Masalah Penyusuan
Oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
Menikah merupakan salah satu sunnah dalam ajaran agama Islam.1 Sebagai
agama rahmatan lil ‘alamin, Islam memberikan tuntunan yang bagaimana dan
Pernikahan sedarah yang masih dalam kategori mahram dilarang dalam Islam,
walaupun mungkin di zaman dahulu orang hanya bisa menerima ini sebagai perkara
Selain perkawinan seketurunan yang masih dalam kategori mahram, Islam juga
2
“Sesungguhnya penyusuan (berakibat) mengharamkan apa yang diharamkan oleh
kelahiran”.
Namun, tidak semua bentuk penyusuan tentunya, yang menyebabkan tahrim tersebut.
Ada batasan-batasan dan aturan-aturan tertentu yang perlu kita ketahui, untuk menilai
ataukah bukan.
BAB II
ISI
Jilid II, hal 345. dalam hadits lain yang juga diriwayatkan Syaikhain; Bukhari dan Muslim dari Ibni
‘Abbas Ra berbunyi ""ويحرم من ال ّرضاعة ما يحرم من النسب
Lihat Al-Atsqollany, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Darul Fikr, Beirut, 1995 M/1415 H, hadits nomer
1163 juga ash-Shan’any, Muhammad bin Isma’il, Subulussalam Syarh Bulughul Maram, Darul Fikr,
Beirut, tt, jilid II/juz 4, hal 217.
3
I. Ayat Dan Terjemahan
1. Al-Baqarah (233)
هccود لccاعة وعلى المولccاملين لمن أراد أن يت ّم ال ّرضccوالوالدات يرضعن أوالدهنّ حولين ك
ودccدها وال مولccدة بولccا ّر والccرزقهنّ وكسوتهنّ بالمعروف ال تكلّف نفس إالّ وسعها ال تض
احccاور فال جنccا وتشccراض منهمccاال عن تccإن أرادا فصccله بولده وعلى الوارث مثل ذالك ف
المعروفccا آتيتم بccلّمتم مcاح عليكم إذا سcc فال جنcعليهما وإن أردتم أن تسترضعوا أوالدكم
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak
permusyawaratan, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
4
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah
233)
2. Ath-Tholaq (6)
وإن كنّ أوالت حمل, ّأسكنوهنّ من حيث سكنتم من وجدكم والتضآ ّروهنّ لتضيّقوا عليهن
روا بينكمcc وأتم, ّورهنccاتوهنّ أوجcc فإن أرضعن لكم فئ, ّفأنفقوا عليهنّ حتّى يضعن حملهن
(hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang
sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain
3. An-Nisa (23)
5
ات األختccات األخ وبنcc وبنcاالتكمccاتكم وخcc وع ّمcواتكمccاتكم وآخccاتكم وبنcc ّرمت عليكم أمهcح
ائكم الآلتى دخلتم بهنّ فالcات نسcاعة وأ ّمهc من ال ّرضc وأخواتكمc الالتي أرضعنكمcوأ ّمهاتكم
لفccد سccا قccجناح عليكم وحالئل أبنائكم اللذين من أصالبكم وأن تجمعوا بين األختين إالّ م
dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
23)
6
Dalam surah Al-Baqarah 233 Allah SWT memerintahkan kepada para kaum
ibu baik masih berstastus sebagai isteri dari bapak anaknya ataupun sudah
diceraikan5 untuk menyusui anaknya selama dua tahun jika memang ingin
menyempurnakan masa penyusuan6, adapun lebih dari dua tahun maka sudah
bukan merupakan kewajiban lagi karena sudah harus diberi makanan tambahan
untuk pertumbuhan badannya,. karena itu para ulama menyatakan anak tetek itu
jika menetek sebelum umur dua tahun, dan selebihnya itu tidak dianggap anak
ال يح ّرم من ال ّرضاع إالّ ما فتق األمعاء فىالثّدي وكان قبل الفطام
Tidak dapat mengharamkan karena tetek itu kecuali yang dapat membuka usus
dan terjadi dimasa menetek dan terjadi tetekan itu dimasa sebelum
Kewajiban tidak hanya dikenakan kepada kaum ibu saja, para laki-laki atau
ayah dari si anak tersebut juga terkena kewajiban, yaitu memberikan ongkos
kepada ibu bayinya tersebut,9 supaya sang ibu bisa sepenuhnya menyusui bayinya
5
Al-Baidhawi, al-Qodhi, Anwar at-Tanzil wa Asraru at-Ta’wil, Dar al-Kotob al-Ilmiyah, Beirut,
2003/1424, cet 1, jilid I, hal 124-125
6
Ibid. Lihat juga Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub
al-Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 272-273
7
Bahreisy, Salim, H, Terjemah SingkatTtafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993, Cet kelima,
Jilid I, hal 422
8
Ibid
9
Al-Baidhawi, Op cit. Lihat juga Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat
Ahkam, Darul Kutub al-Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 272-273
7
tanpa terpikirkan masalah ongkos hidup yang nantinya berpengaruh kepada
sang ayah, karena Allah SWT tidak akan membebani hambanya terkecuali
sekedar kemampuannya.10
tersebut bahwa jangan sampai salah seorang dari keduanya menjadi sengsara
lantaran masalah penyusuan ini, sang ibu tidak boleh menolak untuk menyusui
lantaran ingin membuat sengsara sang ayah, sebaliknya sang ayah pun dilarang
Kemudian Allah SWT menjelaskan, jika kedua orang tua melihat sibayi sudah
tidak menghajatkan lagi air susu ibunya dan ingin menghentikan penyusuan
tersebut padahal belum genap dua tahun, maka hal itu tidak dilarang setelah
keduanya bermusyawarah dan sepakat, karena batasan dua tahun hanyalah untuk
kemashlahatan dan kebaikan si bayi, dan kedua orang tuanyalah yang lebih
10
Lihat Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub al-
Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 272-273.
11
Apabila sang ibu menolak untuk menyusui bayinya tentunya hal ini akan menjadi beban di pikiran
sang ayah, yang sebagai orang tua dari si bayi tentu sangat mengasihi dan menyayangi anaknya serta
tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada anaknya. Sang ibu pun sebagai seorang wanita
yang memiliki perasaan dan naluri lembut tentunya tidak ingin terpisah dari bayinya, disini terlihat
betapa Allah SWT sangat mengasihi dan menyayangi hamba-hamba-Nya, juga tergambar betapa
sempurnanya ajaran Islam, sampai-sampai masalah penyusuan bayi pun dijelaskan dan jangan sampai
permasalahan ini menjadi sesuatu yang akan membuat celaka baik bagi kedua orang tuanya maupun
terhadap bayi tersebut.
12
Lihat Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub al-
Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 272-273.
8
Selanjutnya dalam ayat tersebut dijelaskan seandainya penyusuan anak
tersebut diserahkan kepada orang lain maka hal tersebut tidaklah dilarang, dengan
hambaNya.
perempuan yang menjadi mahram yaitu yang haram dinikahi oleh pria yang ada
13
Karena masalah pembayaran upah ini akan berpengaruh pada perlakuan ibu susu terhadap bayi yang
disusuinya. Sudah semestinyalah orang tua dari bayi tersebut membayar upah yang telah disepakati
agar sang ibu susu memberikan perhatian dan kasih sayang terhadap bayinya. Lihat Ash-Shabuny,
Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub al-Islamiyah, Jakarta, 2001
M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 272-273.
14
Dalam ayat ini Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman supaya tetap memberi tempat pada
isterinya yang dicerai Raj’i sampai habis masa ‘Iddah. Dan tempat itu sekedar kemampuannya. Jika
perempuan yang diceraikannya itu bertepatan hamil maka harus diberi belanja sampai melahirkan
kandungannya, dan setelah melahirkan harus menyusui bayinya, maka harus dibayar dengan upah
menyusui itu, kemudian bila akan menghentikan susuan itu maka harus bermusyawarah antara ibu dan
ayahnya dengan maksud dan cara yang sebaik-baiknya terutama untuk kepentingen bayinya, masing-
masing tidak boleh diberati dengan beban yang dia tidak akan sanggup menanggungnya. Allah
menjanjikan sesudah masa kesempitan atau kesusahan akan diberikan kelapangan dan keringanan
kekayaan. Bahreisy, Salim, H, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993,
Cet kelima, Jilid VIII, hal 153
9
Sebagian Ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-
Waalidaat/para ibu dalam ayat tersebut tertentu bagi ibu-ibu yang sudah
dicerai suaminya.15
Sebagian lagi berpendapat yang dimaksud adalah para ibu yang masih
berstatus sebagai isteri dari bapak anaknya (tidak bercerai), pendapat inilah
Qurthuby18. Dalil mereka adalah bahwa perempuan yang sudah dicerai tidak
Ujrah atau upah. Manakala dalam ayat tersebut disebutkan kalimat ( ّرزقهن
ّوتهنcc )وكسtentunya yang dimaksud adalah para ibu yang masih berstatus
Sebagian lagi berpendapat bahwa kalimat tersebut berlaku untuk umum, sama
ada sudah dicerai atau masih berstatus sebagai isteri, sesuai dengan zhahir
lafz atau tekstualitas dari kalimat tersebut, dan tidak ada dalil yang
15
Ini adalah pendapat Mujahid, ad-Dhahhak dan as-Sady, mereka bersandar dengan kedudukan bahwa
ayat yang sebelumnya berbicara tentang hukum perempuan-perempuan yang di cerai ( )المطلّقاتdan
sebagai kelanjutan dari ayat tersebut, ayat ini sebagai penyempurnaan bagi yang sebelumnya. Dan
bahwa Allah SWT mewajibkan bagi kaum bapak untuk memberi nafkah/ongkos untuk ibu dari anak-
anaknya, seandainya mereka masih berstatus sebagai suami isteri tentunya hal tersebut tidak perlu
diwajibkan disini, karena memang sudah menjadi konsekwensi sebagai seorang suami wajib memberi
ongkos bagi isterinya. Lihat Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam,
Darul Kutub al-Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 276.
16
Beliau adalah salah seorang ulama tafsir yang memiliki nama lengkap Abi al-Hasan ‘Ali bin Ahmad
al-Wahidy (W. 468 H), penulis kitab Tafsir yang diberi judul Kitab al-Wajiz fi Tafsiir al-Qur’an
al-‘Aziz, dicetak dan diterbitkan Dar elFikr Beirut bersama dengan kitab tafsir al-Muniratau Maraah
al-Labiid karangan Syeikh Nawawi Banten. Beliau juga menulis kitab tentang sebab-sebab turunnya
ayat/Asbaab an-Nuzul.
17
Penulis kitab tafsir Mafaatih al-Ghaib atau at-Tafsir al-Kabiir yang memiliki nama lengkap
Muhammad bin Umar bin al-Husain bin al-Hasan ar-Razy (W. 606 H)
18
Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthuby (W. 671 H) terkenal dengan kitab tafsirnya al-
Jami’ li Ahkam al-Qur’an.
10
menunjukkan takhsish atau kekhususan ayat tersebut. Pendapat ini
al-Muhiith.19
mengatakan bahwa bagi para ibu yang masih berstatus sebagai isteri dari
wajib menyusui jika anaknya tersebut tidak mau menyusu kepada perempuan
lain. Adapun perempuan yang telah dithalaq dengan thalaq ba’in21 maka tidak
19
Lihat Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir Ayat Ahkam, Darul Kutub al-
Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 276.
20
Pembicaraan atau kalam didalam bahasa Arab menurut para ahli ilmu bayan (hermeuneutika) tidak
terlepas dari dua, yaitu khabar dan insya. Khabar menurut definisi mereka adalah sebuah pernyataan
yang mengandung kebenaran dan kebohongan berbeda dengan Insya yang hanya mengandung
kebenaran. Termasuk dalam kategori Insya adalah kata-kata yang bersifat perintah (amr). Lihat al-
Jarimy, Ali dan Amin, Mushthofa, al-Balaghah al-Wadhihah, Dar al-Ma’arif, Mesir, 1957 M/1377 H,
cet 12, hal 137 dst.
Namun terkadang didalam pembicaraan ada yang terkesan khabar padahal sebuah Insya’, hal ini
banyak terdapat didalam ayat-ayat al-Qur’an.
21
Thalaq terbagi kepada dua, yaitu Ba’in dan Raj’i. Ba’in adalah thalaq yang tidak ada rujuk lagi
setelahnya, permasalahan ini bisa dilihat pembahasannya dalam kitab-kitab fiqh.
11
menyusui bayi tersebut. Terkecuali jika sang ibu tidak keberatan untuk
penyusuan tersebut.22
ulama berpendapat bahwa amr (perintah) disini tidak bersifat wajib melainkan
sunat yang berarti tidak wajib hukumnya bagi ibu menyusui anaknya,
terkecuali jika anaknya tersebut tidak mau menyusu selain kepadanya, atau
sang bapak tidak mampu mengupah orang lain untuk menyusukan anaknya
tersebut. Mereka yang mengikuti pendapat ini berpegang kepada firman Allah
SWT :
diberikan kepada si ibu. Hukum sunat ini dikarenakan air susu ibu (ASI) lebih
cocok bagi si bayi dan kasih sayang ibu terhadap bayinya melebihi kasih
22
Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub al-Islamiyah,
Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 276. Untuk pembahasan yang lebih mendalam silahkan rujuk
kitab tafsir Ahkam al-Qur’an karangan Ibnu al-‘Araby dan kitab Jami’ li Ahkam al-Qur’an karangan
al-Qurthuby. Rincian masalah bisa dilihat dalam kitab-kitab fiqh.
23
Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub al-Islamiyah,
Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 277.
24
Tidak ada khilafiyah pada penyusuan dibawah dua tahun, yang menjadi perbedaan pendapat para
mujtahid adalah penyusuan diatas dua tahun, sebagaimana disebutkan Ibnu Rusydi. Lihat al-Andalusy,
Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, Maktabat Daar Ihya, Indonesia, tt, Juz II,
hal. 27.
12
Mayoritas fuqaha kalangan mazdhab Maliky, Syafi’I dan imam
25
ال رضاع إالّ ما كان فى الحولين
dua tahun.
حولين كاملين
25
Hadits ditakhrij oleh ad-Daraquthny, lihat kutipannya dalam Ash-Shabuny, Muhammad Ali,
Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul Kutub al-Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz
I, hal 277.
13
dan ini menunjukkan bahwa tidak ada akibat hukum bagi penyusuan diatas
dua tahun, juga berdasarkan hadits Nabi SAW: “Tidak ada penyusuan kecuali
didalam usia dua tahun”. Hadits serta ayat yang diatas tadi menafikan
penyusuan bagi orang yang sudah tua, dan tidak menjadi penyebab haram
diperpegangi oleh al-Laits bin Sa’d. sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abu
pendapatnya tersebut.26
pernah menetek,27 maka ia menjadi mahram, sesuai bunyi ayat yang tidak
kurang dari tiga kalli, maka ia tidak menjadi haram.28 Mereka bersandar
kepada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah Ra yang berbunyi:
26
lihat kutipannya dalam Ash-Shabuny, Muhammad Ali, Rawai’u al-Bayan, Tafsir ayat Ahkam, Darul
Kutub al-Islamiyah, Jakarta, 2001 M/1422 H, Cet 1, Juz I, hal 277. Ibnu Rusydi menyebutkan bahwa
imam Daud pendiri madzhab Zhahiry berpendapat penyusuan orang dewasa tetap menyebabkan
tahrim. Lihat al-Andalusy, Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, Maktabat Daar
Ihya, Indonesia, tt, Juz II, hal. 27.
27
Ini adalah pendapat kalangan madzhab Maliky, diriwayatkan dari sayyidina Ali dan Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhum. Ini juga pendapat Ibnu Umar dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum. Seperti ini
pula pendapat Abu Hanifah, ats-Tsaury dan al-Auza’i. lihat al-Andalusy, Muhammad bin Ahmad Ibnu
Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, Maktabat Daar Ihya, Indonesia, tt, Juz II, hal. 27.
28
Ini adalah pendapat Abu ‘Ubaid dan Abu Tsaur. Ibid.
14
صتان
ّ صة والم
ّ ال تح ّرم الم
صتان
ّ صة والم
ّ ال تح ّرم ال ّرضعة وال ّرضعتان والم
Disamping kedua pihak tersebut, ada pihak ketiga yang berpendapat bahwa
mahram bagi yang diteteki. Mereka ini bersandar kepada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah Ra bahwa dahulunya dalam ayat ini
terselip kata:
29
Naskh dan Mansukh adalah sebuah istilah dalam ilmu ushul tafsir yang secara sederhana berarti
“menghapuskan yang sudah ditetapkan dengan yang baru”. Naskh dan mansukh banyak terdapat
dalam al-Qur’an. Para Ulama membagi permasalahan ini menjadi beberapa bagian:
(1).Naskh/penghapusan hukum saja, namun ayatnya masih termaktub dalam al-Qur’an. (2) Naskh ayat
saja, namun hukumnya masih diberlakukan. (3) Naskh ayat serta hukumnya. Penjelasan lebih rinci
lihat: al-Maliky, as-Sayyid ‘Alwi bin as-Sayyid ‘Abbas, Faidul Khabiir, Daar ats-Tsaqofah, Beirut, tt,
hal 145 dst.
15
Dan tatkala Rasulullah Saw wafat, kata-kata terakhir ini tetap dibaca orang
sebagai bagian dari ayat tersebut.30 Termasuk dalam golongan ketiga ini Imam
Firman Allah SWT المعروفccوتهنّ بccه رزقهنّ وكسcc وعلى المولود لDan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
Allah SWT عهاccف نفس إالّ وسccّ ال تكلSeseorang tidak dibebani mrlainkan
لينفق ذو سعة من سعته ومن قدر عليه رزقه فلينفق مما آتاه هللا
menafkahkan apa-apa (rezqi) yang telah Allah berikan kepadanya ( QS. ath-
Tholaq 7)
30
Maksudnya ayat tersebut tetap dibaca oleh mereka yang tidak tahu bahwa sudah dinasakh, padahal
ayat yang kedua itupun juga dinasakh. Yang pertama dinasakh ayat serta hukumnya sedangkan yang
kedua menurut kalangan mazdhab Syafi’i hukumnya tetap, yang dinasakh hanya ayatnya saja. Lihat:
al-Maliky, as-Sayyid ‘Alwi bin as-Sayyid ‘Abbas, Faidul Khabiir, Daar ats-Tsaqofah, Beirut, tt, hal
151 dst.
31
Dikutip dari . Bahreisy, Salim, H, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT Bina Ilmu, Surabaya,
1993, Cet kelima, Jilid II, hal 345 – 346. Sebenarnya masih ada pendapat lain lagi yang mengatakan
bahwa yang mengharamkan adalah sepuluh kali penyusuan, sebagaimana disebutkan Ibnu Rusydi
dalam Bidayah al-Mujtahid. Namun beliau tidak menyebutkan asal-usul pendapat ini. Ada
kemungkinan ini berkaitan dengan masalah takhshish ayat Rhada’ah tersebut.
16
6. Hukum memberi nafkah kepada anak
terhadap anaknya, hal ini berdasarkan firman Allah SWT: وعلى المولود له
ّ رزقهنkarena Allah SWT telah mewajiblan ongkos isteri yang telah dicerai
disebabkan menyusui anaknya, maka wajib pula memberi ongkos terhadap
dua makna:
1. Sang ibu lebih berhak untuk menyusui anaknya didalam usia dua
tahun dan tidak boleh bagi sang ayah menyusukan kepada orang lain
dua tahun.
Dan didalam ayat tersebut terdapat sebuah petunjuk/dalil bahwa tidak ada
seorang pun yang berserikat dengan sang ayah dalam hal kewajiban memberi
ongkos penyusuan, karena Allah SWT telah mewajibkan kepada si ayah untuk
sama-sama warits/orang tua bagi si anak. Maka yang demikian menjadi dalil
17
lain. demikian pula hukum memberikan ongkos/nafkah bagi anak yang masih
BAB III
PENUTUP
langsung kepada ayat al-Qur’an dan tekstual Hadits, ternyata bukanlah sebuah
perkara mudah. Ada banyak hal yang harus dipelajari, ada banyak teori dan istilah
akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang berbeda. Hal ini bisa kita lihat dari
32
Pembahasan lengkap mengenai hal ini, silahkan lihat Ahkam al-Qur’an karangan al-Jashshash.
18
banyaknya perbedaan pendapat para mujtahid dan fuqaha dalam memberikan
keputusan hukum pada masalah Rhada’ah. Meski ayat yang menjadi landasan sama,
namun ternyata produk hukumnya berbeda. Disinilah letak kebijakan kita dalam
19