Anda di halaman 1dari 8

REFERAT

“KOMPLIKASI KRONIS pada DM Tipe II”

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti


Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
di RSUD dr. Soedirman Kebumen

Disusun Oleh :
Adityo Suryo Wasisto
22712001

Dokter Pembimbing Klinis :


dr. A. Imbar Soedarsono, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2022
DEFINISI

ETIOLOGI

Berdasarkan hasil penelitian terbaru bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih awal lebih berat
dari yang diperkirakan sebelumnya, terdapat organ lain yang terlibat dalam DM tipe 2,
Sachwartz pada tahun 2016 mengungkapkan, bahwa tidak hanya otot, hepar dan sel beta
pancreas saja yang berperan sentral dalam pathogenesis pasien DM tipe 2 tetapi terdapat
delapan organ lain yang berperan, disebut sebagai “the egregious eleven”.

EPIDEMIOLOGI

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka


insidensi dan prevalensi DM Tipe 2 di berbagi penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikan
jumlah pasien DM Tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030, hal demikian juga diprediksi oleh International Diabetes Federation (IDF)
baha pada tahun 2019-2030 terdapat kenaikan pasien Diabetes melitus dari 10,7 juta menjadi
13,7 juta pada tahu 2030 (Perkeni, 2021). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan DM
terdignosis dokter dengan gejala sebesar 2,1%, prevalensi tertinggi terjadi di Provinsi
Sulawesi Tengah sebesar 3,7% (Riskesdas, 2013). Prevalensi DM berdasarkan Diagnosis
dokter pada penduduk umur ≥15 tahun pada tahun 2018, secara nasional sebesar 2,0 dengan
CI 95% (2,0-2,1), prevalensi tertinggi terjadi di provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4% dengan CI
95% (3,1-3,8) (Riskesdas, 2018).

PATOFISIOLOGI

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu:

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel B pancreas

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel
sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini
lazim disebut sebagai “resistensi insulin” (Teixiera L, 2011). Resistensi insulin banyak terjadi
akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak
terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2.
Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak
absolut (Hastuti, 2008).

Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi
insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila
tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B
pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan
menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut diabetes melitus
yaitu: Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik diabetes
melitus yaitu: Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di
kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan
mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu
hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat
lahir lebih dari 4kg.

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Penegakkan diagnosis DM berdasar pada pemeriksanna kadar glukosa darah dan HbA1c.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena.Diagnosis tidak dapat ditegakkan denagn adanya glikosuria.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila muncul keluhan seperti:

Keluhan klasik DM: poliuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita (PB Perkeni 2021).
KOMPLIKASI

TATA LAKSANA

Antidiabetik oral
Penatalaksanaan pasien DM dilakukan dengan menormalkan kadar gula darah dan mencegah
komplikasi. Lebih khusus lagi dengan menghilangkan gejala, optimalisasi parameter
metabolik, dan mengontrol berat badan. Bagi pasien DM tipe 1 penggunaan insulin adalah
terapi utama. Indikasi antidiabetik oral terutama ditujukan untuk penanganan pasien DM tipe
2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan
karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah 4-8 minggu upaya
diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg% dan HbA1c di atas 8%.
Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Dalam hal ini obat
hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase
dan insulin sensitizing.

Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk antihiperglikemia suntik adalah insulin, GLP1-RA dan kombinasi insulin dengan
GLP1-RA
DAFTAR PUSTAKA

1. Slamet S. Diet pada diabetes Dalam Noer dkk.Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi

III.Jakarta: Balai Penerbit FK-ill;2008

2. Fatimah, Restyana N, Diabetes Melitus Tipe 2. ArtikelReview. Journal Majority Volume 4


Nomor 5. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Provinsi Sumatera Selatan, 2015

3. PB PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia. Jakarta; 2021

4. Hastuti, Rini Tri. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus
Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [dissertation]. Universitas Diponegoro
(Semarang). 2008

5. Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes


development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties. Biomed Central
Cardiovascular Diabetology.2011; 10(2);1-1

6. Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. 2005

7. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Jakarta

8. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 2018, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai