Bentuk-Bentuk Negara
1. Negara Kesatuan ( Unitarisme )
Negara kesatuan adalah Negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam Negara kesatuan
pemerintahan yang berkuasa hanya satu yaitu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah.
Negara kesatuan dapat berbentuk :
Negara kesatuan dengan sistem pemerintahan Sentralistis.
Negara kesatuan dengan sistem pemerintahan Desentralisasi.
Negara Serikat/ Federasi
2. Negara serikat adalah suatu Negara yang merupakan gabungan dari beberapa Negara yang
menjadi Negara-negara bagian dari Negara serikat.
Negara-negara bagian itu adalah Negara merdeka, berdaulat dan berdiri sendiri melepaskan
sebagian kekuasaannya dan menyerahkannya kepada Negara serikat, sehingga ada pembagian
kekuasaan antara Negara bagian dengan Negara serikat, kekuasaan asli ada pada Negara bagian.
3. Negara Dominion. Negara seperti itu terdapat dalam lingkungan kerajaan Inggris, Negara
Dominion tadinya daerah jajahan Inggris yang telah merdeka kemudian mengakui Raja
Inggris sebagai rajanya sebagai lambang persatuan merdeka.
Negara-negara Dominion bergabung bersama dalam “ The British Common Welth of Nations”.
Negara-negara persemakmuran, misal Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, India dan
Malaysia.
4. Negara Protektorat, adalah Negara dibawah lindungan dari Negara lain, biasanya hubungan
luar negeri dan pertahanan keamanan diserahkan kepada Negara pelindung.
Negara Protektorat dibedakan :
Negara Protektorat Kolonial, sebagian besar kekuasannya ada pada Negara pelindung,
Negara ini bukan merupakan subyek hukum Internsional.
Protektorat Internasional, Negara ini sudah merupakan subyek hukum Internasional
5. Negara UNI
Negara ini adalah dua Negara atau lebih yang merdeka dan berdaulat mempunyai kepala
Negara yang sama.
Ada beberapa macam Negara UNI
Uni Riil, yaitu apabila Negara-negara mempunyai alat perlengkapan bersama yang
mengurus kepentingan bersama, misalnya Austria dan Hongaria Tahun 1918.
Uni Personil yaitu apabila Negara-negara mempunyai kepala Negara yang sama, misal
Belanda dan Lesenburg Tahun 1890.
Hasil Konfrensi Meja Bundar 1944 yang menghasilkan Negara Indonesia dan Belanda,
bukan Negara Uni, karena tidak mempunyai kepala Negara dan alat perlengkapan Negara
yang sama
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
2. peninjauan menurut pendapat machiavelli
3. peninjauan menurut struktur atau isi
1. peninjauan secara tradisional
bentuk negara menurut pandangan ini didasarkan pada "jumlah orang yang memerintah"
(teori kuantitas dari Aristoteles), menimbulkan istilah-istilah:
Monarki: pemerintahan dilaksanakan oleh satu orang
Aristokrasi:pemerintahan oleh sekelompok orang (para ahli filsafat atau para cendekiawan)
Politea:pemerintahan oleh seluruh orang
Oleh Aristoteles, ketiga macam bentuk negara tersebut diatas merupakan bentuk yang
ideal (good form of government) dikarenakan pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan
umum.
Apabila pemerintahan telah beralih kepada kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok,
maka ketiga bentuk negara tersebut beralih menjadi:
Monarki -> tirani
Aristokrasi -> Plutokrasi
Politeai -> demokrasi
Tirani, Plutokrasi dan Demokrasi merupakan bad form of government menurut
pendapat Aristotels)
Hal tersebut diatas dikenal dengan istilah : "teori kuantitas dan teori kualitas" mengenai
bentuk negara
Perubahan kualitas bentuk negara tersebut secara keseluruhan dikenal dengan "teori
revolusi" dari aristoteles.
2. peninjauan menurut pendapat machiavelli
menurut machiaelli ada 2 bentuk negara; yaitu: Republik (Respublica) dan Monarki
(Principat).
Para ahli lain mengemukakan kriteria atau ukuran untuk dapat dikatakan bahwa suatu
negara adalah Republik ataukah Monarki:
-> menurut pendapat Jellinek:
- penentuan republik dan monarki didasarkan pada terjadinya kehendak negara (staatswill).
- apabila kehendak negara terjadi secara wajar melalui satu orang maka bentuk negaranya
adalah monarki, dan apabila kehendak negara terjadi secara majelis atau melalui suatu
dewan, maka bentuk negaranya adalah republik.
-> menurut pendapat Duguit:
- menggunakan ukuran cara pengangkatan kepala negara. Apabila kepala negara
diangkat secara turun menurun maka bentuk negara adalah monarki, dan apabila
kepala negaranya diangkat dengan cara dipilih maka bentuk negara adalah republik.
-> menurut Otto Koellreuter:
- menggunakan ukuran berdasar asas kesamaan dan ketidaksamaan. Asas kesamaan
adalah setiap orang mempunyai kesempatan yang sama menjadi pemimpin negara,
sedangkan asas ketidaksamaan artinya tidak semua warga mempunyai kesempatan
yang sama untuk menjadi pemimpin karena kesempatan hanya ada pada warga
berdasar garis keturunan. Apabila asas kesamaan yang dipergunakan maka bentuk
negaranya adalah republik sedangkan apabila asas ketidaksamaan maka bentuk negaranya
adalah monarki.
2. peninjauan menurut struktur atau isi
- peninjauan ini didasarkan pada stuktur atau isi yang ada dalam bangunan negara, jadi
tidak terpaku pada istilah atau nama bentuk negara.
-> terdapat dua aliran dalam peninjauan ini, yaitu:
1. aliran yang menyamakan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan;
2. aliran yang membedakan negara demokrasi dan diktatur.
3. aliran yang mempergunakan kriteria lain.
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
- Aliran yang menyamakan bentuk negara dan bentuk pemerintahan:
-> ada 3 bentuk pemerintahan, yaitu:
a. sistem parlementer: bentuk pemerintahan yang menunjukkan adanya hubungan yang
erat antara badan eksekutif dan legislatif;
b. sistem presidensial yang murni; bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan secara tegas
antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif;
c. sistem pengawasan langsung oleh rakyat; bentuk pemerintahan, dimana badan legislatif
mendapat pengawasan langsung oleh rakyat dalam melaksanakan tugasnya.
> sistem parlementer: (disebut juga sistem Inggris)
- Secara historis dalam mencapai suatu sistem parlementer murni terdapat beberapa
fase, meliputi:
a. Fase kekuasaan tertinggi masih berada pada tangan raja/eksekutif. Pada fase ini
apabila terjadi perselisihan, maka yang menentukan adalah raja sehingga
kekuasaan raja/eksekutif lebih besar dari legislatif ( E > L );
b. Fase keseimbangan antara kekuasaan lembaga eksekutif dan legislatif. Terjadi
pada masa negara hukum formal atas desakan golongan liberal yang ingin turut
serta dala pemerintahan berdasar pada asas kebebasan individu, juga untuk
jaminan hak dan kedudukannya. Pada masa ini pada setiap UUD yang
menganut sistem parlementer umumnya memuat suatu rumusan yang
menetapkan bahwa: "Parlemen dapat meminta pertanggungan jawab pada
pemerintah. Akan tetapi apabila Parlemen tidak lagi memenuhi keinginan
rakyat, maka pemerintah dapat membubarkan parlemen". Dengan demikian
terdapat keseimbangan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif (E = L);
c. Fase kekuasaan tertinggi ada pada Parlemen. Hal ini berdasar pada pemikiran
bahwa dalam negara demokrasi maka sudah seharusnya kekuasaan tertinggi ada
pada Parlemen (E < L).
> sistem presidensial (disebut juga sistem Amerika Serikat)
- -pelaksanaan pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif pada
kenyataannya dilaksanakan dengan sistem "check and balance".
- -check and balance dilakukan dengan cara: bahwa Presiden (sebagai eksekutif) mempunyai
hak veto terhadap suatu rancangan UU yang telah diterima baik oleh Konggres;
Konggres dapat melakukan "impeachment" terhadap presiden apabila melakukan
perbuatan yang tidak senonoh; Hakim Agung diangkat oleh Konggres dari calon yang
diajukan oleh Presiden, serta Mahkamah Agung mempunyai hak menguji secara
materiil (Judicial Review) terhadap suatu UU dan menyatakan tidak sah apabila
menurut penilaian MA suatu UU tersebut bertentangan dengan konstitusi.
> sistem pengawasan langsung oleh rakyat (disebut juga sistem Swiss)
- Pengawasan terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan oleh lembaga legislatif dilakukan
oleh rakyat dengan 2 cara, yaitu: inisiatif rakyat dan referendum;
- Maksud inisiatif rakyat adalah merupakan hak rakyat untuk
mengajukanb/mengusulkan suatu rancangan UU pada lembaga legislatif dan eksekutif.
- Maksud referendum adalah meminta persetujuan atau pendapat rakyat mengenai
suatu kebijakan yang telah, sedang atau yang akan dilaksanakan oleh badan legislatif dan
Eksekutif.
- Ada 3 macam referendum, yaitu: referendum obligatoir; referendum fakultatif;
referendum consultatif.
o referendum obligatori, yaitu referendum terhadap suatu UU yang
materinya menyangkut hak-hak rakyat. Sebelum UU tersebut berlaku maka
wajib meminta persetujuan rakyat terlebih dahulu.
o referendum fakultatif, yaitu referendum terhadap UU yang sudah berlaku
dalam waktu tertentu. Apabila hasil referendum menghendaki agar UU tersebut
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
tetap berlaku maka UU itu tetap berlaku, tetapi apabila hasil referendum
menghendaki UU tersebut ditolak maka UU itu harus dicabut.
o referendum consultatif, yaitu referendum yang berkaitan dengan soal -soal
teknis. Umumnya mengenai soal yang menyangkut materi suatu UU yang
sedang dimintai persetujuan rakyat.
- Aliran yang membedakan negara menjadi negara demokrasi dan diktatur
- menurut Dr. Jitta ada 2 pengertian yang berhubungan dengan masalah
demokrasi sebagai bentuk negara, yaitu: "method of decision making" dan
"contents of decision making".
- Sebagai "method of decision making", demokrasi dilihat dari segi bentuk dan
pemerintahannya dilkakukan oleh banyak orang dan umumnya disebut
demokrasi dalam arti formal, sedangkan sebagai "contents of decision making",
demokrasi dilihat dari segi idea dan isinya memperhatikan pula masalah
keadaan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Dan hal ini disebut pula demokrasi
dalam arti material, dan pemerintahannya adalah untuk kepentingan orang
banyak/rakyat.
- demokrasi yang dilakukan hanya untuk kepentingan sekelompok orang (orang
tertentu) disebut dengan istilah diktatur.
- Aliran yang mempergunakan kriteria lain:
- dalam hal ini adalah dipelopori oleh Strong yang mengemukakan lima kriteria untuk
menentukan bentuk negara, yaitu:
1. Bagaimana pembagian kekuasaan diantara pemerintahan yang ada (antara
pemerintah pusat dengan daerah atau antara pemerintah federal dengan
pemerintaha negara bagian);
2. Penaskahan konstitusi, apakah konstitusinya berada pada satu naskah ataukah
tidak;
3. Bagaimana susunan badan perwakilannya apakah satu kamar atau dua kamar;
4. Bagaimana sistem pemerintahannya apakah parlementer, presidensial atau
pengawasan langsung dari rakyat;
5. Bagaimana sistem hukum yang berlaku.
Sumber : Pokok-Pokok Materi Kuliah Ilmu Negara : Teori-Teori Kenegaraan (Sosiologis dan
Yuridis), Surohmat, FH UMJ, 2007
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
orang ataupun golongan-golongan dalam masyarakat diakui sebagai individu dan kolektivitas warga
negara, terlepas dari ciri-ciri khusus yang dimiliki seseorang atau segolongan orang atas dasar
kesukuan dan keagamaan dan lain-lain, yang membuat seseorang atau segolongan orang berbeda
dari orang atau golongan lain dalam masyarakat.
Negara persatuan mengakui keberadaan masyarakat warga negara karena kewargaanya (civility).
Dengan demikian, negara persatuan itu mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia karena prinsip kewargaan yang bersamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan. Namun, konsepsi negara persatuan itu sering disalah-pahami seakan-
akan bersifat ‘integralistik’, yang mempersatukan rakyat secara totaliter bersama-sama dengan
pemimpinnya seperti konsepsi Hitler yang didasarkan atas pandangan Hegel tentang negara Jerman.
Istilah negara persatuan cenderung dipahami sebagai konsepsi atau cita negara (staatsidee) yang
bersifat totaliter ataupun otoritarian yang mengabaikan pluralisme dan menafikkan otonomi
individu rakyat yang dijamin hak-hak dan kewajiban asasinya dalam Undang Undang Dasar. Oleh
karena itu, untuk tidak menimbulkan salah pengertian, istilah persatuan itu harus dikembalikan
kepada bunyi rumusan sila ketiga Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia”, bukan “Persatuan dan
Kesatuan Indonesia” apalagi “Kesatuan Indonesia”.
Persatuan adalah istilah filsafat dan prinsip bernegara, sedangkan kesatuan adalah istilah bentuk
negara yang bersifat teknis. Bandingkan antara rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 dan
rumusan pasal 1 ayat (1) yang menyatakan: “Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang
berbentuk Republik”. Negara Kesatuan adalah konsepsi tentang bentuk negara, dan Republik adalah
konsepsi mengenai bentuk pemerintahan yang dipilih dalam kerangka UUD 1945.
Indonesia adalah negara yang berbentuk Negara Kesatuan (unitry state). Kekuasaan asal berada di
pemerintah pusat. Namun kewenangan (authority) pemerintah pusat ditentukan batas-batasnya
dalam Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang ditentukan sebagai kewenangan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah. Hubungan-hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah
Daerah Propinsi serta pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, tidak diatur berdasarkan asas
dekonsentrasi, melainkan hanya didasarkan atas asas otonomi atau desentralisasi dan tugas
perbantuan (medebewin).
Disamping itu, dalam rumusan pasal 18, pasal 18A dan pasal 18B (seluruhnya sebanyak 11 ayat),
ditegaskan pula adanya pengakuan atas pluralisme di berbagai daerah. Pasal 18A ayat (1), misalnya
menegaskan: “Hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah propinsi,
kabupaten dan kota atau antara propinsi dan kabupaten dan kota diatur dengan Undang-Undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah, pasal 18B ayat (1) menyatakan:
“Negara mengakui dan menghormati satuansatuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang”. Pasal 18B ayat (2) menegaskan: “Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”.
Dengan ketentuan-ketentuan konstitusional demikian, berarti Negara Kesatuan Republik Indonesia
diselenggarakan dengan pengaturan antar daerah yang tidak seragam antara satu sama lain. Dalam
hubungan antara pusat dan daerah atau daerah propinsi dengan kabupaten/kota dimungkinkan
adanya pola hubungan yang bersifat khusus seperti propinsi Papua. Pengaturan demikian dimaksud
untuk menjamin agar seluruh bangsa Indonesia benar-benar bersatu dengan keragaman dalam
bingkai Negara Kesatuan. Prinsip keadilan antar pusat dan propinsi dan daerah kabupaten/kota juga
makin terjamin. Otonomi dan kebebasan rakyat dihadapan jajaran pemerintah pusat dan daerah
juga
makin tumbuh dan berkembang sesuai prinsip demokrasi. Untuk itu, susunan Negara Kesatuan
dengan pengaturan yang bersifat khusus atau otonomi khusus dikembangkan sebagaimana mestinya
dengan memperhatikan perbedaan tingkat kemampuan antar daerah diseluruh Indonesia. Karena
itu, pelaksanaan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan yang memungkinkan adanya
pengaturan khusus berupa daerah otonomi khusus itu hendaklah dilaksanakan secara sistematis dan
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
bertahap, daerah-daerah yang belum atau tidak dapat melaksanakannya, perlu diberi kesempatan
mempersiapkan diri. Daerah-daerah juga tidak perlu memaksakan diri untuk secepat mungkin
menerapkan kebijakan otonomi daerah yang seluas-luasnya dengan meninggalkan sama sekali atau
mengabaikan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.
Pemerintah pusat bertanggungjawab menyukseskan pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan
secara bertahap itu. Disamping itu, meskipun susunan pemerintahan bersifat desentralistis, tetapi
pemerintah pusat tetap memiliki kewenangan koordinasi antar daerah propinsi, dan pemeritah
daerah propinsi memiliki kewenangan koordinasi antar daearah kabupaten/kota sebagaimana
mestinya.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN
KEEMPAT UUD TAHUN 1945, Makalah dalam symposium Nasional yang dilakukan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM, 2003, hlm. 10-14
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
diberhentikan, tuntutan pemberhentian Presidendan/atau Wakil Presiden yang didasarkan atas
tuduhan pelanggaran atau kesalahan, terlebih dulu harus dibuktikan secara hukum melalui
proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Jika tuduhan bersalah itu dapat dibuktikan secara
hukum oleh Mahkamah Konstitusi, barulah atas dasar itu, MPR bersidang dan secara resmi
mengambil putusan pemberhentian.
(4) Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dan karena bertanggung-jawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Kedudukannya tidak tergantung kepada parlemen. Disamping itu, para Menteri
itulah yang pada hakikatnya merupakan para pemimpin pemerintahan dalam bidang masing-
masing. Karena itu, kedudukannya sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan;
(5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem presidentil sangat kuat
sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa
masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua
masa jabatan. Di samping itu, beberapa badan atau lembaga negara dalam lingkungan cabang
kekuasaan eksekutif ditentukan pula independensinya dalam menjalankan tugas utamanya.
Lembaga-lembaga eksekutif yang dimaksud adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral,
Kepolisian Negara dan Kejaksaan Agung sebagai aparatur penegakan hukum, dan Tentara
Nasional Indonesia sebagai aparatur pertahanan negara. Meskipun keempat lembaga tersebut
berada dalam ranah eksekutif, tetapi dalam menjalankan tugas utamanya tidak boleh
dipengaruhi oleh kepentingan politik pribadi Presiden. Untuk menjamin hal itu, maka
pengangkatan dan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur Bank Indonesia, Kepala
Kepolisian Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia hanya dapat
dilakukan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Pemberhentian para pejabat tinggi pemerintahan tersebut tanpa didahului dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh Presiden apabila yang bersangkutan
terbukti bersalah dan karena itu dihukum berdasarkan vonis pengadilan yang bersifat tetap
karena melakukan tindak pidana menurut tata cara yang diatur dengan Undang-Undang.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN
KEEMPAT UUD TAHUN 1945, Makalah dalam symposium Nasional yang dilakukan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM, 2003, hlm. 7-10
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
(3) Materi yang dapat diubah dengan cara yang tidak biasa, yaitu pasal-pasal yang berkenaan
dengan bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik serta pasal-pasal yang
berkenaan dengan dasar negara.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 81-82
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
Anggotanya terdiri dari 60 orang, dimana 11 orang di antaranya dicalonkan oleh Perdana Menteri,
tiga dipilih oleh Universitas Nasional irlandia, tiga Universitas Dublin, dan 43 orang dipilih dari lima
Panel Calon yang mencakup tokoh-tokoh yang dikenal keahliannya di bidang pendidikan,
kebudayaan, kesusasteraan, kesenian dan kebahasaan, keahlian di bidang pertanian dan perikanan,
keahlian di bidang ketenagakerjaan, keahlian di bidang industri, keuangan, rekayasa, dan arsitektur,
serta tokoh-tokoh yang dikenal keahliannya di bidang administrasi publik.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 23-24
oleh karena itu, kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai pengalaman menerapkan sistem yang
bersifat campuran di bawah UUD 1945 adalah bahwa pilihan-pilihan mengenai sistem pemerintahan
indonesia di masa depan perlu dengan sungguh-sungguh dikaji kembali untuk makin
disempurnakan sehingga dapat menjamin kepastian sistem pemerintahan: presidensiil atau
parlementer.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 109
Ketidakpastian sistem pemerintahan :
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
kanada, meniru Amerika Serikat dalam hal ini. Di benua eropa dan kebanyakan negara Asia pada
umumnya menggunakan model inggris, yaitu sistem parlementer. Tetapi, Perancis memiliki model
tersendiri yang bersifat campuran atau yang biasa disebut dengan “hybrid system”. Pada umumnya
negara-negara bekas jajahan Perancis di Afrika menganut sistem campuran itu. Di satu segi ada
pembedaan antara kepala Negara dan kepala Pemerintahan, tetapi kepala Negaranya adalah
Presiden yang dipilih dan bertanggungjawab kepada rakyat secara langsung seperti dalam sistem
presidensiil. Sedangkan kepala Pemerintahan di satu segi bertanggungjawab kepada Presiden,
tetapi di segi lain, ia diangkat karena kedudukannya sebagai pemenang pemilu yang menduduki
kursi parlemen, dan karena itu ia juga bertanggungjawab kepada parlemen.
Selain ketiga model itu, yang agak khas adalah Swiss yang juga mempunyai Presiden dan Wakil
Presiden. Tetapi mereka itu dipilih dari dan oleh tujuh orang anggota Dewan Federal untuk masa
jabatan secara bergantian setiap tahun. Sebenarnya ke-tujuh orang anggota Dewan Federal itulah
yang secara bersama-sama memimpin negara dan pemerintahan Swiss. karena itu, sistem
pemerintahan Swiss ini biasa disebut sebagai “collegial system” yang sangat berbeda dari tradisi
presidentialisme atau parlementarisme di mana-mana. Namun, terlepas dari kekhasannya ini,
adanya sistem pemerintahan kolegialala Swiss dan adanya sistem campuran atau “hybrid system”
ala Perancis itu menunjukkan bahwa sistem pemerintahan yang diterapkan di dunia tidak selalu
menyangkut pilihan antara parlementarisme atau presidentialisme.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum TaTa Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 109-110
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
Memang banyak teori berkenaan dengan ini. Banyak pula para ahli tidak menolak kesimpulan yang
menyatakan bahwa sistem parlementer telah gagal dipraktekkan. Namun, dalam kenyataan sejarah,
kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat penerapan sistem parlementer itu di masa-masa
awal kemerdekaan tidak dapat menutup kenyataan bahwa indonesia tidak berhasil dalam
mempraktekkan sistem parlementer yang diidealkan. karena itu, tidak mudah untuk merumuskan
alasan lain untuk kembali mengidealkan penerapan sistem parlementer itu di indonesia di masa
depan. Yang justru belum pernah dicoba dengan sungguhsungguh untuk diterapkan di indonesia
adalah sistem presidentil murni, dimana Presiden dipilih dan bertanggungjawab secara politik
hanya kepada rakyat, bukan melalui lembaga parlemen. kalaupun pemilihan presiden itu dipilih tidak
langsung, misalnya, melalui “electoral college” seperti di Amerika Serikat, pertanggungjawaban
Presiden itu tetap langsung kepada rakyat, bukan kepada “electoral college” yang berfungsi sebagai
parlemen seperti dalam sistem MPr.
oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan sungguh-sungguh keperluan kita
menerapkan sistem pemerintahan presidensiil yang bersifat murni itu di masa depan. Sudah
tentu, penerapan sistem presidentil itu tetap harus dilakukan dengan memperhitungkan berbagai
kelemahan bawaan dalam sistem ini. oleh karena itu, dalam rangka perubahan UUD, ada baiknya
kelemahan-kelemahan bawaan sistem presidensiil itu ditutupi dan diatasi dengan menerapkan
prosedur-prosedur teknis yang tepat.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum TaTa Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 111-113
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum TaTa Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 113-114
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023
menjadi anggota kabinet bagi para politisi tetap lebih menarik dibandingkan dengan menjadi
anggota parlemen. Akan tetapi, sesuai prinsip presidensiil tanggungjawab tetap berada di
tangan Presiden.
4. Dalam sistem presidensiil, Presiden tetap dapat diberhentikan di tengah jalan melalui
mekanisme yang dikenal dengan sebutan “impeachment”. Tetapi, dalam sistem ini,
“impeachment”dibatasi hanya dapat dilakukan karena alasan pelanggaran hukum (kriminal)
yang menyangkut tanggungjawab personal (individual responsibility). Di luar alasan hukum,
proses tuntutan pemberhentian tidak dapat dilakukan seperti halnya dalam sistem parlementer
melalui mekanisme mosi tidak percaya (“vote of cencure”). karena itu, tidak perlu ada
kekhawatiran jika Presidennya diberhentikan dan Wakil Presiden tampil sebagai pengganti
meskipun ia berasal dari partai yang berbeda.
5. Dalam sistem presidensiil, hakikat pertanggungjawaban pemerintahannya tidaklah bersifat
kolektif, melainkan bersifat individual. karena itu, jika kepala Pemerintahan berhenti atau
diberhentikan, pemerintahan atau kabinetnya tidak perlu terpengaruh dan harus ikut
dibubarkan seperti dalam sistem parlementer. oleh karena itu, tidaklah ada alasan untuk
menghawatirkan penerapan sistem presidensiil itu untuk indonesia di masa depan.
Sumber : Jimly Ashshiddiqy, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar demokrasi, hlm 115-117
Referensi Materi Mengenai Pokok Bahasan Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Negara, Materi Kuliah Hukum Tata
Negara, FH UMJ, 2023