DIABETES MELITUS
Dosen pembimbing
Silvia Wagustina, S.ST,M.Kes
Siti Zulfah, DCN, M.Kes
Disusun oleh
Nama : Lidya Rizky Damayani
NIM : P07131220016
Kelas : Reg. A Tk.II
Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh dengan baik dapat
menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak dikontrol dengan baik,
dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa penderita.
Apabila terjadi gangguan pada insulin, seseorang berisiko tinggi mengalami diabetes.
Diabetes dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti:
Apabila kondisi ini diabaikan dan kadar gula darah dibiarkan tinggi tanpa dikendalikan,
diabetes bisa melahirkan berbagai komplikasi membahayakan.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau rusaknya sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan karena reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu
sel β pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak dapat
memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan hidup harus diberikan insulin dengan
cara disuntikan pada area tubuh penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka penderita
akan tidak sadarkan diri, disebut juga dengan koma ketoasidosis atau koma diabetic.
Pada diabetes tipe 1, sistem kekebalan tubuh tersebut menyerang dan merusak sel beta pada
pankreas, sehingga tidak dapat memproduksi cukup insulin. Beberapa hal yang bisa menjadi
penyebab kerusakan sel beta pankreas, antara lain infeksi virus (enterovirus, virus Epstein-
Barr, virus rubella, rotavirus, serta virus gondongan), konsumsi obat-obatan tertentu, serta
pengaruh gluten..
Diabetes Tipe II
Diabetes tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin, yaitu ketika sel tubuh menjadi kebal
atau tidak responsif terhadap insulin. Insulin membantu sel menyerap dan mengubah gula
(glukosa) menjadi energi. Resistensi insulin menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel.
Akibat kondisi tersebut, pankreas harus bekerja lebih keras untuk memproduksi insulin agar
glukosa dapat masuk ke sel. Namun, seiring waktu, sel pankreas akan mengalami kerusakan
akibat bekerja terlalu keras sehingga tidak dapat menghasilkan insulin. Hal ini menyebabkan
glukosa menumpuk dalam darah.
Perbedaan gejala diabetes tipe 1 dan 2 terletak pada rentang waktu kemunculan gejala. Gejala
diabetes tipe 1 biasanya muncul seketika dan berkembang dengan cepat dalam waktu
beberapa minggu. Sedangkan pada diabetes tipe 2, awalnya gejala tidak tampak jelas, tapi
secara perlahan gejala akan memburuk. Tidak jarang penderita diabetes tipe 2 baru
menyadari penyakitnya setelah mengalami komplikasi yang serius..
Penderita diabetes tipe 1 juga biasanya menjadi mudah marah dan mengalami perubahan
suasana hati. Sementara itu, penderita diabetes tipe 2 juga dapat mengalami gangguan saraf
yang ditandai dengan kebas dan kesemutan di tangan atau kaki.
Bila pasien memiliki kondisi yang dapat memengaruhi hasil tes HbA1C, misalnya sedang
hamil, dokter akan menjalankan tes gula darah, seperti:
Untuk memastikan apakah pasien menderita diabetes tipe 1 atau tipe 2, dokter akan
menganjurkan pemeriksaan antibodi untuk mendeteksi kadar antibodi yang menyerang sel-sel
beta di dalam pankreas. Pemeriksaan antibodi ini dapat membedakan diabetes tipe 1 dan tipe
2, karena antibodi tersebut hanya dapat ditemukan pada diabetes tipe 1. Selain tes antibodi,
tes urine juga dapat membantu menentukan jenis diabetes. Dokter dapat menduga pasien
terkena diabetes tipe 1, jika kandungan keton terdeteksi di dalam urine.
- Hipoglikemia : adalah kondisi ketika terjadi penurunan kadar gula darah secara drastis
akibat tingginya kadar insulin dalam tubuh, terlalu banyak mengonsumsi obat penurun
gula darah, atau terlambat makan.
- Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS) : Kondisi ini juga merupakan salah satu
kegawatan medis pada penyakit kencing manis, dengan tingkat kematian mencapai
20%. HHS terjadi akibat adanya lonjakan kadar gula darah yang sangat tinggi dalam
waktu tertentu. Gejala HHS ditandai dengan haus yang berat, kejang, lemas, gangguan
kesadaran, hingga koma.
- Gangguan pada mata (retinopati diabetik) : Diabetes dapat merusak pembuluh darah di
retina. Kondisi ini disebut retinopati diabetik dan berpotensi menyebabkan kebutaan.
Pembuluh darah di mata yang rusak karena diabetes juga meningkatkan risiko
gangguan penglihatan, seperti katarak dan glaukoma.
- Kerusakan ginjal (nefropati diabetik) : Kondisi ini bisa menyebabkan gagal ginjal,
bahkan bisa berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Saat terjadi gagal
ginjal, penderita harus melakukan cuci darah rutin atau transplantasi ginjal.
b. Berat Badan
Berat badan lebih BMI >25 atau kelebihan berat badan 20% meningkatkan dua kali
risiko terkena DM. Prevalensi Obesitas dan diabetes berkolerasi positif, terutama obesitas
sentral Obesitas menjadi salah satu faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit DM.
Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (retensi insulin). Semakin banyak
jaringan lemak dalam tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak 16
tubuh terkumpul di daerah sentral atau perut.
c. Riwayat Keluarga
Orang tua atau saudara kandung mengidap DM. Sekitar 40% diabetes terlahir dari
keluarga yang juga mengidap DM, dan + 60%- 90% kembar identic merupakan penyandang
DM.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditujukkan dalam aktivitas sehari-hari.
Makanan cepat saji (junk food), kurangnya berolahraga dan minum-minuman yang bersoda
merupakan faktor pemicu terjadinya diabetes melitus tipe 2. Penderita DM diakibatkan oleh
pola makan yang tidak sehat dikarenakan pasien kurang pengetahuan tentang bagaimanan
pola makan yang baik dimana mereka mengkonsumsi makanan yang mempunyai karbohidrat
dan sumber glukosa secara berlebihan, kemudian kadar glukosa darah menjadi naik sehingga
perlu pengaturan diet yang baik bagi pasien dalam mengkonsumsi 17 makanan yang bisa
diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya.
2. Sistem pankreas buatan : adalah serangkaian alat yang dirancang untuk meniru
fungsi pankreas dalam mengatur kadar gula darah. Perangkat ini terdiri dari pompa
insulin, continous glucose monitoring (CGM), dan alat penghubung pompa dan CGM,
sebagai kontrol dan pengatur dosis. Sistem pankreas buatan dapat mengukur kadar
glukosa secara rutin dan menyesuaikan kadar insulin yang disuntikkan, layaknya
pankreas asli.
3. Obat – obatan : Selain pemberian insulin, dokter dapat meresepkan beberapa jenis
obat berikut ini:
- Aspirin, untuk menjaga kesehatan jantung pasien.
- Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin II
receptor blockers (ARB), untuk menjaga kesehatan ginjal pasien.
- Obat penurun kolesterol, untuk menurunkan risiko terserang penyakit jantung.
Diabetes Tipe II
1. Diet dan Olahraga : Menerapkan pola hidup sehat dengan rutin berolahraga dan
mengonsumsi makanan bergizi seimbang tidak hanya dapat menurunkan kadar gula
dalam darah, tetapi juga bisa menurunkan risiko terjadinya komplikasi. Dokter akan
menganjurkan pasien untuk mengonsumsi makanan yang kaya akan serat dan rendah
lemak.
2. Pemberian Obat – obatan : Dokter dapat meresepkan obat-obatan jika perubahan pola
hidup tidak cukup efektif menurunkan kadar gula darah. Beberapa jenis obat yang dapat
diberikan adalah:
- Metformin, untuk mengurangi produksi gula pada hati
- Glinide, seperti nateglinide, dan sulfonilurea, seperti glibenclamide, untuk
merangsang kerja pankreas agar memproduksi insulin lebih banyak
- Thiazolidinediones, seperti pioglitazone, untuk merangsang sel-sel tubuh agar lebih
sensitif terhadap insulin
- DPP-4 inhibitor, seperti sitagliptin, untuk meningkatkan produksi insulin dan
mengurangi produksi gula oleh hati
- GLP-1 receptor agonist, seperti exenatide, untuk memperlambat pencernaan
makanan, terutama yang mengandung gula, sekaligus menurunkan kadar gula
dalam darah
- SGLT2 inhibitor, seperti dapagliflozin, untuk mendorong ginjal membuang lebih
banyak gula
Jika obat-obatan di atas tidak efektif, dokter dapat memberikan suntik insulin. Insulin
tersedia dalam beberapa jenis, dan masing-masingnya bekerja dengan cara yang
berbeda.
3. Pemeriksaan kesehatan rutin : Kadar gula darah pasien perlu diperiksa secara rutin
agar kadarnya sesuai dengan yang telah ditentukan oleh dokter. Pemeriksaan juga
bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan yang sedang dilakukan.
Tergantung kondisi pasien, pemeriksaan mungkin perlu dilakukan sekali sehari
sebelum atau setelah berolahraga. Sedangkan pada pasien yang memerlukan tambahan
insulin, pemeriksaan perlu dilakukan beberapa kali sehari.
Untuk mengurangi risiko penyakit diabetes, baik itu tipe 1 atau 2, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, yaitu:
3. Mencegah stress
Stres yang tidak dikelola dengan baik dapat meningkatkan risiko diabetes. Hal ini
karena saat mengalami stres, tubuh akan melepaskan hormon stres (kortisol) yang dapat
meningkatkan kadar gula dalam darah. Tidak hanya itu, saat stres tubuh juga akan cenderung
lebih mudah lapar dan terdorong untuk makan lebih banyak. Oleh sebab itu, harus pandai
dalam mengelola stres agar tidak melampiaskannya pada makan atau ngemil secara
berlebihan.
Namun, jika tergolong yang berisiko tinggi terkena diabetes, seperti berusia 40 tahun ke atas,
memiliki riwayat penyakit jantung atau stroke, obesitas, atau memiliki riwayat keluarga
menderita diabetes, maka dokter mungkin akan menyarankan tes gula darah dilakukan lebih
sering.