Anda di halaman 1dari 2

Beratnya Kewajiban Suami Bila Menceraikan Isterinya

Oleh: Syofyan Hadi

Dalam surat al-Baqarah [2]: 233, Allah swt berfirman;


)233(.. ‫َو ٱۡل َٰو ِلَٰد ُت ُيۡر ِض ۡع َن َأۡو َٰل َد ُهَّن َح ۡو َلۡي ِن َك اِم َلۡي ِۖن ِلَم ۡن َأَر اَد َأن ُيِتَّم ٱلَّر َض اَع َۚة َو َع َلى‌ٱۡل َم ۡو ُلوِد َل ۥُه ِر ۡز ُقُهَّن َوِك ۡس َو ُتُهَّن ِبٱۡل َم ۡع ُروِۚف‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang makruf…”

Ayat ini mengatur hak dan kewajiban sepasang suami isteri yang sudah bercerai ketika keduanya
memiliki anak yang sedang dalam masa menyusui. Di mana sang ibu diminta menyusukan
anaknya selama dua tahun dan kewajiban sang ayah memenuhi kebutuhan mereka sampai dua
tahun penuh. Perhatikan ketelitian redaksi ayat ini terkait hukum mengasuh anak akibat
perceraian orang tuanya;

Pertama, ketika Allah swt menyebutkan ayah sang anak yang wajib memberi nafkah dan biaya
baik untuk si ibu yang menyusukan maupun anak yang disusukan, maka kata ayah tidak
diungkapkan dengan kata yang lazim yaitu al-walid (‫)الوالد‬, namun pilihan kata ayah adalah al-
maulud lahu (‫ )المولود له‬yang secara harfiyah berarti “yang dilahirkan untuknya” dengan tambahan
preposisi lam (‫ )ل‬yaitu (‫ )له‬yang menunjukan makna “miliknya”. Demikian memberi kesan
bahwa memang anak adalah milik ayahnya, bukan milik ibunya. Sebab, secara hukum syari’at
bahwa yang memiliki tanaman adalah yang punya benih yaitu ayah, sementara isteri adalah lahan
yang hanya berfungsi menumbuhkan benih yang ditanam petani.

Dua, ketika Allah swt memerintah ayah memberi nafkah kepada isteri yang diceraikannya
berikut anak yang disusukannya, maka perintah memberi nafkah itu diungkapkan dengan
perposisi ‘ala (‫ )على‬yang menunjukan makna taklif (‫“ )التكليف‬wajib” seperti dalam ungkapan wa
‘ala al-maulud lahu rizquhunna wa kiswatuhunn ( ‫“ )َو َع َلى ‌ٱۡل َم ۡو ُلوِد َل ۥُه ِر ۡز ُقُهَّن َوِك ۡس َو ُتُهَّن‬Atas ayah rezeki
dan pakaian mereka”. Sementara, perintah untuk ibu agar menyusukan anaknya selama dua
tahun diungkapkan tanpa preposisi ‘ala (‫ )على‬yaitu wa al-walidatu yurdhi’na awladahunna
haulaini kamilaini ( ‫“ )َو ٱۡل َٰو ِلَٰد ُت ُيۡر ِض ۡع َن َأۡو َٰل َد ُهَّن َح ۡو َلۡي ِن َك اِم َلۡي ِۖن‬Ibu-ibu menyusukan anaknya selama dua
tahun penuh”. Ingat! Allah swt tidak berkata wa ‘ala al-waldati yurdhi’na awladahunna haulaini
kamilaini ( ‫)َو َعلى ٱۡل َٰو ِلَٰد ِت ُيۡر ِض ۡع َن َأۡو َٰل َد ُهَّن َح ۡو َلۡي ِن َك اِم َلۡي ِۖن‬.
Demikian memberi kesan bahwa seorang suami wajib memberi nafkah bagi isterinya yang telah
dicerai termasuk anaknya selama menyusui anaknya. Akan tetapi, seorang ibu yang telah
diceraikan tidak berkewajiban menyusukan anaknya, karena dia bisa menolak untuk menyusukan
anaknya tersebut, dan ketika dia menolak maka mantan suaminya berkwajiban mencarikan
wanita lain untuk menyusukan anaknya dan dibayar secara profesional. Demikain seperti
disebutkan dalam firman-Nya surat al-Tahalq [65]: 6
...)6( ‫َو ِإن‌َتَع اَس ۡر ُتۡم َفَس ُتۡر ِض ُع َل ٓۥُه ُأۡخ َر ٰى‬
Artinya: “…dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya.”

Pesannya, begitulah beratnya tanggung jawab seorang ayah terhadap anaknya, hingga ketika
terjadi perceraian pun, tanggung jawab seorang ayah bukannya berkurang terhadap anaknya,
justru semakin bertambah berat. Maka, bertahanlah dalam pernikahan seberat apapun keadaan
rumah tangga yang anda jalani.

Anda mungkin juga menyukai