Anda di halaman 1dari 14

HADIS TENTANG ANJURAN MEMILIKI ANAK KOLERASINYA DENGAN

PROGRAM BAYI TABUNG


(Studi Ma’anil Hadis)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Ma’ani Al-Hadis


Dosen Pengampu:
Dr. Ruslan Fariadi, S. Ag, M.S.I

Disusun Oleh:
Nuning Kartikasari
21070668

PENDIDIKAN ULAMA TARJIH MUHAMMADIYAH


PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2023
Hadis Tentang Anjuran Memiliki Anak Kolerasinya Dengan Program Bayi Tabung

A. Pendahuluan
Pernikahan adalah sebuah ikatan sakral yang menyatukan dua insan yang
berjenis kelamin berbeda untuk hidup bersama dan saling menyayangi dalam setiap
jalan hidup yang dilewati. Dalam mengarungi kehidupan pernikahan tidak lepas dari
persoalan-persoalan yang datang dan terdapat harapan dari sebuah pernikahan yaitu
kehidupan yang bahagia bersama pasangan hingga akhir hayatnya tanpa adanya
campur tangan dari pihak lain. Dalam pernikahan terasa kurang lengkap jika tidak
adanya keturunan yang menjadi pelengkap dalam setiap bahtera rumah tangga,
karena hal ini merupakan impian semua pasangan suami istri serta menjadi salah
satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan dan
memperbanyaknya. Kehadiran keturunan akan menjadi pelipur lara dan pelengkap
kebahagiaan sebuah keluarga yang ideal. Hal ini terdapat firman Allah di dalam Q S.
Al-Furqon ayat 74;

‫َر َّبَنا َه ْب َلَنا ِم ْن َاْز َو اِج َنا َو ُذِّر َّيِتَنا ُقَّر َة َاْع ٍنُي َو اْجَعَلَنا ِلْلُم َّتِق َنْي ِاَم اًم ا‬
Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS. Al-Furqon: 74)

Tidak semua pasangan yang sudah menikah akan dianugerahi keturunan,


karena terdapat adanya gangguan dari sistem reproduksi, kondisi inilah yang disebut
sebagai infertilitas atau gangguan kesuburan. Gangguan kesuburan adalah
ketidakmampuan satu pasangan untuk mendapatkan buah hati setelah 12 bulan
menikah dan melakukan hubungan seksual secara teratur. Upaya untuk memiliki
keturunan sungguh merupakan sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan
ketekunan serta kesabaran, dan beberapa ikhtiar dengan melakukan pemeriksaan
kesuburan secara detail serta memilih tindakan selanjutnya dengan memilih dengan
berbagai program kehamilan seperti bayi tabung1.

Program bayi tabung adalah metode yang dilakukan oleh dokter ahli
kandungan untuk memenuhi keinginan suami istri untuk memperoleh anak, karena
dalam persetubuhan mereka tidak dapat mempertemukan sperma suami dengan ovum
istri dalam rahim istri, padahal sperma suami dan ovum istri dalam keadaan sehat

1
Dikutip dari: http://www.budiwiweko.id/pakar-proses-bayi-tabung-dokter-bayi-tabung-
terkemuka.html, diakses pada Sabtu, 04 Maret 2023

1
dengan arti keduanya dapat menghasilkan buah jika dapat bertemu. Karena itu dokter
kandungan melakukan program bayi tabung sebagai salah satu usaha (ikhtiar) untuk
mendapatkan keturunan dengan menggunakan dalil sebagai berikut:
‫ِهلل ِه‬ ‫ِق‬
‫ ِإيِّن َأَص ْبُت‬: ‫ َفَق اَل‬، ‫ َج اَء َرُج ٌل ِإىَل الَّنِيِب َص َّلى ا َعَلْي َو َس َّلَم‬: ‫ َقاَل‬، ‫َعْن َم ْع ٍل ْبِن َيَس اٍر‬
‫ َّمُث‬،‫ «اَل » َّمُث َأَتاُه الَّثاِنَّيَة َفَنَه اُه‬: ‫ َقاَل‬،‫ َأَفَأَتَز َّو ُجَه ا‬، ‫ َو ِإَّنَه ا اَل َتِلُد‬، ‫اْم َر َأًة َذاَت َح َس ٍب َو َمَجاٍل‬
)2050 :‫ (رواه ابودود‬. ‫َتَز َّو ُجْو ا الَو ُدْو َد الَو ُلْو َد َفِإيِّن ُمَك اِثٌر ِبُك ْم اُألَم َم‬: ‫ َفَق اَل‬،‫َأَتاُه الَّثاِلَثَة‬2
Dari Ma’qil bin Yassar dia berkata: telah datang kepada Rasulullah seorang laki-
laki, lalu dia berkata: Saya telah menemukan seorang wanita dari garis keturunan
dan kecantikan, dan dia tidak melahirkan, jadi haruskah saya menikahinya?, Nabi
bersabda: "Tidak." Kemudian dia datang kepadanya untuk kedua kalinya, tetapi
beliau melarangnya, kemudian dia datang kepadanya untuk ketiga kalinya, dan dia
bersabda: "Menikahlah dengan orang yang baik dan subur, karena akulah yang
dibanggakan olehmu dari semua umat”. (H.R. Abu Daud: 2050)

Oleh sebab itu pula, penulis akan melakukan mengkaji hadis riwayat Ahmad
mengenai “Hadis larangan menumpahkan air mani kepada selain istri dan
kontekstualisasinya terhadap program bayi tabung” dengan metode ilmu ma’anil
hadis. Dengan harapan tidak adanya kesalahpahaman dalam memkanai hadis tersebut,
serta tersampaikan maksud dan tujuan dari penulis serta diharapkan dapat
memberikan tambahan wawasan bagi setiap pembaca begitu juga bagi penulis.

B. Pembahasan
Dalam memahami hadis riwayat Abu Daud ini, penulis menggunakan beberapa
pendekatan, diantaranya:
1. Pendekatan Historis
Di dalam ilmu hadis, disebutkan bahwa asbabul al-wurud ada dua macam
yaitu asbab al-wurud yang bersifat mikro dan makro. Asbabul al-Wurud mikro
meliputi kejadian yang bersifat spesifik biasanya berupa peristiwa, kejadian dan
pertanyaan yang di ajukan kepada Nabi, sedangkan Asbabul al-Wurud makro
yaitu yang dapat dilihat dari maksud dan tujuan Nabi didalam matan hadis tertentu
karena setiap itu pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu.
Dalam kajian ini, penulis sudah menemukan secara spesifik asbabul al-wurud
dari hadis diatas. Peristiwa yang melatar belakangi hadis di atas dijelaskan dalam
syarah Abu Daud yaitu bahwa seorang laki-laki mendatangi Rasulullah SAW. Lalu
2
Sulaiman bin al-Asy'aṡ bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin 'Amr al-Azdi As-Sijistan, Sunan Abu
Daud, juz 7 (Madinah: Dar ar-Risalah al-Alamiyah), hlm. 395

2
dia bertanya kepada Rasulullah:”Aku telah menemukan seorang wanita yang
memiliki nasab, kecantikan, dan dia tidak bisa mempunyai anak, haruskah aku
menikahinya?, Rasul bersabda:”Tidak”, sampai dia mendatangi Rasulullah tiga
kali, lalu Rasul tetap melarangnya, dan Rasul bersabda: “Menikahlah dengan orang
yang baik dan subur, karena akulah yang dibanggakan olehmu dari semua umat
pada hari kiamat”. Dengan demikian, jika seorang muslim ingin menikah,
hendaknya mencari yang memiliki nasab yang baik dan tidak menikahi wanita
yang tidak melahirkan, dan dia boleh tahu bahwa wanita itu tidak melahirkan
karena dia telah menikah beberapa kali juga tidak memiliki anak.

2. Pendekatan Linguistik
Di dalam Kamus al-Munawwir pada halaman 591 tercantum bahwa kata
‫ َتَز َّوُجْو ا‬merupakan fi’il madhi dengan dhamir jamak yang berlaku untuk semua
manusia atau semua laki-laki yang ingin menikah, yang berasal dari kata - ‫َزاَج‬
‫ َي ُز ْو ُج‬yang artinya mengawinkan, menyertakan, dan menghasut3. Dari banyaknya
makna tersebut, maka penulis mengambil salah satu artinya yang bermakna
mengawinkan. Dalam hadis di atas, disebutkan tazawwaju al-Waduda al-Waluda
yang berarti menikahlah kalian kepada wanita yang ramah (baik) dan yang subur.
Sedangkan kata ‫الَو ُد ْو َد‬, di sini sebagai maful bih dari kata tazawwaju yang
artinya yang ramah atau baik. Dalam kitab Nailul Authar karangan Muhammad
as-Syaukani dikatakan bahwa kata al-waduda: maknanya adalah orang yang
sangat diminati, perempuan yang baik akhlaknya dan yang memberikan kasih
sayang kepada suaminya. Jadi yang dimaksudkan oleh Nabi adalah menikah
dengan wanita yang memiliki kasih sayang kepada suaminya serta yang
berakhlak baik4.
Sedangkan kata ‫ الَو ُلْو َد‬di sini sebagai na’at dari al-waduda yakni yang
mengikuti man’utnya, artinya yang bisa melahirkan anak banyak. Dalam kitab
Nailul Authar bab sifat perempuan yang layak dikhitbah bahwa kata al-Waluda
artinya yang memiliki anak banyak5. Dengan begitu Rasulullah memaksudkannya
menikah dengan perempuan yang subur, dan yang dapat melahirkan anak yang
banyak.
3
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, edisi ketiga (Indonesia:
Pustaka Progres), hlm. 591
4
Muhammad bin Ali as-Syaukani, Nailul Authar, jilid 3 (Mesir: Dar al-Ibn Jaur), hlm. 601
5
Ibid

3
Dalam kitab Takhriju al-Hadis Fathul Barri karangan Abu Hudhaifa, Nabil bin
Mansur bin Yaqub bin Sultan al-Basara Kuwait dikatakan bahwa bagi seorang laki-laki
yang akan menikah dianjurkan untuk menikahi wanita yang ramah, subur dan yang tidak
mandul.

3. Pendekatan Konfirmatif
Pendekatan konfirmatif adalah pendekatan yang mempertimbangkan
hubungan atau kolerasinya terhadap nash-nash al-Qur’an dan Hadis lain yang
memiliki keterkaitan dengan hadis diatas. Berikut ayat-ayat al-Qur’an dan hadis
yang berkaitan dengan pembahasan diatas:
1. Surah al-Kahfi: 46
. ‫َاْلَم اُل َو اْلَبُنْو َن ِز ْيَنُة اَحْلٰي وِة الُّد ْنَيۚا َو اْلٰب ِق ٰي ُت الّٰص ِلٰح ُت َخ ْيٌر ِعْنَد َر ِّبَك َثَو اًبا َّو َخ ْيٌر َاَم اًل‬
)46:‫(الكهف‬
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal
kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan. (Q.S. al-Khafi:46)

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang anak adalah salah satu perhiasa atau
harta yang manusia miliki di dunia ini selain harta benda, oleh karena itu dari ayat
ini dianjurkan manusia untuk menikah lalu mempunyai anak yang banyak. Di
zaman moderen ini terdapat manusia yang menikah tetapi mereka berkomitmen
atau berkesepakatan tidak ingin mempunyai anak yang sering di sebut dengan
childfree, yakni keputusan pasangan yang tidak mau mempunyai anak baik secara
biologis maupun secara adopsi. Dalam kitab tafsir Zubdatut Tafsir Min Fathil
Qadir karangan Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar dikatakan bahwa
firman Allah:
‫ُّد ْنَيا‬P‫( ۖ ْلَم اُل َو اْلَبُنوَن ِزيَن ُة اْلَحَي ٰو ِة ال‬Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia). Yakni harta dan anak-anak yang digunakan untuk perhiasan di dunia yang
tidak dijadikan untuk meraih keridhaan Allah, bukan yang dimanfaatkan untuk
mendapat kehidupan akhirat. Lalu lafadz ‫(َو اْلٰب ِقٰي ُت الّٰص ِلٰح ُت‬tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi saleh). Yakni segala amal kebaikan, baik itu yang diraih dengan
mengeluarkan harta atau yang diraih dengan mengerahkan tenaga. Maka amalan
itu tetap terjaga di sisi Allah. Lalu lafadz ‫( َخْيٌر ِع نَد َر ِّبَك َثَو اًبا‬lebih baik pahalanya di

4
sisi Tuhanmu). Yakni lebih baik pahalanya daripada perhiasan dari harta dan anak
keturunan, serta lebih banyak manfaatnya bagi pemiliknya.
Kemudian lafadz ‫( َو َخْيٌر َأَم ًل‬serta lebih baik untuk menjadi harapan), yakni lebih
baik daripada harapan yang diinginkan oleh pemilik harta dan anak keturunan.
Imam Ahmad dan Ibnu Hibban mengeluarkan hadits dari Abu Sa’id al-Khudri
bahwa Rasulullah bersabda: “Perbanyaklah amalan-amalan kebaikan yang kekal.”
Beliau ditanya: “Apa itu amalan-amalan kebaikan yang kekal wahai Rasulullah?”
beliau menjawab: “Itu adalah kalimat takbir, tahlil, tasbih, tahmid, dan laahaula
walaa quwwata illaa billaah6.
2. Surah al-Baqarah: 223
‫َّلُك َفْأ و۟ا َثُك َأ ِش ۖ َقِّد و۟ا َأِلن ِس ُك ۚ ٱَّت و۟ا ٱلَّل ٱ َل ٓو ۟ا‬ ‫ِن‬
‫َس ٓاُؤ ُك ْم َحْر ٌث ْم ُت َحْر ْم ٰىَّن ْئُتْم َو ُم ُف ْم َو ُق َه َو ْع ُم‬
)223:‫(البقرة‬. ‫َأَّنُك م ُّم َٰل ُقوُهۗ َو َبِّش ِر ٱْلُم ْؤ ِمِنَني‬
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.
Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah
dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar
gembira orang-orang yang beriman. (QS. al-Baqarah:223)

Ayat diatas menegaskan bahwa seorang istri yang sah adalah ladang atau
tempat bagi suaminya untuk mengalirkan air maninya. Dalam tafsir Zubdatut
Tafsir Min Fathir Qadir karya imam Syaukani diuraikan kata “" ‫ِنَس آُؤ ُك ْم َح ْر ٌث َّلُك ْم‬
berarti tempat untuk menanam keturunan sebagaimana kebun tempat untuk
menanam tumbuhan, lalu kata" " ‫ َأَّنٰى ِش ْئُتْم‬berarti dari arah yang kalian inginkan,
dari belakang, depan, duduk, terlentang, atau tengkurap asalkan ditempat yang
bercocok tanam yang dibolehkan, selanjutnya kata ‫ "ۚ "َو َق ِّد ُم و۟ا َأِلنُفِس ُك ْم‬berarti
mengerjakan amal kebajikan yang niscaya kalian akan mendapati pahalanya disisi
Allah, kemudian kata “ ‫ ”َو اَّتُقو۟ا الَّلـَه‬berarti bertakwalah kepada Allah agar tidak
terjerumus kedalam sesuatu yang diharamkan, sedangkan kata “‫”َو اْعَلُم ْو ا َاَّنُك ْم ُم َلُقْو ه‬
berarti sebagai ungkapan peringatan keras Allah pada hamba-Nya7.

6
Al-Imam Muhammad Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Zubdatut Tafsir Min Fathir Qadir, jilid 2
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2011).
7
Ibid

5
3. Hadis Nabi
‫ِل ِف‬ ‫ِهلل ِه‬ ‫ِض‬
‫ اْلَو اَلُد ْل َر اِش َو‬: ‫َعْن َاْيِب ُه َر ْيَر َة َر َي اُهلل َعْنُه َاَّن الَّنَيِب َص َّلى ا َعَلْي َو َس َلُم َقاَل‬
)‫ِلْلَعاِه ِر اَحْلَج ُر (ُمَّتَف ٌق َعَلْيِه‬.
Dari abi Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW. Bersabda: anak itu milik tikar,
dan bagi pezina itu hukuman rajam. (Muttafaqun Alaihi)

Hadis diatas menjelaskan bahwa anak itu milik pemilik tikar yakni yang
dimaksud adalah anak milik suami istri yang terikat dengan pernikahan yang sah.
Dan bagi suami yang menumpahkan air maninya (sperma) pada selain istrinya
bisa disebut sebagi pezina dan bisa dihukum rajam.
4. Hadis Nabi

‫عن أنس بن مالك قال َك اَن َرُسْو ُل اِهلل ﷺ َيْأُمُر ِبالَباَءِة َو َيْنَه ى َعِن الَّتَبُّتِل َنْه ًيا‬
) ‫ (َرَو اُه َاَمْحُد‬.‫َش ِدْيًد ا َو َيُقْو ُل َتَز َّو ُجْو ا اْلَو ُدْو َد اْلَو ُلْو َد َفِإيِّن ُمَك اِثُر اَأْلْنِبَياِء َيْو َم اْلِق َياَم ِة‬
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah ‫ ﷺ‬memerintahkan untuk
menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita
yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan
berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat”. (H.R. Ahmad)

Terdapat dua poin di dalam hadis ini yakni perintah untuk menikah dengan
wanita yang subur dan larangan membujang. Hadis ini dikuatkan oleh hadis Ibnu
Hibban erkata Ibnu Hajar, “Adapun hadits “Sesungguhnya aku berbangga dengan
kalian” maka hadits tersebut shahih dari hadits Anas…dikeluarkan oleh Ibnu
Hibban dan disebutkan oleh Imam As-Syafi’i secara ‫ا‬/‫( بالغ‬balagan) dari hadits
Ibnu Umar dengan lafal ‫“ َتَناَك ُح ْو ا َتَك اَثُرْو ا َفِإِّني ُأَب اِهي ِبُك ُم اُألَمَم‬Menikahlah dan beranak
banyaklah kalian karena sesungguhnya aku berbangga dengan (jumlah) kalian”,
dan dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dari hadits Abu Umamah dengan lafal ‫َتَز َّوُج ْو ا َفِإِّني‬
‫“ ُم َك اِثٌر ِبُك ُم اُألَمَم َو َال َتُك ْو ُن ْو ا َك ُر ْه َباِنَي ِة الَّنَص اَر ى‬. Menikahlah sesungguhnya aku
memebanggakan (jumlah) kalian dihadapan umat-umat yang lain dan janganlah
kalian seperti kerahiban orang-orang Nasrani…” (Fathul Bari 9/111). Dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ no 1784.
Melihat ayat al-Qur’an dan hadis Nabi diatas dapat kita ambil kesimpulan
bahwa seorang laki-laki tidak boleh menumpahkan air mani atau spermanya
kepada perempuan yang bukan istri sahnya dan anjuran yang ditujukan kepada
laki-laki untuk menikah dengan wanita yang bisa memiliki banyak anak karna
anak adalah sebagai harta yang dimiliki di dunia. Akan tetapi penulis disini

6
memaksudkan hadis ini kepada proses bayi tabung (fertilisasi in vitro) yang
sebagai salah satu cara untuk mendapatkan anak bagi pasangan yang salah satunya
mandul atau bagi pasangan yang mengalami kelainan dalam pembuahan, karna
tidak semua pasangan bisa mempunyai anak. Dan ini merupakan salah satu
ikhtiar yang dilakukan pasangan suami istri dalam mendapatkan anak.

5. Pendekatan Yuridis
Pendekatan yuridis adalah pendekatan dalam arti menelaah kaidah-kaidah atau
norma-norma dan aturan-aturan, dengan cara studi kepustakaan yang berkaitan
erat dengan permasalahan ini. Di atas telah di paparkan tentang jenis-jenis
program bayi tabung, dimana beberapa diantaranya sudah pernah dipraktikan di
seluruh dunia lebih tepatnya di Indonesia dan terdapat konsenkuensi hukumnya.
Hal ini menimbulkan situasi konflik dalam masyarakat antara pro dan kontra
dibidang hukum dan juga dikalangan tokoh agama. Di dalam al-Qur’an dan al-
Hadis permasalahan ini tidak terdapat ketentuan hukumnya, bahkan di negara
Indonesia persoalan yang berhubungan dengan bayi tabung ini timbul disebabkan
karena terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan
hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung atau insemilasi buatan.
Dalam KUH Perdata pasal 250 menyebutkan bahwa tiap tiap anak yang dilahirkan
atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.
Demikian pula dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 42 meyebutkan bahwa yang
disebut anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah. Terdapat pula dalam undang-undang No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan menjelaskan tentang program bayi tabung harus berdasarkan
agama, kesusilaan, dan kesopanan, juga terdapat pula dalam peraturan yang
menyangkut bayi tabung pada pasal 16 undang-undang No. 23 tahun 1992 bahwa
hasil pembuahan sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami atau istri yang
bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel telur itu berasal.
Begitu juga menurut para alim ulama bahwa dari kelima jenis program bayi
tabung di atas yang sudah teruji keberhasilannya. Karena persoalan ini termasuk
kontemporer dan dalam al-Qur’an dan al-Hadis secara sepesifik belum terdapat
ayat atau ungkapan Nabi yang membahas tentang persolan ini. Hasan Basri
menyatakan bahwa program kelahiran bayi tabung menurut agama Islam itu
diperbolehkan dan sah dengan syarat asal pokok sperma dan ovumenya berasal
7
dari pasangan suami-istri yang sah. Husein Yusuf menyatakan bahwa bayi tabung
dilakukan bilamana sperma dan ovume dari pasangan suami-istri sah yang
diproses dalam tabung khusus, kemudian disarangkan dalam rahim istrinya
sampai saat terjadinya kelahiran, maka secara otomastis anak tersebut dapat
dipertalikan keturunannya dengan ayah dan ibunya, dan anak itu mempunyai
kedudukan yang sah menurut syari’at Islam8.
Begitu juga pandangan ulama Muhammadiyah mengenai program bayi tabung
ini bahwa program ini sah dan dibolehkan bilamana sperma dan ovume (sel telur)
berasal dari suami-istri sah yang kemudian di masukan dalam tabung khusus lalu
di sarangkan ke rahim istrinya (bukan istri yang lain) sampai pada saat lahir. Dari
beberapa pandangan di atas menunjukan secara jelas dan tegas bahwa program
bayi tabung dan kedudukan anaknya adalah sah dengan syarat sperma dan
ovumenya berasal dari sumai-istri sah lalu embrionya di transplantasikan ke dalam
rahim istrinya (bukan istri yang lain) itu sebagai anak sah dan dia memiliki hak
serta kewajiban yang sama dengan anak kandung.

6. Pendekatan medis
Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan medis sebagai upaya untuk
lebih mendalami terkait pembahasan ini. Dilihat dari kacamata kesehatan,
program bayi tabung adalah dimana sperma dan ovume yang dipertemukan
menjadi satu lalu dimasukan ke dalam tabung khusus, kemudian setelah
terjadinya pembuahan akan dimasukan ke dalam rahim perempuan sampai pada
saat bayinya lahir, dalam dunia medis bayi tabung memiliki tujuan untuk
membantu mengatasi pasangan suami istri yang disebabkan adanya kelainan pada
masing-masing pasangan suami-istri, seperti radang pada selaput lendir rahim,
sperma suami kurang baik, dan lain sebagainya. Kemajuan ilmu dan teknologi
kedokteran pada zaman sekarang ini dapat memproses kelahiran bayi tabung
dengan cara asimilasi buatan9.
Bayi tabung dalam istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam
tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur
yang mengalami keuslitan dalam bidang “pembuahan” sel telur wanita oleh sel
sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita
8
Ibid
9
Syarif Zubaidah, Bayi Tabung dan Status Hubungan Nasabnya Dalam Perspektif Hukum Islam, al-
Mawarid edisi 7, 1999, hlm. 45

8
dengan alat yang disebut “laparoscop” (temuan dr. Patrick C. Stepote dari
Inggris). Dimana sel telur itu kemudian diletakan dalam asatu mangkuk kecil dari
kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suaminya. Setelah terjadi pembuahan
di dalam mangkuk kaca tersebut, kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi
ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan
melahirkan anak seperti biasa10. Dalam hal ini sperma laki-laki bisa diambil dari
sperma suaminya dan bisa juga diambil dari sperma laki-laki lain (bukan
suaminya). Begitu juga ovume (sel telur wanita) bisa diambil dari istrinynta dan
juga bisa diambil dari wanita lain (bukan istrinya), demikian juga dengan rahim,
bisa saja dikandung di rahim wanita lain atau dikandung di rahim istrinya.
Dengan begitu terdapat jenis-jenis program bayi tabung ditinjau dari segi sperma
dan ovume serta tempat embrio ditransplantasikan, dapat dibagi menjadi delapan
jenis diantaranya:
1. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovume dari pasangan suami-
istri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri sahnya
2. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovume dari pasangan sumai-
istri, lalu embrionya (sperma dan ovume yang sudah mengalami
pembuahan) ditransplantasikan ke dalam rahim ibu penganti (surrogate
mother).
3. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumenya berasal
dari donor, lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri sahnya.
4. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, sedangkan ovumenya
berasal dari istri sahnya lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim
istri sahnya.
5. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumenya
berasal dari istri sahnya lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim
ibu penganti.
6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumenya
berasal dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim
ibu penganti.
7. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovume dari donor, lalu
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri sahnya.

10
Febri Handayani, Problematika Bayi Tabung Menurut Hukum Islam, Hukum Islam vol. 13, 2013,
hlm. 111

9
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovume berasal dari donor,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu pengantinya11.
9. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovume berasal dari pasangan
suami istri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri
keduanya.
Dari sembilan jenis-jenis program bayi tabung di atas, hanya beberapa
jenis yang sudah dipraktikkan serta sudah teruji secara keberhasilannya
dan terdapat konsenkuensinya, yakni jenis pertama, kedua, ketiga,
keempat, dan ketujuh.

C. Penutup dan Kesimpulan


Dengan demikian, setelah penulis melakukan penelitian terhadap hadis riwayat
Ahmad dengan beberapa pendekatan yang telah dilakukan ini, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa menumpahkan air mani kepada selain istrinya dalam konteks
program bayi tabung ini secara agama dan hukum di negara Indonesia ini tidak di
perbolehkan, akan tetapi jika menumpahkan air mani (sperma) kepada istri sahnya
dalam konteks bayi tabung ini di perbolehkan dengan syarat sperma dan ovume
berasal dari suami-istri sah dimana embrionya di masukan kedalam tabung khusus
lalu di transplantasikan ke dalam rahim istrinya (bukan istri yang lain) sampai bayi
tersebut lahir dan setatus hukum dan nashab anaknya itu sah serta berhak atas anak
tersebut mendapatkan hak dan kewajiaban seperti anak yang ada melalui proses alami
(tanpa insemilasi buatan).
Hal ini sesuai pula dengan keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke-21 di
Klaten pada tahun 1980 dalam sidang seksi A (Bayi Tabung) menyebutkan bahwa
bayi tabung menurut proses dengan sperma dan ovume dari suami-istri yang menurut
hukum Islam adalah Mubah, dengan beberapa syarat:
a. Teknis mengambil semen (sperma) dengan cara yang tidak bertentangan dengan
syari’at Islam.
b. Penempatan zygot (embrio) seyogyanya dilakukan oleh dokter wanita.
c. Resipien adalah istri sendiri.
d. Status anak dari bayi tabung PLTSI-RRI (sperma dan ovume dari suami-istri yang
sah, resipien istri sendiri yang mempunyai ovume itu) adalah anak sah dari suami-
istri yang bersangkutan. Dalam buku Tanya Jawab Agama Fatwa-Fatwa Tarjih
11
Ibid

10
Muhammadiyah dikatakan bahwa program bayi tabung ini boleh dilakukan
dengan sperma dan ovume dari suami istri yang sah, serta embrio tersebut
ditransplantasikan ke dalam rahim istri yang memiliki ovume, jika embrio itu
diletakan pada wanita yang lain atau istri yang lain, tidak dibenarkan12
Juga dalam surat keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-952/MUI/1990
tentang insemilasi Buatan/Bayi Tabung, tertanggal 26 November 1990
menyebutkan bahwa insemilasi buatan/bayi tabung dengan sperma dan ovume
yang diambil dari pasangan suami-istri yang sah secara muhtaram, dibenarkan
oleh Islam, selama mereka dalam ikatan perkawinan yang sah13.

12
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama, edisi kedelapan
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah), hlm. 126
13
Ibid

11
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syijistani, Sulaiman, Sunan Abu Daud, juz 7 (Madinah: Dar ar-Risalah al-
Alamiyah), hlm. 395
Munawwir, Ahmad W, al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, edisi ketiga (Indonesia:
Pustaka Progres), hlm. 591
Tajdid PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih, Tanya Jawab Agama, edisi kedelapan
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah), hlm. 126
Ali as-Syaukani, Muhammad, Nailul Authar, jilid 3 (Mesir: Dar al-Ibn Jaur), hlm. 601
Syaibah al-Hamad, Abdul Qadir, Syarah Bulughul Maram, juz 8 (Madinah: al-
Rasyeed Press), hlm. 49
Muhammad asy-Syaukani, Al-Imam Muhammad Ali, Zubdatut Tafsir Min Fathir
Qadir, jilid 2 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011).
Zubaidah, Syarif, Bayi Tabung dan Status Hubungan Nasabnya Dalam Perspektif
Hukum Islam, al-Mawarid edisi 7, 1999, hlm. 45
Handayani Febri, Problematika Bayi Tabung Menurut Hukum Islam, Hukum Islam
vol. 13, 2023, hlm. 111
http://www.budiwiweko.id/pakar-proses-bayi-tabung-dokter-bayi-tabung-
terkemuka.html, diakses pada Sabtu, 04 Maret 2023
https://eprints.umm.ac.id/65613/3/BAB%202.pdf. Html, diakses pada Senin, 08 Mei
2023
https://ciputrahospital.com/fungsi-uterus-pada-sistem-reproduksi-wanita/. Html,
diakses pada Senin, 08 Mei 2023
CD Maktabah Syamilah

12
13

Anda mungkin juga menyukai