Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerak merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia.


Gerak adalah ciri kehidupan dan mempertahankan gerakan adalah
mempertahankan kehidupan dan meningkatkan mobilitas adalah
meningkatkan kualitas hidup (Giriwijoyo & Sidik, 2013:87). Hampir semua
aktivitas yang dilakukan manusia melibatkan unsur gerak atau keterampilan
motorik. Banyak sekali aktivitas manusia yang melibatkan aspek motorik,
misalnya saja dunia olah raga, dunia seni, serta masih banyak lagi dunia
kerja dan profesi lainnya.

Keterampilan motorik merupakan hasil gerak individu dalam


pelaksanaan gerak, baik itu gerak non-atletik maupun gerak atletik atau
kematangan dalam pelaksanaan keterampilan mobilitas. Kemampuan adalah
suatu ciri umum atau kemampuan individu yang menentukan potensi
seseorang untuk memperoleh keterampilan tertentu, seperti kemampuan
motorik yang merupakan kemampuan yang secara khusus berkaitan dengan
melakukan keterampilan motorik, gerak atau gerakan yang dilakukan oleh
individu (Magill & Anderson, 2016:53).

Pendidikan jasmani memberikan keterampilan motorik dan pola gerak


yang diperlukan untuk melakukan berbagai aktivitas fisik dengan
menggunakan berbagai olahraga untuk mengembangkan keterampilan
motorik yang bermanfaat bagi orang dewasa (Bert, 2010:29; Mustafa dan
Dwiyogo, 2020:435).

Keterampilan motorik mengandalkan otot dan energi yang digunakan


termasuk keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus
(Lutan, 1988:97). Perkembangan motorik kasar anak terjadi lebih awal

1
dibandingkan motorik halus. Misalnya anak akan lebih dahulu
menggenggam benda yang besar dibandingkan benda yang kecil karena
belum dapat mengontrol gerakan jari untuk melakukan keterampilan
motorik halus seperti memotong dan menggambar (Mitayani dkk., 2015:63).

Perkembangan motorik kasar merupakan komponen penting yang


berkembang seiring bertambahnya usia agar anak tidak mengalami kesulitan
dalam melakukan perilaku motorik yang lebih kompleks di usia yang lebih
tua (Baharom et al., 2014 :129). Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan
motorik harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, karena dapat mempunyai
dampak di kemudian hari.

Perkembangan motorik anak dipengaruhi secara positif oleh kualitas


rangsangan psikososial yang diberikan oleh kelompok bermain di rumah
serta peningkatan sarana dan prasarana sekolah serta usia anak. Pada saat
yang sama, program pendidikan yang semakin beragam memberikan
dampak negatif terhadap perkembangan motorik anak (Hastuti, 2009:55).
Selain itu, praktik disiplin, jujur, tanggung jawab dan kerjasama lebih
mudah diterapkan dan dipraktikkan melalui kegiatan yang menyenangkan,
dan tidak disajikan secara teoritis karena melalui permainan akan terlihat
karakter seseorang, apakah orang tersebut disiplin, jujur, bertanggung
jawab. dan koperasi (Winarno, 2012:6).

Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa dalam konteks pendidikan


jasmani, pembelajaran keterampilan motorik melalui bermain dapat
mempengaruhi perilaku psikososial. Namun kenyataannya sangat
memprihatinkan karena pembelajaran keterampilan motorik dalam
pendidikan jasmani sering kali terabaikan. Padahal, dengan kegiatan
pelatihan motorik yang tepat, seseorang akan mampu menjalani kehidupan
dengan baik.

PJOK merupakan pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk


mengembangkan aspek-aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak,
berfikir kritis, pola hidup sehat. Selain itu PJOK merupakan media untuk

2
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai serta pembiasaan pola
hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

PJOK bertujuan untuk pendidikan umum mengembangkan aspek fisik,


keterampilan motorik, dan berpikir gaya hidup yang penting dan sehat.
Selain itu, PJOK juga menjadi sarana penyemangat perkembangan fisik,
perkembangan psikologis, keterampilan motorik, pengetahuan dan Sebab,
mengapresiasi nilai-nilai dan kebiasaan hidup sehat Bertujuan untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan
keseimbangan psikologis.

Dalam kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah, pembelajaran


keterampilan motorik termasuk dalam lingkup PJOK, namun mata
pelajaran PJOK seringkali terabaikan dan dianggap mengkhawatirkan.
Padahal, olah raga aktif mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan manusia, membantu terhindar dari risiko penyakit degeneratif
(Tarigan, 2011: 19).

dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat


merupakan potensi yang
dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir. Contoh seorang yang
berbakat melukis akan
lebih cepat mengerjakan pekerjaan lukisnya dibandingkan seseorang
yang kurang
berbakat. Sedangkan minat adalah suatu proses pengembangan dalam
mencampurkan seluruh
kemampuan yang ada untuk mengarahkan individu kepada suatu kegiatan
yang diminatinya.
Bakat adalah kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam
tempo yang relatif pendek
dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat
merupakan potensi yang
dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir. Contoh seorang yang
berbakat melukis akan
lebih cepat mengerjakan pekerjaan lukisnya dibandingkan seseorang
yang kurang
berbakat. Sedangkan minat adalah suatu proses pengembangan dalam
mencampurkan seluruh

3
kemampuan yang ada untuk mengarahkan individu kepada suatu kegiatan
yang diminatinya.
Bakat adalah kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam
tempo yang relatif pendek
dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat
merupakan potensi yang
dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir. Contoh seorang yang
berbakat melukis akan
lebih cepat mengerjakan pekerjaan lukisnya dibandingkan seseorang
yang kurang
berbakat. Sedangkan minat adalah suatu proses pengembangan dalam
mencampurkan seluruh
kemampuan yang ada untuk mengarahkan individu kepada suatu kegiatan
yang diminatiny
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran dimana siswa
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif
disusun dengan tujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa,
memfasilitasi pengalaman siswa dalam kepemimpinan dan pengambilan
keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi dan belajar bersama dari berbagai platform (Afandi,
Chamalah dan Wardani, 2013:53)

Pembelajaran kolaboratif ini akan memberikan kesempatan kepada siswa


untuk belajar bersama siswa lainnya dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Melalui pembelajaran kooperatif seorang siswa akan menjadi sumber
belajar bagi teman-temannya yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran
kolaboratif dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa proses pembelajaran
akan lebih bermakna jika siswa dapat saling mengajar. Namun dalam
pembelajaran kolaboratif, siswa dapat belajar dari dua sumber belajar
utama: pengajar dan mitra belajar lainnya (Wena, 2009: 11).

Menurut Jarolimek dan Parker dalam Afandi, Chamalah & Wardani


(2013: 56), manfaat yang diperoleh dari pembelajaran kooperatif adalah
saling ketergantungan yang positif, pengakuan dalam menanggapi
perbedaan individu, siswa berpartisipasi dalam perencanaan dan
pengelolaan kelas, menciptakan suasana yang nyaman dan menghibur,
menjalin hubungan yang hangat dan bersahabat antar siswa, memberikan
banyak kesempatan untuk mengungkapkan pengalaman emosional yang

4
menarik. Oleh karena itu, keunggulan pembelajaran kooperatif terletak pada
bekerja sama atau saling mengajar dalam proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah mengubah seluruh anggota


kelompok menjadi individu yang kuat. Tanggung jawab pribadi diperlukan
untuk memastikan bahwa semua anggota diperkuat melalui kegiatan
pembelajaran bersama. Artinya setelah bergabung dalam suatu kelompok
belajar, anggota kelompok akan mampu menyelesaikan tugas serupa
(Suprijono, 2009: 59).

Pembelajaran kolaboratif memberikan kesempatan kepada siswa


untuk berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan mengungkapkan
gagasan secara teratur. Siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilannya secara komprehensif dalam
kelompoknya. Oleh karena itu melalui model pembelajaran kooperatif
diyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan lebih


banyak kesempatan kepada siswa untuk belajar menguasai tugas-tugas
motorik yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD setiap siswa terlibat langsung dalam suatu proses sosial dimana siswa
bekerja sama untuk mencapai tujuan belajarnya.

STAD (Student Team Achievement Devision) adalah salah satu dari


sekian banyak model pembelajaran yang bersifat kelompok dan dapat
meningkatkan kerjasama serta kepekaan terhadap individu didalamnya.
Sehingga menciptakan hubungan antar kelompok dengan baik. Menurut
Kartika,dkk (dalam Trianto,2014) pembelajaran kooperatif tipe STAD
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang
siswa secara heterogen.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan


masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Cara Meningkatkan Keterampilan
Gerak Motorik Mata Pelajaran PJOK Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan


penelitian ini adalah ‘Peningkatan Keterampilan Gerak Motorik Mata
Pelajaran PJOK Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD”

D. Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Bagi Siswa
Untuk meningkatkan keterampilan gerak motorik dalam mata
pelajaran PJOK, serta dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab
didalam kelompok dan dapat bekerja sama didalam kelompok

2. Bagi Guru
Diharapkan dapat menambah wawasan guru mengenai model
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievemnt Devision (STAD).

3. Bagi Sekolah
Diharapkan untuk sekolah lebih menerapkan setiap pembelajaran
menggunakan kooperatif tipe Student Teams Achievemnt Devision
(STAD) agar setiap siswa mampu termotivasi untuk mendorong dan
saling membantu diantara siswa dalam meguasai keterampilan atau
pengetahuan yang disajikan oleh guru.

4. Bagi Peneliti

6
Melalui penelitian ini peneliti dapat mengetahui tentang bagaimana
meningkatkan Keterampilan gerak motorik mata pelajaran PJOK
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

E. Definisi Operasional

Model pembelajaran kooperatif yang memacu kerjasama siswa


melalui belajar dalam kelompok yang anggotanya beragam untuk
menguasai keterampilan yang sedang dipelajari. STAD (Student
Teams achievement Division) merupakan salah satu pembelajara
kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan
level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama
untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran, Model ini didesain untuk
tim kecil yang berjumlah 4-5 orang. Setiap tim itu bisa diatur tingkat
kemampuan siswanya maupun gendernya.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Gerak Motorik

Dalam kehidupan sehari-hari gerak merupakan suatu kegiatan yang


selalu melekat dalam kehidupan manusia, gerak merupakan tujuan
sekaligus alat untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah. Gerak
sebagai suatu tujuan sering kali terjadi dalam dunia olah raga, seperti pada
gerak senam, dimana yang menjadi objek penilaian adalah gerak itu sendiri,
baik keindahan maupun mutu gerak itu sendiri.

Sederhananya gerakan adalah suatu tujuan, apabila gerakan yang


dilakukan merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai atau dievaluasi.
Adapun gerak sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan, maka gerak yang
dilakukan bukanlah obyek yang dinilai melainkan sarana untuk mencapai
tujuan. Gerak sebagai alat atau alat untuk mencapai tujuan muncul hampir
pada setiap aktivitas kehidupan manusia, termasuk gerak olah raga.

Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak: bermain


merangsang perkembangan otot pada saat anak melompat, melempar atau
berlari. Selain itu, anak bermain dengan seluruh emosi, perasaan, dan
pikirannya. Anak mempunyai kemampuan mengendalikan tubuhnya dan
benar-benar menikmati aktivitas yang dilakukannya sendiri, karena otot-otot
besarnya berkembang dibandingkan kendali lengan dan kakinya.

8
Orang tua hendaknya mengajarkan perkembangan fisik dan motorik
anak pada segala usia agar anak dapat meniru gerakan orang dewasa
disekitarnya. Perubahan sering terjadi dalam arah yang relatif dapat
diprediksi. Misalnya, sebelum anak belajar berjalan, ia terlebih dahulu
belajar mengangkat kepala, kemudian berdiri sendiri, merangkak, berdiri
dengan bantuan, dan kemudian berdiri tanpa bantuan.

Begitu pula saat belajar menulis, anak belajar menulis dalam


bentuk zigzag atau coretan. Coretan ayam menjadi dasar pembentukan
huruf, kemudian konsonan sederhana yang menggambarkan keseluruhan
kata, kemudian kombinasi huruf yang mengarah pada ejaan, dan terakhir
huruf standar.

Dengan kemampuan motorik yang baik terutama motorik kasar,


anak dapat melakukan aktivitas mandiri dengan baik, melakukan gerakan-
gerakan yang menyenangkan seperti berlari, melompat, memanjat dan
melakukan keterampilan fisik lainnya.Teknik olah raga dan berjalan
diajarkan di tingkat dasar (Yusuf, 2004).

Perkembangan motorik yang baik tidak hanya didasarkan pada status


gizi yang memuaskan tetapi juga pada stimulasi yang diberikan. Teori
sistem dinamis yang dikembangkan oleh Thelen & Whiteneyerr (dikutip
dalam Endah, 2008) menyatakan bahwa untuk mengembangkan
keterampilan motorik, anak harus mempersepsikan sesuatu di
lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan
menggunakannya.

Menurut Agoes Dariyo (2007: 43), penampakan perubahan fisik


merupakan ciri yang paling mencolok dan tampak pada diri seorang
individu. Hal ini dibuktikan dengan perubahan fisik yang terjadi pada
tubuh manusia dengan sangat pesat, mulai dari masa pembuahan hingga
kelahiran. Kemudian berkembang melalui masa bayi, masa kanak-kanak,
remaja, dan dewasa. Tubuh fisik atau tubuh manusia merupakan sistem

9
organ yang kompleks dan menakjubkan. Semua organ ini terbentuk pada
masa prenatal (di dalam rahim).

Menurut Kuhlen,dkk (2014) mengemukakan bahwa perkembangan


fisik individu melibatkan empat aspek.

1. Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan


kecerdasan dan emosi;
2. Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan
kemampuan motorik;
3. Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah
laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang
untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang ebagian anggotanya terdiri
atas lawan jenis.
4. Struktur fisik/tubuh, yang meliputi tinggi, berat dan proporsi.

Gerak motorik mengacu pada gerak motorik tubuh manusia. Kontrol


motorik umumnya digunakan dalam bidang psikologi, fisiologi,
neurofisiologi, dan olahraga. Proses pertumbuhan dan perkembangan
kemampuan motorik pada anak. Pada dasarnya perkembangan motorik
berkembang sesuai dengan kematangan saraf dan otot anak. Setiap gerakan,
betapapun sederhananya, merupakan hasil pola interaksi yang kompleks
antara berbagai bagian dan sistem tubuh, yang dikendalikan oleh otak.

Keterampilan motorik adalah gerakan tubuh atau bagian tubuh


secara sadar, otomatis, cepat, dan tepat.Gerakan-gerakan ini merupakan
serangkaian koordinasi yang kompleks antara ratusan otot. Keterampilan
motorik ini dapat dikategorikan menjadi keterampilan motorik kasar dan
keterampilan motorik halus, tergantung pada ukuran otot dan bagian tubuh
yang terlibat. Secara umum, proses pengembangan keterampilan motorik
mengikuti dua prinsip. Pertama, prinsip cephalocaudal (kepala ke ekor)
menggambarkan urutan perkembangan dimana bagian atas tubuh berfungsi
terlebih dahulu, dan bagian bawah terlebih dahulu. Bayi terlebih dahulu
belajar memutar kepalanya, kemudian belajar menggerakkan kakinya,

10
sebelum ia belajar menggerakkan kakinya dengan sengaja. Kedua, prinsip
proksimal (dari dekat ke jauh) yang melambangkan perkembangan motorik,
dan dalam proses tumbuh kembang anak sangat penting untuk melatih
motorik anak.

Secara umum keterampilan motorik merupakan keterampilan yang


melibatkan gerakan fisik, dan perkembangannya dipengaruhi oleh usia anak
dan perkembangannya secara keseluruhan. Perkembangan motorik anak
juga erat kaitannya dengan pematangan fisik dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Diantaranya adalah perkembangan sistem saraf, keterampilan fisik
yang menunjang gerak tubuh, dan lingkungan yang mendukung
perkembangan tersebut.

Pengembangan keterampilan motorik kasar melibatkan otot-otot


besar lengan, kaki, dan batang tubuh. Aktivitas motorik kasar penting untuk
berbagai aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan, mengangkat, berlari,
melempar, dan menendang. Keterampilan motorik kasar cenderung
berkembang lebih cepat dibandingkan keterampilan motorik halus.
Keterampilan motorik kasar juga merupakan landasan keterampilan motorik
halus yang berkaitan dengan kesadaran tubuh, keseimbangan, kekuatan, dan
kecepatan reaksi.

Keterampilan motorik kasar mulai berkembang sejak bayi Anda


lahir. Pada setiap tahap usia, ada tahapan yang harus dicapai anak. Dengan
performa optimal sesuai usianya, anak Anda akan tumbuh dengan lancar
tanpa ada masalah di kemudian hari. Keterampilan motorik halus adalah
kemampuan mengkoordinasikan otot-otot kecil pada saat menggerakkan
tangan, jari, dan mata. Gerakan kecil ini wajar bagi kebanyakan orang dan
biasanya luput dari perhatian.

Namun, keterampilan motorik halus sangatlah kompleks, Hal ini


membutuhkan upaya terpadu dari otak dan otot. Oleh karena itu, perlu juga
melatih kemampuan motorik anak. Keterampilan motorik halus yang baik
membantu anak melakukan banyak aktivitas penting dalam kehidupan

11
sehari-hari dengan mudah. Contohnya seperti menulis, menggosok gigi,
membuka pintu, dan mengancingkan baju. Seperti halnya keterampilan
motorik kasar, keterampilan motorik halus juga berkembang seiring
bertambahnya usia anak.

Aktivitas fisik merupakan aktivitas penting bagi manusia untuk


memenuhi kebutuhan hidup dan mencapai tujuannya. Istilah gerak dan
atletis merupakan istilah yang sering kita dengar dan jadikan acuan dalam
kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang olahraga. Kebanyakan orang
mengira bahwa istilah gerak dan motorik merupakan bentuk dari satu kata
yang digunakan secara bergantian dan mempunyai arti yang sama. Untuk itu
perlu dijelaskan secara cermat pentingnya gerak dan kemampuan atletik.

Pergerakan terjadi pada tingkat organel, organ, dan pergerakan


individu manusia (Dafriani, 2019). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
gerak adalah perubahan tempat atau kedudukan satu kali atau beberapa kali,
dan gerak adalah salah satu bentuk kegiatan tindakan yang biasa dilakukan
oleh manusia (Hermanto, 2010). Dari sudut pandang fisika, gerak adalah
proses perpindahan suatu benda dari suatu posisi yang dapat diamati ke
posisi lain (Yanuar, 2019). Dari gambaran kinematik, gerak
menggambarkan posisi dan segmen tubuh, termasuk persendian dan
keterkaitannya (Abdulrachman, 2017). Untuk lebih mempertegas
keterbatasan gerak manusia, gerak juga dapat diartikan sebagai perubahan
letak, posisi, atau kecepatan tubuh, dan dalam bahasa Indonesia kata
motorik dan gerak diterjemahkan sebagai gerak atau gerak.

Gerak adalah gerakan eksternal yang mudah diamati Motorik,


sebaliknya, adalah gerakan internal atau internal yang konstan dan sulit
diamati. Struktur yang terlibat dalam gerakan adalah tulang, sendi, otot, dan
sistem saraf. Proses lokomotor manusia sangat bergantung pada sistem
muskuloskeletal yang berfungsi sebagai alat gerak aktif dan tersusun atas
otot-otot yang menggerakkan bagian-bagian tubuh (Budiono, 2011), dan
total massa otot.Komposisi tersebut menyumbang 40% dari seluruh tubuh
berat badan (Guyton,ddk. 2011).

12
Proses motorik pada tubuh manusia pada dasarnya dikendalikan oleh
hierarki kendali motorik, dan terdapat dua sistem saraf untuk pergerakan
motorik (Santosa Giriwijoyo, 2017). Secara fisiologis gerak dan aktivitas
motorik sistem muskuloskeletal diatur oleh saraf, tulang, sendi, dan otot
yang dirancang untuk saling menunjang dalam melakukan aktivitas dan
gerakan. Aktivitas direncanakan di otak, yang kemudian mengirimkan
perintah ke otot melalui sistem piramidal, yang berhubungan dengan
gerakan dan postur (Syaifuddin, 2017).

Dimana proses terjadinya gerak dapat dijelaskan melalui urutan atau


tahapan rangkaian terjadinya gerak yang digambarkan dari proses awal
sampai terjadinya gerak. Gambaran proses terjadinya gerak pada manusia
diawali dari stimulus (S) diterima oleh reseptor (R) panca indera, dibawa
oleh syaraf-syaraf sensorik ke otak (O). stimulus tersebut diolah di otak,
untuk memberikan balikan melalui syaraf motorik atau efektor (E) seperti
otot, tulang dan sendi sehingga manusia dapat bergerak, di mana otot
sebagai pengerak aktif dan untuk lebih memudakan pemahaman tentang
terjadinya proses gerak (Yanuar,2019).

B. Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam


kehidupan manusia, pendidikan berkembang pesat yang menuntun setiap
orang untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, terutama anak sekolahan
yang harus belajar untuk menunjang hidupnya kelak.

Bagian dari pendidikan saat ini adalah pendidikan jasmani, olah raga
dan kesehatan (PJOK). Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan potensi fisik serta membangkitkan
semangat sportivitas dan kesadaran akan pola hidup sehat.

Olahraga merupakan bagian penting dalam aktivitas sehari-hari


bahkan menjadi kebutuhan esensial manusia untuk membentuk kesehatan

13
tubuh dan pikiran. Terbukti meski aktivitasnya banyak, namun tetap ada
waktu untuk berolahraga karena sudah menjadi kebutuhan bagi tubuh
manusia.

Pembelajaran Pendidikan Jasmani sebagai salah satu mata pelajaran


utama dunia pendidikan secara global mengalami perubahan fungsi dan
tujuan berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Senada dengan itu,
Arthur H.Steinhouse, seorang ahli yang berpendapat bahwa pendidikan
jasmani adalah pendidikan jasmani, menekankan pentingnya pendidikan
jasmani atau pendidikan jasmani sebagai fungsi utama dan satu-satunya
dari pendidikan jasmani seseorang, karena segala bentuk pendidikan
jasmani lainnya.

Meskipun pendidikan jasmani fokus pada pikiran dan jiwa, namun


pendidikan jasmani merupakan satu-satunya mata pelajaran yang fokus pada
perkembangan jasmani seseorang. Dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwa pendidikan jasmani hanya dianggap sebagai sarana pendidikan yang
efektif dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jasmani siswa.

Menurut Mahendra (2012) “Pendidikan jasmani adalah suatu proses


pembelajaran melalui kegiatan jasmani yang dirancang untuk
meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat serta kedinamisan, sportivitas dan
kecerdasan emosional.

Lingkungan belajar bagi seluruh siswa secara fisik, psikomotorik,


kognitif dan emosional. Menurut Sukintaka (2012), “olahraga dan kesehatan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara
keseluruhan untuk mencapai tujuan perkembangan fisik, mental, sosial dan
emosional masyarakat melalui aktivitas fisik.

Kedudukan pendidikan jasmani kemudian lambat laun mulai


mengarah pada aspek penting dalam dunia pendidikan. Singer (1976)
menggambarkan pendidikan jasmani sebagai suatu program aktivitas
jasmani di mana gerakan jasmani dirancang untuk menghasilkan berbagai

14
pengalaman dan hasil, termasuk pembelajaran yang relevan secara sosial,
kecerdasan, estetika dan kesehatan.

Saat ini di Indonesia, olahraga telah menjadi gaya hidup dan menjadi
perhatian besar pemerintah. Saat ini dalam pendidikan Indonesia, ilmu
keolahragaan telah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dan menjadi
mata pelajaran wajib di semua jenjang wajib belajar. Hal lain yang
menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mengembangkan olahraga adalah
dengan menyelenggarakan kejuaraan olahraga di tingkat pelajar dan
sekaligus memberikan ruang bagi kegiatan ekstrakurikuler olahraga di
semua jenjang pendidikan.

Peran strategis PJOK adalah mengembangkan karakter,


meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani serta rasa sportivitas. PJOK
memberikan pengalaman belajar motorik kepada siswa dan meningkatkan
komponen biomotor seperti kekuatan otot, daya tahan, kelincahan, power,
dan keseimbangan (Wijaya & Kanca, 2019) PJOK merupakan bagian dari
proses pendidikan secara keseluruhan. Pada dasarnya pendidikan jasmani
melibatkan interaksi antar siswa. Lingkungan sekolah yang mengelola
proses pembelajaran melalui aktivitas fisik untuk mencapai tujuan
pendidikan.

Secara fisiologis, PJOK dapat diartikan sebagai: Latihan organ


tubuh melalui serangkaian gerakan fisik yang terencana dan teratur dengan
beban yang sesuai untuk meningkatkan kesehatan organ tubuh (Dini, 2012).
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah pendidikan yang unsur
utamanya adalah gerak Manusia (gerakan manusia).Olahraga kini menjadi
aktivitas yang asal mulanya adalah bermain. PJOK memiliki proses
pembelajaran. Belajar itu sendiri berarti seseorang beralih dari tidak
memahami sesuatu menjadi memahami sesuatu.

Proses pembelajaran melibatkan tiga aspek, antara lain aspek


pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Sriwahyuniati, 2017). Dalam
konteks PJOK yang menekankan pada aspek pembelajaran gerak, perubahan

15
keterampilan gerak selama pembelajaran menunjukkan proses belajar gerak
siswa. Peningkatan keterampilan gerak tidak hanya disebabkan oleh faktor
kematangan saja, tetapi juga karena proses pembelajaran gerak yang
berlangsung melalui pendidikan jasmani. Proses pembelajaran gerak
berupaya untuk meningkatkan kualitas gerak fisik seperti, Orang berjalan
dengan gerak yang tepat dan benar, gerak lari dan lempar yang tepat agar
seluruh gerak dasar tersebut terlaksana dengan lebih efisien dan efektif
dalam menunjang aktivitas jasmani siswa sehari-hari.Metodologi (Sudana,
2021).

Oleh karena itu, kedudukan PJOK sangat strategis guna


meningkatkan pengalaman dan keterampilan gerak siswa melalui PJOK
(Yoga, 2021). Dengan menyesuaikan aktivitas fisik dengan tujuan yang
ingin dicapai. Oleh karena itu, bentuk-bentuk aktivitas fisik dipilih untuk
menekankan berbagai bentuk aktivitas rutin dan mendorong siswa untuk
melakukan upaya dalam melakukan aktivitas latihan fisik. Berlandaskan
aktivitas fisik dan secara tidak langsung mendidik siswa untuk aktif dan
mengembangkan jiwa kompetitif untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan jasmani merupakan pendidikan manusia secara menyeluruh
dalam pengobatan pikiran-tubuh (Dini, 2012).

C. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Slavin (2005:10) melihat model pembelajaran kooperatif


berkontribusi pada gagasan bahwa siswa yang bekerja sama untuk belajar
dan bertanggung jawab terhadap rekan satu timnya dapat membantu
mereka belajar dengan sama baiknya. Slavin menambahkan, model
pembelajaran kelompok siswa menekankan pada penggunaan tujuan
kelompok dan keberhasilan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika
seluruh anggota kelompok dapat mempelajari lebih lanjut materi yang
diajarkan. Oleh karena itu, dalam model pembelajaran kelompok siswa,

16
setiap siswa harus mampu bekerja dan menyelesaikan tugas yang diberikan
guru untuk membantu keberhasilan kelompoknya.

Pembelajaran kelompok tidak termasuk pembelajaran kooperatif


karena bisa jadi dalam pembelajaran kelompok guru hanya membagi siswa
dalam beberapa kelompok dan tidak memberikan arahan tentang teknik
pembelajaran kooperatif. Untuk memaksimalkan pembelajaran kooperatif
menurut Johnson dan Holubec (dalam Metzler, 2000), harus ada beberapa
elemen, salah satunya adalah tanggung jawab pribadi. Tanggung jawab ini
ikut berperan jika kesuksesan tim diukur.

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah mengubah seluruh anggota


kelompok menjadi individu yang kuat. Tanggung jawab pribadi diperlukan
untuk memastikan bahwa semua anggota diperkuat melalui kegiatan
pembelajaran bersama. Artinya setelah bergabung dalam suatu kelompok
belajar, anggota kelompok akan mampu menyelesaikan tugas serupa
(Suprijono, 2009: 59).

Pembelajaran kolaboratif memberikan kesempatan kepada siswa


untuk berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan mengungkapkan
gagasan secara teratur. Siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilannya secara komprehensif dalam
kelompoknya. Oleh karena itu melalui model pembelajaran kooperatif
diyakini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan lebih


banyak kesempatan kepada siswa untuk belajar menguasai tugas-tugas
motorik yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD setiap siswa terlibat langsung dalam suatu proses sosial dimana siswa
bekerja sama untuk mencapai tujuan belajarnya.

Slavin (2005: -10) melihat model pembelajaran kooperatif


berkontribusi pada gagasan bahwa siswa yang bekerja sama untuk belajar
dan bertanggung jawab terhadap rekan satu timnya dapat membantu
mereka belajar dengan sama baiknya. Mengarahkan siswa ke arah

17
pembelajaran kolaboratif membantu mereka merasa percaya diri dan
termotivasi untuk menyelesaikan tugas motorik mereka.

Penting untuk memberikan tanggung jawab kepada setiap siswa


dalam kelompok selama pembelajaran kooperatif tipe STAD, karena setiap
siswa akan merasa bertanggung jawab baik dalam menyelesaikan pekerjaan
rumahnya maupun mengajar teman-temannya dalam kelompok untuk
mencapai tujuan kelompoknya. Menurut beberapa penelitian yang
dilakukan, pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok
dan tanggung jawab individu jauh lebih baik dibandingkan pembelajaran
yang tidak menggunakannya.

Selama penerapan model pembelajaran kooperatif gaya STAD,


terdapat siswa yang belajar secara kolaboratif, namun setiap siswa
bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan dan bertanggung
jawab membantu teman dalam kelompok. Tanggung jawab pribadi inilah
yang membuat setiap siswa merasa terlibat. tentang satu sama lain, tentang
anggota kelompok, tentang keberhasilan kelompok, dan akhirnya muncul
sikap tanggung jawab sosial.

Hal ini diperkuat oleh penelitian Joo-Hyug Jung dkk(2008)


menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa
bersosialisasi dengan baik dan berperilaku lebih positif. Oleh karena itu,
pemberian pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani yang berpusat pada
pembelajaran kooperatif gaya STAD yang menitikberatkan pada tanggung
jawab individu akan mendorong siswa untuk saling menyemangati dan
merasa memiliki tanggung jawab sosial, pergaulan dengan siswa lain dan
kelompok Anda. Akhirnya mereka bisa merasakan kegembiraan dan
mempunyai sikap bertanggung jawab. Mereka mempunyai rasa tanggung
jawab dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan bersama-
sama.

Menurut Rusman,(2016) langkah-langkah pembelajaran kooperatif


model STAD sebagai berikut :

18
1. Penyampaian tujuan dan motovasi Menyampaikan tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa
untuk belajar.
2. Pembagian kelompok Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok,
dimana setiap kelompoknya terdiri 4-5 siswa yang memprioritaskan
heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik,
gender/jenis kelamin, ras atau etnik.
3. Presentasi dari guru Guru menyampaikan materi pelajaran dengan
terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai
pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut
dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan
aktif dan kratif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh
media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi
dalam kehidupan seharihari. Dijelaskan juga tentang keterampilan
dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan
pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-ara mengerjakannya.
4. Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim) Siswa belajar dengan
kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja
sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota
menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim
kerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan,
dorongan dan bantuan bila diperlukan. Tim kerja ini merupakan ciri
terpenting dari STAD.
5. Kuis (evaluasi) Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian
kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian
terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa
diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekarja sama.
Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu
bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar
tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal
sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

19
6. Pernghargaan prestasi tim Setelah pelaksanaan kuis guru memeriksa
hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100.

Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat


dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai
berikut :

a. Menghitung skor individu


b. Menghitung skor kelompok Skor kelompok dibuat dengan membuat
rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan
menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota
kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut.
Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh
skor kelompok.
c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok Setelah masing-
masing kelompok / tim memperoleh predikat, guru memberikan
hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai
dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru)

 Langkah-langkah pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut : Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pembelajaran dan memotivasi siswa untuk
belajar.
 Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen
(campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)
dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.
 Guru menyampaikan materi pelajaran dimana dalam proses
pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau
masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
 Guru memberikan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja
kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing
memberikan kontribusi. Selama tim kerja, guru melakukan

20
pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila
diperlukan.
 Guru mengevaluasi hasil belajar seluruh siswa melalui pemberian
kuis tentang materi yang dipelajari.
 Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekarja
sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu
bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar.
 Guru menghitung skor yang diperoleh siswa secara individu
kemudian diakumulasikaan untuk mendapatkan skor kelompok.
 Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang
mendapatkan skor terbaik. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa
langkah-langkah pembelajaran STAD tersebut akan diterapkan
sebagai langkah-langkah untuk membuat RPP.

 Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe


STAD:
Dari semua model pembelajaran tentunya memiliki kelemahan dan
kelebihan. Begitu pula dengan model pembelajaran koopetatif tipe
STAD.

1) Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD Kelebihan


Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD diantaranya:
a) Karena dalam kelompok siswa dituntut untuk aktif sehingga
dengan model ini siswa dengan sendirinya akan percaya diri
dan meningkatkan kecakapan individunya.
b) Interaksi sosial yang terbangun dalam kelompok, dengan
sendirinya siswa belajar bersosialisasi dalam lingkungannya
(kelompok).
c) Dengan kelompok yang ada, siswa diajarkan untuk
membangun komitmen dalam mengembangkan
kelompoknya.

21
d) Mengajarkan menghargai orang lain dan saling percaya e)
Dalam kelompok siswa diajarkan untuk saling mengerti
dengan materi yang ada, sehingga siswa saling memberitahu
dan mengurangi sifat kompetitif.

2) Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD


a) Karena tidak adanya kompetisi diantara anggota masing-masing
kelompok, anak yang berprestasi bisa saja menurun
semangatnya.
b) Jika guru tidak bisa mengarahkan anak, maka anak yang
berprestasi bisa jadi lebih dominan dan tidak terkendali.
Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achivement Division (STAD) dapat diatasi dengan cara :
a. Siswa yang memiliki kemampuan lebih diharuskan
membatu anggota kelompoknya yang lain dalam
memahami materi pembelajaran.
b. Siswa diberikan tugas kelompok yang menuntut
Kerjasama.

D. Kajian Penelitian yang Relavan


Pada kajian penelitian yang relavan pada penelitian ini
menggunakan 1 judul penelitian terdahulu yang berjudul “Pengaruh
Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar”. Hasil penelitian
yang diperoleh pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan model
pembelajaran ini siswa kebanyakan bermain bersama teman-
temannya dibanding belajar yang membuat hasil belajar siswa
menurun.

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas


(PTK). Penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan
dalam kawasan kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pembelajaran. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai suatu
bentuk penelaahan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan
praktikpraktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Yang dimaksud


dengan penelitian kualitatif, yaitu. penelitian yang bertujuan untuk
memahami fenomena yang dialami oleh subjek secara holistik, dengan
deskripsi verbal dan linguistik, dalam konteks alam tertentu dan
menggunakan metode ilmiah yang berbeda (Moleong, 2007).

Sifat dari pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian


deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan solusi
saat ini untuk masalah berdasarkan data. Penelitian deskriptif ini juga
bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai
situasi atau berbagai variable yang timbul pada Keterampilan Gerak
Motorik Mata Pelajaran PJOK Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Pada Kelas 4 SD X.

Tujuan dari jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan


dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi secara detail dan
komprehensif tentang Peningkatan Keterampilan Gerak Motorik Mata

23
Pelajaran PJOK Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pada Kelas 4 SD X. Selain itu, pendekatan kualitatif diharapkan dapat
mengungkap situasi dan permasalahan yang dihadapi.

Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan


dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat
tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan
(observasi), dan refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-
masing tahap adalah sebagai berikut.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 4 tahap. Secara


rinci prosedur penelitian tindakan ini sebagai berikut:

a. Siklus I
1. Perencanaan
a) Merencanakan proses pelaksanaan Cooperative Learning
dengan metode STAD (Student Team Achievement
Devision) pada mata pelajaran PJOK materi keterampilan
gerak motorik.
b) Mengembangkan skenario model pembelajaran dengan
membuat RPP.

24
c) Menyusun LOS (Lembar Observasi Siswa).
d) Menyusun kuis (tes)

2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan Kegiatan yang dilaksanakan tahap ini
yaitu melaksanakan proses Cooperative Learning dengan
metode STAD (Student Team Achievement Devision) pada
mata pelajaran PJOK materi keterampilan gerak motorik
yang telah direncanakan diantaranya:
a) Guru membuka pelajaran.
b) Guru menyampaikan materi pokok keterampilan gerak
motorik
c) Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang telah disampaikan dan masing-masing
peserta didik menulisnya dalam buku tulis mereka.
Kemudian meminta mereka untuk memikirkan
pertanyaan tersebut dan menuliskan jawaban yang telah
mereka dapatkan dari hasil pemikirannya.
d) Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa
yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan
pada tahap pertama.
e) Guru meminta kepada pasangan untuk melaporkan secara
bergiliran hasil diskusi yang telah mereka lakukan.
f) Guru mengulang tahap pertama sampai tahap ketiga agar
pertanyaan yang telah disiapkan guru bisa diselesaikan.
g) Guru memberikan klarifikasi jawaban atau menambahkan
penjelasan mengenai pertanyaan tadi.
h) Penutup.

3. Observasi
Kolaborator mengamati keaktifan peserta didik pada proses
pelaksanaan Cooperative Learning dengan metode STAD

25
(Student Team Achievement Devision) pada mata pelajaran
PJOK materi keterampilan gerak motorik.

4. Refleksi
a) Meneliti hasil kerja siswa terhadap kuis yang diberikan.
b) Menganalisis hasil pengamatan untuk membuat
kesimpulan sementara terhadap pelaksanaan pengajaran
pada siklus I.
c) Mendiskusikan hasil analisis untuk tindakan perbaikan
pada pelaksanaan kegiatan penelitian dalam siklus II.

b. Siklus II
Setelah melakukan evaluasi tindakan I, maka dilakukan tindakan
II. Langkah-langkah siklus II adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
a) Mengidentifikasi masalah-masalah khusus yang dialami
pada siklus sebelumnya.
b) Membuat RPP.
c) Menyusun LOS
d) Menyusun kuis (tes)

2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan tahap ini yaitu Pengembangan
rencana tindakan II dengan melaksanakan tindakan upaya
lebih meningkatkan kreativitas dan kerjasama siswa dalam
proses pelaksanaan Cooperative Learning dengan metode
STAD (Student Team Achievement Devision) pada mata
pelajaran PJOK materi keterampilan gerak motorik yang
telah direncanakan.

3. Observasi

26
Kolaborator mencatat semua proses yang terjadi dalam
tindakan model pembelajaran, mendiskusikan tentang
tindakan II yang telah dilakukan mencatat kelemahan baik
ketidaksesuaian antara skenario dengan respon dari siswa
yang mungkin tidak diharapkan.

4. Refleksi
a) Meneliti hasil kerja siswa terhadap kuis yang diberikan.
b) Menganalisis hasil pengamatan untuk membuat
kesimpulan sementara terhadap pelaksanaan pengajaran
pada siklus II.
c) Mendiskusikan hasil analisis untuk tindakan perbaikan
pada pelaksanaan kegiatan penelitian dalam siklus
berikutnya

B. Subjek Penelitian
Adapun subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas 4
SD Negeri X dan peneliti.

C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri X. Waktu penelitian
dilakukan pada tanggal 03 Juli sampai 1 Agustus 2023 pada
semester gasal tahun ajaran 2023/2024.

D. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif, terdapat berbagai teknik
pengumpulan data yang umum digunakan. Salah satunya
adalah wawancara, yang melibatkan interaksi langsung antara
peneliti dan partisipan untuk memperoleh pemahaman mendalam
tentang pengalaman, persepsi, dan pandangan mereka terkait
topik penelitian (Merriam, 2009). Observasi juga menjadi teknik
yang penting dalam penelitian kualitatif, di mana peneliti

27
secara aktif mengamati dan mencatat perilaku, interaksi, dan
konteks yang terjadi dalam situasi yang diteliti (Bogdan & Biklen,
2017).
Instrumen penelitian juga merupakan komponen penting
dalam penelitian baik kualitatif maupun kuantitatif.
Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif meliputi
panduan wawancara, daftar periksa observasi, dan pedoman studi
kasus yang digunakan untuk memandu pengumpulan data
(Merriam, 2009)
Lembar observasi merupakan pedomaan yang berisi indikator-
indikator yang digunakan untuk melakukan suatu pengamatan.
Indikatorindikator tesebut merupakan acuan sekaligus batasan-
batasan dalam melakukan observasi pada suatu penelitian sehingga
proses observasi yang diakukan menjadi terstruktur dan terarah serta
data yang dihasilkan tidak bias. Lembar observasi berfungsi untuk
memperoleh informasi pada suatu variabel, yang relevan dengan
tujuan penelitian dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin.
Penelitian merupakan suatu proses sistematis yang
dilakukan untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang
suatu topik atau fenomena. Dalam menjalankan penelitian,
pengumpulan data menjadi langkah penting dalam
memperoleh informasi yang diperlukan. Teknik pengumpulan
data yang tepat dan instrumen penelitian yang valid sangat
berperan dalam menghasilkan data yang akurat dan dapat
diandalkan. Dalam penelitian, terdapat dua pendekatan utama
yang sering digunakan, yaitu penelitian kualitatif dan
penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
memahami fenomena secara mendalam melalui interpretasi dan
analisis deskriptif, sedangkan penelitian kuantitatif bertujuan
untuk mengukur dan menganalisis data secara statistik (Creswell,
2014).

28
Pada Penelitian ini, berdasarkan observasi yang telah dikemukakan
oleh peneliti maka terdapat dua Lembar Observasi yaitu Lembar
Observasi Siswa dan Lembar Observasi Guru.

E. Analisis Data

Teknik analisis data adalah bagian inti dalam proses pengolahan data,
dimana pada tahapan ini peneliti atau praktisi data akan mengubah data
mentah menjadi kumpulan informasi yang bisa dimanfaatkan untuk
pengembangan bisnis.Teknik analisis data berdasarkan data yang digunakan
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu analisis data kualitatif dan analisis
data kuantitatif. Pada analisis data kuantitatif kita akan bertemu data yang
berupa angka, sementara pada analisis data kualitatif kita akan bertemu
dengan data yang berupa non angka atau berupa narasi

Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusus secara


sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2016).

Analisis Data Kualitatif Menurut Miles dan Huberman

29
Jenis analisis data kualitatif yang pertama dikemukakan oleh Miles dan
Huberman, dimana keduanya sama-sama setuju bahwa tahapan untuk
melakukan analisis data kualitatif terbagi menjadi tiga, yaitu:
 Reduction. Pada tahapan ini data akan disederhanakan agar sesuai
dengan kebutuhan. Data yang sangat banyak akan menyulitkan
peneliti untuk mendapatkan informasi dengan cepat.
 Display data. Setelah menghilangkan data yang tidak relevan, maka
tahapan selanjutnya adalah menyajikan data dalam bentuk yang
lebih rapi dan sistematis, sehingga informasi akan lebih mudah
untuk didapatkan.
 Conclusion drawing. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir, yaitu
penarikan kesimpulan berdasarkan data yang sudah disusun dalam
bentuk yang lebih rapi.

Miles dan Huberman (2014) menyebutkan bahwa analisis data


selama pengumpulan data membawa peneliti mondar-mandir antara
berpikir tentang data yang ada dan mengembangkan strategi untuk
mengumpulkan data baru. Melakukan koreksi terhadap informasi yang
kurang jelas dan mengarahkan analisis yang sedang berjalan berkaitan
dengan dampak pembangkitan kerja lapangan.
Pada proses analisis data kualitatif, data yang muncul berwujud kata-
kata dan bukan rangkaian angka. Data dikumpulkan dalam aneka macam
cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), yang
biasanya diproses sebelum digunakan, tetapi analisis kualitatif tetap
menggunakan kata-kata yang biasanya disusun dalam teks yang
diperluas. Analisis dalam pandangan ini meliputi tiga alur kegiatan,
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (B. Milles
dan Huberman, 2014).
Menurut Miles & Huberman (1992: 16) analisis terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian

30
data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Mengenai ketiga alur tersebut
secara lebih lengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang
berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan adanya
reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan
(seringkal tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah
penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan
data mana yang dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung,
terjadilan tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugusgugus, membuat partisi,
membuat memo).
Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian
lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data
merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu
bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi. Dengan reduksi data peneliti tidak perlu
mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat
disederhanakan dan ditransformasikan dalam aneka macam cara,
yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian
singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan
sebagainya. Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-
angka atau peringkatperingkat, tetapi tindakan ini tidak selalu
bijaksana.
2. Penyajian Data
Miles & Huberman membatasi suatu penyajian sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini

31
bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara
yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi:
berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang
penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan
apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah
melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh
penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.
3. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah
sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-
kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas
dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi
begitu seksama dan menghabiskan tenaga dengan peninjauan
kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk
mengembangkan kesepakatan intersubjektif atau juga upaya-upaya
yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam
seperangkat data yang lain. Singkatnya, makna-makna yang muncul
dari data yang lain harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan
kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya. Kesimpulan
akhir tidak hanya terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja,
akan tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat dipertanggung
jawabkan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Mustafa, P. S., & Sugiharto, S. (2020). Keterampilan motorik pada


pendidikan jasmani meningkatkan pembelajaran gerak seumur
hidup. Sporta Saintika, 5(2), 199-218.

Ulfah, A. A., Dimyati, D., & Putra, A. J. A. (2021). Analisis Penerapan


Senam Irama dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar

33
Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,
5(2), 1844-1852.

Rismayanthi, C. (2013). Mengembangkan keterampilan gerak dasar sebagai


stimulasi motorik bagi anak taman kanak-kanak melalui aktivitas
jasmani. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, 9(1).

Hasanah, Z., & Himami, A. S. (2021). Model pembelajaran kooperatif


dalam menumbuhkan keaktifan belajar siswa. Irsyaduna: Jurnal
Studi Kemahasiswaaan, 1(1), 1-13.

Baan, A. B., Rejeki, H. S., & Nurhayati, N. (2020). Perkembangan Motorik


Kasar Anak Usia Dini. Bungamputi, 6(1).

Rizkiyah, L., Hendrawijaya, A. T., & Himmah, I. F. (2018). Perkembangan


Motorik Kasar Anak Usia 3-4 Tahun Dengan Keterampilan Gerak
Dasar Di KB Gita Nusa Kabupaten Jember. Learning Community:
Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 2(2), 14-16.
Aditama, Z., & Hidayat, T. (2014). Penerapan Model Pembelajaran
Stad (Student Teams-Achievement Division) terhadap Hasil Belajar
Ketepatan Service Bawah Bolavoli. Jurnal Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan, 2(1).

Fitriani, W. I. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Student Teams Achievement Division (STAD) Pada Tema 3 Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN 011 Tarakan.

Sifa, M. R. A., Syaripudin, T., & Hendriani, A. PENERAPAN MODEL


PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK
MENINGKATKAN KETERAMPILAN KERJASAMA SISWA
KELAS IV SD. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 5(2), 120-
130.

UMATJINA, N., & Kartiko, D. C. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Stad Terhadap Hasil Belajar Sepak Bola Passing
Kaki Bagian Dalam Studi Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Cerme.
Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, 7(1).

Rubiyatno, R. (2023). Cooperative Learning sebagai solusi pembelajaran


teknik dasar Bulutangkis. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan , 9 (7),
648-655.

34

Anda mungkin juga menyukai