Anda di halaman 1dari 8

Tugas Tafsir Mudhu’i

Semester 5
Nama : A. Miftakhul Chawaji 18020044
As Busyrol Karim 18020001

Musyawarah Dalam Perspektif Al-Qur’an


Dalam al-Qur’an kata ‫ور‬-‫ ش‬dengan segala perubahannya disebutkan sebanyak empat
kali, dua kali dalam surat makiyyah dan dua kali dalam surat madaniyah.
Pertama, ‫ أشارت‬yaitu fi’il madhi dari masdar ‫إشارة‬, dimana al-Qur’an menceritakan
tentang isyarat Maryam kepada putranya Nabi Isa a.s, agar mendatangi kaumnya. Hal ini
disebutkan dalam Q.S Maryam ayat 29-30.
Kedua, ‫ورى‬--‫ ش‬yaitu kalimat isim dari madhi ‫ار‬--‫ش‬, dimana al-Qur’an menceritakan
tentang begitu pentingnya musyawarah dalam kehidupan kaum muslimin. Hal ini
disebutkan dalam Q.S As-Syura ayat 38.
Ketiga, ‫ تشاور‬yaitu masdar dari ‫يتشاور‬-‫تشاور‬, dimana hal ini disebutkan dalam konteks
kesepakatan suami istri yang berdebat mengenai hak menyusui anak. Hal ini disebutkan
dalam Q.S al-Baqarah ayat 233.
Keempat, ‫ شاور‬yaitu fi’il amar dari madhi ‫شاور‬. Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an
berkaitan dengan perintah Allah kepada Nabi Muhammad untuk bermusyawarah bersama
kaum muslim dalam berbagai persoalan. Q.S Ali ‘Imran ayat 159.
Isyarat Hisyiyah Maryam
Ketika Maryam menjahui dan mengambil jarak dari keluarganya, Allah swt. Mengutus
malaikat Jibril dengan wujud manusia untuk menemuinya, dan ketika terjadi percakapan
diantara keduanya, malaikat jibril meniupkan ruh Allah ke dalam diri maryam, Maryam
pun hamil dan melahirkan Nabi Isa, ia berbicara kepada ibunya tepat setelah kelahirannya.
Kemudian Maryam memberi isyarat kepada nabi Isa bahwa kelak dirinya akan menghadap
kaumnya.
Tak lama kemudia,n nabi Isa pun menghadap kaumnya dan mendeklarasikan dirinya
sebagai hamba Allah yang kelak akan diutus sebagai nabi. Kisah ini diceritakan dalam al-
Qur’an surat Maryam ayat 16-34.
Setelah kejadian tersebut mereka merasa keheranan. Pertama, mereka heran bahwa
anak perempuannya yang ‘afifah telah melahirkan seorang anak laki-laki dan ia juga tak
pernah menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya. Hal tersebut karena ia
telah mengalami kebisuan. Kedua, mereka heran setelah maryam memberi isyarat kepada
anaknya gara berbicara guna menggantikan dirinya untuk menceritakan kejadian yang
sebenarnya dan membebaskan ibunya dari tuduhan-tudahan tidak bernar.
Lantas apa korelasi antara isyarah dan musyawarah yang sedang kita bahas saat ini?
Pada dasarnya antara isyarat dan musyawarah terdapat kedekatan makna dan akar
katanya pun sama, yatu dari kata ‫شور‬.
Isyarat terkadang berbentuk isyarat yang bersifat sensual. Seperti siyarat menggunakan
tangan, mata dan lain sebaginya. Dan inilah makna asal dari isyarat. Isyarat ini juga
sebagai ungkapan dari makna yang ingin disampaikan oleh sang pemberi isyarat. Seperti
ajakan untuk masuk, keluar, berbicara, dan diam.
Terkadang isyarat juga berbentuk isyarat yang bersifat maknawiyah. Dalam isyarat
inilah terkandung makna nasihat atau mengajukan pendapat. Dan isyarat ini merupakan
musyawarah. Imam kafawi menjelaskan mengenai perbedaan antara isyarat hissiyah dan
isyarat maknawiyah. Ia berkata bahwa isyarat adalah petunjuk dengan menggunakan
sesuatu yang sekiranya dapat dipahami. Isyarat adalah ungkapan tentang sesuatu yang
ingin disampaikan oleh mutakallim dengan menggunakan ucapan yang sedikit. Isyarat
dengan menggunakan tangan terkadang mengisyaratkan sesuatu yang jika diungkapkan
menggunakan ucapan, maka akan membutuhkan lafadz yang banyak.
Lafadz ‫ أشار‬jika muta’adi dengan huruf jer ‫الى‬, maka yang dikehendaki adalah isyarat
hissiyah. Seperti isyarat Maryam kepada anaknya (‫ار إليه‬--‫)أش‬. Sedangkam jika muta’adi
menggunakan huruf jer ‫ على‬maka yang dikehendaki adalah isyarat maknawiyah yakni
musyawarah atau nasihat.
Permasalahan Kedua
Musyawarah Antara Suami Istri Mengenai Urusan Anak
Teterkadang sepasang suami istri mengalami cekcok yang berujung perceraian,
sedangkan mereka memiliki seorang anak kecil yang masih menyusu. Ketika hal ini
terjadi maka akan timbul masalah, seperti setelah bercerai anaknya akan ikut siapa?
Apakah kebutuhan sang anak terhadap susu ibunya akan diabaikan begitu saja?
Mengenai hal tersebut maka suami istri haruslah berkumpul memusyawarahkan perihal
masalah menyusui anak tersebut. Jika setelah bermusyawarah keduanya bersepakat untuk
menyapih anaknya setelah genap berusia dua taun maka hal tersebut tidak masalah.

‫و ِد لَ ۥهُ ِر ۡزقُه َُّن‬--ُ‫ا َع ۚةَ َو َعلَى ۡٱل َم ۡول‬-‫َّض‬ ۡ -‫ َده َُّن َح‬-َ‫ض ۡعنَ أَ ۡو ٰل‬
َ ‫ا ِملَ ۡي ۖ ِن لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱلر‬--‫ولَ ۡي ِن َك‬- ِ ‫ت ي ُۡر‬ُ ‫۞ َو ۡٱل ٰ َولِ ٰ َد‬
‫ث‬
ِ ‫ار‬ ۡ ٞ ُ‫ضٓا َّر ٰ َولِ َد ۢةُ بِ َولَ ِدهَا َواَل َم ۡول‬
ِ ‫ َو‬-‫ ِدۦۚ ِه َو َعلَى ٱل‬-َ‫ود لَّ ۥهُ بِ َول‬ َ ُ‫ا اَل ت‬-َۚ‫ُوف اَل تُ َكلَّفُ ن َۡفسٌ إِاَّل ُو ۡس َعه‬ ِ ۚ ‫َو ِك ۡس َوتُه َُّن بِ ۡٱل َم ۡعر‬
‫م‬-ۡ‫ا أَ ۡو ٰلَ َد ُك‬-ْ‫ضع ُٓو‬
ِ ‫اض ِّم ۡنهُ َما َوتَ َشا ُو ٖر فَاَل ُجنَا َح َعلَ ۡي ِه َم ۗا َوإِ ۡن أَ َردتُّمۡ أَن ت َۡست َۡر‬ ٖ ‫صااًل عَن تَ َر‬ َ ِ‫ك فَإِ ۡن أَ َرادَا ف‬ َ ۗ ِ‫ِم ۡث ُل ٰ َذل‬
٢٣٣ ‫ير‬ ٞ ‫ص‬ ِ َ‫ٱعلَ ُم ٓو ْا أَ َّن ٱهَّلل َ بِ َما ت َۡع َملُونَ ب‬
ۡ ‫وا ٱهَّلل َ َو‬ ِ ۗ ‫َاح َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا َسلَّمۡ تُم َّمٓا َءات َۡيتُم بِ ۡٱل َم ۡعر‬
ْ ُ‫ُوف َوٱتَّق‬ َ ‫فَاَل ُجن‬
Telah kita ketahui bahwa pada ayat tersebut memuat beberapa ketentuan mengenai
urusan menyapih, ujrah dan nafkah.
Berikut penjelasanya.

‫ض ۡعنَ أَ ۡو ٰلَ َده َُّن َح ۡولَ ۡي ِن َكا ِملَ ۡي ۖ ِن‬ ُ ‫َو ۡٱل ٰ َولِ ٰ َد‬
ِ ‫ت ي ُۡر‬
Yang di maksud ‫ الوالدات‬pada ayat tersebut yaitu istri-istri yang diceraikan, karena ayat
tersebut dan ayat sebelumnya membahas tentang talak, 'idah dan ruju'.
Ayat tersebut menetapkan haq bagi sang istri yang diceraikan dalam menyusui anaknya
selama 2 tahun. Dan bagi sang suami yang mencerainya tidak diperbolehkan merampas
hak sang istri.
Ayat ini juga menetapkan batas minimum masa menyusui, yakni genap 2 tahun.
َ‫ضا َع ۚة‬
َ ‫لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱل َّر‬
yakni menyusui anak selama genap 2 tahun bukanlah kewajiban bagi suami, melainkan
ayat tersebut menerangkan batas mimimum masa menyusui, dengan demikian maka
keduanya boleh mengurangi masa tersebut jika keduanya sepakat dan hal tersebut tidak
membahayakn kesehatan si anak. Menyusui anak selama genap dua athun hanya bagi
mereka yang menghendaki hal tersebut.

ِ -ۚ ‫د لَ ۥهُ ِر ۡزقُه َُّن َو ِك ۡس َوتُه َُّن بِ ۡٱل َم ۡعر‬-ِ ‫َو َعلَى ۡٱل َم ۡولُو‬
‫ُوف‬
Yang di maksud ‫د‬-ِ ‫ ۡٱل َم ۡولُو‬disini yaitu anak kecil yang masih menyusu, dikarenakan sang
ayah menceraikan ibunya, maka ia dikembalikan kepada ibunya. Dan bagi ayah
berkewajiban memberikan rizqi, pakaian juga nafkah kepada sang istri yang
diceraikannya selama masa msnyusui. Sepertihalnya ibunya berkewajiban menyusui anak,
bapak juga berkewajiban memberikan nafkah.

‫اَل تُ َكلَّفُ ن َۡفسٌ إِاَّل ُو ۡس َعهَا‬


Kondisi keuangan suami yang bercerai berbeda dari satu auami dengan suami lainnya
Oleh karena itu, perkiraan nafkah untuk istri mereka yang diceraikan bervariasi
berdasarkan itu hal tersebut. Perkiraan nafkah berdasarkan kekayaan dan kesulitan sang
suami.

-ٞ ُ‫ َواَل َم ۡول‬-‫ضٓا َّر ٰ َولِ َد ۢةُ بِ َولَ ِدهَا‬


‫ود لَّ ۥهُ بِ َولَ ِد ِهۦ‬ َ ُ‫اَل ت‬
Ayat ini jumlah mu’taridah yang terselip di dalam konteks ketentuan tentang menyusui,
dimana ayat tersebut ditunjukkan kepada masing-masing dari passangan suami istri.
Masing-masing pasangan dilarang saling menyakiti, memanfaatkan kondisi dan
mneghubungkannya dengan bayi.
Juga tidak diperbolehkan seorang suami yang menceraikan, memanfaatkan kasih
sayang ibu kepada anaknya, dan keinginan sang ibu untuk menyusui anaknya, sehingga
sang ayah dengan seenaknya menindasnya dan merugikannya, serta menahan dan
mengurangi nafkahnya.
Juga tidak diperbolehkan bagi seorang istri untuk mengambil keuntungan dari perhatian
ayah untuk putranya, sehingga dia bertindak terlalu jauh dan melebih-lebihkan
permintaannya.

َ ۗ ِ‫ث ِم ۡث ُل ٰ َذل‬
ۚ‫ك‬ ۡ
ِ ‫َو َعلَى ٱل َو‬
ِ ‫ار‬
Jika suami - ayah - meninggal selama masa menyusui, semua kewajiban kepada istri
yang diceraikan yang menyusui dialihkan ke ahli waris, dan dia harus membayarnya.

‫اض ِّم ۡنهُ َما َوتَ َشا ُو ٖر فَاَل ُجنَا َح َعلَ ۡي ِه َم ۗا‬ َ ِ‫فَإِ ۡن أَ َرادَا ف‬
ٖ ‫صااًل عَن ت ََر‬
Yang di maksud ‫صااًل‬
َ ِ‫ ف‬di sini adalah penyapihan bayi. Disebut ‫ااًل‬-‫ص‬
َ ِ‫ ف‬karena anak
dipisahkan dari payudara ibunya. Bagian ayat ini mengizinkan pasangan yang bercerai
untuk menyapih anak mereka sebelum genap berumur dua tahun. Jika kepentingan si anak
menghendaki demikian, asalkan hal tersebut dilakukan setelah terjadinya kesepakatan
diantara keduanya.
Mereka harus bertemu, mempelajari, memusyawarahkan tentang masalah tersebut, dan
kemudian memutuskan, untuk menyapih sang anak.

ِ ۗ ‫ا أَ ۡو ٰلَ َد ُكمۡ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا َسلَّمۡ تُم َّمٓا َءات َۡيتُم بِ ۡٱل َم ۡعر‬-ْ‫ضع ُٓو‬
‫ُوف‬ ِ ‫َوإِ ۡن أَ َردتُّمۡ أَن ت َۡست َۡر‬
Jika pasangan yang diceraikan tidak setuju untuk menyusui anak, maka tidak masalah
bagi sang ayah untuk mencarikan perawat lain, dan menyewakannya untuk menyusui
anaknya, asalkan dia membayar upahnya sebagai imbalan atas pemborosan dengan cara
yang baik.

ٞ ‫ص‬
‫ير‬ ِ َ‫ٱعلَ ُم ٓو ْا أَ َّن ٱهَّلل َ بِ َما ت َۡع َملُونَ ب‬ ْ ُ‫َوٱتَّق‬
ۡ ‫وا ٱهَّلل َ َو‬
Ayat tersebut mengakhiri hukum/ketentuan yang berkaitan dengan menyusui, upah, dan
nafkah dengan mengarahkan pasangan suami yang berselisih untuk taqwa kepada Allah
dan mengingatkan mereka bahwa Allah senantiasa mengawasi mereka, melihat kondisi
mereka, dan mengetahui tindakan mereka. Mereka harus mematuhi aturan-aturan ini agar
mereka mendapatkan ridha Allah, dan waspada terhadap penyimpangan agar tidak
mendapatkan siksaan Allah.
Sisi relasi musyawarah dan persetujuan dari kedua pihak adalah bahwa musyawarah
tersebut menunjukkan bahwa masing-masing dari keduanya memiliki karakter hukum
yang legal. Keduanya memiliki pendapat masing- masing. keduanya duduk, membahas,
berdialog, dan berdebat, dan masing-masing dari keduanya merasakan posisi, entitas dan
karakter masing-masing, ia menyampaikan pendapatnya dan menyajikan apa yang dia
miliki.
Dan dalam sesi musyawarah ini, tidak ada satupun dari mereka yang tidak hadir, tidak
pula diabaikan, dipinggirkan, atau ditinggalkan, sebab stiap seseorang tidak suka
diabaikan, tidak dikenali, dan ditinggalkan.
Setiap keputusan atau ketentuan yang tidak dibuat setelah musyawarah, tidak bisa
memenuhi persetujuan diantara dua pihak, meskipun keputusan tersebut benar, karena hal
tersebut membatalkan pertimbangan atau nilai dari pihak lain. Setiap keputusan atau
ketentuan yang dibuat setelah kesepakatan dan musyawarah dapat memenuhi persetujuan
bersama antara kedua belah pihak: yakni persetujuan dan musyawarah dari dua pihak
Dalam pembahasan ini terdapat hikmah lembut yang kami rujuk yaitu bahwa ayat
tersebut menetapkan prinsip musyawarah antara pasangan yang berselisih tentang masalah
khusus, yaitu menyusui dan menyapih anak kecil. Hal tersebut karena pentingnya
musyawarah dalam sub-khusus ini, yang terkait dengan anak yang disusui.
Hal ini menunjukkan pentingnya musyawarah antara umat Islam dalam kasus dan
masalah umum (publik). Jika menyusui seorang anak atau menyapih saja membutuhkan
musyawarah dan persetujuan antara kedua orang tuanya, lalu bagaimana dengan urusan
publik yang penting terkait umat Islam?
Oleh sebab itulah Syekh Muhammad Rasyid Ridha, sangat cerdas dan kompatibel
ketika mengamati hubungan antara musyawarah dalam masalah parsial mengenai anak
kecil yang masih menyusu dan masalah publik di kalangan umat Islam.
Dalam penafsirannya tentang ayat ini, dia berkata: Jika Al-Qur'an memerintahkan kita
untuk bermusyawarah dalam usrusan paling dasar mengenai mendidik anak, dan salah satu
dari kedua orang tuanya tidak diperbolehkan untuk menzalimi yang lain, maka apakah itu
memungkinkan satu orang untuk menzalimi seluruh bangsa? Dan perintah untuk mendidik
anak dan menegakkan keadilan di dalamnya lebih sulit. Namun pada kenyataanya
belaskasihan para pemimpin kedudukannya berada dibahawah belas kasihan orang tua
terhadap anak. Dan lebih parahnya belas kasihan tersebut semakin lama semakin
berkurang.

Permasalahan Ketiga
Musayawarah Merupakan Karakteristik Terpenting Bagi Umat
Salah satu hal yang menunjukkan pentingnya musyawarah dalam Islam, adalah dengan
dinamainya salah satu surat dari beberapa surat yang ada di dalam al-Qur’an dengan nama
As-Syura. Dan yang menakjubkan dari pada itu adalah bahwa Surah Al-Syura tersebut
termasuk surat Mekiyah, dan sifat Muslim dalam surah tersebut datang dengan ciri khas
bagi mereka yaitu: (Dan dia memerintahkan mereka untuk bermusyawarah di antara
mereka sendiri).
Dalam surah Makiyah ini, kaum Muslim digambarkan sedang bermusyawarah di antara
mereka sendiri, sedangkan keadaan mereka sedsang mereka tertindas di Mekah, sebelum
mereka hijrah ke Madinah, dan sebelum mereka memiliki negara, entitas, dan sistem
pemerintahan.
Hal ini merupakan indikasi pentingnya musyawarah dalam kehidupan umat Islam, dan
mencakup semua aspek kehidupan umat Islam, tidak terbatas pada aspek politik,
administrasi atau hanya sekedar seremonial saja.
Dan ayat-ayat ini menyebutkan kelompok masyarakat yang harmonis dari sifat-sifat
kaum mukmin: (Dan menyebutkan karakteristik yang membedakan karakter masyarakat
Muslim, yang dipilih untuk memimpin umat manusia, dan membawanya keluar dari
kegelapan zaman pra-Islam ke cahaya Islam, dan penenyebutannya mereka dalam Surah
Makiya, dan sebelum kepemimpinan benar-benar ada di tangannya, layak untuk
direnungkan, karena mereka adalah sifat yang harus dibangkitkan terlebih dahulu, dan
diwujudkan dalam masyarakat supaya dengannya menjadi kebajikan bagi sebuah sistem
kepemimpinan.
Dan dari sana kemudian kita harus mempertimbangkannya untuk waktu yang lama...
Apa yang dimaksud sifat tersebut? Apa khakikatnya? dan apa nilainya dalam kehidupan
seluruh umat manusia?
Hal tersebut adalah iman, tawakal, menjauhi osa-dosa besar dan maksiat, memaafkan
ketika marah, memenuhi panggilan Tuhan, menegakkan sholat, musyawarah yang
komprehensif, menginfaqkan sabgaian rizqinya, membebaskan penindasan, pengampunan,
reformasi dan kesabaran.

ۡ‫ى بَ ۡينَهُم‬-ٰ ‫َوأَمۡ ُرهُمۡ ُشو َر‬


Inilah salah satu ciri umat Islam yang paling menonjol, dan ini disebutkan dalam
sebuah ayat dari Surat Makiya (yang menunjukkan bahwa kedudukan musyawarah lebih
dalam di kehidupan umat Islam daripada sekedar menjadi sistem politik negarasaja,
namun menjadi karakter esensial dari seluruh masyarakat).
Lathaif dan Indikasi dari ayat:
Jika kita perhatikan dengan seksama konteks firman Allah tentang orang-orang
َ ‫ُم ُش‬-ۡ‫ َوأَمۡ ُره‬:beriman
ۡ‫ور ٰى بَ ۡينَهُم‬
Dari ayat tersebut kami akan berusaha mengeluarkannya beberapa lathaif dan dilalah.
Di antaranya:
1. Sifat orang-orang beriman di Mekah dengan memusyawarahkan segala urusan
mereka, hal tersebut sebelum pembentukan sekelompok masyarakt dan negara
mereka di Madinah, adalah bukti pentingnya musyawarah bagi mereka, dan
mencakup semua aspek kehidupan mereka, dan mengakar sebagai karakteristik
mendasar dari keberadaan mereka.
2. Al-Qur'an mengungkapkan interaksi mereka berdasarkan syura dengan
menggunakan jumlah ismiyyah. Hal ini menguatkan poin sebelumnya, dan sebagai
bukti kemantapan dan keteguhan musyawarah pada mereka. karena jumlah ismiyah
menunjukkan makna tersebut.
3. Musyawarah dalam kehidupan umat Islam pada umumnya, mencakup berbagai
bidang dan topik, hal ini ditunjukkan oleh lafadz ‫ُم‬-ۡ‫ ُره‬-ۡ‫ َوأَم‬yang berbentuk isim
nakirah. Sedangkan isim nakirah menunjukkan keumuman dan kecakupan. setiap
masalah yang mereka hadapi selalu diselesaikan dengan musyawarah.
4. Menakirahkan lafadz (Syura) dalam ayat menegaskan poin sebelumnya, dan
menunjukkan mencakupnya musyawarah di semua topik dan bidang.
Umat Islam dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, moral, administrasi,
fungsional, lokal dan internasional, internal dan eksternal, kolektif, individu,
keluarga dan pribadi semuanya diaselesaikan dengan musyawarah.
5. Mensifati orang-orang beriman dengan musyawarah disebutkan di antara dua sifat,
yang masing-masing sifat tersebut merupakan ibadah.
٣٨ َ‫ور ٰى بَ ۡينَهُمۡ َو ِم َّما َرز َۡق ٰنَهُمۡ يُنفِقُون‬
َ ‫ُم ُش‬-ۡ‫صلَ ٰوةَ َوأَمۡ ُره‬ -ْ ‫ۡ َوأَقَا ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
Sholat adalah ibada dan menginfaqkan sebgaian rizqi juga termasuk ibadah. Lantas
apa hikmah dari penyebutan musyawarah di antara kedua ibadah ini?
Musyawarah tidak ditempatkan di antara dua ibadah secara kebetulan, melainkan
untuk tujuan yang dimaksudkan dan kebijaksanaan yang diinginkan. Mungkin hal
tersebut mengisyaratkan bahwa mencakup ibadah dalam Islam untuk semua
kehidupan umat Islam. Tidak terbatas pada ritual ibadah seperti shalat dan sedekah
saja.
Mungkin hikmah dalam hal ini adalah untuk menekankan bahwa musyawarah juga
termasuk ibadah, seperti halnya Muslim beribadah kepada Allah dalam sholat dan
beribadah kepada Allah dengan menginfaqkan sebagian rizqinya, demikian juga
mereka beribadah kepada Allah melalui persatuan mereka, dan mmengaturnya
dengan sistem musyawarah.
6. Ayat yang menyebutkan 3 sifat diathafkan kepada sifat-sifat kaum muslimin
sebelumnya.
٣٨ َ‫زَق ٰنَهُمۡ يُنفِقُون‬
ۡ ‫ُم ُشو َر ٰى بَ ۡينَهُمۡ َو ِم َّما َر‬-ۡ‫صلَ ٰوةَ َوأَمۡ ُره‬ -ْ ‫ُوا لِ َربِّ ِهمۡ َوأَقَا ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ -ْ ‫ٱستَ َجاب‬
ۡ َ‫َوٱلَّ ِذين‬
Lafadz sholat, musyawarah dan zakat diathafkan kepada lafadz istijabah.
Hal ini menegaskan bahwa umat Islam diperintahkan oleh Allah untuk
bermusyawarah, sebagaimana mereka diperintahkan untuk shalat dan mengeluarkan
zakat..
7. Ayat mengenai praktik musyawarah kaum muslimin didahulukan dari pada ayat
zakat, dan disebutkan setelah sholat.
‫ُم ُشو َر ٰى‬-ۡ‫صلَ ٰوةَ َوأَمۡ ُره‬ -ْ ‫َوأَقَا ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
Salah satu makna dan implikasi shalat adalah kesetaraan di antara umat Islam,
karena mereka berdiri sama dalam shalat tanpa diskriminasi, kesombongan, atau
pengecualian, dan penyebutan musyawarah setelah shalat menunjukkan makna ini,
sebagaimana mereka sama dalam shalat, mereka harus sama dalam musyawarah.
Dan tidak diperbolehklan bagi seseorang untuk dicabut haknya untuk
bermusyawarah, karena dia juga tidak bisa dicabut haknya untuk mendirikan shalat.
dan orang lain harus mendengarkan pendapatnya dalam musyawarah dan
menyamakannya dengan mereka sebagaimana mereka menyamakannya dengan
mereka dalam shalat: Shalat adalah manifestasi kesetaraan antara ibadah di baris
yang sama dalam rukuk dan sujud. Tidak ada kepala yang naik di atas kepala yang
lain dan tidak ada kaki yang mendahului kaki yang lain. Mungkin dari aspek inilah
musyawarah disebutkan setelah shalat dan Zakat.
Saya akan menutup pembahasan saya mengenai musyawarah dalam Surat Al-Syura
dengan merekam apa yang telah diriwayatkan Sayyid Qutb dalam tafsirnya Al-dhilal
tentang mu.syawarah.
Ungkapan tersebut menjadikan seluruh tatanan mereka sebagai musyawarah untuk
merumuskan seluruh kehidupan dengan cara ini. Dan hal itu, seperti yang kami katakan,
adalah nash-nash Makiyyah yang ada sebelum berdirinya negara Islam. Jadi karakter ini
lebih umum dan komprehensif daripada negara di kehidupan umat Islam. Ini adalah
karakter masyarakat Muslim dalam semua keadaan, bahkan jika negara dalam arti khusus
tidak didirikan sesudahnya.
Kenyataannya, negara dalam Islam tidak lain adalah hasil alami dari masyarakat
Muslim. karakteristiknya bersifat subjektif dan masyarakat tersebut memasukkan negara
dan mempromosikannya dengan realisasi pendekatan Islam dan dominasinya atas
kehidupan individu dan kolektif.
Dan kemudian daripada itu, karakteristik musyawarah dalam masyarakat tersebut itu
masih prematur. Dan pemahamannya pun lebih luas dan lebih dalam dari pada
lingkungan negara dan urusan hukum di dalamnya. Ini adalah karakteryang bersifat
subjektif dari kehidupan Islam dan ciri khas dari kelompok yang dipilih untuk memimpin
umat manusia, dan itu adalah salah satu sifat kepemimpinan yang paling penting.
Adapun bentuk sempurna musyawarah tersebut tidak dituangkan dalam format besi,
karena diserahkan kepada citra malaikat untuk setiap lingkungan dan waktu untuk
mencapai karakter itu dalam kehidupan masyarakat Islam.
Sistem Islam bukanlah bentuk-bentuk yang statis dan bukan nash-nash literal, tetapi di
atas segalanya adalah ruh yang muncul dari kemantapan kebenaran iman dalam hati dan
penyesuaian perasaan dan perilaku terhadap realitas ini.

Anda mungkin juga menyukai