Yuanita, E. (2019b). Skrining Fitokimia Dan Potensi
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kastuba (Euphorbia pulcherrima
Willd.). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 17(1).
Suhaenah, A., Pratama, M., & Amir, H. W. (2021). Penetapan Kadar Flavonoid
Fraksi Etil Asetat Daun Karet Kebo (Ficus elastica) Dengan Metode
Spektrofotometri UV-Vis. 13(1), 48–54.
Sukmawati, Sudewi, S., & Pontoh, J. (2018). Optimasi dan Validasi Metode Analisis
Dalam Penentuan Kandungan Total Flavonoid Pada Ekstrak Daun Gedi Hijau
(Abelmoscus manihot L.) yang Diukur Menggunakan Spektrofotomter UV-Vis.
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 7(3), 32–41.
Sumartini, S., Ratrinia, P. W., & Andini, R. (2021). Pengaruh Penambahan Maserat
Daun Mangrove (Avicennia marina) Sebagai Antibakteri Pada Ikan Layang
Benggol (Decapterus russelli) Selama Penyimpanan. Aurelia Journal, 2(2), 171.
https://doi.org/10.15578/aj.v2i2.9899
Supriatna, D., Mulyani, Y., Rostini, I., & Agung, M. U. K. (2019). Aktivitas
Antioksidan, Kadar Total Flavonoid Dan Fenol Ekstrak Metanol Kulit Batang
Mangrove Berdasarkan Stadia Pertumbuhannya. Jurnal Perikanan Dan
Kelautan, 10(2), 35–42.
Suryowati, T., Rimbawan, Damanik, R., Bintang, M., & Handharyani, E. (2015).
Identifikasi Komponen Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Dalam Tanaman
Torbangun (Coleus Amboinicus Lour). Jurnal Gizi Pangan, 10(3), 217–224.
susantiningsih, tiwuk. (2015). Obesitas Dan Stress Oksidatif. Jurnal Kesehatan
Universitas Lampung, 5(9), 219–225.
Topçu, G., Ertaş, A., Kolak, U., Öztürk, M., & Ulubelen, A. (2007). Antioxidant
activity tests on novel triterpenoids from Salvia macrochlamys. Arkivoc, 1(7),
72

195–208. https://doi.org/10.3998/ark.5550190.0008.716
Treml, J., & Šmejkal, K. (2016). Flavonoids as Potent Scavengers of Hydroxyl
Radicals. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 15(4), 720–
738. https://doi.org/10.1111/1541-4337.12204
Uthia, R., Arifin, H., & Efrianti, F. (2017). Pengaruh hasil fraksinasi ekstrak daun
kemangi (Ocimum sanctum L.) terhadap aktivitas susunan saraf pusat pada
mencit putih jantan. Farmasi Higea, 9(1), 85–95.
Verma, A., Johri, B. N., & Prakash, A. (2014). Antagonistic Evaluation of Bioactive
Metabolite from Endophytic Fungus, Aspergillus flavipes KF671231. Journal of
Mycology, 1(1), 1–5. https://doi.org/10.1155/2014/371218
Veronica, E., & Kadek Sinta Dwi Chrismayanti, N. (2020). Potensi Daun Kastuba
(Euphorbia Pulcherrima) Sebagai Antimalaria Plasmodium Falciparum. Htmj,
18(1), 1–15. www.journal-medical.hangtuah.ac.id
Vifta, R. L., Rahayu, R. T., & Luhurningtyas, F. P. (2019). Uji Aktivitas Antioksidan
Kombinasi Ekstrak Buah Parijoto ( Medinilla speciosa Blume ) dan Rimpang
Jahe Merah ( Zingiber officinalle Roscoe var Rubrum ) dengan Metode ABTS
(2,2-Azinobis (3-Etilbenzotiazolin)-6-Asam Sulfonat). 8(3), 198–201.
Wang, Q., Jin, J., Dai, N., Han, N., Han, J., & Bao, B. (2016). Anti-inflammatory
effects, nuclear magnetic resonance identification, and high-performance liquid
chromatography isolation of the total flavonoids from Artemisia frigida. Journal
of Food and Drug Analysis, 24(2), 385–391.
Wang, T. yang, Li, Q., & Bi, K. shun. (2018). Bioactive flavonoids in medicinal
plants: Structure, activity and biological fate. Asian Journal of Pharmaceutical
Sciences, 13(1), 12–23. https://doi.org/10.1016/j.ajps.2017.08.004
Wang, Z. J., Liang, C. L., Li, G. M., Yu, C. Y., & Yin, M. (2007). Stearic acid
protects primary cultured cortical neurons against oxidative stress. Acta
Pharmacologica Sinica, 28(3), 315–326. https://doi.org/10.1111/j.1745-
7254.2007.00512.x
73

Warsinah, W., Kusumawati, E., & Sunarto, S. (2011). Identifikasi Senyawa Antifungi
Dari Kulit Batang Kecapi (Sandoricum koetjape) Stem Dan Aktivitasnya
Terhadap Candida albicans. Majalah Obat Tradisional (Traditional Medicine
Journal), 16(3), 170–178. https://doi.org/10.22146/TRADMEDJ.8055
Wati, M., Erwin, & Tarigan, D. (2017). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit
Sekunder dari Fraksi Etil Asetat pada Daun Berwarna Merah Pucuk Merah
(Syzygium myrtifilium Walp.). Kimia FMIPA Unmul, 14(2), 100–107.
Wendersteyt, N. V., Wewengkang, D. S., & Abdullah, S. S. (2021). Uji Aktivitas
Antimikroba Dari Ekstrak Dan Fraksi Ascidian Herdmania momus Dari Perairan
Pulau Bangka Likupang Terhadap Pertumbuhan Mikroba Staphylococcus
aureus, Salmonella typhimurium Dan Candida albicans. Pharmacon, 10(1), 706–
712. https://doi.org/10.35799/pha.10.2021.32758
Wicaksono, B., Pratimasari, D., & Lindawati, N. Y. (2021). Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol, Fraksi Polar, Semi Polar dan Non Polar Bunga
Telang (Clitoria Ternatea L.) Dengan Metode ABTS. Jurnal Kesehatan Kartika,
16(3), 88–94.
Winarsi, H. (2007). Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Kanisius.
Wulansari, A. N. (2018). Alternatif Cantigi Ungu (Vaccinium varingiaefolium)
Sebagai Antioksidan Alami : Review. Farmaka, 16(2), 419–429.
Yahya, S. (2013). Spektrofotometri UV-Vis. Erlangga.
Yakubu, A. I., & Mukhtar, M. D. (2011). In vitro antimicrobial activity of some
phytochemical fractions of Euphorbia pulcherima L. (Poinsettia). Journal of
Medicinal Plants Research, 5(12), 2470–2475.
Yuslianti, E. R. (2017). Radikal Bebas dan Antioksidan. CV Budi Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Determinasi Tanaman Kastuba

74
75

Lampiran 2. Tanaman Kastuba dan Daun Merah Kastuba

Gambar Tanaman Kastuba

Gambar Daun Merah Kastuba


76

Lampiran 3. Proses Pengumpulan Sampel dan Pembuatan Simplisia

Tahapan Gambar Keterangan


Pengumpulan Pengumpulan sampel di
sampel lakukan pada pagi hari

Sortasi basah Daun yang dipilih yaitu


daun yang berwarna merah
dan tidak rusak sebanyak
2,5 kg

Pencucian sampel Daun bersih dari tanah dan


pengotor lain

Perajangan sampel Daun dipotong kecil-kecil

Pengeringan Pengeringan dilakukan


sampel selama ± 3 minggu sampai
daun berwarna kecoklatan
77

Sortasi kering Daun dipisahkan dari


pengotor yang masih
tertinggal

Penghalusan Serbuk simplisia diperoleh


simplisia sebanyak 340 g

Pengayakan Serbuk simplisia diayak


simplisia dengan ayakan mesh 40

Penyimpanan Serbuk simplisia di simpan


pada wadah tertutup dan
diberi label
78

Lampiran 4. Penetapan Kadar Air

Tahapan Dokumentasi Hasil

Simplisia diletakkan pada cawan


aluminium (Alat Moisture Content
Analyzer)

Penimbangan serbuk simplisia 1-2


gram

Nilai kadar air tertera pada alat


79

Lampiran 5. Proses Ekstraksi

Tahapan Dokumentasi Hasil


Penimbangan serbuk simplisia 100
gram

Perendaman simplisia dengan etanol


96% sebanyak 1000 mL

Penyaringan ekstrak

Ekstrak cair

Penguapan pelarut dengan rotary


evaporator
80

Penguapan pelarut dengan waterbath

Ekstrak kental  Ekstrak Cawan 1

 Ekstrak Cawan 2

Penimbangan ekstrak kental  Berat Ekstrak Cawan 1

 Berat Ekstrak Cawan 2


81

Lampiran 6. Proses Fraksinasi

Tahapan Dokumentasi Hasil

Penimbangan ekstrak sebanyak 5


gram

Fraksinasi dengan pelarut etil


asetat:air (1:1)

Fraksi cair

Penguapan pelarut dengan rotary


evaporator

Penguapan pelarut dengan waterbath


82

Fraksi kental  Fraksi etil asetat

 Fraksi air

Penimbangan fraksi kental  Fraksi Etil Asetat

 Fraksi air
83

Lampiran 7. Perhitungan Rendemen Simplisia, Rendemen Ekstrak, dan Rendemen


Fraksi

a. Rendemen Simplisia

Bobot awal = 2500 gram


Bobot serbuk simplisia yang diperoleh = 340 gram

Rendemen simplisia = x 100%

Rendemen simplisia = x 100%

Rendemen simplisia = 13,6 %

b. Rendemen Ekstrak

Ekstrak pada cawan 1


Berat cawan kosong = 43,5499 g
Berat cawan+ekstrak = 47,8850 g
Berat ekstrak = (Berat cawan+ekstrak) – berat cawan kosong
= 47,8850 – 43,5499
= 4,3351 g

%Rendemen ekstrak = x 100%

= x 100%

= 4,3351 %

Ekstrak pada cawan 2


84

Berat cawan kosong = 31,8388 g


Berat cawan+ekstrak = 36,1988 g
Berat ekstrak = (Berat cawan+ekstrak) – berat cawan kosong
= 36,1988 – 31,8388
= 4,360 g

%Rendemen = x 100%

= x 100%

= 4,360 %

c. Rendemen Fraksi

Fraksi Etil Asetat


Berat cawan kosong = 31,8768 g
Berat cawan+fraksi = 33,2494 g
Berat fraksi = (Berat cawan+fraksi) – berat cawan kosong
= 33,2494 – 31,8768
= 1,3726 g

%Rendemen = x 100%

= x 100%

= 27,408 %
Tabel Perhitungan Rendemen Fraksi Daun Merah Kastuba
Fraksi Bobot Bobot Bobot Bobot Bobot Rendemen
Cawan+Fraksi Cawan Fraksi Total Ekstrak Fraksi
(g) Kosong Fraksi
85

(g) (g) (g) (g) (%)


Air 92,8345 89,2411 3,5935 3,5935 71,7552
Etil 33,2494 31,8768 1,3726 5,008
1,4861 29,6745
Asetat 43,6619 43,5484 0,1135

Lampiran 8. Hasil Spektra GC-MS Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba

Peak R.Time I.Time F.Time Area %Area Height %Height A/H


1 10.540 10.520 10.620 17016 1.76 4674 0.94 3.64
2 11.305 11.285 11.375 20380 2.11 4507 0.91 4.52
3 11.401 11.375 11.445 49451 5.11 28399 5.71 1.74
4 11.492 11.445 11.510 27055 2.80 10844 2.18 2.49
5 11.532 11.510 11.590 25416 2.63 12966 2.61 1.96
6 11.881 11.855 11.895 19840 2.05 20426 4.11 0.97
7 11.959 11.895 11.985 21405 2.21 11487 2.31 1.86
8 12.009 11.985 12.055 167126 17.28 131357 26.42 1.27
9 12.099 12.055 12.135 36090 3.73 20042 4.03 1.80
10 12.476 12.440 12.490 26703 2.76 15528 3.12 1.72
11 12.527 12.490 12.545 79278 8.20 46026 9.26 1.72
12 12.612 12.545 12.660 253809 26.24 79563 16.00 3.19
13 12.684 12.660 12.755 128327 13.27 61629 12.40 2.08
14 12.775 12.755 12.820 24533 2.54 16646 3.35 1.47
15 14.642 14.600 14.710 70666 7.31 33039 6.65 2.14
967095 100.00 497133 100.00

a. Senyawa Peak 1
86

b. Senyawa Peak 2

c. Senyawa Peak 3

d. Senyawa Peak 4

e. Senyawa Peak 5
87

f. Senyawa Peak 6

g. Senyawa Peak 7

h. Senyawa Peak 8
88

i. Senyawa Peak 9

j. Senyawa Peak 10
89

k. Senyawa Peak 11

l. Senyawa Peak 12

m. Senyawa Peak 13
90

n. Senyawa Peak 14

o. Senyawa Peak 15
91

Lampiran 9. Perhitungan konsentrasi ABTS 5,52 mM

Diketahui :
M = 5,52 mM
Mr = 514,60 g/mol
V = 10 mL
Massa ABTS yang harus ditimbang = …?

M= x
92

5,52 mM = x

Massa =

Massa = 28,40 mg

Lampiran 10. Perhitungan Seri Konsentrasi Larutan Standar Asam Askorbat

1 Perhitungan Konsentrasi Larutan Induk Asam Askorbat 1000 ppm


Konsentrasi awal (M1) = 1000 ppm
Volume (V) = 10 mL
93

Massa (w) =MxV


= 1000 ppm x 0,01 L
= 10 mg
Maka, serbuk asam askorbat yang ditimbang sebanyak 10 mg.
2 Pembuatan Larutan Intermediet 100 ppm
Konsentrasi awal (M1) = 1000 ppm
Konsentrasi akhir (M2) = 100 ppm
Volume akhir (V2) = 10 mL
Volume awal (V1) = ……?
M1 x V2 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 10 mL

V1 =

V1 =

V1 = 1 mL → 1000 µL
3 Pengenceran Larutan Seri Konsentrasi Asam Askorbat 2, 6, 10, 14, dan 18
ppm
Konsentrasi awal (M1) = 100 ppm
Konsentrasi akhir (M2) = 2 ppm
Volume akhir (V2) = 5 mL
Volume awal (V1) = ……?
M1 x V2 = M2 x V2

V1 =

100 ppm x V1 = 2 ppm x 5 mL

V1 =

V1 = 0,1 mL → 100 µL
94

Tabel Pengenceran Larutan Induk Asam Askorbat

M1 (ppm) V1 (mL) M2 (ppm) V2 (mL)


0,9 18
0,7 14
100 0,5 10 5 mL
0,3 6
0,1 5

Lampiran 11. Perhitungan Seri Konsentrasi Larutan Fraksi Etil Asetat Daun Merah
Kastuba

1 Perhitungan Konsentrasi Larutan Sampel Fraksi Etil Asetat 1000 ppm


95

Konsentrasi awal (M1) = 1000 ppm


Volume (V) = 10 mL
= 0,01 L
Massa (w) =MxV
= 1000 ppm x 0,01 L
= 10 mg
Maka, fraksi etil asetat daun merah kastuba yang ditimbang sebanyak 10 mg.
2 Pembuatan Larutan Intermediet 100 ppm
Konsentrasi awal (M1) = 1000 ppm
Konsentrasi akhir (M2) = 100 ppm
Volume akhir (V2) = 10 mL
Volume awal (V1) = ……?
M1 x V2 = M2 x V2
1000 ppm x V1 = 100 ppm x 10 mL

V1 =

V1 =

V1 = 1 mL → 1000 µL
3 Pengenceran Larutan Seri Konsentrasi Fraksi Etil Asetat 10, 20, 30, 40, 50
dan 60 ppm
Konsentrasi awal (M1) = 100 ppm
Konsentrasi akhir (M2) = 10 ppm
Volume akhir (V2) = 5 mL
Volume awal (V1) = ……?
M1 x V2 = M2 x V2

V1 =

100 ppm x V1 = 10 ppm x 5 mL


96

V1 =

V1 = 0,5 mL → 500 µL

Tabel Pengenceran Larutan Induk Fraksi Etil Asetat

M1 (ppm) V1 (mL) M2 (ppm) V2 (mL)


3 60
2,5 50
2 40
100 5 mL
1,5 30
1 20
0,5 10
97

Lampiran 12. Penentuan Aktivitas Peredaman Radikal Bebas ABTS

a. Penentuan Operating Time ABTS

Hasil Penentuan Operating Time ABTS

Waktu Absorbansi
(menit)
0 0,3080
1 0,3075
2 0,3096
3 0,3101
4 0,3082
5 0,3075
6 0,3057
7 0,3080
8 0,3036
9 0,3064
10 0,3039
11 0,3009
12 0,2944
13 0,2963
14 0,2918
15 0,2914
16 0,2827
17 0,2801
18 0,2724
19 0,2724
20 0,2751
21 0,2665
22 0,2669
23 0,2670
24 0,2647
25 0,2673
26 0,2578
27 0,2531
28 0,2569
29 0,2578
30 0,2523
98

Grafik Hubungan Waktu dan Absorbansi Penentuan Operating Time ABTS

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ABTS

Panjang
A
gelombang (nm)
745 0,6578
746 0,6596
747 0,6612
748 0,6626
749 0,6637
750 0,6646
751 0,6650
752 0,6652
753 0,6651
754 0,6646
755 0,6639
756 0,6629
757 0,6617
758 0,6601
759 0,6583
99

Gambar Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ABTS

c. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Larutan Standar Asam Askorbat


1) Replikasi I
Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi
Kontrol 0,6017 -
2 0,5512 8,39
6 0,4983 17,18
10 0,4068 32,39
14 0,3216 46,55
18 0,2611 56,61

Grafik Hubungan Konsentrasi dan %Inhibisi Standar Asam Askorbat


Replikasi 1
100

2) Replikasi 2
Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi
Kontrol 0,6441 -
2 0,6142 4,64
6 0,4997 22,42
10 0,4155 35,49
14 0,3195 50,40
18 0,2452 61,93

Grafik Hubungan Konsentrasi dan %Inhibisi Standar Asam Askorbat


Replikasi 2

3) Replikasi 3
Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi
Kontrol 0,6203 -
2 0,5951 4,06
6 0,4996 19,46
10 0,4142 33,22
14 0,3388 45,38
18 0,2558 58,76
101

Grafik Hubungan Konsentrasi dan %Inhibisi Standar Asam Askorbat


Replikasi 3

Tabel Hasil Penentuan Nilai IC50 Standar Asam Askorbat


Rata-rata
Replikasi IC50 (ppm) SD CV (%)
(ppm)
1 15,65
2 14,21 15,04 0,74 4,94
3 15,27

d. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba
1) Replikasi 1
Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi
Kontrol 0,6330 -
10 0, 5216 17,60
20 0, 4673 26,18
30 0, 4050 36,02
40 0,3710 41,39
50 0,3093 51,14
60 0,2354 62,81
102

Grafik Hubungan Konsentrasi dan %Inhibisi Fraksi Etil Asetat Daun


Merah Kastuba Replikasi 1

2) Replikasi 2
Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi
Kontrol 0,6777 -
10 0,5748 15,18
20 0,5311 21,63
30 0,4935 27,18
40 0,3960 41,57
50 0,3260 51,90
60 0,2314 65,85

Grafik Hubungan Konsentrasi dan %Inhibisi Fraksi Etil Asetat Daun


Merah Kastuba Replikasi 2
103

3) Replikasi 3
Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi
Kontrol 0,6611 -
10 0,6369 3,66
20 0,5686 13,99
30 0,4510 31,78
40 0,3865 41,54
50 0,3115 52,88
60 0,2437 63,14

Grafik Hubungan Konsentrasi dan %Inhibisi Fraksi Etil Asetat Daun


Merah Kastuba Replikasi 3

Tabel Hasil Penentuan Nilai IC50 Fraksi Etil Asetat Daun Merah Kastuba
Rata-rata
Replikasi IC50 (ppm) SD CV (%)
(ppm)
1 47,35
2 47,47 47,54 0,23 0,49
3 47,80
104

e. Tabel Hasil Penentuan Nilai IC50 Standar Asam Askorbat dan Fraksi Etil
Asetat Daun Merah Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.)

Sampel Replikasi Persamaan Rumus IC50


Regresi (ppm)

Asam 1 y = 3,1448x + 50 = 3,1448x + 15,65


Askorbat 0,777 0,777

2 y = 3,5639x – 50 = 3,5639x – 14,21


0,6629 0,6629

3 y = 3,383x – 50 = 3,383x – 15,27


1,6524 1,6524

Fraksi Etil 1 y = 0,8752x + 50 = 0,8752x + 47,35


Asetat 8,5571 8,5571

2 y= 1,0244x + y= 1,0244x + 47,48


1,3654 1,3654

3 y = 1,2109 – 50 = 1,2109 – 47,80


7,8828 7,8828

Perhitungan Nilai Persen Inhibisi :


Konsentrasi 10 ppm

%Inhibisi = x 100%

%Inhibisi = x 100%

%Inhibisi = x 100%

%Inhibisi = 32,39%
Perhitungan Nilai IC50 :
y = 3,1448x + 0,777
105

50 = 3,1448x + 0,777
x = 15,65 ppm

Lampiran 13. Data Statistik Pengujian Aktivitas Peredaman Radikal Bebas ABTS
dengan SPSS Ver 25

a. Uji Normalitas
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sampel 6 100.0% 0 0.0% 6 100.0%
IC50 6 100.0% 0 0.0% 6 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Sampel Mean 1.5000 .22361
95% Confidence Interval Lower Bound .9252
for Mean Upper Bound 2.0748
5% Trimmed Mean 1.5000
Median 1.5000
Variance .300
Std. Deviation .54772
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Range 1.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .000 .845
Kurtosis -3.333 1.741
IC50 Mean 31.2917 7.26928
95% Confidence Interval Lower Bound 12.6054
for Mean Upper Bound 49.9779
5% Trimmed Mean 31.3235
Median 31.5000
106

Variance 317.054
Std. Deviation 17.80602
Minimum 14.21
Maximum 47.80
Range 33.59
Interquartile Range 32.55
Skewness -.003 .845
Kurtosis -3.324 1.741

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Sampel .319 6 .056 .683 6 .004
IC50 .316 6 .061 .705 6 .007
a. Lilliefors Significance Correction

b. Independent Samples T-Test


Group Statistics
Sampel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
IC50 Asam Askorbat 3 15.0433 .74628 .43086
Fraksi Etil Asetat 3 47.5400 .23302 .13454

Independent Samples Effect Sizes


95% Confidence Interval
a
Standardizer Point Estimate Lower Upper
IC50 Cohen's d .55283 -58.783 -98.141 -20.415
Hedges' correction .69286 -46.902 -78.305 -16.289
Glass's delta .23302 -139.457 -267.855 -22.175
107

a. The denominator used in estimating the effect sizes.


Cohen's d uses the pooled standard deviation.
Hedges' correction uses the pooled standard deviation, plus a correction factor.
Glass's delta uses the sample standard deviation of the control (i.e., the second) group.

Anda mungkin juga menyukai