Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MENELISIK PERAN PEREMPUAN DALAM DIRI KARAKTER AINUN PADA


FILM HABIBIE & AINUN 1 MELALUI PENDEKATAN FEMINISME

Dosen Pengampu:
Ary Fadjar Isdiati, S.Pd., M.Hum.

Disusun oleh:

Annisa Widya Novitasari S. 1203620048


Sari Anathasya Putri 1203623007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
Latar Belakang........................................................................................................................1
BAB II TEORI RUJUKAN.......................................................................................................4
Pengertian Feminisme............................................................................................................4
Sejarah Feminisme.................................................................................................................5
Gelombang Feminisme...........................................................................................................5
1. Gelombang Feminisme Pertama.....................................................................................5
2. Gelombang Feminisme Kedua........................................................................................5
3. Gelombang Feminisme Ketiga........................................................................................5
4. Gelombang Feminisme Keempat....................................................................................6
Teori Feminisme.....................................................................................................................6
1. Feminisme Radikal..........................................................................................................6
2. Feminisme Marxis...........................................................................................................7
3. Feminisme Liberal..........................................................................................................7
4. Feminisme Psikoanalisis.................................................................................................7
Isu-isu Feminisme..................................................................................................................7
BAB III ANALISIS...................................................................................................................9
Hasil Analisis Penelitian.........................................................................................................9
BAB IV KESIMPULAN..........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
LAMPIRAN.............................................................................................................................13

i
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Karya sastra dapat mengembangkan manusia menjadi manusia yang berbudaya, dan
itu merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Berbagai budaya mengakar kuat di
masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi selama bertahun-tahun. Sastra
merupakan alat untuk mewariskan tradisi seperti gagasan, kepercayaan, adat istiadat,
pengalaman, sejarah, estetika, bahasa dan bentuk budaya kepada generasi mendatang.
Menurut Wellek dan Warren (Faruk 2014: 43) sastra merupakan sebagai karya inovatif,
imajinatif dan fiktif. Menurut keduanya acuan karya sastra bukanlah dunia nyata, melainkan
dunia fiksi, imajinasi.

Ketika kita berbicara tentang sesuatu yang bersifat imajinatif, kita berbicara tentang
tiga jenis (genre) karya sastra: prosa, puisi, dan drama. Melalui imajinasi, sastra dapat
dijadikan sebagai hiburan yang menyenangkan dan juga dapat menggerakkan pikiran
pembaca ketika membaca atau melihat karya sastra. Novel dan film sebagai representasi dari
prosa dan drama merupakan karya sastra yang mengandung nilai-nilai dan mengajak
pembacanya untuk mengambil hikmah yang berharga dan memberi manfaat bagi kehidupan.
Salah satunya melalui pengungkapan karakter tokoh dengan memahami suatu persoalan yang
ada pada diri tokoh-tokoh di dalam sebuah novel atau film.

Novel dan film sebagai perwakilan dari prosa dan drama sama-sama memiliki unsur-
unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Salah satu bagian dari unsur
intrinsik tersebut adalah tokoh atau penokohan. Beberapa elemen penting dari penokohan
yaitu menampilkan karakter yang tidak hanya dapat dikenali dari identitas fisik tersebut,
tetapi juga dari sikap dan tindakan karakter tersebut. Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa karya sastra, baik prosa maupun drama, berusaha menampilkan tokoh-
tokoh dalam rangka memerankan tokoh dan menekankan aspek-aspek tertentu. Contoh
penggambaran tokoh yang mengandung pesan dan keunikan adalah tokoh Ainun dari film
Habibie & Ainun 1.

Film Habibie dan Ainun 1 merupakan film yang diangkat berdasarkan kisah nyata
mengenai kehidupan Presiden ke-3 Republik Indonesia B.J Habibie dan Istrinya Ainun. Film
ini diproduksi oleh MD Pictures, salah satu PH terbesar di Indonesia dan dirilis pada tahun

1
2012. Film ini mengundang para penonton untuk menemui Habibie dan Ainun muda di era
‘60-an. Kisah cinta nostalgia antara Habibie dan Ainun pun mengajak kita untuk menengok
kembali kiprah B.J Habibie di era pembangunan Indonesia, terutama kegigihannya dalam
menciptakan pesawat terbang pertama untuk Indonesia, juga menjadi nasib yang
mengantarkannya menjadi presiden ke-3 Republik Indonesia.

Film ini disutradarai oleh Faozan Rizal. Sebelum Faozan Rizal terjun ke dunia
penyutradaraan, ia adalah seorang sinematografer handal. Maka tak heran jika Habibie &
Ainun begitu sibuk memanjakan mata para penonton dengan sinematografi yang kaya akan
estetika. Selain daya tarik sinematografi, tata artistik dan dekorasinya juga menarik. Habibie
& Ainun mampu mengabadikan detail Indonesia di era ‘60 hingga ‘90-an melalui
penggambaran arsitektur, musik, suasana, tata rias dan kostum klasik para pemainnya. Selain
mampu menyadarkan masyarakat akan makna kehidupan, film ini juga memberikan sindiran
kepada para pejabat yang tidak adil, mengkritik remaja malas, pengusaha serakah, dan
perempuan yang semakin egois.

Tidak heran, film ini mendulang banyak prestasi di kancah perfilman Indonesia. Film
ini pernah memenangkan kategori pemeran utama pria terbaik, skenario terbaik, dan juga
kostum terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2013 serta memenangkan kategori aktor
terfavorit, soundtrack terfavorit, dan film terbaik di Indonesian Movie Award 2013. Selain
kisah Habibie, dalam film ini ditemukan pula sekilas pengenalan mengenai karakter istri
tercinta Alm. Bapak Habibie, yaitu Alm. Ibu Ainun.

Dalam penelitian ini, kami ingin membahas lebih dalam mengenai karakteristik Ibu
Ainun dalam film Habibie & Ainun 1. Sebagaimana yang diketahui, karakter Ainun dalam
film ini sangat menonjolkan hal yang berbeda dan unik khususnya bagi penggambaran wanita
pada waktu dimana aksi dalam film ini bermula, yaitu tahun 60’an dan 90’an. Ibu Ainun
bernama asli Hasri Ainun lahir di Semarang, Jawa Tengah. Dalam film tersebut, ditampilkan
bahwa Ibu Ainun dan Habibie bertemu saat menempuh pendidikan menengah di Bandung.
Mereka sempat terpisah karena mereka menempuh pendidikan tinggi di tempat berbeda.
Bapak Habibie di Institut Teknologi Bandung dengan jurusan teknik mesin dan Ibu Ainun di
Universitas Indonesia dengan jurusan pendidikan dokter.

Hal yang menarik yang menjadi keunikan dalam karakter Ainun adalah karakternya
yang dikenal pintar karena kecerdasannya menjawab pertanyaan dari gurunya dan sangat
suka belajar, bahkan sampai bisa berada di jenjang perkuliahan. Sisi inilah yang sangat

2
menarik untuk dibahas karena pada zaman itu, wanita masih sangat terkekang dalam
mendapatkan haknya termasuk hak untuk berpendidikan. Pada zaman itu, banyak wanita
yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena sistem
patriarki dan adat istiadat yang sangat kental pada masyarakat di zaman itu.

Kisah Ainun yang dapat ditelisik dalam film ini menjadikan peneliti ingin menggali
lebih dalam mengenai kekuatan peran perempuan yang ada pada karakter Ainun dalam film
Habibie Ainun yang ditayangkan tahun 2012. Penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi
karakter Ainun dalam film "Habibie & Ainun" tahun 2012, dengan tujuan mengungkap sisi
unik yang masih relevan dengan kehidupan era sekarang. Analisis karakter ini diarahkan
untuk mengkaji aspek feminisme yang tergambar dalam adegan tertentu pada film tersebut.

Selain itu, penelitian ini akan menyoroti adegan-adegan kunci yang menunjukkan
keberanian dan ketangguhan Ainun dalam menghadapi tantangan dan perubahan dalam
hidupnya. Dengan demikian, analisis ini bertujuan untuk menyelidiki bagaimana karakter
Ainun dapat menjadi representasi dari nilai-nilai feminisme dan sejauh mana pesan-pesan ini
masih berdampak dalam konteks sosial saat ini.

Dengan melibatkan analisis karakter dalam konteks feminisme, penelitian ini


diharapkan dapat memberikan wawasan lebih tentang bagaimana representasi perempuan
dalam media, seperti film, dapat mencerminkan perubahan-perubahan sosial dan nilai-nilai
yang relevan dengan kehidupan saat ini.

3
BAB II
TEORI RUJUKAN

Dalam melakukan penelitian, tentu peneliti harus memiliki teori rujukan yang akan dipakai
dan menjadi panduan untuk mendapat hasil dari penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian
ini, peneliti akan menggunakan pendekatan feminisme dalam menguak peran perempuan
dalam diri karakter Ainun pada film Habibie dan Ainun 1.

Pengertian Feminisme
Secara etimologi feminis berasal dari kata femme (woman), yang berarti perempuan.
Feminisme merupakan faham perempuan yang berupaya memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan sebagai kelas sosial, sedangkan feminis adalah gerakan kaum perempuan untuk
mendobrak ketidaksetaraan gender. Menurut Selden (1996:139) dipandang dari sudut sosial,
feminisme muncul dari rasa ketidakpuasan terhadap sistem “patriarki atau penindasan pada
perempuan”, yakni laki-laki itu merasa superior dan menempatkan perempuan sebagai
inferior yang ada pada masyarakat. Penindasan pada perempuan ini selanjutnya disebut
dengan ketidakadilan gender yang termanifestasikan ke dalam berbagai bentuk, misalnya
marginalisasi sistem ekonomi, sistem pendidikan, pemerintahan dan lain sebagainya.

Ada beragam pengertian atau definisi tentang feminisme yang dikemukakan para ahli,
di antaranya oleh Wolf (1994:139) mengartikan feminisme sebagai sebuah teori yang
mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan. Istilah "menjadi
feminis", bagi Wolf, harus diartikan dengan "menjadi manusia" pemahaman yang demikian
seorang perempuan akan percaya pada diri mereka sendiri. Goefe dalam Sugihastuti,
(2003:23) mengartikan feminisme sebagai teori tentang persamaan antara laki-laki dan
perempuan di bidang politik, ekonomi, social, atau kegiatan berorganisasi yang
memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Budiantara (2002:201) mengartikan
feminisme sebagai suatu kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan
permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial
berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Dengan mengacu pada beberapa pengertian tadi maka
feminisme dapat diartikan sebagai kesadaran atas ketidakadilan gender yang menimpa kaum
perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

4
Sejarah Feminisme
Feminisme adalah gerakan sosial yang bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender.
Gerakan ini dimulai pada abad ke-18 di Eropa dan Amerika Serikat, dan telah berkembang
menjadi gerakan global yang mencakup berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Dalam sejarahnya, feminisme melewati beberapa fase atau gelombang. Feminisme
mengalami gelombang besar dalam sejarahnya hingga menjadi salah satu pendekatan
estetika.

Gelombang Feminisme
Sejarah feminisme sering dibagi menjadi tiga gelombang, yaitu:

1. Gelombang Feminisme Pertama


Gelombang pertama (1840-1920): Gelombang pertama berfokus pada hak-hak sipil
dan politik perempuan, seperti hak pilih, hak atas properti, dan hak atas pendidikan.
Gelombang pertama ini memiliki tokoh yang menonjol yaitu Mary Wollstonecraft.
Mary memperjuangkan hak wanita untuk mengakses pendidikan yang layak. Ia
memperjuangkan agar wanita mendapat hak yang sama dalam berbagai bidang seperti
ekonomi, pendidikan, dan sosial.

2. Gelombang Feminisme Kedua


Gelombang kedua (1960-1980): Gelombang kedua berfokus pada isu-isu seperti
kesetaraan gender di tempat kerja, kekerasan terhadap perempuan, dan seksisme.
Gelombang ini dipimpin oleh Betty Friedan dan Kate Miller. Dalam gelombang ini
muncul berbagai jenis pemikiran feminisme. Yang paling terkenal misal feminisme
radikal. Feminis radikal memandang sistem seks/gender sebagai dasar utama dari
penindasan terhadap perempuan. Artinya, mereka melihat bahwa norma-norma dan
struktur kekuasaan terkait dengan gender dan seksualitas menciptakan dasar untuk
ketidaksetaraan dan penindasan terhadap perempuan. Oleh karena itu, mereka
mendorong perubahan fundamental dalam struktur sosial untuk mencapai kesetaraan
gender dan pembebasan perempuan dari penindasan seksual.

5
3. Gelombang Feminisme Ketiga
Gelombang ketiga (1990-sekarang): Gelombang ketiga berfokus pada isu-isu seperti
interseksionalitas, feminisme pascakolonial, dan feminisme queer. Pada era
gelombang ini, pemikiran feminisme ini lebih inklusif dibanding pemikiran
feminisme di gelombang kedua. Pemikiran feminisme pada zaman ini dipelopori oleh
Rebecca Walker dan Jennifer Drake. Pemikiran ini juga menyoroti bahwa penindasan
terhadap perempuan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh konsep patriarki saja.
Sebaliknya, pemikiran ini mengakui bahwa masalah tersebut terhubung dengan
faktor-faktor lain seperti ras, etnisitas, dan kelas sosial. Dengan demikian, pemikiran
feminis ini menegaskan pentingnya memahami kompleksitas dan keterkaitan antara
berbagai bentuk ketidaksetaraan dan penindasan.

4. Gelombang Feminisme Keempat


Dalam perkembangannya, gelombang feminisme yang awalnya memiliki 3 bertambah
menjadi 4 gelombang. Gelombang ke-4 ini disebut sebagai gelombang feminisme
postmodernisme. Fase ini dikemukakan oleh Naomi Wolf dan Ann Brooks. Fase ini
hadir sebagai tindak lanjut dari adanya gelombang feminisme ketiga. Dalam fase ini,
feminisme lebih ditekankan kepada bagaimana cara melihat bahwa wanita dan laki-
laki memiliki hak yang sama sehingga kesadaran akan hak yang dirampas tidak hanya
terjadi pada posisi perempuan namun juga posisi laki-laki. Pada fase ini, munculah
jenis feminisme baru yaitu feminisme multikultural yang memiliki makna yang
mendukung keberagaman. Feminisme multikultural menekankan bahwa perempuan
tidak diciptakan secara setara, melainkan bergantung pada ras, kelas, dan
kecenderungan seksual, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan
kondisi kesehatan.

Teori Feminisme
Ada 8 teori yang dapat dikemukakan, yang meliputi feminisme radikal, feminisme
marxis dan sosial, feminisme liberal, feminisme psikoanalisis, feminisme eksistensialisme,
feminisme postmodern, feminisme multikultural dan global, feminisme ekofeminisme.
Diantara 8 teori yang disebutkan diatas, hanya ada 4 teori yang menonjol, yakni feminisme
radikal, feminisme marxis, feminisme liberal dan feminisme psikoanalisis.

6
1. Feminisme Radikal
Teori feminisme radikal ini beranggapan bahwa penguasaan fisik perempuan oleh
laki-laki, seperti hubungan seksual adalah bentuk penindasan terhadap kaum
perempuan. Bagi penganut feminisme radikal, patriarki adalah hal dasar dari ideologi
penindasan yang merupakan sistem hierarki seksual yang dalam hal ini laki-laki
memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi.

2. Feminisme Marxis
Teori ini meletakkan persoalan perempuan dalam kerangka kritik atas kapitalisme.
Lanjutan dari feminisme marxis adalah feminisme sosialis yang menganggap analisis
patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Ragam feminisme ini juga
menganggap bahwa ketidakadilan bukan akibat dari perbedaan biologis, melainkan
karena penilaian dan anggapan dari perbedaan itu, (Ruthven, 1990:35-36, Fakih,
1999:84-95).

3. Feminisme Liberal
Feminisme Liberal berpandangan adanya korelasi positif antara partisipasi dalam
produksi dan status perempuan (Fakih, 1999:95). Feminisme liberal ini memandang
manusia dilahirkan sama dan mempunyai hak yang sama meskipun mengakui adanya
perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan. Bagi feminisme liberal manusia
adalah otonom dan dipimpin oleh akal (reason). Dengan akal manusia mampu
memahami prinsip-prinsip moralitas dan kebebasan individu. Prinsip-prinsip ini juga
yang menjamin hak-hak individu (Arivia, 2003:152).

4. Feminisme Psikoanalisis
Teori ini menekankan penindasan perempuan yang terletak pada psyche dan cara
berpikir perempuan dengan menggunakan isu-isu drama psikoseksual Oedipus dan
kompleksitas kastrasi Freud. Sementara itu feminisme ala de Beauvoir yang
memandang ketertindasan perempuan ialah karena dipandang sebagai the other
merupakan ragam feminisme eksistensialisme. Merespons pemikiran de Beauvoir
tersebut, terdapat ragam feminisme lain yaitu feminisme postmodern. Menurut ragam
ini, the otherness tidak hanya dari kondisi inferioritas dan ketertindasan, melainkan
juga cara berada, berpikir, berbicara, keterbukaan, pluralitas, diversitas, dan
perbedaan. Dengan menekankan pada kajian kultural, feminisme multikultural dan

7
global meyakini bahwa selain dengan patriarki penindasan dapat dijelaskan melalui
ras, etnisitas, kolonialisme, serta dikotomi “dunia pertama” dan “dunia ketiga”.
(Arivia, 2003:153).

Isu-isu Feminisme
Dalam perjalanannya, feminisme telah memperjuangkan berbagai isu, antara lain:

A. Hak-hak Sipil dan Politik: Feminisme telah berjuang untuk memberikan hak-hak
sipil dan politik yang sama kepada perempuan, seperti hak pilih, hak atas properti, dan
hak atas pendidikan.
B. Kesetaraan Gender di Tempat Kerja: Feminisme telah berjuang untuk mencapai
kesetaraan gender di tempat kerja, seperti upah yang sama untuk pekerjaan yang
sama, kesempatan yang sama untuk promosi, dan perlindungan dari diskriminasi.
C. Kekerasan Terhadap Perempuan: Feminisme telah berjuang untuk meningkatkan
kesadaran dan memerangi kekerasan terhadap perempuan, seperti kekerasan dalam
rumah tangga, pemerkosaan, dan pelecehan seksual.
D. Seksisme: Feminisme telah berjuang untuk melawan seksisme, yaitu diskriminasi
terhadap perempuan berdasarkan jenis kelaminnya.

8
BAB III
ANALISIS

Setelah menentukkan pendekatan yang akan dipakai untuk meneliti objek atau topik yang
sudah peneliti tentukan sebelumnya, selanjutnya peneliti melakukan analisis mengenai objek
atau topik yang dipilih melalui pendekatan yang terpilih, yaitu pendekatan secara feminisme.
Hasil analisis peneliti terbagi dalam beberapa poin, yaitu:

Hasil Analisis Penelitian


Melalui kegiatan penelitian ini, dengan menggunakan pendekatan estetika feminisme, dapat
mengetahui lebih dalam tentang bagaimana representasi atau penggambaran unsur feminisme
pada film Habibie dan Ainun 1.

Karakter Ainun yang Cerdas dan Berpendidikan

a. Menit 1:43-2:07

Pada saat itu, Ainun tengah ditanyai gurunya mengenai bagaimana cara terbentuknya awan,
lalu Ainun dengan mudah menjawab.

Hal ini merupakan hal yang menggambarkan bagaimana representasi dari feminisme ada
dalam karakter Ainun yang ditunjukkan dalam adanya suatu kesetaraan antara Ainun dengan
karakter lain yaitu gurunya dan juga Habibie yang tengah berdiri di sampingnya saat adegan
itu. Ini adalah penggambaran tentang kesetaraan hak dalam pendidikan yang diterima oleh
Ainun, karena pada saat itu, wanita hanya boleh berada di rumah dan dianggap tidak perlu
mendapatkan pendidikan yang tinggi, namun itu semua dapat ditentang dengan adanya
karakter Ainun di film ini.

b. Menit 11:47-12:24

Pada adegan ini, Ainun bertanya mengenai penyakit Habibie yaitu TBC, namun ia bingung
mengapa Habibie tidak mengeluarkan gejala seperti batuk-batuk. Kemudian Ainun menebak

9
penyakit Habibie dan bertanya kepada Habibie secara langsung, kemudian Habibie
mengiyakan pertanyaan Ainun. Lalu, dilanjut saat adegan Habibie yang mengetahui bahwa
Ainun adalah seorang dokter dan bertanya tentang rencana Ainun mengenai ketertarikan
untuk mengambil spesialis.

Sama seperti poin A, hal ini menggambarkan bahwa Ainun memiliki keinginan besar dalam
kehidupannya melalui pendidikan, yaitu menjadi dokter. Pada zaman itu, untuk menempuh
pendidikan yang tinggi sangat sulit, terkhusunya wanita. Namun dengan kehadiran karakter
Ainun yang berprofesi sebagai seorang dokter yang tentunya harus menempuh jalur
perguruan tinggi terlebih dahulu, menggambarkan adanya penghancuran stigma bahwa
wanita hanya bisa melakukan pekerjaan rumah dan tak bisa setara dengan laki-laki melalui
pekerjaan yang berat seperti dokter.

c. Menit 59:54

Kecerdasan Ainun dalam mengetahui taktik busuk pengusaha kepada suaminya adalah bukti
bahwa adanya kemajuan dalam pemikiran yang membedakan Ainun dan adanya peran Ainun
dalam menyelamatkan karir suaminya. Ia bahkan melakukan pengecekan riwayat seorang
pengusaha dan membujuk suaminya untuk mengembalikan hadiah pemberian seorang
pengusaha.

d. Menit 52:14-52:29

Pada menit ini menunjukkan adegan saat Ainun dapat kembali bekerja sebagai dokter sesuai
keinginannya. Ini menggambarkan bahwa adanya kesetaraan gender yang dilakukan
suaminya, Habibie, yang memperbolehkan Ainun bekerja kembali sebagai dokter spesialis
anak di Jerman. Adegan ini menunjukkan bahwa adanya kesetaraan gender yang sesuai
dengan nilai feminisme.

Karakter Ainun yang Menggambarkan Kekuatan Sebagai Wanita yang Mandiri dan
Berpendirian

a. Saat Ainun menolak lamaran Habibie karena merasa belum siap. Ia mengatakan
pendapatnya pada Habibie hingga akhirnya ia menerimanya.
b. Saat Ainun rela meninggalkan karirnya demi mendampingi suaminya ke Jerman.
c. Saat Ainun mengatakan ingin ikut membantu suaminya untuk membantu
perekonomian keluarga dengan kondisi sedang hamil.

10
d. Saat Ainun masih berusaha mengerjakan pekerjaan rumah di tengah kehamilan
sebagai baktinya kepada suaminya walau ia sangat ingin bekerja sebagai dokter.
e. Saat Ainun ingin pulang ke Indonesia karena merasa tidak bisa membantu suaminya.
Ia merasa tidak bisa apa-apa dan hanya menyusahkan suaminya jika berdiam diri saja.

BAB IV
KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam karakter Ainun pada
film Habibie & Ainun 1 terdapat penggambaran peran perempuan melalui perspektif
feminisme, dalam konteks karakter Ainun yang dalam film ini dipaparkan dengan karakter
Ainun sebagai perempuan yang memiliki ambisi untuk belajar dan mandiri. Pendidikannya di
perguruan tinggi jurusan kedokteran dan ketidakmauannya hanya bergantung pada suaminya
menyoroti pesan kuat tentang pentingnya memberikan peluang yang sama bagi perempuan
dalam mengejar pendidikan dan kemandirian.

Film ini memberikan pesan mendasar mengenai pentingnya kesempatan setara bagi
perempuan dalam mencapai prestasi dan kemandirian, selaras dengan prinsip-prinsip
feminisme. Dalam konteks Indonesia, film Habibie & Ainun 1 menjadi sumber inspirasi bagi
perempuan untuk mengejar pendidikan dan karir, serta menggarisbawahi bahwa perempuan
memiliki potensi setara dengan laki-laki. Dengan demikian, film ini bukan hanya sebagai
kisah cinta, tetapi juga sebagai narasi positif tentang peran perempuan dalam mencapai
kesetaraan gender dan kemajuan dalam kehidupan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anoegrajekti, Novi, Cecilia Tridjata, and Dwi Kusumawardani, eds. 2008. Estetika

Sastra, Seni dan Budaya. Jakarta: UNJ Press, Gedung UBW, UNJ Kampus A.

Qadriani, Nurlailatul, Faika Burhan, Nur I. Sofian, Nurmin Suriati, Agus Supriatna,

and Sasadara Hayunira. 2022. “Ruhui Rahayu Jurnal Pengabdian Kepada

Masyarakat.” Sosialisasi Sastra dan Film sebagai Sebuah Penelitian Ilmiah di

Mahasiwa Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo 1 Nomor 2:89.

https://jurnal.fib-unmul.id/ruhuirahayu/article/download/44/47.

Shoheh, Muhammad. 2010. Pendekatan Feminisme dalam Kritik Kesastraan Vol.08

No.01 (JANUARI-JUNI) 2010:52.

https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tsaqofah/article/download/3452/2563.

12
LAMPIRAN

*Foto Cover Film Habibie & Ainun 1

13
14

Anda mungkin juga menyukai